"Kakek bilang menikah, ya, menikah!"
"Keysa bilang tidak, ya, tidak!"
"Keputusan kakek sudah bulat, tidak bisa diganggu gugat. Kau akan menikah dengan cucu sahabat kakek."
"Big no!" jawabnya dengan sangat tegas, lalu menutup pintu kamar dengan sangat keras.
Pertengkaran dengan keluarga besarnya masih terus terlintas di kepala Keysa. Permintaan sang kakek yang sangat memaksa itu terus terngiang-ngiang. Ia sungguh tak habis pikir dengan pemikiran keluarga yang tega-teganya akan menikahkannya dengan orang yang bahkan ia sendiri tidak kenal.
Keysa Indira Fidelya seorang gadis yang wajib menuruti keinginan keluarga untuk menikah, tetapi dengan tegas ia menolak. Dengan segala tak-tik dan ide briliannya, ia berusaha bisa melarikan diri dari pernikahan yang akan mengikatnya. Hingga, ia pun bisa sampai di kota B dengan lancar tanpa diketahui siapa pun, bahkan orang suruhan keluarganya bisa terkecoh oleh tindakannya yang mengubah penampilan 180 derajat. Mereka tidak mengenali Keysa, saat gadis itu berjalan melewati mereka. Bagaimana tidak? Seorang Keysa, anak majikan mereka, memiliki wajah cantik bak putri raja dengan kulit putih, bibir tipis, mata hazel yang begitu indah, serta rambut lurus yang selalu tergerai indah. Sementara itu yang melintas di hadapan mereka, seorang gadis dengan wajah kecoklatan yang beriris hitam dengan kacamata tebal, serta rambut keriting yang tampak acak-acakkan. Keysa menyunggingkan bibirnya ke atas ketika sudah menjauh dengan bus yang ditumpanginya. Rencananya berhasil, meskipun ia harus berubah bentuk.
"Mbak, sudah sampai!" Sopir bus yang berada tepat di depan ia duduk, membuyarkan lamunannya.
"Sudah sampai, Pak?" tanyanya, setengah terkesiap.
Si sopir mengangguk. Ia pun bergegas turun dari bus.
Senyum tersungging di bibir Keysa, begitu menginjakkan kakinya di Kota B. "Selamat datang Kota B! Selamat datang kebebasan!" gumamnya sembari merentang kedua tangan dengan kepala yang menengadah ke langit. "Selamat datang Keysa," ucapnya kepada diri sendiri sambil menghirup dalam-dalam udara malam nan sejuk di kota pelariannya, lalu mengeluarkannya secara perlahan.
"Wahai Nona Keysa Indira Fidelya, mari kita buat kehidupan baru di sini. Kehidupan indah tanpa ada paksaan dari pihak mana pun." Gadis dengan memakai hoodie dan celana jeans hitam itu bergumam dengan senyum yang tertampil manis meskipun wajahnya sudah di-makeover sejelek mungkin.
Ia pun melangkahkan kakinya menyusuri jalanan kota yang diterangi lampu-lampu pinggir jalan serta sorot lampu dari kendaraan yang berlalu-lalang. Kaki Keysa terus melangkah tanpa arah tujuan. Ke mana ia akan pergi? Ia sendiri belum tahu. Terpenting bagi Keysa saat ini hanyalah kabur dari orang-orang bayaran serta keluarga yang hendak menikahkannya.
Keysa terus berjalan menikmati suasana malam di kota B yang masih ramai oleh kendaraan juga pejalan kaki, hingga tanpa disadari ia sudah sampai di taman kota. Gadis itu pun mengedarkan pandangan ke segala arah. Banyak orang berlalu-lalang sedang menikmati malam akhir pekan mereka bersama keluarga dan orang terdekat. Tidak sedikit pula para muda-mudi yang sedang berduaan, tanpa rasa malu mengumbar kemesraan sembari menikmati malam cerah dengan taburan bintang.
"Ish ... anak muda zaman sekarang pacaran gak ada aturan," desis Keysa, mencibir beberapa pasangan yang tampak asyik bermesraan, bahkan sampai berciuman tanpa memedulikan sekitar.
