Duncan berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi sementara Ghani masih menunggu kedua orangtuanya datang. Dokter yang memeriksa Rhea mengatakan bahwa ada cidera di kepala adiknya serta bahunya dislokasi jadi harus segera ditangani dan Ghani yang menandatangani ijin operasi.
Tadi Duncan mendengar ada epidural hematoma di sisi kiri kepala Rhea meskipun dia tahu Rhea selalu memakai bantal untuk menyenderkan kepalanya di jendela mobil setiap pulang dari konser atau Broadway. Namun melihat parahnya kecelakaan yang dialami gadisnya, Duncan hanya bisa berharap tidak terjadi apa-apa yang jauh lebih serius.
"Bang" panggil Ghani.
"Gimana G. Rey harus operasi apa? Abang sampai ga bisa mikir" ucap Duncan dengan wajah cemas.
"Di kepala Rhea ada pecahan kaca jadi harus diambil dan untung tadi Rhea pakai bantal besar jadi nggak sampai parah pula air bag di mobil berfungsi."
"Tadi epidural hematoma?"
"Karena kena pecahan kaca itu jadi terjadi seperti itu."
Duncan hanya mengangguk. Wajah tampannya benar-benar kacau, sama dengan Ghani yang tampak kusut.
"G, Duncan minum dulu." Raymond membawa tiga botol air mineral dan dua diantaranya diberikan pada kedua orang dihadapannya.
Suara ribut-ribut terdengar dan tampak Abi dan Dara masuk ke lobby rumah sakit dan Ghani langsung memeluk kedua orangtuanya sambil menangis. Di belakangnya tampak Edward dan Yuna juga menghampiri Duncan. Tampak kedua orangtuanya pun menangis.
"Gimana Rhea, G?" tanya Abi panik.
"Rhea harus dioperasi kepalanya ada banyak pecahan kaca."
Semua orang disana langsung beristighfar kecuali Duncan dan Raymond.
"Apa ada cidera lain selain kepalanya?" tanya Dara.
"Hasil Rontgen tadi tangan Rhea aman semua tidak ada patah hanya bahu yang dislokasi karena tubrukan keras, tadi James, temanku yang langsung ke lokasi kejadian melihat Rhea diantara bantal-bantal besar yang biasa dia bawa lalu tangannya posisi memakai manset bulu tebalnya jadi masih terlindungi."
"Rhea memang suka bawa banyak bantal di mobil ternyata jadi pelindungnya. Dia pakai sabuk pengaman kan G?" tanya Dara.
"Pakai mom."
***
James Park, petugas pemadam kebakaran New York datang ke rumah sakit untuk menemui keluarga Giandra dan Blair.
"Mr and Mrs Giandra, saya ikut bersedih atas kejadian yang menimpa nona Rhea apalagi dia adik rekan kami Ghani."
"James, katakan pada saya. Bagaimana kondisi Rhea waktu kamu menemukannya" pinta Abi.
James membuka ponselnya dan memperlihatkan posisi mobil Rhea ketika usai ditabrak Ferrari.
"Posisi nona Rhea berada di sisi bawah mobil dan itu yang mengakibatkan banyak pecahan kaca di kepalanya."
Abi dan Dara lemas melihat posisi mobil putrinya seperti itu.
"Banyak bantal itu lah yang membuat nona Rhea tidak banyak mengalami cidera karena tidak mengalami benturan secara langsung hanya kepala dan bahu yang agak parah."
Pintu operasi terbuka.
"Keluarga nona Rhea Giandra?"
Dara dan Abi langsung menghampiri dokter yang mengoperasi Rhea.
"Bagaimana putri saya dokter?" tanya Dara tidak sabar. Abi tampak merangkul Dara untuk memberikan kekuatan pada istrinya. Edward dan Yuna pun saling berpelukan sedangkan satu tangan Yuna memegang tangan Duncan. Ghani pun menunggu hasil operasi dokter.
"Luka di kepala sudah kami atasi, pecahan kaca sudah kami ambil dan pendarahan juga sudah kami hentikan jadi sudah tidak ada epidural hematoma di kepala. Bahu kanan nona Rhea mengalami dislokasi dan sudah kami kembalikan dan sementara tidak boleh menggunakan kurang lebih tiga bulan agar sendi bisa kembali ke soket tulang."
