NovelToon NovelToon

Senja Women Night

part 1

***

Pukul 03 dini hari.

Seorang wanita berdiri di depan pintu keluar sebuah clup malam. Ia menatap jalan dengan tatapan tidak perduli dengan pandangan insan yang merasa diri mereka suci.

Giva mengisap sebatang rokok dalam- dalam sebelum akhirnya ia membuangnya rokok itu dan menginjaknya dengan kaki yang beralaskan sebuah sepatu ceper.

Lalu, Ia membuang kasar asap yang tersimpan di paru-parunya yang kemungkinkan sudah terkontaminasi oleh racun yang membuatnya kecanduan.

Asap itu berterbangan mengikuti arah angin, semakin lama semakin menjauh dan menghilang di telan kegelapan.

Jam 3 dini hari, Giva melangkahkan kakinya keluar dari sebuah klub malam yang memberinya banyak uang dan kenikmatan hina.

sedangkan beberapa orang di luar sana kemungkinan besar sedang terlelap memeluk mungkin guling mereka, kekasih mereka, atau boneka mereka. Namun, Giva harus bangkit setelah memeluk mungkin suami orang, simpanan orang, ataupun kekasih orang dan atau seorang lajang yang butuh sebuah kehangatan.

Jins ketat dengan sobekan di lutut, kaos longgar putih yang panjang hampir selutut dan rambut yang di ikat sembarang keatas dan make up yang telah memudar karena percikan air yang ia siramkan ke wajahnya, membuat penampilan Giva tidak terlihat seperti kupu-kupu malam penghangat tubuh buaya belang.

Ia berjalan menyusuri trotoar pinggir jalan. Angin di jam 3 dini hari mampu membuat semua orang menggigil namun tidak dengan Giva. Ia merasa sangat kebal dengan angin malam yang begitu sangat dingin ditambah dengan mendung yang sangat gelap.

Giva dengan terpaksa meneduh disebuah halte yang kebetulan ia lewati.

Giva memasang handset ketelinganya yang memakai sebuah anting kecil pemberian dari seseorang yang sedang singgah dihatinya. Anting imitasi yang sudah kusam dan menghitam tidak membuatnya bergerak hati untuk menggantinya dengan yang baru.

Giva memejamkan matanya sambil menikmati hidupnya yang serasa berat ini. Angin hujan bersama dengan gemuruh membuatnya merasa sangat damai. Alam yang melihat kedamaian Giva mungkin merasa kesal, akhirnya ia terus menambah kekencangan angin dan kederasan air hujan di tambah juga dengan gemuruh geluduk yang saling bersahut-sahutan. Namun, lagi-lagi Giva tidak perduli dan terus menikmati semua permainan si alam.

Di sisi lain.

Rintik hujan menusuk wajah seorang driver yang akan mengantarkan sebuah barang di jam dimana semua orang sedang tertidur lelap.

Walaupun begitu, dia tetap tersenyum dan memberi salam kepada petir dan gluduk yang sedang menyapa bumi.

"Hay petir, kamu terlihat cantik, anggun dan uwouw. Tapi tolong jangan dekat-dekat aku ya. Hahahaha!" teriak seorang driver yang barusan melihat lekukan petir yang indah di depan matanya. Entah mengapa, melihat petir yang menari-nari membuat sang Driver merasakan takjub. Seperti dia menemukan kebebasannya.

Setelah mengatakan itu.

DUORR !

SHIIIIIIITTTT!

Sebuah petir menyapa seorang driver itu tepat di depannya. Karena terkejut, driver itu pun mengerem mendadak.

Giva yang memejamkan matanya langsung tersadar ketika mendengar suara kendaraan yang mengerem mendadak di depannya.

"Oh ya ampun, apakah petir itu sedang menyapa aku kembali?Huft, hampir saja!" lirih driver itu sambil merasakan jantungnya yang ingin copot dan bergetar hebat.

Gluguuuk... Gluguuuk... gluguuuk...! Terdengar suara amukan dari langit yang gelap.

"Hahahaha ... ! iya, iya. Aku tahu kamu suka kepada aku, tapi jangan membawa petir begitu dong, aku belum siap mati, hahaha!" teriak driver itu sambil tertawa dan kembali melajukan sepeda motornya.

