NovelToon NovelToon

Seducing Miss Introvert

KIANDRA

"Sudahlah Dad,slow down." Lelaki berkemeja abu itu duduk tenang sembari mengibaskan tangan.

Sebaliknya,pria berusia 85 tahun itu sudah merah padam dengan kerutan di wajah yang makin nampak jelas.

Hampir setengah jam ia mengomel,namun Lelaki itu tetap  santai tanpa beban.

"Aseksual,Gay,Impoten." Pria dengan uban menyelimuti rambut itu menatap tajam. Nafasnya naik turun,membuat kulit putihnya makin memerah.

Meski semua menua,namun keindahan dari dua bola mata yang sipit dan berwarna cokelat terang itu tak pernah berubah.

Pria berkemeja abu itu hanya mengeser punggung sedikit,sembari pura-pura merapikan rambut.

"Itu hanya gosip,Dad." Malas-malas ia menjawab.

"Kalau begitu segeralah menikah." Ayahnya mendengus kesal. "Buktikan kalau itu hanya berita sampah."

"Menikah tidak segampang menjalankan bisnis." Ia masih berbicara dengan nada datar.

Turunan dari mana sikap sombongnya itu? Pria dengan perut membuncit itu pasang wajah masam.

"Lebih baik nikmati masa tua Daddy." Dia melanjutkan. "Daddy sudah tua,jangan terlalu emosional.Kasihan otot-otot Daddy yang terus menegang."

"Memang gara-gara siapa?" Suara nya meninggi dengan alis hampir menyatu.

Sedang si anak hanya menghela nafas jengah,lalu merebahkan punggung ke sofa dan bertopang dagu.

"Apa telinganmu tidak panas dengan gosip yang beredar?" Matanya menyipit,menatap putra yang berperawakan mirip dirinya. "Impoten?" Ia mencemooh. "Jika Daddy yang di gosipkan seperti itu, akan Daddy bawa 5 wanita sekaligus ke atas ranjang."

"Kiandra atau siapa yang membawa 5 wanita ke atas ranjang?" Suara lain menimpali.

Keduanya terkejut.Lebih-lebih Ayah pria yang di panggil Kiandra tersebut.

"Kau sudah selesai memasak,Sayang?" Cepat-cepat ia bersikap manis dengan membawakan baki berisi 3 cangkir yang masih mengepulkan asap,lalu menaruhnya di atas meja ruang keluarga.

"Ibu." Kiandra bangkit dari duduk,kemudian memeluk wanita berusia 78 tahun dengan rambut hitam yang di gelung. Sama sekali tak ada uban di sana,kendati wajah telah layu dan tubuh tak lagi seindah dulu.

"Kian,anakku." Dia memeluk penuh rasa sayang. "Ibu kangen padamu,Nak."

"Aku lebih kangen,Ibu." Kiandra memandang dengan mata berbinar.

Di pegangi kedua tangan wanita itu,lalu di kecup kedua punggung tangannya.

"Dasar pandai berbohong." Wanita yang di panggil Ibu itu terkekeh,seraya mengusap ujung hidung Kiandra dengan jari telunjuk. "Kalau kau memang kangen,tentu akan pulang minimal satu minggu sekali."

Kiandra mengapit lengan Ibu-nya,lalu berbarengan duduk kembali ke sofa. "Ibu yang paling tahu,kenapa aku lebih sering menghabiskan weekend dengan tidur atau bermain game di apartemen." Bibir nya mencerucut,seperti anak kecil yang tengah mengadu.

"Apa kau ingin aku menceramahimu lebih lama?"Ayahnya mendelik dari seberang meja.

Kiandra langsung pindah posisi ke belakang Ibunya,lalu melirik ke arah Ayahnya yang tengah meneguk chamomile tea yang baru saja di suguhkan dengan dahi makin berkerut.

Ibu dan anak anak itu saling pandang dan terkekeh.

Tak lama,Keluarga tersebut telah duduk sambil menikmati teh hangat dan makanan ringan yang di hidangkan.

