Rendra Adiyasta seorang pemuda berusia 27 tahun. Dia bekerja sebagai kuli panggul di sebuah grosir pakan ternak di kota Jakarta. Dia tinggal di sebuah desa terpencil di kota itu.
Setiap hari Dia menempuh jarak kurang lebih 60 km untuk sampai di tempat kerjanya. Dia hanya seorang tamatan SMA yang dulu hanya mengandalkan beasiswa sampai lulus karena dia termasuk salah satu siswa berprestasi di sekolahnya. Saat duduk di bangku kuliah terpaksa dia harus keluar karena dia tidak mampu membayar biaya kuliahnya. Akhirnya dia memutuskan berhenti kuliah dan bekerja.
Waktu itu Rendra pulang kerja melewati hutan yang menghubungkan dengan desanya. Saat dia mengendarai sepeda motornya, dia mendengar suara orang minta tolong.
Rendra berfikir itu suara hantu yang ingin menganggunya karena waktu itu sudah menjelang maghrib. Namun Rendra terus melajukan sepda motornya, tetapi suara itu justru semakin terdengar jelas ditelinganya. Kemudian Rendra menghentikan sepeda motornya lalu dia parkirkan di tepi jalan.
Rendra mencoba mendengarkan suara itu dan ternyata benar ada seseorang yang minta tolong dari jurang di samping Rendra berdiri.
"Tolong...tolong....!" suara yang itu terdengar sangat lemah bahkan hampir tak terdengar.
Akhirnya Rendra memutuskan untuk turun lewat jalan setapak yang mungkin sulit bagi orang asing untuk menemukan jalan itu. Jalan yang tertutup semak- semak yang sangat rimbun. Jalan yang beresiko tinggi apabila nekad melewatinya. Namun rasa penasaran Rendra membuatnya semakin nekat untuk terus turun ke jurang itu.
Betapa terkejutnya Rendra ketika melihat seorang laki- laki yang tergantung di jurang dan hanya berpegangan akar pohon.
"Nak, tolong aku!" ucap lelaki itu.
Rendra langsung mengulurkan tangannya dan berusaha menyelamatkan lelaki itu.
"Pak, tolong pegang tanganku!" ucap Rendra sambil mengulurkan tangannya.
Akhirnya dengan penuh perjuangan Rendra bisa menyelamatkan laki-laki itu.
Rendra sangat kaget ketika dia mengetahui siapa laki-laki itu.
"Pak Darmawan!" ucap Rendra kaget.
Darmawan adalah pelanggan setianya di kota. Dia adalah seorang pengusaha property dan juga seorang pemilik peternakan terbesar di desa tempat Rendra tinggal.
"Pak, kenapa bapak bisa jatuh?" tanya Rendra.
"Nak Rendra, tadi ada seekor kucing yang melintas kemudian aku menghindarinya dengan membanting sepeda motorku ke kanan namun tetapi malah terjatuh." ucap Darmawan.
"Ya Tuhan, memang bapak mau kemana?" tanya Rendra.
"Aku mau ke peternakan, Nak!" jawab Darmawan.
Rendra langsung membawa Darmawan naik dan membawanya ke jalan.
"Nak Rendra, terima kasih kamu sudah menyelamatkanku." ucap Darmawan.
"Sama-sama, Pak! kebetulan saya mau pulang." jawab Rendra.
Akhirnya Rendra membawa Darmawan ke rumahnya karena hari sudah mulai gelap.
"Sebaiknya bapak ikut ke rumah saya dulu!" ajak Rendra.
"Apa tidak merepotkan?" tanya Darmawan.
"Tidak Pak," jawab Rendra.
Rendra mengajak Darmawan menginap di rumahnya, dia akan mengantarnya besok pagi.
Rendra melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju rumahnya. Rumah yang sangat sederhana yang ia tempati bersama ibunya.
Beberapa menit kemudian, Rendra sampai di depan rumahnya. Dia memarkir motor di teras rumahnya.
"Mari masuk, Pak!" Rendra mengajak Dermawan masuk ke dalam rumahnya.
"Kamu tinggal sendiri?" tanya Darmawan sambil melihat ke kanan dan ke kiri.
