"Farra, cepat! Tuan Hendrik sudah menunggumu sejak tadi! Kamu itu lama sekali, sih!" hardik Nurmala.
Wanita paruh baya tersebut menarik kasar tangan Farra (Zhafarra Maidha, 19 tahun) menuju sebuah Mesjid yang tidak jauh dari rumah Nurmala.
"Farra tidak mau, Tante. Lepaskan Farra!" lirih gadis itu sambil terisak serta menahan sakit di pergelangan tangannya, karena kuku-kuku panjang Nurmala menancap erat di kulit pergelangan tangan gadis itu.
"Diam! Aku melakukan ini untuk kebaikanmu dan Aksa. Apa kamu ingin hidup dalam kemiskinan seperti ini terus, ha?" hardik Mala tanpa melepaskan cengkeramannya.
Kini Nurmala dan Farra sudah berada tepat di depan Mesjid, dimana pernikahannya bersama seorang lelaki paruh baya yang bernama Hendrik Arka Sanjaya, 57 tahun akan segera dilaksanakan.
"Sudah! Jangan menangis lagi! Kamu lihat, make up-mu sudah mulai luntur akibat tangisanmu itu."
Farra tidak masalah jika seandainya Tuan Hendrik adalah seorang duda ataupun perjaka tua, paling tidak lelaki itu masih berstatus single. Namun, pada kenyataannya Tuan Hendrik sudah memiliki istri dan anak. Anak semata wayangnya bahkan jauh lebih tua dari Farra.
Nurmala menyeka air mata Farra dengan selembar tissue kemudian mulai merapikan make up gadis tersebut. Setelah selesai, Nurmala kembali menuntun Farra memasuki Mesjid tersebut.
Ternyata di dalam sana semua orang sudah berkumpul. Lelaki tua yang menjadi calon suami Farra, penghulu, saksi-saksi serta beberapa tamu undangan yang memang diundang oleh Tuan Hendrik di pernikahannya bersama Farra.
"Nah, itu dia calon pengantin wanitanya," ucap Pak Penghulu sambil tersenyum menatap Farra dan Nurmala yang kini berjalan menghampiri kumpulan lelaki-lelaki tersebut.
Tuan Hendrik tersenyum sambil memperhatikan gadis cantik itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia sudah tidak sabar ingin mengesahkan gadis itu menjadi miliknya, agar ia dapat menikmati kemolekan tubuh Farra.
Sudah lama Tuan Hendrik tergila-gila pada Farra. Gadis penjual kue yang sering menjajakan kuenya di sekitaran perusahaan besarnya. Pertemuan pertamanya bersama Farra, membuat lelaki itu terus memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa memiliki gadis polos itu.
Hingga akhirnya ia berhasil menemui Nurmala dan dengan diiming-iming banyak uang, Nurmala pun setuju menikahkan keponakannya itu kepada Tuan Hendrik.
Nurmala menuntun Farra, kemudian mendudukkan gadis itu tepat di samping Tuan Hendrik dan acara pun segera dimulai. Farra duduk dengan kepala tertunduk menghadap lantai. Isak tangisnya kembali terdengar. Tuan Hendrik bahkan berkali-kali melirik gadis cantik itu.
"Dasar gadis bodoh! Di ajak hidup enak saja tidak mau! Sekarang saja kamu nangis-nangis, nanti kalau sudah hidup enak bersama pria tua itu, kamu pasti lupa sama aku yang sudah membesarkanmu dengan susah payah!" gumam Nurmala sambil menatap kesal kepada Farra.
Setelah melewati serangkai acara, akhirnya ijab kabul pun dimulai. Tuan Hendrik mendengarkan dengan seksama apa yang Pak Penghulu ucapkan, begitupula semua orang di ruangan itu.
"Saya nikahkan engkau Hendrik Arka Sanjaya bin Dirga Arka Sanjaya dengan Zhafarra Maidha binti Arman dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebanyak seratus juta rupiah dibayar tunai."