Tidak ingin melihat adegan yang membuatnya mual setengah mati, Keysa pun memilih pergi. Ia mengayunkan lagi kakinya dengan mata yang tertuju pada kaki yang dientak-entakkan, menurutnya itu lebih menarik dari pada melihat orang yang sedang berpacaran. Namun, langkah Keysa terhenti saat tiba-tiba dari arah berlawanan seseorang menabraknya sangat keras. Ia yang tidak siap dengan serangan dadakan langsung terjengkang ke belakang.
"Aww ...." rintih Keysa kesakitan. Pantatnya mendarat keras di aspal. Keysa lantas mendongak ke arah orang yang membuatnya jatuh.
Seorang lelaki dengan baju serba hitam dan topi bertengger di kepala sedang berdiri di hadapan Keysa. Namun, bukannya membantu Keysa bangun dan meminta maaf, lelaki itu malah celingak-celinguk. Beberapa kali menoleh ke belakang, membuat Keysa geram sendiri.
Kesal itulah yang dirasakan Keysa. Ia menepuk kasar tangannya, lalu berdiri. Gigi-gigi bergemelatuk, mata Keysa pun sudah memerah karena marah. Mulut pun sudah tak sabar untuk memaki orang tak tahu adat itu. "Hei, kalau jalan pake Ma—" Belum sempat Keysa menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ia dibuat bungkam sekaligus terkejut oleh ulah lelaki tampan di hadapannya.
Tampan sangat tampan orang yang berada di hadapan Keysa saat ini, mirip tokoh-tokoh komik favoritnya. Kulit putih, hidung mancung, mata tajam berhiaskan alis yang tegas serta bibir yang terbentuk sangat indah, membuat lelaki itu terlihat memesona.
Plakk!!!
Spontan tangan Keysa mendarat sempurna di pipi orang di hadapannya. Keysa menampar orang itu dengan sangat keras. Tidak hanya sekali, pipi kiri dan dan kanan lelaki itu berhasil mendapat cap lima jari dari tangannya.
"Hei, apa yang kau lakukan?" sarkas lelaki itu dengan suara yang meninggi sembari memegang pipinya yang terasa perih. Ia tidak terima dengan ulah Keysa yang menamparnya sangat keras.
"Seharusnya aku yang nanya, apa yang kau lakukan?" Suara wanita berkaca mata itu pun tidak kalah tinggi.
"Memang apa yang aku lakukan?" tanya lelaki itu tanpa merasa bersalah.
"Dasar orang sableng! Minta maap, tidak!" Keysa semakin geram, pertanyaannya malah dijawab pertanyaan lagi. Malah lelaki itu seperti amnesia, melupakan apa yang baru saja dilakukan. Jelas-jelas, tanpa sopan orang itu tiba-tiba menciumnya.
Ya, Keysa terperangah bukan karena melihat lelaki tampan di hadapannya. Ia sudah terbiasa hidup dikelilingi lelaki tampan, tetapi baru kali ini ia bertemu lelaki semberono main nyosor tanpa aturan di tempat umum pula. Keysa yang baru saja mencibir pasangan remaja yang sedang berciuman di kursi taman kota, malah dicium orang tidak kenal di pinggir jalan di tengah keramaian.
"Minta maaf!" perintah Keysa kepada lelaki yang menolak permintaannya dengan dalih tidak bersalah.
"Minta maaf sekarang, sebelum aku benar-benar marah dan mencingcang bibirmu yang berani menyentuh bibirku!" Keysa mengulangi ucapannya.
Akan tetapi lelaki berbadan jangkung itu tetap menolak. Ia hanya terpaksa mencium keysa untuk menghindari orang-orang yang mengejarnya. Percekcokkan dari keduanya pun tidak dapat terhindarkan. Hingga suara orang yang mengejarnya menghentikan adu mulut mereka. Ia pun langsung membalikkan badan, lalu berlari menyusuri gang sempit untuk menghindari kejaran musuhnya.
"Eh ... eh ...."
Keysa yang belum puas memaki, ikut terseret lelaki itu karena rambut ikalnya menyangkut di kancing baju si lelaki. Terpaksa, ia ikut berlari untuk menyelamatkan rambutnya.