"Tidak pak, saya tinggal bersama ibu! Mungkin beliau masih di mushola." jawab Rendra dengan tersenyum pada Darmawan.
Darmawan hanya manggut- manggut dan membalas senyum Rendra.
"Duduk dulu pak, saya buatkan minum!" ucap Rendra mempersilahkan Darmawan duduk. Dia kemudian langsung masuk ke dapur untuk membuatkan minum Darmawan.
"Terima kasih Nak Rendra, maaf bapak merepotkan!" jawab Darmawan.
Beberapa menit kemudian Rendra keluar membawa dua cangkir teh hangat dan membawa sepiring gorengan yang ia dapatkan di meja makan.
"Mari pak diminum!" Rendra meletakkan dua cangkir diatas meja dan sepiring gorangan.
"Assalamualaikum Ren!" seorang wanita yang masih memakai mukena masuk ke dalam rumah itu sambil mengucap salam.
"Waalukum salam, " jawab Rendra kemudian dia berjalan untuk menyalami ibunya.
Wanita itu kaget saat dia tahu ada orang lain dalam rumahnya.
"Ren, bapak itu siapa?" tanya ibunya Rendra.
"Ini Pak Darmawan, Bu! maaf Rendra membawanya kesini!" jawab Rendra.
"Pak Darmawan pemilik peternakan itu?" tanya ibunya.
"Benar Bu, tadi Rendra menolongnya dari jurang." ucap Rendra.
"Maaf saya merepotkan!" ucap Darmawan.
"Tidak Pak, tapi maaf jika kami hanya bisa memberikan tempat yang tidak terlalu nyaman. Seperti inilah keadaan kami!" ucap wanita yang telah melahirkan Rendra itu.
Ibunya langsung masuk ke dalam kamarnya untuk melepas mukenanya kemudian dia menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam yang tadi sudah dimasak. Kemudian dia memanggil Rendra dan mengajaknya makan malam.
"Rendra... ajak Pak Darmawan masuk untuk makan malam!"
Mereka bertiga makan malam bersama meski hanya seadanya tapi bagi Rendra masakan ibunya paling enak dari masakan restoran. Ayam goreng, tempe orak- arik dan sambal terasi adalah menu kesukaan Rendra. Setiap akhir pekan ibunya selalu memasak menu kesukaan Rendra karena dia tahu jika Rendra akan pulang.
"Maaf Pak, kami gak bisa memberi makanan yang enak karena keadaan kami yang hanya pas-pasan." ucap ibunya Rendra.
"Ini sudah istimewa sekali, terima kasih bu." kata Darmawan.
Setelah selesai makan malam, Rendra menuju ke ruang tamu untuk menemani Darmawan yang tak mau tidur.
"Kenapa bapak masih belum tidur?" tanya Rendra.
"Nak Rendra, bapak gak bisa tidur karena ada sesuatu yang ingin bapak katakan!" ucap Darmawan.
"Tentang apa, Pak?" tanya Rendra.
"Waktu di jurang aku sempat mengucapkan nazar. " ucap Darmawan.
"Nazar apa, Pak?" tanya Rendra penasaran.
Darmawan menghela nafasnya kemudian dia berkata pada Rendra, "Barang siapa yang bisa menolongku, jika itu pria lajang akan aku nikahkan dengan putri pertamaku dan jika itu seorang perempuan lajang akan aku angkat jadi saudaraku namun jika keduanya sudah menikah maka aku akan memberikan peternakanku untuknya."
Rendra diam dan dia sangat kaget dengan ucapan Darmawan. Jantungnya bergetar hebat karena bagi Rendra pernikahan bukan suatu permainan. Dia hanya ingin menikah dengan wanita yang sangat dia cintai.
"Maaf tapi saya_!" belum selesai melanjutkan kata-katanya Darmawan sudah menyela ucapan Rendra.
"Nak Rendra ini adalah nazarku! Aku harap kamu tidak menolaknya karena nazar adalah sebuah janji yang tak boleh diingkari." ucap Darmawan.
"Tapi saya tidak pantas menikah dengan putri bapak!" jawab Rendra.
"Nak Rendra, janji adalah hutang yang harus dibayar!" ucap Darmawan.
"Tapi saya tidak akan bisa membahagiakannya." Rendra terlihat semakin bingung.