"Teh buatan Ibu memang berbeda." Kiandra mengalihkan obrolan dengan memuji wanita yang duduk di sebelah.

"Beda dari mana? Ibu hanya menambahkan bunga chamomile kering dari kebun dan menambahkan madu sebagai pengganti gula."

"Pokoknya berbeda." Kiandra meletakkan cangkir yang telah kosong. "Seperti masakan Ibu yang tak ada gantinya,meski aku telah mencoba berbagai masakan di penjuru dunia." Mata cokelat terang nya,cerah memandang wanita dengan pipi yang telah bergelambir dan banyak kerutan di wajah."Seperti rindu yang tak ada gantinya." Ia tergelak,merasa lebay sendiri dengan ucapannya.

"Sejak kapan anak ibu jadi pandai merayu?" Ibu nya ikut geli.

"Kata Dad,aku harus pandai merayu.Supaya dapat istri yang seperti Ibu." Kiandra menunjuk Ayahnya dengan ekor mata.

"Hei,hei,heii.." Dari kursinya si Ayah memperingati.

Kiandra terbahak. Ayahnya yang bak harimau gurun,seketika akan berubah menjadi kucing rumah,jika sudah di sandingkan dengan Ibu nya yang penyayang.

Meski kadang,Ayahnya ia anggap terlalu keras.Namun terbukti, didikannya lah yang menjadikan dia seperti sekarang.

Kiandra memandang kedua orang tuanya yang telah menginjak usia senja.

Terbesit rasa haru dan syukur,bahwa sedewasa ini,Yang Memberi Hidup masih berbaik hati dengan menyehatkan raga kedua orang tuanya. Memberi Kiandra kesempatan lebih, untuk membahagiakan,atau sekedar berbagi waktu seperti saat ini.

Tak sadar bibir Kiandra menipis menatap kedua instan yang tengah asik bercengkraman,seolah dunia ini hanya milik mereka berdua.

Waktu memang tak bisa di lawan. Namun Kiandra bisa melihat,perasaan Ayah dan Ibunya tak berubah,meski fisik tak lagi rupawan.

Perasaan yang tak Kiandra mengerti.

"Kian."

Perlahan mata Kiandra sayu mengingat Kakak perempuannya. Kakak nya pun begitu,cinta membuatnya buta,hingga semua batas dan bahaya di terjang.

"Panggil Kakak nggak!" Wajah marah dari Kakak nya yang berwajah oriental membayang,membuat Kiandra mengulum senyum mengingat kenangan masa kecil mereka yang penuh gurau dan kebahagiaan.

"Kian,aku dan Dave akan menikah."

Wajah Kiandra langsung kaku, mengingat moment itu.

Sudah bertahun-tahun mereka tak bertemu.Bukan,bukannya tak bisa bertemu.Tapi memang Kiandra yang selalu menghindar.

Karena kakak perempuannya juga,Kiandra sampai kini belum bisa membuka hati untuk wanita mana pun.

Kirana,aku harap kau selalu bahagia...Kiandra menunduk dalam.

"Kian." Sentuhan tangan Ibunya membuat Kiandra mengangkat muka. "Ayo makan malam dulu."

Kiandra mengangguk dan tersenyum.

Acara makan malam berlangsung meriah,dengan Kiandra yang membanggakan hasil kerja kerasanya bertahun-tahun,hingga Martahdianata Corp dan Sanjaya Company mampu bertahan di persaingan internasional.

Di usia menjelang 35 tahun,Kiandra memang masuk jajaran Pengusaha muda paling berpengaruh di dunia.

Rekor yang sangat fantastis,bahkan untuk Ayahnya yang tak mampu menembus global.

"Marthadinata Corp dan Sanjaya Company memang sudah jaya sebelum kau lahir." Dengan santai Ayahnya berkata sembari meminum air putih.