Setelah Pak Penghulu selesai mengucapkannya, sekarang giliran Tuan Hendrik. Tuan Hendrik yang notabenenya adalah seorang laki-laki yang sudah berpengalaman, tentu saja hal itu bukanlah sesuatu yang sulit.
"Saya terima nikahnya Zhafarra Maidha dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar seratus juta rupiah dibayar--"
"Tuan Hendrik, Tuan Hendrik!!!"
Namun, belum habis Tuan Hendrik mengucapkan ijab kabulnya, seorang laki-laki dengan napas terengah-engah memasuki Mesjid tersebut. Ia memanggil-manggil Tuan Hendrik dengan wajah cemas dan terlihat pucat pasi.
Sontak saja, perhatian semua orang di ruangan itu teralihkan. Lelaki itu kini menjadi pusat perhatian semua orang, termasuk Farra dan Nurmala. Tuan Hendrik melepaskan tangan Pak Penghulu kemudian menghampiri lelaki itu.
"Ada apa, ha? Kenapa kamu ke sini? Dan siapa yang memberitahu kamu bahwa aku berada di tempat ini?" tanya Tuan Hendrik tidak kalah panik.
"Tu-tuan Hendrik, Nyo-nyonya Jayda--"
"Ada apa dengan Jayda, cepat katakan!!!" kesal Tuan Hendrik karena ucapan lelaki itu sama sekali tidak jelas.
"Nyonya Jayda masuk ke Rumah Sakit setelah mendengar berita pernikahan Anda dan sekarang keadaannya kritis," jawab lelaki tersebut.
"Apa?!" Pekik Tuan Hendrik.
Tuan Hendrik bergegas pergi meninggalkan tempat itu beserta orang-orang di dalamnya, termasuk Farra dan Nurmala. Nurmala panik ketika Tuan Hendrik pergi begitu saja meninggalkan Farra di tempat itu tanpa kepastian.
"Tuan Hendrik! Tuan Hendrik!!!" panggil Nurmala sambil berlari kecil mengejar Tuan Hendrik yang kini sudah memasuki mobil mewahnya yang terparkir di halaman Mesjid.
"Tuan Hendrik, berhenti!!! Bagaimana nasib keponakanku?!" teriaknya.
Namun, percuma Tuan Hendrik sudah menghilang bersama mobilnya. Berbaur dengan banyaknya mobil yang sedang berlalu lalang di jalan raya.
...***...
"Sialan! Kenapa dia pergi begitu saja?! Hah, beruntung uang mahar sudah berada di tanganku!" gumam Nurmala dengan seringai liciknya.
Nurmala nampak sangat kesal. Apalagi semua orang di ruangan itu mulai bertanya-tanya padanya, kenapa Tuan Hendrik tiba-tiba saja pergi. Dengan nada ketus, Nurmala menjawab pertanyaan mereka kemudian melenggang pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah semua orang pergi, Farra pun meninggalkan tempat itu sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu apakah harus senang, atau harus bersedih sekarang ini. Senang karena akhirnya ia gagal menikah dan sedih, karena ia yakin sekali semua orang akan mengatakan hal-hal buruk tentang dirinya.
Sementara itu.
Tuan Hendrik frustrasi, ia mengacak-acak rambutnya dan terus mengeluarkan kata-kata kasar sembari memukul kemudinya.
"Sial! Bagaimana bisa Jayda tahu tentang pernikahan ini? Padahal aku sudah mencoba menutupinya serapih mungkin!" gumam Tuan Hendrik.
"Ya ampun, Farra! Aku bahkan meninggalkan gadis itu tanpa permisi! Bodohnya aku!!!" lanjutnya.
Saking paniknya, Tuan Hendrik tidak sadar bahwa kecepatan mobilnya sudah melebihi batas kecepatan yang disarankan. Kemalangan masih berpihak pada lelaki tua tersebut, di saat mobilnya masih melaju dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba saja ban mobilnya meletus. Tuan Hendrik terkejut bukan main, ia panik dan membanting setirnya dengan cepat ke arah kiri.