"Apa ada efek samping dari cidera kepalanya dok?" tanya Abi mengingat dia juga pernah mengalami cidera kepala dan beruntung dia tidak amnesia meskipun sempat pusing berat beberapa hari.
"Itu yang kami belum bisa pastikan karena harus menunggu nona Rhea sadar" ucap dokter itu. "Tapi maaf Mr dan Mrs Giandra, rambut indah Putri anda harus kami potong."
"Rambut bisa tumbuh tapi nyawa anak saya yang penting" ucap Abi.
Suara brankar terdengar dan keluar dari ruang operasi. Tadi Ghani sudah meminta ruang rawat VVIP untuk Rhea. Abi dan Dara terkesiap melihat keadaan putrinya dengan kepala diperban, wajah cantiknya banyak luka akibat pecahan kaca, bahunya digips.
"Giandra!" panggil salah rekan Ghani yang merupakan polisi lalu lintas.
Ghani pun menoleh dan memberikan kode kepada temannya untuk tunggu sebentar.
"Mommy, aku urus kasusnya Rhea ya" bisik Ghani.
Dara dan Abi mengangguk.
***
Ghani dan Raymond menghampiri Tyson, seorang polisi lalu lintas berkulit hitam. Meskipun namanya sama dengan nama belakang petinju legendaris itu tapi dia jauh dari potongan seorang petinju.
"Gimana Ty? Sopir adikku gimana?" Ghani dan Duncan sampai melupakan Sam saking paniknya. Sekarang Duncan fokus ke Rhea, jadi Ghani yang mengurus semuanya dulu.
"Sam Denver mengalami cidera parah akibat tabrakan itu. Tulang rusuk parah tiga tempat, kepalanya mengalami cidera dan ada epidural hematoma, tulang panggul remuk akibat benturan keras. Sekarang masih dalam operasi di lantai bawah."
"Nyawa Sam selamat kan?" tanya suara bariton di belakang Ghani dan Raymond.
"Oom Edward? Oom kenalkan ini Tyson Smith rekan G di lalu lintas. Ty, ini Edward Blair, bossnya Sam."
Edward dan Tyson saling berjabat tangan.
"Saya ikut bersimpati atas kejadian yang menimpa nona Rhea dan Mr Sam" ucap Sam.
"Bisa beritahu kejadiannya?" tanya Edward.
"Kami sudah mengecek semua CCTV di setiap sudut perempatan Broadway." Tyson membuka tabletnya. "Tampak disini mobil nona Rhea berhenti karena lampu merah dan begitu hijau, mobil putih berjalan pelan namun dari sebelah kanan meluncur Ferrari yang melaju kencang. Karena Range Rover nona Rhea setir kanan seperti di Inggris, Mr Sam yang impact nya lebih parah dari nona Rhea. Pihak pemadam kebakaran harus mengeluarkan nona Rhea dulu yang lebih mudah karena posisi Mr Sam agak kejepit pintu."
"Siapa pengemudi Ferrari itu?" tanya Edward. "Apakah dia masih hidup?"
"Pemilik dan pengemudi Ferrari itu adalah Stanley Miller, putra walikota New York dan Mr Stanley meninggal di tempat. Hasil penyelidikan, alkohol di darahnya melebihi batas normal."
Edward mengeraskan rahangnya. "Stupid! Idiot!"
Ghani hanya bisa memeluk Edward yang tampak emosi karena tidak bisa menghajar pelaku utama kecelakaan karena sudah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di alam lain.
***
Dara dan Abi duduk di sisi tempat tidur saling memegang tangan Rhea masing-masing. Dara jauh lebih tabah dibandingkan Abi yang tak henti-hentinya menangis melihat keadaan putrinya.
"Princess, ini Daddy. Bangun ya sayang Please." Abi memanggil Rhea berulang.
Yuna memeluk Dara untuk memberikan support meskipun dirinya juga sakit melihat calon menantunya berbaring tak berdaya.
