Hari itu di jam makan siang seperti biasanya.
Restauran burger“ Yummy” sedang ramai oleh pengunjung. Juga antrian para ojek online yang sedang mengambil pesanan.
Nadira, sering panggil Dira adalah kepala restauran yang cekatan dan selalu ramah pada semua orang.Tak heran, dia selalu digemari oleh banyak orang di lingkungan pekerjaan. Bahkan para supir ojek online pun sangat mengenalnya.
Dira dengan teliti selalu mengecek kondisi kitchen, kinerja setiap karyawan, kualitas bahan makanan dan kepuasan konsumen. Tak lain agar bisnis restoran kecil burger selalu berjalan lancar. Ketika konsentrasinya penuh pada layar iPad. Melihat list pesanan agar sampai tak salah order. Salah satu karyawan bernama Jaya mulai mendekati dan terlihat seperti menggodanya.
“Sibuk kali kamu Dir.. ”
“Yah gimana lagi, anak udah mau sekolah. Tau sendiri SD aja mahal banget di Jakarta," balasnya dengan ramah.
“Iya sih bener.. emang suami kamu masih di rumah aja.”
“Habis kecelakaan proyek itu ya masih di rumah, sekalian jaga anak dulu Jay. Doain ya semoga dia sehat selalu. ”
Jaya masih bergeming.
“Suamiku, Jaya!”
Jaya sedikit kecewa, karena baginya Dira adalah wanita paling setia yang pernah ia temui. Tak hanya cantik, dia bisa menjaga kehormatan keluarganya dimanapun berada. Bagaimana kondisi suaminya di rumah, dia selalu mendukungnya tanpa henti. Memang wanita seperti ini sudah sangat langka.
********
Jam 10 malam tiba, saatnya Dira untuk pulang karena pekerjaannya telah selesai. Restoran burger Yummy sudah tutup. Dia berjalan sendiri mengitari trotoar dan tangannya. masih sibuk bermain HP. Tiba tiba telepon dari suaminya masuk. Dia langsung menerima panggilan telepon dengan semangat dan riang gembira.
“Hai sayang.. maaf ya aku telat hari ini. Sibuk banget soalnya di resto," jawabnya dengan suara penuh kelembutan dan kasih sayang.
“Justru aku minta maaf yang.. motornya mogok, duh padahal baru kemarin masuk bengkel.”
“Ya udah aku pesen taksi online aja ya, soalnya takut kemalaman.”
“Gapapa yang? Beneran?”
“Iya santai aja sih sayang. Udah yah aku pesen dulu. Nanti ayah langsung pulang aja. Kasian Hanum sendirian di rumah.”
“Ok, hati hati ya sayang. Ayah tunggu di rumah, Love you."
"Love you too honey."
Dira menutup percakapannya dan langsung memesan taksi online. Namun setelah dapat notifikasi masuk bahwa driver sedang menuju jemputan, HP baterai Dira habis.
“Duh mati lagi.”
Dari kejauhan sebuah mobil Yaris warna merah mendekatinya. Mobil merah itu tepat berhenti di depan Dira yang sedang menunggu taksi online. Tanpa pikir panjang, Dira masuk kedalam mobil merah.
“Mas.. tujuan sesuai aplikasi ya.”
Dira terlalu terburu buru untuk masuk kedalam mobil merah itu, bahkan dia lupa untuk memasang seat belt. Driver itu hanya menunduk dan mobil melaju dengan tenang.
Dira merasa dirinya sangat lega bisa sedikit beristirahat di jok mobil itu. Rambut yang ia kepang segera terlepas dan biarkan terurai. Badanya setengah selonjor. Dira perlahan mengistirahatkan matanya karena sangat lelah.
Mobil masih dalam laju yang sedikit lambat. Namun bagi Dira ini adalah kesempatan untuk bisa beristirahat agak lama. Rasanya sudah lama sekali bisa duduk nyaman dan santai di atas jok mobil. Karena biasanya suami tak pernah telat untuk menjemputnya pulang bekerja menggunakan motor. Dira memperhatikan driver dari belakang. Pria tinggi, bahu tegap dan memakai topi hitam. Namun Dira mencium bau yang cukup aneh untuk seorang taksi driver online.
Bau parfum unik dan mahal yang sangat jarang ditemui bahkan di mall elit Jakarta sekalipun. Namun Dira tak mempedulikan hal tersebut. Baginya ingin segera sampai rumah bertemu anak perempuan dan suaminya. Mata Dira sepertinya tidak bisa beristirahat tenang karena driver taksi online ini mengambil jalan yang bukan rute untuk pulang. Dira mulai panik. Karena dia paham betul jalan ini adalah jalan yang salah. Bukan rute seharusnya dia lewati.
“Mas maaf ya.. ko jalan sini. Ini bukan jalan rumah Dira.”
Driver itu tidak menjawab, dia terus saja fokus menyetir mobilnya masuk kedalam jalan gelap dan sepi. Kedua mata driver itu begitu dingin dan kosong. Dira tambah panik dan kesal melihat pria itu mengacuhkannya. Dira bangkit dari kursinya dan mulai mendekati kursi supir.
“Mas supir dengerin Dira! ini bukan jalannya!”