Braaakkkk!!!
Kecelakaan pun tak bisa dihindarkan. Mobil Tuan Hendrik menghantam pembatas jalan dengan keras kemudian terguling-guling dan beberapa kali terhempas ke aspal. Tubuh Tuan Hendrik bahkan terpental hingga 30 meter jauhnya.
Tuan Hendrik menghembuskan napas terakhirnya di tempat itu juga. Ia meninggal dengan kondisi yang sangat mengenaskan.
Lelaki yang tadi memberitahu tentang keadaan istri Tuan Hendrik pun shok. Kejadian mengerikan itu terjadi tepat di hadapan mata kepalanya. Beruntung dia membawa mobil sendiri, jika seandainya ia ikut bersama mobil Tuan Hendrik, mungkin nasibnya pun sama seperti lelaki tua itu.
"Tuan Hendrik ..." lirih lelaki itu sambil meneteskan air matanya.
Ia segera menghubungi Raja Arka Sanjaya, 28 tahun, anak laki-laki semata wayang Tuan Hendrik bersama Nyonya Jayda Almira 55 tahun.
Raja yang masih mengkhawatirkan keadaan Ibunya, dikejutkan dengan kabar kematian sang Ayah yang begitu tiba-tiba. Ia benar-benar frustrasi setelah mendengar kabar tersebut.
"Ivan, jangan main-main padaku!" hardik Raja kepada Asistennya yang bernama Ivan tersebut. Lelaki yang tadi di perintahkan oleh Raja untuk menjemput Tuan Hendrik.
"Maafkan saya, Tuan. Tetapi saya tidak sedang main-main. Tuan Hendrik sudah di bawa oleh ambulance ke Rumah Sakit dan saya sedang mengikutinya dari belakang," tutur Ivan dengan wajah sedih.
Ya, Tuhan!"
Raja memutus panggilan Ivan. Ia terisak di ruangan itu sambil menatap sedih ke dalam ruangan dimana sang Ibu masih dalam kondisi kritis.
Sebenarnya Nyonya Jayda memang sudah lama mengidap penyakit jantung dan rencananya ia akan melakukan operasi transplantasi jantung setelah mendapatkan pendonor yang tepat. Namun, sayang takdir berkata lain. Sekarang wanita itu sedang berjuang mempertahankan hidup dengan berbagai peralatan medis yang menempel di tubuhnya.
"Bertahanlah, Ibu! Bertahanlah demi Raja."
Tidak berselang lama, mobil ambulance yang mengangkut tubuh Tuan Hendrik pun tiba, para tenaga medis pun segera membawanya.
Ivan yang baru saja tiba di Rumah Sakit itu segera menghampiri Bossnya, Raja Arka Sanjaya, pewaris tunggal dari seluruh harta kekayaan Tuan Hendrik. Dengan wajah kusut, Ivan menghampiri lelaki menyedihkan yang sedang menatap ruangan Ibunya dari balik kaca.
"Tuan Raja," panggil Ivan.
"Kenapa nasibku seperti ini, Van? Di saat Ibuku masih berjuang antara hidup dan mati, sekarang Ayahku sudah pergi mendahului kami," lirih Raja sambil terisak.
"Yang sabar ya, Tuan."
Ivan menepuk pundak Raja sebagai dukungannya terhadap lelaki itu dan berharap Bossnya tersebut bisa sedikit lebih tenang.
Di saat Raja masih terisak, tiba-tiba saja dari dalam ruangan Nyonya Jayda terdengar suara berisik. Raja dan Ivan sontak menoleh dan ternyata benar. Nyonya Jayda mengalami kejang-kejang di dalam ruangan itu.
Raja semakin panik, ia bergegas masuk ke dalam ruangan itu sedangkan Ivan pergi memanggil Dokter yang bertugas merawat Nyonya Jayda.