Seketika Kiandra yang tengah menyombongkan prestasi,melihat ke arah Ayahnya dengan mata menyipit. Dari dulu,Ayahnya itu memang suka 'usil'

"Mungkin memang dua Perusahaan sudah jaya dari sebelum aku lahir." Kiandra menanggapi serius. "Tapi apa Daddy tahu,istilah mempertahankan itu lebih sulit dari pada meraih?" Ia bersedekap.

Ayahnya memperhatikan.

"Daddy ingat,perusahaan pernah goncang dan kita sampai mem PHK separuh karyawan,karena pendemik beberapa tahun lalu?" Kiandra mengingatkan. "Siapa yang menstabilkan semua dan membuat Perusahaan tetap bertahan,bahkan bisa semakmur sekarang?" Ia tersenyum lebar dengan wajah pongah yang membuat Ayahnya mual.

"Coba Kirana dan Dave juga datang,mereka tentu akan senang melihat Kian pulang." Celetuk Ibunya, membuat raut Kiandra seketika berubah.

"Kau kan sering ke Tawangmangu,mampir lah ke rumah mereka." Ayahnya menimpali.

"Terakhir bertemu,Kirana memanggilmu tiang listrik,kan?" Ibu nya tertawa.

Namun Kiandra tak terlihat senang.

"Dad,Bu." Ia menoleh bergantian ke Ayah dan Ibu nya.

Melihat Kiandra yang bersungguh-sungguh,kedua orang tua itu sedikit tercenung.

"Maaf aku harus mengatakan hal ini." Kiandra sengaja memutus kalimatnya. Di tatap baik-baik Ayah dan Ibunya. "Tapi selamanya...aku tak mau menikah.Aku...."

Kalimat Kiandra terhenti,ketika Ibu nya langsung jatuh pingsan dan Ayahnya telah berdiri dengan wajah murka.

PERMAINAN

"Ibu mu tak pernah mengatakan apa pun.Tapi harusnya kau tahu,dia yang paling khawatir tentang keadaanmu!"

Amukan Ayahnya beberapa waktu lalu terngiang.

"Setiap hari Ibu mu menanyakan,kenapa Kian tak pulang?Apa Kian sibuk,sampai tak ada waktu menjenguk kita?" Muka Ayahnya memerah. "Tapi setelah datang,kau malah menyampaikan hal yang membuat sakit hati!"

Kiandra mengusap wajah frustasi. Jika Ibunya tersakiti,Ayahnya memang bisa begitu mengerikan.

"Tidak menikah?" Warna mata yang sama dengan miliknya itu hampir keluar. "Kau ingin kami mati cepat,hah?!"

Kiandra makin gusar.Di pegangi kepalnya yang kian berdenyut.Ia tak bermaksud begitu.Apa lagi sampai membuat Ibu yang dia sayang jatuh pingsan.

Tapi perkara menikah,bagi Kiandra itu sungguh hal yang berat.

"Aku akan mencoret nama mu dari daftar keluarga dan membuatmu jadi gelandangan,jika sampai di usia 35 tahun kau belum menemukan pendamping!"

Ancaman Ayahnya membuat Kiandra tak berkutik.

"Sial.." Ia meminum equil langsung dari botol.

Apa di kira mencari pendamping itu seperti kuis yang asal tunjuk dan kau beruntung,jika mendapat yang baik? Kiandra mengomel dalam hati.

"Perutmu nggak kembung minum air putih sampai 3 botol?"

Kiandra mengangkat muka. "Bacot." Ia mengumpat,lalu melempar bantal duduk ke sumber suara,yang sayangnya langsung di tangkis pria berkacamata tersebut dengan wajah konyol.

"Kian lagi sensi,lebih baik kau tak menganggunya Ethan." Wanita yang duduk di sudut berkata seraya memutar-mutar botol Heineken yang telah kosong.

"Ooooh...sensitif." Mulut pria bernama Ethan membulat. "Aku belikan laurier nanti."

"Kau pikir aku datang bulan."Kiandra berucap sengit.

"Mungkin saja kan.." Ethan terbahak.

"Sialan." Kiandra kembali melempar bantal,dan kali ini tepat mengenai wajah pria berkacamata itu.