"Mau apa kamu mengikutiku? Kalau untuk minta maaf, jangan berharap!" cibirnya sambil menoleh ke arah Keysa yang juga berlari di sampingnya. "Seharusnya, kamu tuh bersyukur bisa mendapat ciuman dari bibir sexy lelaki tampan sepertiku. Bukan malah memaki-maki enggak jelas," lanjutnya sembari menilik-nilik Keysa yang menurutnya sangat jelek. Jauh dari wanita-wanita yang selalu mengejarnya.
"Selain semberono, narsismu juga kelewat batas. Kau tampan? Ia kau sangat tampan kalau dilihat dari puncak menara Eifel." Keysa membalas dengan senyum mengejek yang tersungging.
"Kau!" Lelaki itu mengepalkan tangannya ke udara. Ucapan Keysa memiliki arti lain kalau dirinya itu jelek. Ia disebut jelek oleh wanita yang sangat jauh dari seleranya.
"Rambutku tersangkut di kancingmu," lanjut Keysa sembari menunjuk kancing baju si lelaki, tanpa memedulikan ekspresi lelaki di sampingnya.
Mata lelaki itu pun langsung tertuju pada kancing yang ditunjuk Keysa. Benar, rambut ikal Keysa tersangkut di kancingnya.
"Ngomong dari tadi, kek." Ia menghentikan langkahnya, begitu pun dengan Keysa. lalu mengurai rambut yang melilit di kancing. "Sudah. Pergi sana!" usirnya saat rambut Keysa sudah terlepas.
"Siapa juga yang mau mengikutimu?" Keysa yang sudah sangat gedeg dengan kelakuan lelaki di hadapannya langsung membalikkan badan hendak pergi.
Namun, sejurus kemudian badan Keysa ditarik kembali. Lelaki itu merengkuh Keysa, sehingga tubuh mereka menempel dengan wajah hampir tak berjarak. Untuk kedua kalinya, lelaki itu menempelkan bibirnya di bibir Keysa, membuat Keysa hanya bisa melongo dan tak bisa berkutik dengan kelakuan ambigu orang dihadapannya karena serangannya begitu cepat.
Ciuman ke dua antara Keysa dan orang tak dikenal itu pun tidak dapat dihindarkan. Tangan kanan lelaki itu merengkuh tubuh Keysa dengan satu tangan lagi memegang belakang kepala Keysa. Ia kembali menautkan bibirnya pada bibir Keysa, bahkan lebih lama dan lebih intens dari ciuman pertama. Ia begitu menikmati manisnya bibir tipis yang dimiliki wanita yang disebutnya jelek, hingga ciuman itu seolah-olah menuntut balasan dari lawan mainnya.
Keysa hanya bisa mematung. Ia terlalu syok dengan perbuatan lelaki aneh di hadapannya. Lagi-lagi lelaki semberono itu menciumnya. Dengan lancang lelaki itu mengambil ciuman pertamanya yang hanya akan Keysa berikan kepada suaminya nanti. Namun, anehnya tubuh Keysa sama sekali tidak menolak perlakuan lelaki itu, meskipun tidak membalas juga.
Di saat bersamaan, musuh-musuh lelaki itu yang terdiri dari lima orang tepat berada di dekat keduanya. Mereka celingak-celinguk mencari orang yang mereka kejar, tetapi yang orang-orang berbadan tegap itu temukan hanyalah sepasang kekasih yang sedang bermadu kasih di gang sempit.
Sementara itu, lelaki yang bersama Keysa begitu menikmati ciumannya, hingga tangan yang tadi merengkuh tubuh Keysa mulai menggerayam ke mana-mana. Keysa sudah tidak tahan, menurutnya ini sudah kelewat batas dan harus segera diakhiri sebelum lelaki tak dikenal itu berbuat yang lebih aneh lagi.
"Sudah. Lihatlah ada orang lewat!" ucap Keysa, seolah-olah ia benar-benar kekasih lelaki itu dan malu saat kelima orang berbadan tegap memergoki mereka yang sedang berciuman. Namun, menyadari musuh-musuhnya masih di sana, lelaki itu kembali menyatukan bibirnya pada bibir Keysa.