"Ra, Rhea anaknya kuat. Yakinlah dia bisa melewati semuanya" bisik Yuna.
"Terimakasih mbak." Dara menatap Duncan yang masih tampak kosong menatap calon istrinya. Ibu cantik itu lalu berdiri menghampiri calon menantunya. "D, pegang Rhea ya" bisiknya lembut. Duncan pun mengangguk dan duduk di tempat Dara tadi.
Dara memberikan kode kepada Abi untuk membiarkan Duncan bersama Rhea dan suaminya pun menurut. Sekarang Abi, Dara dan Yuna duduk di sofa sembari menunggu Edward dan Ghani yang mengurus Sam dan kasus kecelakaan Rhea.
Duncan membawa tangan Rhea ke dalam genggamannya. Diciuminya berulang tangan mungil itu, tangan yang selalu memainkan nada-nada indah di piano dan tangan yang selalu menggenggam dirinya jika mereka berjalan-jalan berdua. Tangan yang selalu hangat setiap Duncan memegang dan menggenggamnya.
"Rey, bangun darling. Ini Abang. Bangun sayang." Duncan berbisik di sisi wajah Rhea. "My Rey, cintanya Abang ..." Duncan terisak. "Please sayangku, Rey ku, bangunlah..."
***
Yuhuuu launching Yaaaa
( bis kena omel readerku yang udah dari kemarin mo bejek-bejek aku live ... colek Diana Clarissa )
Cover nunggu hasil pooling di lapaknya Abi-Dara
Oh sekilas info. Khusus cerita Ghani, Rhea dan Duncan ga sering disebut ya. Kan udah ada lapak sendiri.
Eniwaiii thank you for reading
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
*Maap kalau ada salah-salah di istilah kedokterannya soalnya Eike bukan anak kedokteran tapi anak psikologi*
Jam di dinding menunjukkan pukul enam pagi dan ketiga orang pria disana masih terlelap dalam tidurnya. Abi tertidur di sofa panjang, sedangkan Edward tidur di kasur lipat yang dibawakan oleh John. Duncan sendiri tidur di pinggir kasur Rhea, menggunakan tangan kekarnya sebagai bantalan. Dara dan Yuna sudah pulang semalam diantar oleh Ghani dan Raymond.
George, asisten Duncan, diutus untuk mengurus Sam yang masih belum lewat masa kritisnya akibat luka-luka yang diperolehnya akibat kecelakaan itu.
Perlahan-lahan Rhea membuka matanya dan beberapa saat dia harus menyesuaikan dengan cahaya lampu rumah sakit. Setelah mulai bisa menyesuaikan, gadis itu menoleh dan tampak kepala seorang pria bersandar di pinggir tempat tidurnya. Ketika hendak menyentuh rambut coklat semburat pirang itu, bahunya terasa sakit dan membuatnya mendesis kesakitan.
Mendengar suara Rhea, Duncan pun terbangun. Mata biru pria itu bersiborok dengan netra coklat Rhea.
Matanya biru sekali.
"Alhamdulillah kamu sudah bangun sayang" bisik pria itu.
Sayang?
Abi dan Edward yang mendengar suara Duncan pun akhirnya terbangun bahkan Abi langsung menuju brankar putrinya.
"Rhea? Ini Daddy" bisik Abi.
"Daddy?" bisik Rhea. "Rhea haus."
Abi kemudian mengambilkan gelas yang diisinya air mineral dan sedotan untuk putrinya yang segera meminumnya.
"Sayang, kamu ingat Daddy?" tanya Abi pelan-pelan.
Rhea mengangguk. "Mommy sama mas Ghani mana?"
"Mommy sedang pulang, istirahat. Mas Ghani pulang juga antar mommy."
"Rhea, ingat Oom nggak?" tanya Edward.
Rhea menoleh ke Edward lalu menggeleng membuat ketiga pria itu terkejut. Edward lalu memanggil dokter melalui tombol merah yang ada guna meyakinkan bahwa calon menantunya tidak mengalami amnesia.
"Rhea, kenal pria ini nggak?" Abi menunjuk ke Duncan.
Rhea pun menoleh ke arah Duncan. "Maaf, Anda siapa ya?"