"Nak Rendra, Bapak yakin kamu mampu membuat putriku bahagia." ucap Darmawan.
"Maaf pak, apa sebaiknya bapak pikir-pikir terlebih dahulu?" ucap ibunya Rendra yang tiba-tiba keluar dari dalam.
"Saya sudah sangat yakin jika Nak Rendra adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab jadi buat apa saya berpikir lagi." jawab Darmawan.
"Apakah putri anda bersedia menikah dengan anakku?" tanya wanita itu yang tak lain adalah ibunya Rendra.
"Nak Rendra dan ibu tenang saja! semua itu menjadi urusanku!" jawab Darmawan penuh keyakinan.
"Rendra, bagaimana keputusanmu?" tanya ibunya.
"Sebenarnya aku masih ragu untuk menjalaninya." jawab Rendra
"Nak Rendra, bapak mohon menikahlah dengan putriku!" ucap Darmawan memohon.
Akhirnya Rendra menganggukkan kepalanya tanda dia menyetujui perjodohan itu. Meski Rendra ragu tetapi dia merasa kasihan dengan Darmawan.
Setelah terjadi kesepakatan Rendra mengajak Darmawan untuk istirahat karena malam semakin larut.
"Maaf Pak, hanya tempat seperti ini yang bisa saya berikan!" ucap Rendra. .
"Tidak apa-apa Nak, ini sudah cukup." jawab Darmawan.
Darmawan merebahkan tubuhnya didalam kamar milik Rendra. Kamar dengan kasur sederhana namun terlihat sangat rapi. Sementara itu Rendra tidak di bawah dengan tikar dan berselimutkan sarung kotak-kotak yang menjadi kesukaannya.
"Hey kamu siapa?" teriak seorang wanita yang tiba-tiba mendorong Rendra hingga dia terbangun dari tidurnya.
"Hah... aku mimpi!" ucapnya.
"Kenapa Nak Rendra?" tanya Darmawan yang saat itu sudah rapi dan hendak menjalankan sholat subuh.
"Saya mimpi bertemu dengan seorang wanita cantik tapi dia mengusirku!" Rendra menceritakan mimpinya pada Darmawan.
"Mungkin itu Melisa dan butuh perjuangan untuk menaklukkannya karena dia sangat keras kepala." ucap Darmawan.
"Hah...!"
Terimakasih Reader semua sudah mampir di novel pertama aku! Maaf jika masih banyak salah kata dan typo semoga kedepannya lebih baik lagi.
Rendra terlihat sangat kaget ketika Darmawan menyebut wanita dalam mimpinya adalah Melisa.
'Melisa? Apakah aku akan mengalami seperti apa yang ada dalam mimpiku?" tanya Rendra dalam hatinya.
"Nak Rendra, kamu gak usah berpikir aneh-aneh! bapak yakin jika Melisa pasti akan menerimamu, " ujar Darmawan.
Darmawan meminta Rendra untuk kembali tidur. Pagi harinya, Rendra bersiap mengantar Darmawan pulang ke rumahnya yang ada di kota. Dia mengurungkan niatnya untuk melihat peternakannya karena dia khawatir dengan istrinya. Darmawan yakin jika istrinya kebingungan mencari dirinya karena ponselnya tak bisa dihubungi.
Ponsel dan sepeda motor milik Darmawan masuk ke jurang, untuk menaikkan kembali butuh tim khusus karena jurang sangat dalam.
Hari ini hari minggu, Rendra libur tidak bekerja karena jika tanggal mereka dan minggu pasti toko tempat Rendra bekerja tutup. Pagi itu Rendra mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang menuju kota untuk mengantar Darmawan. Jarak tempuh kurang lebih 2 jam perjalanan. Pak Darmawan tinggal di perumahan elit di kota Jakarta.
"Nak Rendra, rumah bapak ada di sudut!" Darmawane menunjuk ke rumah besar dengan cat warna putih. Bangunan dia lantai dengan halaman yang sangat luas itu menandakan pemiliknya adalah orang yang kaya.
"Itu rumah Bapak?" tanya Rendra.
"Benar rumah bapak yang cat putih itu!"