Orang yang dicari tidak ada dan malah memergoki orang yang asyik bercumbu, tanpa peduli sekitar.
"Dia tidak ada di sini," ujar salah satu dari kelima orang itu. "Sebaiknya kita pergi dari sini, daripada harus menonton orang ciuman, nanti kalian kelabakan. Kita cari ke sebelah sana!" lanjutnya menunjuk ke gang seberang.
Keempat rekannya pun mengangguk, lalu menjauh dari tempat Keysa dan si lelaki aneh.
Begitu orang-orang itu menjauh, Keysa langsung menginjak kaki si lelaki aneh. Spontan, si lelaki melepaskan ciumannya. Ia meringis sambil mengangkat kakinya yang terasa sangat pegal karena injakan kuat Keysa.
"Dasar lelaki tak tahu diri!" Keysa yang sangat kesal, tidak puas hanya menginjak kaki lelaki semberono itu. Ia mengangkat kaki, bersiap untuk menendang lelaki tak sopan itu.
Namun, pergerakkan kaki Keysa terbaca. Lelaki itu pun langsung menghadang kaki Keysa dengan kakinya, lalu mendorong bahu Keysa dan mencengkramnya sangat kuat hingga tubuh gadis itu menempel ke tembok dinding gedung yang mengapit gang. Tubuh mereka kembali hampir tak berjarak, tetapi dengan suasana yang berbeda. Lelaki itu mengeluarkan aura yang mengcekam.
"Mau apa kau? Menendangku? Tidak akan bisa. Jangan macam-macam! Jika aku tertangkap, kau pun akan tetangkap. Dan kita akan mati bersama," ancam lelaki itu yang membuat Keysa menelan ludahnya sendiri. Keluar dari mulut singa masuk ke mulut harimau.
Merasa berhasil memberi penekanan kepada Keysa, lelaki berbaju serba hitam itu melepaskan cengkramannya. "Satu lagi untuk masalah ciuman tadi. Aku tidak akan meminta maaf. Aku hanya melindungi diri, tidak lebih," lanjutnya sembari membenarkan topi, lalu pergi.
Rasa takut karena ancaman, tiba-tiba sirna saat mendengar ucapan terakhir lelaki itu. Kesal dan geram kembali menyergap Keysa, membuatnya tanpa ragu memanggil orang-orang yang telah menjauh, memberitahukan keberadaan orang yang mereka cari.
"Hey! Dia ada di sini!" teriak Keysa.
Namun sayang, yang mendengar teriakan Keysa hanya lelaki yang disebutnya aneh, sedangkan orang-orang tadi sudah menjauh dan tak mendengar teriakannya.
"Apa yang kau lakukan?" Lelaki itu berbalik dan mendekati Keysa kembali dengan mata yang siap memakan Keysa hidup-hidup.
"Apa? Kamu pikir aku takut dengan pelototanmu!" Keysa balik menatap tajam lelaki itu, menantang.
"Kau benar-benar menantangku?" Ia semakin mendekati Keysa.
"Kalau iya, gimana? Seharusnya kamu tuh meminta maaf atas perbuatan tak senonohmu. Aku bisa melaporkan perbuatanmu atas dasar pelecehan," sarkas Keysa.
Bukannya takut, lelaki itu malah tertawa lebar dan mengolok-olok Keysa. "Laporkan saja kalau kau bisa. Ayo, sana laporkan! Tapi jangan salahkan aku kalau kau sendiri yang kena imbasnya."
"Memang siapa kamu, sampai aku tak bisa melaporkanmu?"
"Kau tak tahu aku?" Lelaki itu menyipitkan kedua matanya, ternyata masih ada gadis yang tak mengenalnya, padahal ia sangat terkenal dan wajahnya pun sering muncul di layar televisi dan majalah-majalah.
"Memang ada keharusan untuk mengenalmu?"
"Cari saja sendiri dengan hastag anak paling kaya nomor 1 di Negara X. Atau kau tulis nama 'Devano Mahardika' di kolom pencarian. Kau akan tahu betapa berkuasanya aku, jika kau berani melaporkanku," ucap lelaki yang memiliki nama Devano Mahardika, seorang anak orang kaya nomor satu di Negara X.