Driver itu tetap tersenyum, ia sengaja membuka kaca helmnya agar rintikan air hujan memijat wajahnya yang tidak terlalu tampan.

Giva menatap heran kearah pria aneh yang sudah jauh ditelan kegelapan malam.

"Apa pria itu sedang menantang alam? Dia salah, seharusnya alam tidak perlu di tantang, namun di nikmati saja supaya alam merasa panas sendiri," gumam Giva dengan ekspresi tidak perduli.

Namun ia terfikirkan kembali dengan apa yang telah pria itu lakukan,"menantang alam!? Haruskah sesekali aku menantangnya!?" Sebuah hati bergerak mengulurkan tangan untuk mengadah sebuah titisan rezeki dari langit.

Senyum mengembang dari sudut bibir Giva, semakin lama ia semakin ditarik kedalam sebuah magnet kehidupan. Giva memajukan satu kaki lalu satu kaki lagi, semakin dekat akhirnya tubuh Giva benar benar basah oleh pasukan air yang membasahi tubuh dari rambut sampai kaki.

Giva merentangkan kedua tangannya dan memejamkan matanya. Giva menengadah wajahnya menatap langit, ia memutar-mutarkan tubuhnya dengan kaki yang ia jinjitkan.

Bersatu dengan alam dan menikmati setiap sentuhan darinya sangat damai di hati dibandingkan kita harus menganggapnya sebagai musuh.

Giva menari menari dijalanan yang begitu sangat sepi, suara gemuruh bukan lagi sebuah ejekan dari alam melainkan sebuah alunan musik yang indah. Hujan bukanlah musuh yang beraninya menyerang dengan beribu ribu atau berjuta juta pasukan, namun hujan adalah sebuah teman yang akan membuat kita terlena dengan dunia bersamanya.

Setelah 1 tahun berlalu, malam ini adalah malam pertama Giva Qiya melebarkan senyumnya dengan sempurna.

Pukul 5 dini hari. Giva membuka pintu kontrakan yang sudah ia sewa selama 1 tahun.

Setelah mandi dan membersihkan diri, Giva duduk disebuah kursi dan menata sebuah buku harian dan juga sebuah pena berwarna- warni.

Giva memutar mutarkan pena yang ada ditangannya untuk sekedar memilih warna apa yang akan ia gunakan untuk menulis sebuah titah diatas kertas putih bergaris hitam.

Setelah beberapa putaran, akhirnya warna hitam menjadi pilihannya lagi dan lagi. Seberapa banyak niat Giva untuk mengubah tulisannya menjadi sebuah berwarna, tetap saja tangannya akan terhenti ditinta berwarna hitam.

Pernah sekali Giva memilih warna biru, namun ia merasa tidak nyaman dan memutuskan menyobek kertas dengan abstrak.

Setelah menata hati dan fikiran. Giva memulai menjalan perintah dari otak yang telah diperantarai oleh hati melalui alunan sebuah imajinasi untuk dirangkai menjadi sebuah kenangan di atas hitam putih.

Part 02

Pukul 10:00 pagi sebuah mata tersilau oleh cahaya pagi yang sudah akan menjelang siang.

Kemeja putih dengan dua kancing atas terbuka, membuat Giva terlihat begitu sangat menggoda. Ia menggeliat lalu tangannya merogoh untuk mencari handphone miliknya.

Mata Giva terbelalak ketika melihat 20 panggilan tidak terjawab dari my love.

"Oh tuhan. Dia pasti sangat cemas," tukas Giva bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

30 menit akhirnya Giva sudah siap dengan pakaian formal seperti akan bekerja ke kantor.

Ia berjalan berlenggak-lenggok dan berhenti disebuah pangkalan ojek.

"Bang, seperti biasa ya?" ucap Giva terlihat akrab.

"Siap, Neng! Kita kerumah sakit?"

"Ia bang, mau kemana lagi," jawab Giva.

"Oke neng, kita berangkat!"

Rumah sakit xxxx adalah di mana seseorang yang kuharapkan akan menang dari penyakit yang dia derita.

Sungguh wajah pucatnya mampu membuat hati teriris pilu memandangnya.

Sebuah kanker otak stadium lanjut membuatnya tidak bisa berkutik banyak. Namun, aku selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuknya.