"Laki-laki kalau banyak masalah itu minum bir,vodca atau apa lah yang keren sedikit." Ethan membenarkan letak kacamata yang melorot karena lemparan bantal tadi. "Lha ini,datang ke club malam cuma buat minum air putih." Ia tertawa melihat Kiandra dengan 4 botol equil di atas meja dan separuhnya telah kosong.

"Itu kan memang kebiasaan Kian kalau galau." Pria yang tengah asik menyesap rokok ikut bicara. "Kau yang Dokter harusnya lebih paham sehatnya air putih dari pada alcohol yang meracuni tubuh."

"Tahu beracun,tapi kau buka club malam yang menjual minuman keras." Kening Kiandra berkerut.

Ethan terbahak.

Kiandra memang anti dengan minuman keras dan bersoda.Dan jika sedang banyak pikiran seperti saat ini,dia mampu menghabiskan berbotol-botol air mineral. Kebiasaan aneh yang kadang membuat Kiandra di bully teman-temannya.

"Business is business,selama bisa menghasilkan banyak uang,kenapa tidak?" Pria itu menghembuskan asap rokok,lalu mematikan puntungnya ke asbak. "Yang penting aku kan bukan peminum." Ia tersenyum lebar.

"Pemikiran yang bagus." Kiandra mengacungkan jempol ke bawah.

"Terima kasih pujian nya.Akan aku kirim satu galon equil,eh aqua setiap hari selama satu minggu" Dengan santai pria itu berkata sarkas.

"Aqua lebih murah." Ethan memegangi perutnya yang kram menahan tawa.

"Tidak terima kasih,aku bisa beli pabriknya kalau ingin." Tak mau kalah Kiandra menjawab dengan raut serius.

Tawa Ethan tak tertahan,mendengar obrolan absurd kedua temannya.

"Roy,giliran mu." Satu-satunya wanita dalam kelompok berjumlah 4 orang dan malas ikut dalam percakapan unfaedah itu mengelindingkan botol Heineken kosong ke tengah meja.

Pembicaraan Kiandra dan Roy mengenai aqua segera terhenti.

Roy memainkan botol itu sambil memandangi satu persatu temannya. "Siapa yang 'beruntung' malam ini?" Ia bertanya sembari mengangkat satu alis.

"Aku sudah 'beruntung' bulan lalu." Ethan menjawab. Masih dia ingat,ketika botol itu berputar dan berhenti ke arahnya. "Benar-benar apes." Dari ekspresinya,Ethan benar-benar tak suka dengan 'keberuntungannya' itu.

Kiandra tak begitu memperhatikan.Baginya itu hanya permainan konyol yang di galakan teman-temannya yang jenuh dengan rutinitas,dan entah bagaimana,permaianan botol kosong itu menjadi semacam ritual yang wajib di mainkan ketika mereka berkumpul.

"Dare or truth Kiandra Mahika?"

Mendengar namanya di sebut,Kiandra menoleh.

"Pilih mana?" Sambil mengedipkan sebrlah mata,teman wanitanya itu kembali bertanya.

"Damn it." Kiandra hampir menepuk kening,saat melihat ujung botol warna hijau itu mengarah padanya.

Beberapa pengunjung melihat ke arah mereka,ketika 3 orang itu terbahak-bahak,yang suaranya hampir menyamai musik yang di putar.

"Roy,siapkan lebih banyak equil." Perintah Ethan sambil menghapus ujung mata yang berair. "Sepertinya kawan kita ini akan memerlukan lebih banyak air putih." Ia kembali tergelak.

"Aku siapkan satu krat" Roy menjawab di sela tawa.

"Lihat wajahnya,hahahahaha..." Si wanita menunjuk raut bodoh Kiandra yang masih tak percaya.

Sial. Ucapnya dalam hati,saat melihat teman-temannya bersulang

Heineken dan meminum nya langsung dari botol.

Otak Kiandra masih berputra,saat kawan-kawannya yang lega,bukan mereka yang 'beruntung' berjoget dan bersorai meneriakkan dare or truth.