"Ingat, berani macam-macam akan kupastikan kau ...." Ia tak melanjutkan bicaranya, tetapi menggerakan tangannya seakan-akan sedang menebas lehernya dengan lidah yang menjulur, lalu pergi. Berdebat dengan Keysa hanya akan menambah emosi dirinya saja, tidak akan ada akhirnya.
"Enggak ada kerjaan banget aku mencari tahu tentangmu! Lagian katanya orang terkaya nomor satu, kenapa pula dikejar orang-orang yang mirip deptkolektor kayak gitu," gumam Keysa yang sedikit pun tidak memercayai ucapan lelaki itu. "Bisanya mengancam doang. Banyak omong doang, kenyataannya dikejar lima orang saja malah ngumpet di balik bibir perawan sepertiku." Keysa benar-benar kesal, ciuman pertama yang diidam-idamkannya sangat romantis malah dicuri orang tidak dikenal. "Semoga saja ini hari pertama dan terakhirku bertemu denganmu," gumamnya yang juga memilih pergi dari gang sempit itu.
***
Setelah perjalanan panjang dan penuh drama hingga berujung dicium oleh orang tak dikenal, Keysa pun memutuskan untuk menginap di hotel. Namun, nasib sial sepertinya masih enggan untuk pergi dari hidup Keysa. Kartu kredit yang dibawa Keysa tidak dapat digunakan, sehingga terpaksa ia harus mengeluarkan uang cash.
"Pasti mereka sudah tahu aku kabur, sampai-sampai kartu kreditku juga dibekukan. Kakek, kau tega sekali!" keluh Keysa sembari memasukkan lagi kartu kredit ke dalam dompet.
"Mbak, saya pesan kamar presidental suit." Seseorang di samping Keysa dengan suara berat dan dingin terdengar memesan kamar presidental suit.
'Enak sekali dia bisa pesan kamar presidental, sedangkan aku hanya kamar biasa. Pasti dia orang kaya,' keluh Keysa dalam hati saat mendengar kamar yang dipesan orang sebelahnya.
Penasaran dengan orang di sampingnya, Keysa menoleh ke arah lelaki yang sudah berjalan lagi menuju tempat yang dipesan. Sesuai dengan prediksi, lelaki itu memang tampak seperti orang kaya. Dari atas sampai bawah, penampilannya sangat sempurna. Tubuh ideal dibalut dengan pakaian super mahal, serta wajah yang tak memiliki celah sedikit pun. Perpect and handsome, itulah yang ada dipikiran Keysa. Kriteria lelaki idaman yang selalu hadir dalam mimpinya.
'Oh, My god, He is handsome and perpect. Pangeran dari mana yang ada di hadapanku ini?'
Mata Keysa tidak bisa berkedip saat melihat lelaki bak pangeran sedang berdiri di sampingnya. Bahkan mendengar lelaki itu berbicara dengan resepsionist saja sudah membuat jantungnya cenat-cenut. Keysa menatap lelaki itu dari atas sampai bawah. Wajah tampan dengan bibir tebal kemerahan yang seksi, mata indah dengan alis hitam berbentuk, hidung mancung, rambut hitam legam dengan gaya undercut yang semakin memesona. Tidak satu pun bagian wajah lelaki itu yang tidak dipuja Keysa. Satu kata yang menggambarkan lelaki itu bagi Keysa, 'sempurna'. Matanya benar-benar memuja lelaki tampan yang memiliki tinggi kira-kira 190 cm dengan bentuk tubuh proposional itu. Bahkan, Keysa bisa membayangkan di balik kemeja dan jas yang dipakai lelaki itu ada roti sobek yang tersembunyi, membuatnya senyum-senyum sendiri.
Sampai lelaki itu pergi dari sampingnya pun, mata Keysa terus mengikuti ke mana lelaki itu melangkah. Hingga, ia tersadar akan sesuatu.
"Ya, Tuhan, tasku di mana?" Keysa tiba-tiba teringat akan tasnya yang hilang. "Tasku di mana? Padahal di dalamnya ada kartu identitas dan surat pemberitahuan penerimaan siswa baru." Keysa mencoba mengingat-ingat di mana ia kehilangan tasnya itu.