...JDEEERRR.!!!...
Duncan rasanya seperti ditimpa batu besar di hatinya karena gadisnya tidak mengenalinya.
"Kamu tidak mengenaliku, Rey?" tanya Duncan dengan mata sendu nyaris menangis.
Rhea menggeleng namun sejurus kemudian dia merasakan pusing dan sakit di kepalanya. Tangan kirinya yang sehat memegang kepalanya dan tanpa sadar dia menggigit bibir bawahnya.
"Dad, kepala Rhea sakit. Kepala Rhea sakit! Mommy, mas Ghani!" teriaknya berulang
Dokter yang datang melihat pasiennya mode histeris segera memberikan suntikan penenang dan Rhea pun tak lama tertidur lagi.
"Dokter, Rhea ingat saya, ingat mommynya, ingat kakaknya tapi tidak ingat calon suami dan calon mertuanya. Bagaimana ini?" tanya Abi panik.
"Meskipun benturan di kepala nona Rhea tidak parah tetapi tetap saja ada cidera di kepala yang berpengaruh pada otaknya. Kemungkinam nona Rhea mengalami amnesia disosatif yang tidak semua ingatannya kembali."
"Apakah ingatannya Rhea bisa kembali dok?" tanya Edward.
"Kemungkinan besar bisa tuan, tapi saya tidak bisa menjamin berapa lama ingatannya akan kembali. Saya hanya bisa menyarankan agar nona Rhea diberikan suasana nyaman dan beberapa trigger yang bisa mengembalikan ingatan sebelumnya tapi jangan terburu-buru karena efeknya akan seperti tadi."
"Kira-kira amannya kapan saya bisa membawa putri saya pulang ke Jakarta?" tanya Abi yang membuat Duncan dan Edward terkejut.
"Saya sarankan agar nona Rhea dirawat disini dulu sekitar satu Minggu agar fisiknya benar-benar pulih."
***
"Kamu mau membawa Rhea ke Jakarta, Bi?" tanya Edward gusar.
"Hanya di Jakarta tempat dia bisa mengingat Ed."
"Tapi gimana Duncan?" Edward menatap putranya yang masih memegang tangan Rhea.
"Aku dan Dara yang akan membantu Rhea pelan-pelan mengingat. Kau dengar tadi dokter bilang Rhea bisa kembali semua ingatannya asal ada trigger dan Jakarta adalah trigger pertama."
Edward sendiri tidak bisa berkata apa-apa karena Rhea masih milik Abi belum menjadi milik Duncan.
Kedatangan Dara, Yuna dan Ghani yang diberikan ijin khusus oleh Kapten Briscoe, membuat kedua keluarga itu berembug kembali karena otomatis acara lamaran berantakan semua. Akhirnya diputuskan setelah Rhea sehat dan kuat, mereka akan kembali ke Jakarta.
***
Rhea terbangun setelah efek dari obat penenang itu habis. Tampak wajah mommynya yang dilihatnya.
"Mommy... Rhea kenapa?" bisiknya.
"Rhea kecelakaan sayang" jawab Dara pelan.
"Dimana? Rhea dimana sekarang?"
"Rhea di New York, kemarin habis latihan di Broadway. Ingat nggak?" tanya Dara.
"Lho? Rhea di New York, bukannya di Jakarta?" tanyanya polos yang membuat hati Dara dan Abi mencelos.
"Apa yang Rhea ingat?" tanya Abi.
"Rhea cuma ingat belajar main piano supaya masuk Julliard. Kalau sekarang Rhea di New York berarti Rhea mau daftar Julliard ya mom?"
Duncan merasa hatinya disayat-sayat. Rhea ingat kedua orangtuanya dan kakaknya tapi tidak mengingat selain mereka.
"Rhea, kamu malah sudah lulus Julliard" ucap Ghani lembut.
Rhea melongo. "Kok bisa?"
Ghani nyengir "Bisalah, kan kamu adik mas yang pintar, rajin menabung dan tidak sombong" godanya yang berhasil membuat Rhea tertawa. Tawa yang pertama kali mereka lihat setelah kecelakaan.