Meja mereka makin terlihat meriah,saat pelayan Club benar-benar membawakan 1 krat equil,sesuai dengan yang Roy minta.

"Seharusnya di ulang,aku tak lihat waktu kalian memutar botol." Kiandra yang akhirnya bisa menguasai keadaan mencoba protes.

"Apa kabar aku yang waktu itu masih di kamar kecil dan kalian main putar?" Roy tak terima.

"Yaaah...dan kau memilih truth." Si wanita menahan geli.

"Stop Alexa,jangan ingatkan aku dengan hal..."

"Roy sampai kelas 6 SD masih ngompol." Suara Ethan lantang,membuat beberapa yang duduk di dekat meja mereka menoleh dan ikut mengulum senyum.

"Monyet." Roy geram menatap Ethan yang tak peduli dan malah bergoyang-goyang mengikuti irama musik remix.

Roy malu,sebab hampir semua pengunjung mengenalnya sebagai pemilik Club.

"Roy masih mengompol sampai kelas 6 SD."

"Woow...hahaha..."

"Untung tidak sampai SMP"

Roy hanya bisa pasrah mendengar slentingan itu.

Mati aku. Kiandra memegangi pelipis,lalu membuka satu botol equil dan segera menghabiskan dalam satu kali teguk,sampai kerah bajunya basah.

Bersama mereka,Kiandra tak perlu jaga wibawa.

Semua terasa menyenagkan dan dia bisa menjadi diri sendiri.

Walau kadang mantan teman-teman kuliahnya itu gila dalam beberapa hal.

Kiandra menelan ludah dengan susah payah,ketika Alexa,Ethan dan Roy menunggu pilihan nya.

Tahu begini,tadi aku langsung pulang dan tidur. Sesal Kiandra dalam hati.

Jam besar di pojok ruang telah menunjukkan pukul 1 dini hari.Namun bukannya berkurang,pengunjung malah makin bertambah. Beberapa tengah mabuk dan meracau tak jelas,sebagian lagi sedang melantai menikmati irama lagu yang menghentak gendang telingan.

Kalau aku pilih truth,pasti mereka menanyakan hal-hal tak masuk akal. Kiandra menimbang dalam hati.

Masih dia ingat betul terakhir kali kalah dalam permainan ini,dan memilih truth. Mereka menanyakan berapa inci bagian vitalnya jika menegang.Gila bukan? Kiandra menghela nafas.

"Cepat pilih." Ethan tak sabar.

Kening Kiandra mengernyit melihat gelagat Ethan.Dia yakin,Dokter spesialis anak dengan sifat resek itu sudah menyiapkan sesuatu. Dan perasaannya makin tak enak,ketika melihat Roy dan Alexa main mata sembari cekikian.

TANTANGAN

"Dare." Ragu Kiandra berkata. "Aku pilih Dare."  Ucapnya penuh ke hati-hatian.

Ethan, Alexa dan Roy, kompak terbahak.

"Aku bilang juga apa. Dari pada harus berkata jujur, lebih baik dia memilih tantangan." Alexa menjentikan jari.

Kiandra berkali-kali mengumpat dalam hati. Biasanya dia enjoy saja, namun karena ancaman Ayah, serta Ibu yang sampai sakit akibat perkataanya, membuat Kiandra sentimen.

"Katakan saja aku harus apa." Ia pura-pura tenang, padahal hati gelisah.

Kedua alis Kiandra hampir menyatu, melihat Ethan, Alexa dan Roy yang saling bisik mendiskusikan sesuatu.

Kiandra menghela nafas kesal. Dosa apa aku hari ini, sampai sial bertubi-tubi?" ia bertanya dalam hati, lalu meraih botol equil ke lima, kemudian meminum sampai hampir habis.

Kiandra melipat kedua tangan ke dada, sembari melengos melihat sekitar, saat ketiga rekannya belum juga selesai berbisik dan terkekeh diam-diam.