Rendra berhenti di sebuah rumah besar dengan pagar tinggi, dia terdiam karena kagum dengan rumah yang sangat mewah dan besar. Seorang satpam membukakan pintu gerbang dan mempersilahkan masuk.
"Tuan, anda sudah kembali? Sejak kemarin Nyonya sangat khawatir, " ucap satpam itu penuh hormat.
"Apakah mereka ada di rumah?" tanya Darmawan.
Satpam itu hanya menganggukkan kepalanya dan dia langsung mempersilahkan majikannya masuk. Namun tatapannya tertuju pada Rendra yang sedang memarkir sepeda motor di samping pos. Satpam itu nampak menyunggingkan senyum tak suka ketika majikannya sangat perhatian padanya.
"Nak Rendra, ayo masuk!" Darmawan mengajak Rendra masuk ke dalam rumahnya.
Rendra sangat kagum dengan bangunan rumah Darmawan yang sangat besar dengan halaman yang sangat luas.
Rumah yang terlihat seperti istana bagi Rendra.
'Ini rumah apa istana?' tanya Rendra dalam batinnya.
Rendra terus berjalan mengikuti Darmawan.
Setelah keduanya masuk, terlihat seorang pelayan sedang membukakan pintu dan mempersilahkan masuk.
"Selamat datang, Tuan Darmawan!" ucap Asih.
"Asih, kemana istri dan anakku?" tanya Darmawan pada pembantunya.
Mereka ada di atas, Tuan!" jawab Asih.
Darmawan langsung meminta Asih untuk memanggil istrinya dan dia juga mempersilahkan Rendra untuk duduk.
"Mama...papa pulang!" teriak Darmawan memanggil istrinya.
Dari lantai atas terlihat perempuan yang usianya sudah tak muda lagi namun masih terlihat sangat modis.
"Papa...Papa...!Hiks..hiks..!" Wanita itu menangis dan langsung memeluk Darmawan.
"Tenang Ma, sekarang papa sudah pulang dengan selamat!" ucap Darmawan untuk menenangkan istrinya.
"Pa, mama khawatir! Kenapa papa gak bisa dihubungi?" tanya wanita itu.
"Ceritanya panjang! Oh iya perkenalkan ini Rendra yang menolong papa!" ucap Darmawan.
"Terimakasih, kamu sudah menyelamatkan suami saya!" ucap Rosa.
"Oh iya Ma, papa akan menjodohkan Melisa dengan Rendra," ujar Darmawan yang membuat Rosa kaget.
"Apa...! Apa aku gak salah dengar?" teriak Rosa sembari menatap ke arah Rendra dengan tatapan benci.
"Papa sudah nazar dan keputusan papa tak bisa diganggu-gugat." ucap Darmawan.
"Mama tidak setuju, beri saja dia imbalan yang lain tapi bukan menikah dengan Melisa." jawab Rosa.
"Ini sudah keputusanku Ma, kamu tidak boleh membantah karena janji adalah hutang." ucap Darmawan tegas
"Melisa itu cantik, berpendidikan masa iya harus menikah dengan seorang laki-laki yang pantasnya jadi kuli, " ujar Rosa.
"Mama tidak boleh berkata seperti itu, Nak Rendra itu orang baik." ucap Darmawan.
"Cuih...itu hanya akal-akalan orang miskin biar bisa dekat dengan orang kaya ." ucap Rosa sembari menatap tajam ke arah Rendra.
"Apa aku gak salah dengar?" seorang wanita cantik berjalan mendekat ke arah Darmawan.
Darmawan langsung menjelaskan pada Melisa dengan perjodohan yang sudah dia rencananya. Melisa nampak kaget dan dia menolak apa yang sudah Darmawan rencanakan.
"Kamu harus menikah dengan Rendra jika tidak papa akan cabut semua fasilitas yang papa berikan!" ancam Darmawan.
"Tidak Pa, aku tidak mau, " jawab Melisa.
"Papa kamu jangan egois jika Melisa tidak mau jangan dipaksa." ujar Rosa.
Melisa langsung menatap ke arah Rendra yang masih duduk dengan posisi menunduk. Dia menatap jijik karena Rendra terlihat sangat lusuh dan juga kampungan karena penampilannya yang sangat sederhana.