"Sial!" rutuk Keysa saat mengingat tas itu. Ia kehilangan tasnya saat mandi di tempat persinggahan bus yang ditumpanginya dan berakhir harus membawa tas yang sama sekali tidak ia kenal, karena hanya ada tas itu yang tersisa. "Terus sekarang aku harus bagaimana? Mana mungkin aku harus kembali ke tempat itu dan mencarinya, yang aku sendiri tidak tahu siapa yang ngambil. Padahal semuanya ada di tas itu. Bagaimana aku bisa masuk kuliah kalau begini caranya?" Keysa membuang napas kasar. Baru saja ia mendapatkan kesenangan dengan melihat sang pangeran impian, harus buyar lagi dengan kesialan yang masih terus menghampiri.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Keysa pun lantas merogok ponselnya di dalam tas.
"Siapa?" gumamnya saat melihat nomor tidak dikenal tertera di layar. "Tidak ada salahnya diangkat, siapa tahu penting," gumamnya lagi, lalu menggeser tombol hijau di layar. "Halo ...." ucap Keysa sedikit ragu begitu panggilan tersambung. Ia takut kalau pihak keluarga yang menelponnya dengan nomor baru.
"Halo. Apa ini dengan Nona Keysa Indira Fidelya?" tanya seorang lelaki dari seberang sana.
Dari suara yang didengar, Keysa tidak mengenali orang tersebut. Akan tetapi, ia bernapas lega berarti itu bukan keluarganya.
"Iya," jawab Keysa. "Maaf ini dengan siapa, ya? Ada perlu apa?" tanyanya dengan hati-hati.
"Tasmu ada padaku. Jika kau masih membutuhkannya datanglah kemari," ucap si penelpon tanpa basa-basi.
"Tasku ada padamu?" Wajah Keysa langsung sumbringah begitu mendengar tasnya masih ada. "Aku sangat membutuhkanya. Aku akan datang untuk mengambilnya," lanjut Keysa.
"Ok. Aku tunggu. Tempatnya aku kirim lewat pesan," pungkas lelaki itu, lalu panggilan terputus.
Sejurus kemudian, sebuah pesan masuk dari nomor yang baru saja menghubungi Keysa. Lelaki itu meminta Keysa datang ke sebuah klub malam yang alamatnya tidak terlalu jauh dari tempatnya menginap.
"Ok, tasku sayang tunggulah aku akan menjemputnya," gumam Keysa dengan seutas senyum yang tertampil. Ia masih berjodoh dengan tasnya.
Ia pun melangkahkan kakinya untuk segera pergi ke alamat yang di kirimkan si penelpon. Namun baru beberapa langkah, ia menghentikan langkahnya saat melihat pantulan bayangannya di dinding kaca. "Sebaiknya aku membenarkan riasanku dulu yang udah acak-acakan gak karuan gara-gara si Semberono," rutuk Keysa, menyalahkan Devano atas yang terjadi pada penampilannya.
Keysa lantas berbalik, pergi ke kamar dahulu. Ia bergegas membersihkan wajah, lalu meriasnya kembali. Kulit putihnya ia sulap menjadi kecoklatan dengan aplikasi makeup yang digunakan. Rambut yang sudah berubah keriting, Keysa buat kepang dua. Tidak lupa kacamata tebal juga sengaja ia pakai untuk menghalangi matanya yang indah.
"Cantik," gumamnya sembari menatap cermin begitu selesai berdandan. "Tapi, kebalikannya," lanjutnya sambil cengengesan. Bagaimana pun mulai sekarang ia harus terbiasa dengan penampilan seperti itu, demi kelancaran dalam pelariannya.
Begitu selesai me-makeover dirinya sendiri, Keysa pun berangkat menuju alamat yang dijanjikan.
"Di mana?" Saat sampai di alamat yang dituju, Keysa langsung menghubungi nomor si penelpon tadi.
"Masuk saja." Dari balik ponsel, orang itu meminta Keysa masuk, lalu mengakhiri panggilan.
