...Hi, selamat Tahun Baru 2022. Semoga di tahun ini semua keinginan kita bisa tercapai. Aamiin....
...Cerita ini adalah lanjutan dari karya pertamaku. Disarankan untuk membaca My Rich Husband terlebih dahulu agar nyambung dengan kisah si sadboy Danzel. Visual ada di instagram aku @heynukha...
...Selamat membaca dan semoga suka. Cerita ini hanya fiktif, semua karangan dari kehaluan author....
...*****...
Sudah hampir dua tahun ini Danzel tidak menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun. Sejak kejadian kekasihnya yang ditikung secara licik oleh pria lain, membuatnya hingga kini masih menutup rapat hatinya. Belum ada satu pun wanita yang berhasil mengetuk dinding pertahanannya.
Padahal, orang tua Danzel sudah membantu untuk mencarikan wanita dengan mengenalkan hampir semua anak dari teman-teman sekolah dan sosialitanya. Tapi, semuanya berakhir sama, dicampakkan oleh seorang pria bernama Danzel Pattinson yang kini berusia dua puluh tujuh tahun.
Entah apa kriteria pasangan yang diinginkan oleh pria itu. Hingga membuat orang tuanya pusing memikirkan jodoh Danzel yang tak kunjung kelihatan tanda-tandanya.
Setiap hari Danzel habiskan untuk bekerja di perusahaan Patt Group. Selain untuk melupakan kenangan bersama mantan kekasihnya, kesibukannya juga bisa dimanfaatkan sebagai alasan ketika meninggalkan para wanita yang sengaja disiapkan oleh mamanya pada saat kencan buta.
Saat ini pria itu tengah menghempaskan tubuh ke atas kursi kerja yang sangat nyaman. Ia baru saja selesai rapat. Memejamkan matanya sejenak untuk beristirahat sebelum melanjutkan pekerjaannya.
Namun, suara pintu yang diketuk dari luar membuatnya harus terjaga. “Masuk!” serunya sedikit meninggikan suara.
Seorang pria yang selalu setia mengikuti Danzel itu masuk ke dalam. Dia adalah Steve, asisten pribadi CEO Patt Group. “Tuan, orang tua Anda baru saja mengirimkan pesan,” ujarnya seraya menyodorkan ponsel ke atasannya untuk dilihat oleh Danzel.
Danzel menolak mengambil benda canggih itu. “Tolong bacakan saja, siapa lagi wanita yang harus ku temui?” tanyanya.
Danzel sampai hafal kebiasaan mommynya yang setiap hari mengirimkan pesan kepada asistennya tentang kencan buta.
“Alcie Glee, putri dari teman sekolah Nyonya Megan,” jawab Steve. Ia memperlihatkan foto wanita yang nanti sore harus ditemui oleh Danzel.
Danzel terlihat tak tertarik dengan wanita di dalam ponsel tersebut. Tak ada yang menggugah hatinya sedikit pun. Atau mungkin belum. “Biarkan saja, tak perlu dibalas,” pintanya.
“Baik.” Steve memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya. Lalu menatap atasannya lagi. “Anda ingin makan siang di mana, Tuan? Ravintola seperti biasanya?” tawarnya.
“Tidak, aku mau makan di kantin perusahaan saja. Terlalu banyak kenangan bersama Diora di Ravintola,” tolak Danzel. Selama menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya, dia sering makan di restoran tersebut.
Lebih baik Danzel mencoba untuk melupakan semua peristiwa bersama orang yang pernah dia inginkan menjadi istrinya, daripada mengganggu rumah tangga Diora demi memaksakan kehendaknya.
“Baik, aku akan sampaikan pada chef untuk menyiapkan hidangan.” Steve berpamitan untuk keluar. Namun getaran dari ponselnya membuatnya berhenti sejenak mengecek penelepon yang seperti tak sabaran.
Steve berbalik untuk berbicara dengan atasannya lagi. “Tuan, Nyonya Megan menelepon,” jelasnya.
Danzel terlihat menghela napasnya. “Angkat saja,” titahnya seperti tak bertenaga. Ia sudah tahu apa yang akan disampaikan oleh mommynya.
“Steve!” seru Mommy Megan setelah panggilan diangkat.
“Ya, Nyonya, ada yang bisa dibantu?” tanya Steve.
“Di mana Danzel? Kenapa dia mematikan ponselnya?” tanya Mommy Megan tak sabaran.
“Di hadapanku.”
“Berikan ponselnya padanya!”
“Baik.”
Steve menyodorkan benda pipih canggih itu ke atasannya. “Nyonya ingin berbicara dengan Anda.”
Danzel menerima ponsel tersebut dengan malas dan menempelkan di telinganya. “Ya, Mom?”
“Jangan lupa sore ini kau harus menemui wanita yang sudah aku siapkan. Mulailah buka hatimu, Danzel! Mommy sudah tua, ingin segera mempunyai cucu, dan kau anakku satu-satunya. Harapanku,” omel wanita yang melahirkan pria tampan dan mempesona tersebut.
...*****...
...SEPERTI BIASA, AKU AKAN MENGADAKAN GIVEAWAY SETIAP PUBLISH NOVEL BARU....