Club malam milik Roy terlihat meriah, dengan suasana redup dan lampu warna-warni di bagian lantai dansa. Gemerlap-nya keadaan, membuat ingatan Kiandra mengawang.

"Kau boleh hidup sesukamu. Tapi ingat, kau harus punya tanggung jawab untuk setiap perbuatan yang kau lakukan." Nasehat Ayahnya waktu itu. "Jangan pernah menyentuh minuman keras, karena itu bisa membuat mu lupa jati diri." Ayahnya memperingati. "Kau boleh merokok, tapi jangan di rumah. Kau tahu, kan, Ibu mu tak pernah suka dengan bau tembakau dan tak kuat dengan asap nya."

Seumur hidup, Kiandra memang tak pernah melihat sang Ayahnya melanggar aturan yang di buat. Peraturan yang di gaungkan ke telingan berkali-kali, sampai ia hafal dan bosan.

Hingga sedewasa ini, Kiandra tak pernah sekali pun menyentuh minuman keras. Walau itu hanya bir dengan kadar alcohol rendah sekali pun. Padahal lingkungan dan teman-teman-nya, tak pernah jauh dari dua benda tersebut.

Tetapi agaknya komitmen bersama sang Ayah yang di bangun sejak kecil, berhasil membentengi Kiandra untuk tak terbawa arus pergaulan yang salah.

Atau mungkin bukan komitmen-nya, melainkan karena sejak kecil Kiandra memang telah terbiasa mecontoh kebiasaan sang ayah yang jauh dari hal-hal tersebut.

Seorang anak memang peniru ulung dari orang tua, bukan?

"Kian." Tepukan Alexa pada pundak membuatnya seaat tergagap.

"Dia grogi." Roy terkekeh, kemudian menyalakan rokok ke tiga.

"Tenang..."Ethan mengibaskan tangan santai. "Untukmu, kami punya yang spesial." Ia mengedipkan satu mata.

Kening Kiandra berkerut,dan semakin berkerut, saat melihat lelaki berkacamata itu tak kuat menahan lucu.

Alexa berdehem beberapa kali untuk menetralkan suasana.

Kiandra kembali meminum air putih supaya tak tampak tegang.

"Sebagai teman dan sahabat yang baik, kami mengerti masalah mu."Dengan nada sok tulus Alexa berkata.

Kiandra seketika pasang wajah malas.

Roy dan Ethan mencoba tak tertawa, meski itu sulit.

"Kau lihat pintu masuk sebelah sana?" Alexa menunjuk ke arah sebelah kanan.

Pandangan Kiandra mengikuti telunjuk wanita berbaju model kemben dengan rambut di gelung itu.

"Wanita pertama yang masuk dari pintu itu, harus kau rayu dan jadikan pacar." Perintah-nya dengan senyum pepsoden.

Mata cokelat terang Kiandra seketika melotot.

"Jadikan istri saja lah." Roy mengusulkan.

"Kau pasti bisa, Kian!" Ethan mengepalkan kedua tangan penuh semangat.

"A,ap..." Kiandra mulai panik.

"Kami tahu sulitnya dirimu menghadapi gosip-gosip jahanam itu."Roy mengiba dengan rokok tersemat di bibir.

"Gosip..?" Kiandra berusaha mencerna.

"Maka dari itu kami berniat membantu."  dengan sangat percaya diri Ethan menimpali.

"Membantu?" dahi Kiandra mengerenyit menatap pria yang tak cocok berkacamata itu.

"Sahabat kami di bilang impoten." Alexa memandang Kiandra sedih. "Apa kami tidak ikut sakit hati?" tanya nya dengan sikap hiperbola.

"Sakit hati lah." Ethan meremas kemeja putih penuh penghayatan.

"Banget." Roy memelas, kontras dengan mulutnya yang terus mengepulkan asap rokok.

"Omong kosong!" Kiandra tak tersentuh dan malah jengkel, karena ia tahu itu hanya akal-akalan.

"Teganya bilang perhatian kami omong kosong." Ethan berakting pilu.

"Heleeh.." Kiandra tak peduli. "Pokoknya aku tak mau."