"Hay sayang. Maaf, aku telat?" sapa Giva mendekati Leo, kekasihnya.

Leo adalah kekasih Giva sekaligus guru Giva. Leo adalah pria berusia 24 tahun yang berprofesi sebagai guru olah raga di sekolah Giva. Leo adalah anak yatim piatu, entah di mana keberadaan orang tuanya karena Leo ditemukan di depan pintu sebuah panti asuhan.

Giva membawa bunga dan menghampiri Leo yang sedang tertidur pulas.

"Sayang, aku datang. Maaf ya karena aku telat menjenguk kamu. Aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Oya, kamu mau makan apa?" tanya Giva yang terus mengoceh padahal Leo sedang tertidur.

"Sayaaang,,,, banguuunn," bisik Sona di telinga Leo.

Berkedip-kedip sebuah mata beralis tebal itu membukakan pejamannya. Leo tersenyum.

"Kenapa lama sekali?" tanyanya dengan suara yang begitu sangat lemah.

Kanker otak stadium lanjut membuat Leo tak berdaya. Hari demi hari adalah sebuah mukjizat karena Leo masih bisa bertahan sejauh ini. Padahal para dokter sudah mengangkat tangan mereka dan menyerah.

Namun Giva dengan penuh tekat tetap ingin Leo mendapatkan perawatan intensif yang memadai. Giva sangat percaya jika suatu saat kekasihnya dapat sembuh dan kembali bersenang-senang bersamanya.

"Maaf sayang karena semalam aku lembur jadi tadi pagi aku bangun kesiangan," jawabnya dengan satu tangan mengelus kepala Leo yang sudah tiada satupun rambut yang tumbuh di sana.

"Sayang, maafkan aku yang telah membuatmu harus bekerja susah payah hanya untuk membayar pengobatan ku. Saat ini, satu pintaku padamu. Setelah ini aku mohon jalani hidupmu dengan tenang. Jangan pikirkan yang telah berlalu. Hiduplah dengan bahagia bersama dia yang akan menjadi jodohmu," ujar Leo dengan nada yang begitu sangat lemah.

Sembari tersenyum dan meneteskan air mata, Giva mencoba untuk menegarkan dirinya sendiri. Giva meyakinkan dirinya sendiri jika Leo akan sembuh.

"Apa yang kamu katakan sayang. Kita akan hidup bahagia selamanya. Hanya ada kamu dan aku," ujar Giva dengan menahan semua bayangan buruk yang terlintas dalam pikirannya.

"Aku sudah sangat lelah, aku mohon kepadamu izinkan aku pergi dengan tenang dan damai. Jika kamu merindukan ku, salah satu bintang paling terang adalah aku," ujar Leo dengan nada yang mulai tersendat-sedat.

"Hikss, hikss, hikss... Sayang, aku mohon bertahanlah, apa yang harus aku lakukan di dunia ini tanpa kamu!" Giva menatap kaget melihat Leo yang sudah menutup matanya. Ketika mendengar monitor menunjukan garis lurusnya Giva terlihat sangat panik dan ketakutan. "Aaaaaaa ... aaaa ...aaa ... aaa Tiioooooooo, bangunlaaaaaah... aaaaa .... aaaaah!" Suara Giva mengundang beberapa suster untuk masuk dan melihat apa yang telah terjadi.

Para Suster langsung mengecek keadaan Leo. Ketika dirasa pasien sudah tidak bernyawa,

Para suster langsung melepaskan semua alat-alat yang membantu Leo bertahan hidup selama ini.

"Tidak !! Apa yang kalian lakukan. HAH! Dia belum mati! Dia hanya tertidur pulas saja!" teriak Giva tidak terima dengan tindakan para suster.

"Sudahlah Giva, kamu Ikhlaskan saja dia pergi. Lagi pula dengan kepergiannya, kamu tidak perlu lagi harus menjadi wanita malam," ketus salah satu suster yang ternyata mengetahui pekerjaan asli Giva.

Giva menatap tajam ke arah suster itu.

"Apa yang kamu katakan!?" tanya Giva penuh dengan penekanan.

"Aku melakukan kamu melayani mantan pacar kekasihku!" jawabnya dengan santai.