Giveaway akan berlangsung mulai tanggal 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022 pukul 20:00 WIB.
Aku akan mengambil 3 pemenang dengan hadiah uang tunai.
Pemenang 1: Rp 100.000,-
Pemenang 2: Rp 50.000,-
Pemenang 3: Rp 50.000,-
Cara untuk mengikuti giveaway mudah sekali:
Follow instagram aku @heynukha
Follow akun noveltoon aku.
Kirim hadiah sebanyak-banyaknya.
Tinggalkan jejak komentar di novel ini.
Pemenangnya akan aku ambil berdasarkan:
Bukti sudah follow instagram dan akun noveltoon aku.
Urutan pemberi hadiah terbanyak dilihat dari ranking umum.
Jejak komentar di novel My Poor Secretary untuk memastikan bahwa pemenangnya sungguh pembaca novelku, bukan akun yang mengejar hadiah giveaway saja.
Kalau ada yang kurang paham dengan persyaratan dan penilaian giveaway, bisa dm aku melalui instagram @heynukha
Aku aktif di sana, dan diusahakan selalu bales chat walaupun suka lama.
Wanita dewasa berparas cantik dengan rambut berwarna cokelat tengah masuk ke dalam apartemen sederhana yang dia sewa dan dibayar secara bulanan seharga tiga ratus euro.
Dia adalah Gwen, seorang wanita yang sudah melahirkan satu anak. Kini dia harus hidup dengan ekonomi yang tergolong rendah dibandingkan saat suaminya tidak terjerat kasus penggelapan dana dan pengedar narkotika.
Gwen baru saja pulang dari bekerja sebagai pelayan. Dia rela mengerjakan apa pun agar bisa menghidupi keluarganya, sembari terus berusaha mencari pekerjaan yang sesuai keterampilannya serta tidak terlalu menggunakan banyak tenaga, karena ia baru saja pulih dari patah tulang akibat kecelakaan yang terjadi hampir dua tahun silam.
“Kenapa Selena belum pulang?” gumam Gwen setelah ia mencari keberadaan putrinya di dalam hunian berukuran tiga puluh enam meter persegi itu.
Gwen pun mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi pihak sekolah tempat anaknya mengemban ilmu. Ini sudah sore, seharusnya putrinya berada di rumah.
“Semua murid sudah pulang sejak pukul dua siang, bus sekolah mengantarkan seperti biasanya,” jelas salah satu guru yang Gwen hubungi.
“Baik, terima kasih atas informasinya. Maaf sudah mengganggu waktu Anda,” balas Gwen. Penjelasan dari guru anaknya membuatnya justru khawatir dengan keberadaan putrinya yang biasanya sudah berada di apartemen ketika dia pulang.
Gwen tak jadi beristirahat. Ia hendak keluar mencari Selena tanpa mengganti pakaian bertuliskan nama restoran yang biasa digunakan untuk bekerja menjadi pelayan itu. Sebagai seorang ibu, dia tak mungkin berdiam diri ketika putrinya tak tahu di mana keberadaannya.
Ketika Gwen hendak meraih handle pintu, ponselnya berdering. Membuatnya mengurungkan niat membuka kayu bercat cokelat itu untuk mengangkat panggilan telepon.
“Ya, Ma?” sapa Gwen pada mertuanya.
“Kau sudah ada uangnya belum? Tiga hari lagi jatuh tempo pembayaran sewa apartemenku,” tanya Mama Esme, orang tua suaminya.
“Sedang aku usahakan, Ma. Doakan semoga pekerjaanku lancar,” balas Gwen.
“Ck! Dari kemarin jawabanmu seperti itu terus. Aku tak mau diusir dari sini. Mau tinggal di mana jika menjadi gelandangan?” protes Mama Esme.
“Tinggal di apartemen sewaku saja, kita bisa mengirit pengeluaran juga.”
“Dih! Tak mau aku tinggal di tempat sempit milikmu. Ingat, dua ribu euro harus ada dalam waktu tiga hari lagi.” Mama Esme menekankan nominal uangnya. Itu adalah biaya sewa setiap bulannya yang harus dibayar.
Gwen menghembuskan napasnya setelah panggilan diputus sepihak oleh mertuanya. Semenjak Sanchez masuk penjara, perusahaan harus gulung tikar akibat kecurangan yang pernah diperbuat oleh suaminya. Dialah yang kini menjadi tulang punggung. Mama dari suaminya tak membantu sedikit pun, justru bergantung padanya juga.
Mertua Gwen satu-satunya itu belum bisa meninggalkan kehidupan kelas atas. Sehingga memaksakan diri menyewa apartemen yang sangat bagus tanpa melihat kondisinya saat ini yang susah.
“Di mana aku dapatkan uang secepat itu? Tabunganku sudah ku gunakan untuk membayar sekolah Selena,” desah Gwen. Ia adalah sosok wanita yang peduli dan santun kepada orang tua, baik kandung maupun mertuanya. Sehingga tak pernah mengeluh di depan Mama Esme ketika dimintai uang. Dia akan berusaha sekeras mungkin untuk memenuhi kebutuhan orang tuanya. Sebab ia yakin akan mendapatkan ganti yang mungkin tak akan terduga jika melakukan kebaikan dengan tulus.