"Dik, kamu nggak ngenalin cowok yang disana itu?" tanya Ghani sambil menunjuk Duncan.
Rhea menatap Duncan dengan tatapan bingung.
Mata birunya seperti familiar tapi kenapa aku tidak bisa mengingatnya.
"Itu cowok namanya Bang Duncan Blair, pengusaha Inggris nyasar ke New York." Ghani menjeda bicaranya. "Dia tunangan kamu, dik."
Mata indah Rhea membulat dan kemudian kepalanya terasa sakit dan seolah ada yang memanggilnya 'Rey' berulang-ulang.
"Kepala Rhea sakit lagi!" teriaknya. Ghani merasa bersalah lalu memeluk adiknya.
"Sssttt... Maafin mas. Maafin mas bikin kepala adik sakit. Udah jangan dipakai ingat-ingat dulu yaaa" bisik Ghani dan Rhea pun mengangguk sembari memeluk kakaknya.
Abi dan Dara memanggil dokter lagi dan oleh dokter diminta jangan membuat Rhea shock lagi karena butuh waktu untuk bisa mengembalikan ingatannya.
"Tampaknya kamu harus stay di Jakarta supaya Rhea segera ingat padamu, D" bisik Edward kepada Duncan yang lesu melihat gadisnya tidak ingat siapapun kecuali keluarga intinya.
"Aku akan pindah ke Jakarta Dad. Perusahaan disini biar dihandle oleh George dan John."
"Apa yang akan kamu kerjakan di Jakarta?"
"Membantu perusahaan Oom Abi karena pasti Oom Abi akan pecah konsentrasinya antara mengurus Rhea dan perusahaan."
"Apa Abi setuju? Bukannya disana ada Antasena?" tanya Edward.
"Kita tidak tahu kalau belum mencoba."
***
Abi, Edward dan Duncan berunding bertiga demi Rhea dan Abi sendiri tidak ada masalah jika Duncan memegang perusahaannya sementara karena dia sendiri konsentrasi untuk kesembuhan Rhea.
Duncan memutuskan untuk kembali ke apartemennya dan membersihkan diri lalu ke perusahaannya guna memberikan mandat kepada George dan John memegang perusahaannya sampai batas waktu tidak ditentukan. Kedua asistennya tahu bagaimana hancurnya hati bossnya ketika tidak dikenali oleh tunangannya sendiri.
***
Kamar Rhea
Malam ini Rhea dijaga oleh Ghani yang meminta kedua orangtuanya istirahat di apartemen agar tidak jatuh sakit.
Ketika Ghani hendak terlelap, dilihatnya sosok yang sudah dihapalnya masuk ke dalam kamar adiknya.
"Kamu sudah makan?" tanya orang itu.
"Belum. Bawa apa itu?" tanya Ghani.
"Bento yang praktis. Makanlah. Adikmu aku yang jaga."
Ghani menerima paper bag berisi bento dan mulai memakannya sedangkan pria itu mendekati brankar Rhea dimana gadis itu sedang tertidur.
"Cepat sembuh Rey. Semoga kamu segera mengingat ku. Love you, My Rey." Pria itu mencium kening Rhea dengan sayang.
Siapa itu Rey? Apakah aku Rey? Tapi siapa yang memanggilku dengan nama itu? Kenapa aku tidak bisa mengingatnya? Kenapa hatiku selalu menghangat bila mendengar nama Rey?
Banyak pertanyaan dalam pikiran Rhea tapi kepalanya terlalu sakit untuk mengingatnya.
***
Yuhuuu Up heula nya'
Sorry kalo slow update soalnya juga mo me time sedilut.
Oh soal cover tar malam aku putusin Yaaaa
Thank you for reading
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Setelah seminggu dirawat di RS Bellevue, akhirnya Rhea diijinkan pulang cuma dia belum boleh bermain piano dan mengangkat beban dengan tangan kanannya.
"Rhea jadi kidal deh!" kekehnya ketika mereka sampai di apartemennya. Gadis itu kemudian memindai ruangan apartemen nya. Ada beberapa yang dia kenali tapi hanya sekilas saja.
"Rhea, lusa kita pulang ke Jakarta ya" ucap Dara.