Keysa membuang napas kasar. Mau tidak mau, demi tas ia harus masuk ke klub malam di hadapannya. Ia pun memasuki tempat orang-orang mencari kesenangan dengan mabuk-mabukkan sambil joget-jogetan gak karuan itu. Lampu kerlap-kerlip dan suara musik jedad-jedud menyambut Keysa begitu sampai di dalam. Keysa lantas mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari orang yang membawa tasnya, tetapi tak terlihat ada orang yang membawa tas di sana. Hanya orang-orang yang sedang minum-minum dan joget-joget tak jelas yang tertangkap mata Keysa.
"Dia di mana?" gumam Keysa pada dirinya sendiri, sambil berjalan berbaur dengan orang-orang penikmat klub itu.
Wajah Keysa memang sudah dipoles sejelek mungkin, bahkan kacamata tebal dan rambut berkepang dua mendukung penampilannya. Namun, lekuk tubuh Keysa yang indah seperti gitar spanyol tidak bisa ditutupinya. Tubuh Keysa yang tersorot lampu disco berhasil membuat sekelompok pemabuk mendekatinya, mereka tergiur dengan bentuk tubuh Keysa.
"Hai, Cantik sendirian saja?" sapa seseorang dengan napas berbau alkohol, menggoda.
Keysa tidak menggubris. Ia terus berjalan melewati beberapa orang pemabuk yang menghalanginya.
"Mau ke mana? Buru-buru amat?" Satu diantara mereka mencekal tangan Keysa. "Kita belum kenalan, lho!" lanjutnya dengan suara yang sudah mulai teler, bahkan lelaki itu sudah tidak bisa berdiri dengan tegak.
"Maaf. Saya ada urusan. Permisi," jawab Keysa sesopan mungkin sembari berusaha melepaskan tangannya dari cekalan si pemabuk.
"Jangan terlalu buru-buru! Kita bersenang-senang dulu di sini," lanjut lelaki itu, sambil menoel dagu belah milih keysa. Jangankan orang mabuk, orang normal pun pasti tergila-gila dengan dagu cantik yang begitu mendoga.
"Jangan sentuh-sentuh saya!" Keysa menepis tangan lelaki tak sopan itu.
Bukannya takut, sekelompok orang itu malah semakin menggoda Keysa. Ia terjebak di tengah-tengah para pemabuk itu, hingga seseorang yang ia kenal lewat di sampingnya. Kesempatan untuk keluar dari para pemabuk, Keysa pun langsung melingkarkan tangannya di lengan orang itu yang tak lain adalah Devano. Membuat Devano langsung menghentikan langkahnya dan melirik Keysa.
"Kau?" Devano menyipitkan kedua matanya begitu tahu siapa orang yang ada di sampingnya. "Kau mengikuti aku, ya?" tanyanya sambil berusaha melepaskan tangan yang melingkar di lengannya.
"Tidak. Aku tidak mengikutimu. Tapi, aku mohon tolong aku!" ujar Keysa, tanpa melepaskan tangannya.
Tawa Davino pecah saat mendengar ucapan Keysa. Ia yakin kalau wanita di sampingnya itu sengaja mengikutinya. "Fix kau memang mengikutiku." Davino melirik tangan Keysa yang semakin menggenggam erat lengannya. "Dasar modus!" ejek Davino.
"Aku tidak mengikutimu," imbuh Keysa lagi, tetapi Davino tidak percaya dan malah terus mengolok-olok dan menertawakan Keysa.
'Ya Tuhan, selain narsis kelewat batas. Ia benar-benar buatku darting,' rutuk Keysa dalam hati.
Ingin sekali, ia membungkam mulut yang terus mengolok-oloknya, kalau bisa dihabisi sekalian. Namun, hanya Devano orang yang dikenalnya di tempat itu, hanya Devano satu-satunya orang yang bisa menolongnya.
"Tuan Devano, saya mohon tolong saya! Please!" Keysa mengatup kedua tangannya dengan satu tangan yang masih setia melingkar di lengan Devano. Demi mendapatkan tas dan keluar dari para pemabuk itu, Keysa harus sedikit menurunkan egonya. Biarlah diolok-olok pun yang penting keinginannya tercapai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!