"Heh kamu... pelet apa yang kamu berikan pada papaku sehingga dia ingin menjodohkanku denganmu lelaki miskin?" tanya Melisa sembari menatap tajam ke arah Rendra.
Rendra mendongakkan kepalanya dan dia meminta maaf pada Melisa.
"Maaf Non, saya sebenarnya sudah menolah tapi Pak Darmawan memaksa," jawab Rendra.
"Dasar lelaki miskin," teriak Melisa.
Plak... Plak...!
Dua tamparan mendarat di pipi mulus Melisa.
"Kamu jangan menghinanya karena tanpa papa kamu juga bukan siapa-siapa!" teriak Darmawan.
"Papa jahat, " teriak Melisa sembari berjalan hendak meninggalkan papanya.
"Pa, jika papa tetap ingin menikahkan Melisa dengan pemuda desa itu maka aku dan Melisa akan pergi dari sini!" ucap Rosa sembari membalikkan badannya meninggalkan Darmawan dan Rosa.
Namun belum juga naik ke atas tangga tiba-tiba Rendra berteriak karena Darmawan sudah tak sadarkan diri.
"Nyonya, tolong Pak Darmawan!" teriak Rendra.
Melisa dan Rosa langsung berlari menghampiri Darmawan.
"Papa...Papa kenapa? Bangun, Pa!" ucap Melisa sambil menangis.
"Nyonya, kita bawa Pak Darmawan ke Rumah Sakit!" ucap Rendra memberanikan diri.
Melisa langsung berlari memanggil kunci mobil dan terpaksa dia meminta Rendra untuk menyetor mobilnya.
"Antar kami ke Rumah Sakit!" ucap Melisa angkuh.
Rendra hanya mengangguk kemudian dia mengambil salah satu mobil yang ada di garasi. Rendra langsung membawa Darmawan ke Rumah Sakit. dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi yang membuat Melisa dan Rosa panik.
Rendra sangat lihai karena dia bekerja sebagai sopir dan sudah sangat hafal dengan jalanan Ibukota.
Setelah sampai di Rumah Sakit, Darmawan langsung menemui Dokter Spesialis penyakit dalam.
Rosa, Melisa dan juga Rendra menunggu di ruang tunggu. Melisa terlihat masih menangis dan dia khawatir dengan keadaan papanya.
"Ma, semoga papa baik-baik saja ya!" ucap Melisa.
"Sayang, kamu yang tenang karena mama yakin papa sangat kuat dan dia pasti bisa melalui semua ini." ucap Rosa menenangkan putrinya.
"Ma, aku janji jika papa sembuh aku bersedia menikah dengan lelaki miskin itu!" ucap Melisa yang membuat Rosa kaget.
"Apa aku gak salah dengar?" tanya Rosa.
Terima kasih sudah mampir 💖
Mohon dukungannnya dengan like dan komentar nya.
Setelah Aku dan Melisa sepakat akan menikah, siang itu juga aku kembali ke desa untuk menjemput ibuku.
Dua jam perjalanan akhirnya aku sampai di rumahku. Aku melihat Ibu yang sedang duduk di teras rumah.
"Assalamualaikum Ibu!" Aku menghampiri beliau lalu mencium tangannya.
"Waalaikum salam Ren, sudah kembali?" Beliau bertanya padaku.
"Iya Bu." Aku bergegas masuk ke dalam rumah untuk membersihkan badan terlebih dahulu sebelum aku memberitahu ibuku.
Setelah selesai membersihkan diri, Ibuku sudah menyiapkan teh hangat untukku. Beliau menungguku di ruang tengah sambil nonton televisi. Kemudian akupun mendekati Ibuku dan duduk disampingnya.
"Diminum tehnya mumpung masih hangat!" sambil memberikan secangkir teh kepadaku.
"Iya Bu, terima kasih!"
Aku meminum teh buatan ibu, kebetulan sejak pagi aku belum makan dan minum.
"Ren, kamu sudah makan? " Beliau bertanya kepadaku.
Akupun menggeleng dan Ibuku langsung beranjak pergi untuk mengambilkan aku makan siang.
"Ini dimakan dulu!" Ibu memberiku sepiring nasi lengkap dengan lauknya.
Akupun makan dengan lahapnya karena perutku kosong belum terisi apapun.