"Iya mom. Mas Ghani nggak ikut ya?" Rhea sangat memuja kakaknya yang tampan itu.
"Mas Ghani kan kerja disini. Nanti kalau Rhea kangen Mas Ghani bisa ke New York kapan-kapan. Yang penting kamu sembuh dan sehat dulu." Dara mengusap kepala putrinya.
"Kamu kenapa Rhea?" tanya Abi sembari menaruh tas duffle bag berisi baju dari rumah sakit melihat putrinya seperti bingung.
"Nggak, Dad. Rhea sedang meingat-ingat apartemen ini. Rasanya familier."
"Iyalah familiar, wong kamu tinggal disini dari usia 16 tahun sekarang kamu 22 tahun. Hitung saja sendiri sayang" goda Abi yang membuat Rhea tersenyum.
"Dad."
"Hhmmm."
"Apa benar pria bernama bang Duncan itu kekasih Rhea?"
Abi dan Dara saling memandang.
"Rhea nggak papa kalau mom dan dad cerita soal Duncan? Jangan terlalu memaksa mengingatnya, ingat kata dokter. Suatu saat semua ingatan Rhea akan kembali. Sabar ya sayang." Dara menatap putrinya.
"Nggak papa kok mom. Rhea bisa mengatasinya."
Abi dan Dara pun menceritakan bagaimana Duncan sudah meminta Rhea sejak jaman Ghani masih bayi, lalu sudah diminta ketika dia lahir, perjanjian jari kelingking, Duncan melamarnya di Claudy's Kitchen dan ketika kecelakaan terjadi, Duncan hendak melamar esoknya.
Rhea mendengarkan cerita kedua orangtuanya dengan perasaan takjub bagaimana perasaan cinta Duncan kepadanya yang sayangnya Rhea tidak bisa mengingat semua itu.
"Sayang, mommy minta kalau Abang Duncan berusaha dekat dengan mu, jangan kamu tolak. Dia adalah tunanganmu."
Rhea hanya mengangguk meskipun dalam hatinya dia tidak memiliki perasaan apa-apa.
***
Duncan mempersiapkan semuanya sebelum dia ikut terbang ke Jakarta. Dia dan Abi sudah sepakat untuk membawa Rhea pulang ke Jakarta dengan pesawat pribadinya.
Abi juga meminta pada Duncan untuk bersabar kepada Rhea.
"Sabar ya D. Oom yakin Rhea akan mengingat semuanya namun itu butuh proses yang tidak sebentar. Harus pelan-pelan." Ucap Abi pada saat itu.
Duncan melakukan meeting internal di perusahaannya untuk proses pemberian mandat kepada George dan John mengurus sementara perusahaan di New York sedangkan dia berada di Jakarta demi Rhea.
Dua orang kepercayaannya pun menyanggupi begitu pula dukungan para pemegang saham yang mengetahui bagaimana kehidupan Duncan yang dikenal sangat mencintai tunangannya.
Setelah selesai urusan dengan perusahaan, Duncan meluncur menuju apartemen Rhea.
***
Dara dan Rhea sedang memasak bersama ketika suara bel di pintu berbunyi, membuat ibu dan anak itu menghentikan pekerjaannya. Abi yang sedang di sofa mengecek pekerjaan di perusahaannya, berdiri membuka pintu. Tampak Edward dan Yuna berada disana.
"Masuk Ed, Yuna." Abi pun mempersilahkan calon besannya masuk.
Edward dan Yuna pun masuk ke apartemen dan melihat Dara dan Rhea sedang memasak.
"Kalian masak apa?" tanya Yuna sembari mendekati keduanya.
"Rhea pengen sop iga dan kebetulan ada di kulkas, ya kita bikin lah" jawab Dara.
Yuna sedikit terkejut karena itu adalah salah satu makanan favorit Rhea.
"Ra, apa mungkin dia mulai ingat sedikit demi sedikit?" bisik Yuna kepada Dara.
"Doakan ya mbak. Semoga bisa ingat semuanya termasuk kalian semua" jawab Dara dengan berbisik juga.
"Tante Yuna sudah makan?" tanya Rhea ramah.