Giva hanya terkulai lemas. Ia meremas kuat jari-jarinya. Menatap penuh kebencian kepada suster itu. Mengapa membocorkan jati dirinya didepan jasad kekasihnya. Namun, Giva tak berdaya. Giva tidak dapat mengelak apa yang dikatakan oleh suster itu karena Giva sendiri tahu siapa pria yang di maksud oleh suster itu.

Kini di sebuah makam. Tanah yang basah lagi gembur, menebarkan bunga segar untuk memberikan penghormatan terakhir kepada kekasihnya.

"Leo. Apa yang harus aku lakukan tanpa kamu?" Suara Giva terdengar nada gemetar.

Ia mengambil sebuah silet tajam yang ia bawa. Rasa hampa menyelimuti hatinya.

"Aku akan ikut denganmu, Leo." Giva mulai menekan silet tipis itu ke lengan tangannya.

Tapi, tiba-tiba sebuah tangan menarik lembut sampai akhirnya Giva jatuh kedalam pelukan hangat. Aroma khas parfum Leo di tubuh pria itu membuyarkan keterkejutan Giva.

"Lepaskan, aku! Siapa kamu!?" teriak Giva kaget.

"Mati didepan ku! apakah kamu ingin aku memendam penyesalan jika tidak menyelamatkanmu!" tukas pria itu..

"Jika tak ingin menyesal, jangan melihatnya!" jawab Giva dengan jantung yang berdebar kuat.

"Bagaimana bisa tidak melihatnya. Lihat didepan sana! Itu adalah makan kedua orang tuaku. Aku duduk di sana dan bagaimana tidak melihat niat kamu!" jelas Pria yang bernama Erik itu.

"Ya abaikan saja! Siapa kamu, apa peduli kamu tentang hidupku! Aku bukan siapa-siapa kamu!" teriak Giva kesal.

Erik menatap tajam Giva, wanita yang sama sekali tidak ia kenal namun mencoba untuk bunuh diri didepan matanya.

"Jika begitu, perkenalkan. Nama saya adalah Rio Abadi. Kamu sekarang sudah kenal saya bukan? Pria tampan tiada tandingan didunia ini," ucap Erik Shimon dengan bangganya.

Wajah dengan tompel besar di pipi dan gigi yang maju 5centi dan rambut kriting. Giva berpikir dari mana tampannya.

"Hahahaaa! Ya ya.... Kamu adalah pria terjelek di dunia ini! Hahaha..." tawa Giva terlihat sangat puas dengan ucapannya. Dia sampai memejamkan matanya karena menahan tawa yang menggelitik perutnya.

Ketika Giva membuka mata, ia dibuat bodoh dengan kelakuannya sendiri karena, nyatanya tidak ada siapa-siapa didepannya. Ia mencari sosok Erik kemana-mana. Namun tak sekilas pun ia mendapati bayangan pria aneh itu.

Dengan langkah pelan dan pikiran yang tak jelas kemana arahnya. Giva meninggalkan makan kekasihnya dengan perasaan berkecamuk.

"Siapa dia? Siapa dia dan darimana dia. Seperti hantu saja. Datang tak diundang pergi tak pamitan!?" gumam Giva penuh dengan keraguan yang membuatnya sedikit mual karena masuk angin.

"Ah, sepertinya aku akan berhenti dari klub malam itu. Tidak ada lagi alasan aku untuk mencari uang besar disana. Hmm, tapi aku harus kerja apa?" Giva berjalan sendu sembari termenung.

Part 03

Pukul 10 malam. Giva duduk disebuah cafe model autdoor. Dia menarik satu batang rokok dan mulai mengarahkan korek api ke rokok yang sudah ia letakkan di bibirnya.

Ketika sedang meresapi setiap hisapan. Giva teralihkan dengan nada dering handphonenya yang tak ada kediaman sedari awal ia datang ke cafe.

"Haloo, Mommy?" sahut Giva mengangkat telpon.

"Kenapa kamu tidak datang ke klub Honey? Tuan bule datang mencari kamu," ujar Mommy, pemilik klub.

"Aku sudah keluar, mom! Aku tidak akan datang lagi ke klub!" sahut Giva sambil menghisap dan menghempaskan asap rokoknya.