Setelah habis aku membawa piring masuk ke dapur lalu aku mencucinya. Aku menghampiri Ibu yang sedang santai di ruang tengah.
Aku menggenggam tangannya kemudian menciumnya.
Awalnya Ibu heran lalu aku menjelaskan maksud dan tujuanku.
"Ibu, aku memohon restu karena besok aku akan menikah dengan Melisa putri Pak Darmawan!
"Rendra, apa kamu sudah yakin?" Beliau tampak meragukan keputusanku.
"Iya bu, Melisa sudah menyetujuinya." jawabku
"Kalau kamu sudah yakin, apapun keputusanmu Ibu akan merestuinya!" ibu mengusap rambutku dan mendoakanku.
"Terima kasih bu!" Aku memeluk Ibu yang sudah meneteskan air matanya.
Aku sendiri tidak tahu apakah ibu menangis bahagia atau sedih. Aku sendiri sedikit ragu dengan pernikahan yang akan aku jalani.
Namun aku tak mampu menolak Pak Darmawan yang begitu baik.
( Ya Allah semoga pernikahanku sakinah mawadah warohmah, semoga Melisa benar tulus mau menerimaku, amiin) doaku dalam hati.
Aku memberi tahu ibu kalau pernikahanku akan diadakan besok pagi di Rumah Sakit tempat Pak Darmawan dirawat.
Awalnya ibu kaget namun aku menjelaskannya dengan jujur.
Malam ini aku menyiapkan segera keperluanku. Kebetulan untuk mas kawin Ibu memberiku cincin yang sudah lama ia simpan.
Akupun bergetar menerima cincin dari ibu karena cincin itu satu-satunya barang berharga milik Ibuku.
Aku memeluk Ibu erat dan akupun tak kuat menahan air mataku menetes.
"Terima kasih Ibu, doakan untuk kebahagiaanku!" Aku peluk Ibu semakin erat.
"Ibu yang minta maaf Nak, Ibu tidak mampu membuatmu bahagia." Beliau menangis memelukku.
"Rendra sudah bahagia memiliki Ibu."
(Andai kamu tahu Rendra, kamu itu anak orang kaya namun sampai sekarang Ibu belum bisa jujur denganmu) membatin.
"Sudah Nak, jangan bersedih besok hari bahagiamu! sekarang istirahatlah !" Ibu berlalu meninggalkanku.
Aku pejamkan mata karena besok pagi harus ke kota karena ijab kabul akan dilangsungkan pukul 10.00 pagi.
###
Pagi hari aku sudah bersiap akan pergi ke kota. Sebelum ke Rumah Sakit aku akan mampir dulu ke tempat temanku untuk meminjam jas yang akan aku pakai diacara ijab kabulku.
Setelah itu aku langsung menuju Rumah Sakit. Aku parkirkan motorku di parkiran paling ujung karena aku tidak mau kalau Melisa malu dengan keadaanku.
Aku dan Ibu masuk ke Rumah Sakit. Kami langsung masuk ke ruangan Pak Darmawan.
Ternyata kedatanganku sudah di tunggu. Aku melihat penghulu juga sudah hadir di sana.
Melisa mengenakan kebaya putih dengan riasan tipis namun terlihat sangat cantik. Sedangkan aku memakai setelan jas warna hitam yang aku pinjam dari Budi. Aku meminjam dengan alasan akan menghadiri pesta di pernikahan saudara Ibuku.
Aku sempat terpesona dengan penampilan calon istriku, meskipun mukanya sedikit cemberut dia tetap sangat cantik.
Sedangkan Ibu Rosa (Istri Pak Darmawan) melihatku dengan tatapan benci dan jijik.
"Pak Penghulu , bisa di mulai sekarang!" Pak Darmawan meminta.
Aku mengluarkan cincin pemberian Ibu sebagai mas kawin pernikahanku.
Setelah aku mengucapkan ijab kabul akhirnya para saksi serentak bilang.
"SAH."
Akhirnya aku dan Melisa resmi menjadi suami istri.
Acara ini di tutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Pak Ustadz yang sengaja diundang oleh Pak Darmawan.
Aku memakaikan cincin pemberian Ibu ke jari Melisa. meskipun awalnya tidak mau akhirnya Melisa mau memakainya.