"Ah?!" Alexa memegangi kedua pipi seperti kaget akan sesuatu. "Jangan-jangan kau bukan impoten..."

"Aku memang tidak impoten!" Potong pria berambut cepak itu cepat. "Sudah gila apa, percaya berita sampah seperti itu?"

"Tapi kau homo?" Alexa melanjutkan sembari menutup mulut, menatap Kiandra dengan mata hampir keluar.

Akting Alexa yang nampak natural, membuat Roy dan Ethan hampir terbahak.

"Siapa yang..?" Sangking syok nya, Kiandra sendiri sampai tak mampu berkata.

"Aku tak percaya teman baik ku homo." Berkali-kali Alexa menyeka pipi, seolah di situ ada air mata mengalir. "Pantas saja dia tak pernah mau dekat dengan perempuan mana pun..." Dari celah jari-jari tangan yang dia tutup ke muka, Alexa mengintip reaksi pria bermata lebar itu.

"Aku punya alasan untuk tak menikah, tapi bukan karena penyuka pedang-pedangan!" Kiandra tak terima.

"Roy, lebih baik kau pulang minta maaf ke istrimu, dari pada nanti jadi target." Ethan seperti tengah berbisik, namun suaranya di keraskan sembari melirik Kiandra yang sudah mendidih.

"Heh setan, diam kau!" Akhirnya ia terpancing. "Aku buktikan kalau normal. Kalian lihat saja, akan aku dapatkan wanita mana pun yang kalian usulkan."

Kiandra bukanya tak tahu dengan segala kabar miring yang menyangkut dirinya. Hanya saja dia memilih mengabaikan, sebab dalam prinsipnya, tak mungkin kita bisa mengatur pikiran dan perilaku orang lain di belakang kita.

Akan tetapi, tuduhan teman-temannya membuat harga diri Kiandra sebagai seorang lelak langsung terusik.

"Sepakaat!" Alexa melonjak kegirangan, kemudian mengangkat kedua tangan dan tos dengan Ethan yang tak kalah bahagia seperti menang lotre.

Kiandra mendengus dengan wajah merah padam dan alis tebal hampir menyatu.

"Itu!" Mendadak Roy menunjuk ke arah pintu masuk.

Seketika mereka yang sedang ber haha-hihi melihat ke arah yang di maksud.

Dalam riuh Club malam yang gemerlap penuh kesenangan. Wanita itu datang seperti orang linglung, kemudian berdiri di tengah pintu masuk yang ramai di lalui orang.

Beberapa kali bahu-nya tersenggol pengunjung yang lewat dan merasa terganggu dengan dirinya yang bak patung salah tempat.

"Dia mau tidur atau ke Club?" Alexa yang pertama berkomentar, sedang kawan-kawannya yang lain masih memperhatikan.

Mata mereka sampai menyipit untuk memastikan wajah si wanita dari kejauhan.

"Apa aku adakan event pajamas party, saja, ya..?" Roy malah dapat ide cemerlang.

"Konyol sekali penampilanya." Ethan tertawa sampai melepas kacamata.

Kirana...? Kiandra berkata dalam hati.

Netra nya tak berkedip memandang wanita dengan setelan piyama motif keroppi yang di rangkap cardigan rajut lengan panjang warna hitam.

"Sepertinya dia oke." Roy menunjuk Kiandra yang masih terbengong dengan ekor mata.

"Woow...dia sampai mangap, tuh." Ethan takjub.

"Pantas Chief  kita tak laku-laku, seleranya langka." Alexa bertopang dagu dan ikut memandangi Kiandra yang masih terpesona.

Tiba-tiba Kiandra mengagetkan semua dengan bangkit dari duduk.

Ketika teman-temannya masih tak paham, pria berkemeja abu tua itu telah berjalan cepat ke arah si target.

"Sepertinya dia jatuh cinta pada pandangan pertama." Alexa menarik kesimpulan sendiri, yang di benarkan Roy dan Ethan dengan angukan berkali-kali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!