"Mana bisa seperti itu, Honey! Kamu masih banyak hutang kepadaku!" teriak mommy terlihat panik dibalik telpon.

"Aku akan membayarnya. Tetapi tolong beri aku waktu," ucap Giva yang mulai tertunduk lemas.

"Tidak! Datang sekarang juga atau aku akan mengirim orang untuk menjemput paksa kamu!" ancam Mommy.

Giva langsung mematikan telponnya tanpa ingin menghiraukan mommy sang pemilik klub malam tempat dia kerja.

Sudah hampir 5 bulan Giva menghabiskan malam dan mendapatkan uang yang cukup besar dari klub malam itu.

Giva terpaksa karena kekasihnya yang menderita penyakit kanker membutuhkan biaya yang begitu sangat besar.

Ketika sedang meratapi nasibnya. Giva melihat seorang pria yang sepertinya tidak asing. Dia adalah Erik, pria misterius itu.

Ketika Giva perhatikan seksama, sepertinya Erick adalah seorang Driver.

Karena penasaran, Giva pun mencoba untuk mendekati Erick.

"Hay!" sapa Giva.

"Maaf, siapa ya?" tanya Erik.

"Gua, ini gua! Masak loe lupa?" ujar Giva menunjuk mukanya sendiri untuk memastikan Erik mengingat wajahnya.

"Oh, kamu yang wanita yang berniat ingin bunuh dirikan!?" tanya Erik memastikan.

"Hmm, ya tidak gitu juga kali cara mengingatnya!" cetus Giva.

"Ada apa, ya?" tanya Erik terlihat buru-buru.

"Oh, tidak papa. Lo bisa cabut kalo memang sedang buru-buru! Gua ke sini cuma mau bayar tagihan," ucap Giva berbohong. Padahal dia menghampiri Rio memang ingin berbicara dengannya.

"Oh, gitu ya. Ya sudah, saya duluan ya. Oya, kalo kamu mau memakai jasa saya, cari saja nama saya di aplikasi "si tampan," ujar Erik sambil mengedipkan matanya dan tersenyum sambil menunjukan gigi ratanya yang terlalu maju alias merongos.

Giva hanya tersenyum canggung menanggapi ujaran gokil dari mulut Erik.

Setelah mengatakan itu Erik langsung bergegas meninggalkan Giva.

Malam menunjukan waktu 10:30. Giva menggelengkan kepalanya.

"Hmm, dia pekerja keras. Jam segini masih juga menerima orderan," batin Giva kagum dengan kegigihan Erik mencari nafkaj." Apa dia sudah memiliki keluarga. Apa dia melakukan ini demi untuk membelikan susu untuk anaknya. Ah, manis sekali," batinya lagi.

Giva berjalan kaki untuk sampai ke rumahnya. Dari cafe ke rumah yang dia kontrak, jika ditempuh dengan jalan kaki akan menghabiskan waktu 30 menit.

Ketika akan sampai di kontrakan, Giva melihat beberapa orang berkaca mata sedang mengintai kontrakannya. Giva yang mengerti jika itu adalah anak buah Mommy langsung gerak cepat untuk kabur. Tetapi sangat di sayangkan, bayangan Giva sempat dilihat oleh anak buah Mommy.

Kejar-kejaran di malam hari pun akhirnya terjadi. Giva dengan gila berlari untuk menghindari anak buah mommy. Sayang sangat di sayang. Sebuah mobil dengan sengaja memotong jalan Giva di trotoar.

"Ahk!" teriak Giva terkejut. Giva tidak percaya demi menangkap dirinya sebuah mobil dengan sengaja masuk ke trotoar.

"Ikut dengan kami. Jangan paksa kami berbuat kasar. Mommy ingin kamu datang dengan selamat?" ujar pria berbibir tebal dan hitam.

"Tidak! Katakan pada mommy jika aku akan membayar semua hutang-hutang aku! Beri aku waktu satu Minggu!" ucap Giva dengan wajah memohon.

"500jt dalam satu Minggu. Apa kamu sekarang sedang bermimpi!?" ejek pria itu.

"Apa kamu meragukan kemampuanku!?" ujar Giva menatap tajam pria hitam itu.