Setelah penghulu pamit pulang, tinggal keluarga kami yang masih berada di ruangan ini. Aku memohon ijin pada Pak Darmawan untuk mengantar Ibu kembali ke desa.
"Pak, sebelumya maaf saya minta ijin mau mengantar Ibu pulang ." pamitku.
Namun Pak Darmawan melarangku, beliau justru meminta ibu menginap di rumahnya. Namun ibu tidak mau beliau tetap ingin pulang.
Pak Darmawan menyuruh sopirnya untuk mengantar ibu.
Pak Komar sudah datang menjemput ibu.
Aku memeluk ibu dan mencium tangannya.
"Nak, kamu sering jenguk Ibu ya!" pesan beliau kepadaku.
Akupun mengangguk setuju, namun hatiku menangis seperti tak rela meninggalkan ibu sendiri di desa.
Setelah ibu pulang, tinggal kami berlima.
"Rendra, kamu sebaiknya pulang ajak Melisa." Pak Darmawan menyuruhku.
"Melisa mau nginep disini.!" jawabnya ketus
"Melisa inikan malam pengantin kalian, ajak pulang suamimu!" Pak Darmawan menasehati Melisa.
"Bisa kapan-kapan!" Melisa menjawab lalu menatapku benci seperti ingin menerkamku.
"Pa, biarkan Melisa tidur disini mungkin Melisa ingin menemani Papa! " Bu Rosa berbicara lembut pada suaminya.
"Kasihan mereka ma, mereka pengantin baru!"
Melisa akhirnya mengajakku keluar ruangan. Entah apa yang ingin dia bicarakan denganku sepertinya dia marah padaku.
Melisa menarik tanganku lalu sampai diluar ruangan dia mengembalikan cincin mas kawin itu kepadaku. Dia melempar cincin itu ke mukaku.
"Ini cincinnya, kita menikah hanya di depan Papa di luar kamu pembantuku." jelasnya sambil marah.
"Melisa, tapi aku suamimu."
"Suami, aku tidak menginginkan itu!" Melisa menatapku jijik.
"Tapi kita sudah menikah.!" aku mencoba menjelaskan.
"Sudah aku bilang kita menikah didepan Papa kalau diluar urus diri kita masing masing...pahamm!" sambil menuding ke arahku.
Akupun mengangguk tanda setuju namun hatiku sakit melihat perlakuan Melisa kepadaku.
"Kalau tidak dihadapan Papa, kamu panggil aku Nona!" sambil tertawa mengejekku.
"Baik!" aku mengangguk.
"Ulangi sekali lagi! " perintahnya.
"Baik Nona Melisa!
"Bagus...! hahha...hahha." Melisa tertawa bahagia.
Aku dan Melisa kembali ke ruang Pak Darmawan.
Setelah sampai di dalam Melisa langsung mendekati mamanya dan membisikkan sesuatu.
Entah apa yang mereka bicarakan yang jelas setelah itu mereka tertawa lepas lalu memandang ke arahku dengan tatapan sinis.
Pak Darmawan tidur dan aku menunggu beliau di sofa tunggu yang masih satu ruangan dengan Pak Darmawan.
Melisa dan mama mertuaku berjalan ke arahku dan dia menginjak kakiku.
"Awww!" Aku merasa kesakitan sepatu dengan hills itu menginjaku.
"Sakit!" ejek mereka.
Akupun menggeleng mencoba untuk tidak jujur pada mereka.
Namun bukannya iba mereka justru menyiramku dengan air mineral yang ada di dekatnya.
"Rasakan ini ! " tatapannya benci padaku.
Akupun hanya diam diperlakukan mama mertuaku dan istriku.
( Ya Allah kuatkan aku mengahadapi semua ini, berikan aku keikhalasan dan bahagiakan pernikahanku.) doaku dalam hati.
"Heh babu, sebaiknya kamu pulang dan bersihkan rumah sampai bersih! "perintah mama mertuaku.
Akupun mengangguk dan bergegas pulang ke rumah istriku dengan perasaan yang masih campur aduk.
Terima kasih sudah mampir💖
Mohon dukungan like dan komennya agar Author tetap semangat melanjutkan ceritanya.💗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!