Wanita itu kembali melanjutkan niatnya untuk mencari anaknya. Ia berhenti di ambang pintu ketika melihat seorang wanita dan anak kecil berusia dua tahun tengah berdiri di hadapannya.
“Ada apa kau kemari?” tanya Gwen pada orang tersebut.
“Urus anak suamimu. Dia hanya menyusahkan saja, setiap hari menghabiskan uangku dan tak menghasilkan lagi semenjak Sanchez dipenjara,” ujar wanita itu dengan angkuh.
Orang yang datang menemui Gwen adalah selingkuhan suaminya. Seorang wanita yang tak tahu diri, sudah menjadi duri dalam pernikahannya, masih saja menitipkan anak hasil dari hubungan yang semestinya tak terjalin.
“Ini putramu, seharusnya kau urus sendiri. Itu konsekuensimu karena sudah bermain api dengan suami orang,” tolak Gwen mencoba tak membalas dengan nada tinggi seperti wanita di hadapannya.
“Eh! Dengar, ya! Aku tak menginginkan anak darinya, suamimu saja yang kurang ajar sampai membenamkan cairannya di dalam rahimku!” jelas wanita itu dengan mendorong dada Gwen.
Gwen mencoba meredam amarahnya. Ia melihat anak kecil yang masih belum tahu kerasnya dunia. Tak ingin mencemari otak anak itu dengan pertengkarannya dan selingkuhan suaminya.
“Memangnya kau mau ke mana, bekerja?” tanya Gwen.
“Aku ada kencan buta, dan dia hanya akan menghambatku untuk mendapatkan pria muda kaya raya yang akan menjadi calon suamiku nanti.” Wanita itu berbicara sangat enteng seolah putranya bukanlah sesuatu yang berharga dalam hidupnya.
“Kau seharunya membawa putramu, calon suamimu harus tahu jika kau sudah memiliki anak,” nasihat Gwen agar wanita di hadapannya itu tak membuang buah hati seperti rongsokan yang tak bernilai.
“Untukmu saja, aku tak mau calon suamiku tahu tentang masa laluku.” Wanita itu menyodorkan koper besar pada Gwen. “Ini semua barang-barangnya. Mulai detik ini, dia adalah anakmu!” serunya. Dan langsung menyelonong pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan putranya.
“Mom ... mommy ... ikut.” Bocah kecil itu merengek dan berlari menghampiri orang tuanya. Ia langsung memeluk kaki wanita angkuh yang sudah melahirkannya.
“Lepas!” sentak wanita tersebut dengan melepas paksa tangan anaknya dari tubuhnya. Hingga bocah mungil itu tersungkur di lantai dan menangis kencang.
Gwen segera berjalan menghampiri anak selingkuhan suaminya. Naluri keibuannya muncul begitu saja, tak memandang jika itu adalah buah kesalahan pasangannya yang kini sedang berada di penjara.
“Alcie Glee!” seru Gwen hingga otot lehernya terlihat karena begitu kesal dengan wanita tadi. “Ibu macam apa kau itu! Sungguh tak berperasaan!” tegurnya. Ia pun menggendong bocah tersebut dan menepuk pundak mungil itu untuk menyalurkan kenyamanan.
“Ibu? Sekarang aku sudah tak menjadi ibu, mulai hari ini dia adalah anakmu!” balas Alcie lantang seolah tak memiliki beban.
Gwen ingin memarahi Alcie tapi dia tak ingin mencemari pikiran anak yang berada di gendongannya. “Baiklah, jika kau memberikan anak ini padaku, maka segera kita urus dokumen hak asuhnya. Dan kau jangan pernah mengambilnya dariku!”
“Oke.” Alcie berlalu pergi begitu saja dengan senyum yang mengembang. Akhirnya, hilang sudah satu bebannya untuk berkencan dengan anak teman mamanya hari ini.
“Aldrich, jangan menangis. Ayo kita jalan-jalan mencari kakakmu.” Gwen berusaha menenangkan bocah kecil itu.
Tanpa menurunkan Aldrich, dia memasukkan koper perlengkapan anak tirinya dan pergi mencari Selena.
Begitulah nasib seorang Gwen Eisten. Wanita berusia tiga puluh enam tahun yang malang, harus banting tulang demi keluarganya, menghidupi mertuanya yang masih belum bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan seadanya, dan sekarang harus merawat anak dari selingkuhan suaminya.
Sementara itu, Danzel sudah berada di dalam mobil hendak menuju tempat kencan butanya. Ia menyetir sendiri setelah pulang kantor.
Layar canggih berukuran tujuh belas inch pada interior mobil Mercedes milik Danzel menunjukkan ada panggilan masuk dari mommynya. Pria itu menghembuskan napasnya lelah. Tapi tetap saja mengangkat. “Ya, Mom?”
“Jangan lupa, hari ini ada kencan buta, namanya Alcie Glee. Dia anak dari temanku saat di sekolah dulu.” Mommy Megan tak berhenti mengingatkan putranya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!