"Dokter, cepat! Sesuatu sedang terjadi pada Nyonya Jayda!"
"Baik, kami akan segera ke sana!"
Dokter pun segera berlari menuju ruangan Nyonya Jayda bersama beberapa perawat. Namun, ketika Dokter tiba di ruangan itu, Nyonya Jayda sudah tidak bernyawa. Raja menangis histeris di samping tempat tidur sang Ibu. Ia tidak percaya dalam waktu sesingkat ini, ia kehilangan kedua orang tuanya.
Hari itu kedua orang tua Raja dimakamkan secara bersamaan dalam satu lubang yang sama. Kematian mereka yang begitu tiba-tiba, membuat Raja bagai patah arang.
"Ini semua gara-gara wanita sialan itu! Seandainya ia tidak hadir di kehidupan kami, mungkin kedua orang tuaku masih hidup hingga saat ini," hardik Raja dengan air mata yang masih bercucuran, di depan makam kedua orang tuanya.
"Cari tahu siapa wanita yang menjadi penyebab kematian kedua orang tuaku, Ivan! Akan kubalas kematian mereka dengan siksaan yang pedih, yang tidak akan pernah ia bayangkan selama hidupnya!" titah Raja dengan wajah memerah.
"Baik, Tuan."
"Apa! Tuan Hendrik meninggal dunia?" pekik Nurmala ketika salah seorang temannya memberi tahu tentang kematian Tuan Hendrik kepadanya via telepon.
"Jangan bercanda kamu! Kamu pasti salah orang ini," lanjut Nurmala.
"Ya ampun, Mala! Beritanya sudah viral di media sosial, coba deh kamu cek. Benar atau tidak? Tuan Hendrik tewas dalam kecelakaan mobil ketika ia di perjalanan menuju Rumah Sakit."
"Ya, Tuhan ... jadi itu benar? Itu artinya keponakanku benar-benar gagal menikah. Beruntung duit yang seratus juta itu sudah berada di tanganku, jadi aku masih bisa menikmatinya," ucap Nurmala sambil menyeringai licik.
"Hhhh, teraktir kita-kita napa! Eh, kamu tau tidak? Kemarin itu Tuan Hendrik meninggal secara bersamaan dengan sang Istri. Menurut rumor sih, Istri Tuan Hendrik meninggal akibat serangan jantung. Ia sangat terkejut setelah mendengar bahwa Suaminya akan menikah lagi. Mana dengan daun muda pula!" lanjut wanita itu dari seberang telepon.
"Benarkah? Wah, bagus donk!" jawab Nurmala sambil tertawa lepas.
"Bahagia di atas penderitaan orang kamu ini, Mala!"
"Biarlah, aku sudah tidak peduli. Yang penting sekarang aku senang. Aku punya duit banyak dan bisa aku pergunakan untuk menyambung hidup dan berpesta-pesta!" seru Nurmala.
"Ya, sudah. Aku cuma ingin kasih tau kamu berita itu saja. Tapi ... jangan lupa traktir kami, ok!"
"Ok, ok, baiklah!"
Nurmala memutuskan panggilan tersebut kemudian melanjutkan makan siangnya. Wanita itu tengah asik menikmati makan siang dengan berbagai makanan enak yang baru saja ia beli dengan menggunakan uang mahar milik Tuan Hendrik. Makanan itu tersusun rapi di atas meja makan dan tinggal santap saja.
Aksa Dwi Anggara, 5 tahun. Adik laki-laki Farra, sejak tadi memperhatikan Nurmala yang sedang asik menggigit ayam goreng yang begitu menggodanya. Beberapa kali anak kecil itu menelan ludahnya dengan kedua mata yang masih tertuju pada ayam goreng tersebut.
Bagi Farra dan Aksa, makanan itu sangat mewah bagi mereka. Hanya ketika ada acara hajatan, mereka dapat menikmati hidangan mewah seperti itu.