"Belum sayang. Tante malah tadinya mau ngajak kalian makan siang diluar" senyum Yuna.
"Enak di rumah Tante, soalnya Rhea jadi kidal ini. Tangan kanan nggak boleh dipake dulu" kekehnya.
Mata Yuna berkaca-kaca melihat Rhea yang sedikit demi sedikit mulai menjadi dirinya sendiri.
"Ya Allah Ra... Insyaallah segera kembali ya our daughter" doa Yuna.
"Aamiin mbak" Dara memeluk Yuna.
***
Gozali terkejut ketika mendengar berita kecelakaan Rhea. Karena tugasnya mengawal seorang petinggi negara di Arab Saudi, Gozali menutup akses semua tentang keluarganya agar tidak menjadi beban pekerjaannya yang ekstra rahasia.
Usai tugasnya, Gozali kembali ke Jakarta dan mendapatkan info dari orang kepercayaannya bahwa adik angkatnya mengalami kecelakaan dan akibatnya terkena amnesia disosiatif.
"Siapa yang menabrak Rhea?" tanya Gozali kepada Mark, asistennya.
"Namanya Stanley Miller, anak walikota New York."
"Apa dia selamat?" tanya Gozali.
"Tewas di tempat. Kadar alkohol di darahnya cukup tinggi dari batas yang dianjurkan."
"Sial! Padahal kalau hidup sudah bakalan aku hajar!" umpat Gozali. "Lalu Sam bagaimana?"
"Sementara sudah sadar setelah sempat koma dua hari. Ada kemungkinan mengalami lumpuh sementara karena tulang panggul remuk. So far, Sam tidak mengalami amnesia seperti nona Rhea."
"Rhea amnesia semua atau bagaimana?"
"Infonya, nona Rhea hanya mengenali tuan Abimanyu, nyonya Dara dan tuan Ghani saja."
Gozali terkejut. "Dia tidak mengenali Duncan?"
"Tidak boss. Nona Rhea tidak mengenali tuan Duncan, tuan Edward dan Nyonya Yuna."
Gozali tersenyum smirk.
Jika Rhea tidak mengenali lainnya, berarti dia juga tidak mengenali aku. Waktunya aku masuk ke dalam hati Rhea.
"Kapan bapak dan ibuku pulang ke Jakarta?"
"Kabarnya lusa mereka akan pulang ke Jakarta menggunakan pesawat pribadi milik tuan Duncan Blair."
"Apakah Duncan ikut ke Jakarta?"
"Kabarnya begitu, boss."
Sial! Dia sudah mengantisipasi tapi Rhea kan tetap tidak ingat jadi masih ada kesempatan.
"Biar aku yang jemput kedua orangtuaku dan Rhea besok jika mereka tiba. Kabari lebih lanjut Mark."
"Siap boss."
***
Duncan melihat Rhea yang kesulitan membawa tas dan kopernya lalu mendekati gadis itu.
"Sini aku bawakan Rey" ucap Duncan sembari memgambil alih koper Louis Vuitton Rhea.
Rhea memandang Duncan bingung.
"Kok Abang manggil aku Rey?" tanya Rhea.
"Itu memang panggilan spesial Abang buat kamu sejak kamu lahir" jawab Duncan yang berjalan menuju pintu apartemen.
"Kenapa?"
Duncan berbalik menatap Rhea.
"Because you're the only one My Rey. Since the day you were born, you've already be mine and I'm already be yours."
Kepala Rhea terasa pusing. Sekelebat ingatan mulai muncul di kepalanya.
Aku pernah mendengar kalimat ini tapi dimana.
"Rey, kamu nggak papa?" Duncan memegang bahu gadisnya.
Rhea menggeleng. "Rasanya Rhea pernah mendengar kalimat itu tapi dimana dan kapan."
Duncan tersenyum sedih. "Itu Abang yang bilang pada saat Abang melamar mu tepat di usia kamu yang ke 19 tahun."
Rhea membelalakan matanya.
***
Yuhuuu Up malam Yaaaa
Ternyata the Matrix belom main, Spiderman kehabisan tiket... wkwkwkwkwk. curcol
Thank you for reading
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!