"Jika memang yang kamu lakukan tetap menjual tubuhmu! Lebih baik kamu sekarang ikut denganku. Ada orang kaya yang ingin membelimu dengan jumlah yang fantastis!" ujar pria itu dengan senyum tengilnya memandang rendah Giva.

PLAK!

Giva dengan bersemangat menampar wajah pria hitam itu.

BUGH!

Pria hitam itu pun langsung mendorong Giva ke mobil dan mengunci pergerakannya dengan menahan tangan dan pinggulnya.

Bisa anda bayangkan. Pria hitam dengan wajah yang sangat seram hanya berada 2centi dari wajah anda?!

Bahkan Giva bisa mencium mulutnya yang berbau alkohol dan bau keringatnya yang sangat menyengat.

"Apa kamu sedang menguji kesabaran ku?"tanya Pria itu dengan mimik wajah yang ingin memakan bibir Giva dengan lahap.

"Ma..maaf, Kak! Sungguh, aku akan membayarnya. Jangan jual aku! Aku tidak akan memiliki harga diri lagi jika sampai kalian menjualku?" ucap Giva yang mulai merasakan getaran ketakutan di kakinya.

Mendengar Giva memanggilnya "Kak" membuat pria hitam itu seolah tersadar dari jiwa iblisnya.

Selama ini. Pria hitam itulah yang selalu membantu Giva ketika dia mengahadapi pria hidung belang yang mencoba untuk bermain kasar dengan Giva. Jadi bisa dibilang pria hitam adalah penyelamat hidup Giva selama dia bekerja di klub malam itu. Semua perilaku baik si pria hitak membuat Giva menganggap dia adalah kakak baginya.

"Pergilah ke alamat ini!" ucap Pria hitam itu memberikan sebuah kertas yang beralamatkan rumah.

Setelah memberikan kertas itu. Pria hitam langsung mengajak kawanannya untuk segera pergi. Karena pria hitam adalah ketua mereka, jadi anak buah yang lain hanya bisa mengikuti si pria hitam.

Giva tersenyum sambil meneteskan air mata haru. Dia menatap kertas itu dengan segala harapannya di dalamnya.

Tak ingin membuang waktu, Giva langsung berlari ke kontrakannya untuk mengambil beberapa barang-barangnya.

Satu persatu barang penting yang hanya akan Giva bawa. Tak lupa dia juga membawa foto almarhum Leo, kekasihnya yang kini telah dalam pelukan tuhan.

Hari sudah pukul 2 malam. Giva mengigit jarinya karena bingung harus pergi menggunakan apa. Lalu, ia terfikirkan dengan Erij si Abang ojol itu.

"Ah, Driver itu!? Tapi, apa mungkin jam segini dia juga mau menerima orderan? Ah, coba aja!?" gumam Giva yang langsung merogoh ponselnya untuk mencari nama "si tampan" di aplikasi Gojek.

Ketika mengetik nama "si tampan" alangkah terkejutnya Giva ketika dua melihat penampakan Poto profil Erik.

"Bagaimana dengan PD-nya dia mengatakan jika dirinya tampan?" batin Giva menggelengkan kepalanya melihat foto Erik yang begitu sangat narsis.

Bahkan, dia seperti sangat bangga menunjukan giginya yang lebih maju dari pada nasib hidupnya. Pikirnya.

Setelah beberapa saat. Sungguh Giva sangat terkejut ketika Erik membalas pesannya.

Setelah berjanjian di depan gang. Giva sangat senang ketika melihat motor Erik yang bermerek NMAX hitam.

"Hay! Malam-malam mau kemana, cantik?" tanya Erik yang sepertinya ingin mengakrabkan diri dengan Giva.

"Em, ke alamat ini ya!?" jawab Sona yang menunjukan kertas.

Rio sedikit mengerutkan keningnya ketika melihat alamat itu. Namun, sesaat ia tersenyum dan menunjukan ekspresi jika biasa saja.

"Kamu tahu tidak!?" tanya Giva memastikan.

"Tenang saja. Tidak ada alamat yang tidak aku ketahui!" sahut Eric dengan bangga menunjuk dirinya sendiri.

Melihat tingkah tengil Eric membuat Giva terhibur dibuatnya. Meski wajahnya tidak banget, pikir Giva. Tetapi sikapnya sangat cocok untuk dijadikan teman.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!