"Apa kamu lihat-lihat?" ketus Nurmala kepada Aksa.
Aksa ketakutan ketika Nurmala berkata seperti itu. Ia segera berlari menghampiri Farra yang sedang mencuci piring kotor. Melihat Adiknya berlari menghampirinya, Farra segera mencuci tangannya dan menyambut anak kecil itu.
"Kak Farra, nanti jika kita punya uang banyak, kita beli ayam goreng seperti itu, ya?" bisik Aksa di samping telinga Farra.
Mata Farra berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak ketika Adiknya berkata seperti itu. Namun, sebisa mungkin Farra tidak akan menampakkan kesedihannya kepada Aksa. Farra menyunggingkan sebuah senyuman walaupun sebenarnya hatinya menangis saat itu.
"Ya, nanti Kakak belikan. Aksa yang sabar ya, dan terus doakan Kakak biar kue-kue Kakak laku banyak," jawab Farra.
"Yeee! Ayam goreng," ucap Aksa kegirangan sambil menciumi wajah Farra.
"Heh, Farra! Apa kamu sudah tahu, Tuan Hendrik tadi malam mengalami kecelakaan hebat dan dia menghembuskan napas terakhirnya akibat kecelakaan itu," sela Nurmala tanpa menoleh sedikitpun kepada gadis itu.
"Benarkah?" Farra begitu terkejut mendengarnya.
"Ya! Sekarang nasibmu sial lagi, Farra. Kesempatan menikah dengan sosok seperti Tuan Hendrik tidak datang dua kali. Dan setelah ini, palingan kamu bakal menikah sama tukang becak, buruh bangunan, sama seperti gadis lainnya di kampung ini. Menyedihkan!" hardik Nurmala sambil terus menguyah makanannya.
Farra sedih bukan karena gagal menikah dengan lelaki kaya raya tersebut. Namun, ia sedih karena ia tidak menyangka bahwa tadi malam adalah hari terakhirnya bertemu dengan lelaki itu.
"Usia memang tidak bisa ditebak. Semoga saja Tuan Hendrik tenang disana," gumam Farra.
"Ya, sama seperti kesialanmu yang juga tidak bisa ditebak!" jawab Nurmala ketus.
Keesokan harinya.
"Bagaimana, Van? Apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang wanita sialan itu?" tanya Raja kepada Asistennya, Ivan.
"Ya, Tuan."
Ivan mengambil sebuah amplop besar berwarna coklat yang di dalamnya berisi informasi tentang data diri Farra. Ivan menyerahkannya kepada Raja dan membiarkan lelaki itu membuka amplop tersebut.
Setelah amplop itu terbuka, Raja meraih selembar berkas kemudian membacanya dengan seksama. Lelaki dingin itu menyeringai dan Ivan pun tahu bahwa lelaki itu memiliki niat yang tidak baik untuk gadis yatim piatu tersebut.
"Zhafarra Maidha, nama yang bagus. Dia juga cantik, pantas saja Ayahku tergila-gila padanya. Tapi aku yakin, wanita ini tidak lebih dari seorang jalaang yang hanya menginginkan kekayaan Ayahku. Kita lihat saja, Zhafarra Maidha. Aku akan buat dirimu jatuh ke dalam genggamanku dan tunduk dengan semua perintahku!" seringainya sambil memperhatikan wajah cantik Farra dari selembar foto yang ia dapatkan dari Assistennya itu.
Wajah Ivan terlihat cemas ketika menyaksikan seringaian licik Raja. Ia tahu bagaimana sifat lelaki dingin itu, kejam dan tidak berperasaan. Raja juga memiliki sifat pendendam. Ia tidak peduli baik itu laki-laki maupun perempuan, jika sudah berani membuat hatinya tersentil, maka bersiaplah mendapatkan balasan sepuluh kali lipat dari apa yang dia rasakan.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!