Namun driver itu semakin tidak mendengar, malah bertingkah sesuka hati dan seenaknya. Kecepatan semakin naik dan melaju sangat kencang. keadaan di dalam mobil sudah kacau dan tak kondusif, membuat perasaannya semakin tidak karuan. Keselamatannya dalam berkendara sudah diujung tanduk, nyawanya benar-benar jadi taruhan.
“Mas.. berhenti disini aja mas. Mas Dira pengen turun aja."
Laju mobil semakin kencang saj , Dira semakin frustasi di buatnya.
“Tolooooong.. tolooooong," teriaknya dengan sangat panik.
“Tolooong Dira Please."
Dira terus mengendor kaca mobil sekencang mungkin agar didengar orang lain. Namun nahas tiba tiba mobil mendadak rem dan Dira terpental dari kursi belakang hingga tak sadarkan diri. Driver itu malah terdiam dengan situasi chaos ini. Matanya yang tajam mulai melirik ke arah belakang kursi penumpang. Dia sekarang melihat wanita cantik tak sadarkan diri dan tak berdaya.
Bukanya menolong atau biarkan Dira keluar dari mobil. Pria misterius itu mulai mengelus pipi Dira yang merah. Bukan hanya mengelus pipi, tangannya yang liar mulai mengelus bagian bibir, mata, dagu dan kening. Pria misterius itu tersenyum dan berkata dengan suara berat namun lembut. Suara pria yang terdengar sangat maco.
“Saatnya kita pulang. Sayang.”
****
Sebuah kamar besar dan bergaya barat modern. Bercat putih dan penuh dengan furnitur mahal. Karpet permadani yang cantik, lantai marmer putih mengkilat dan meja dandan dengan banyak set kosmetik dan skin care kelas dunia.Kasur besar yang empuk dengan bantal bulu angsa, seorang wanita cantik tidur lelap diatasnya. Wanita itu ternyata Dira. Tubuhnya yang idealis sangat cocok memakai gaun putih sedikit transparan. Bibir mungil dan merah muda membuat dia seperti ratu yang sedang tidur di sebuah kastil besar.
Tak menunggu lama, kedua mata Dira mulai bergerak. Membuka perlahan pandangan yang kabur dan runyam. Dira perlahan bangkit dan memegang kepalanya yang sangat sakit. Dira sedikit linglung dan masih belum paham dengan apa yang sekarang dilihatnya. Dira kini berada disebuah kamar besar yang asing baginya. Masih dengan perasaan bingung dan kosong, dimana sebenarnya ini? Tempat apa ini? Dira mencoba berdiri dari atas kasur, sayangnya tubuh itu masih lemah dan terlalu lemah. Tubuhnya tersungkur kebawah karpet permadani. Dira merasakan sakit itu belum hilang.
“Ayah...” mencoba memanggil suaminya dengan suara pelan dan serak.
Tidak ada respon dari suaminya. Kemanakah suaminya pergi?
“Hanum.. sayang...”
Memanggil nama anak perempuannya. Namun tetap saja ruangan ini tetap kosong dan sunyi.Dira dengan sekuat tenaga bangkit untuk berdiri. Sayang tubuh ini dibuat lumpuh.
Tak ada cara lain, Dira mencoba untuk meng ngesot. Setelah mencoba beberapa jarak menggeser tubuhnya di atas permadani. Tiba tiba tubuhnya tertahan dan tak bisa bergerak. Dira mencoba untuk menggerakkan tubuhnya lebih kuat lagi, namun badanya seperti ada yang mengikat. Dira lalu mulai tersadar. Dibalik gaun putihnya yang panjang, kakinya yang kecil itu ternyata sedang diikat oleh besi rantai.
Bukan rantai biasa, sebuah rantai yang dikunci secara digital. Rantai itu diikatkan pada salah satu tiang kasur. Dira begitu kaget dan tak percaya. Apa yang sedang ia lihat baginya adalah penjara. Kenapa tubuhnya harus dirantai seperti tahanan. Apa salah tubuh ini? Dira mulai menangis dan menjerit jerit. Dia terlihat sangat takut dengan ruangan asing dan rantai besi yang melilit dikakinya yang kecil
“Tolooooong lepaskan aku.. toloong.”
Dira menangis kesetanan dan sejadi jadinya, berharap ini hanyalah mimpi buruk.
Sekeras apapun, Dira akhirnya menyerah. Tangis dan ketakutannya kini mulai reda. Matanya memerah dan sembab. Helaian rambut yang tadinya tergerai indah kini menjadi acak kadut. Tubuhnya tergeletak lunglai begitu saja. Tidak bisa berpikir dengan jernih, semua isi kepala nya kini kacau balau.
Akhirnya pintu kamar terbuka. Di Sana, pria itu berjalan dengan langkah kaki yang menakutkan. Pria itu, ya dialah pelaku keji yang telah menculik Dira selama ini. Supir taksi online yang sangat tampan dan bermata dingin.
Dira menyadari pria itu datang tepat di depannya. Melihat wajahnya saja, langsung naik pitam dan membuat hatinya begitu sakit.
"Kau!!! Berani-beraninya bawa aku ke sini."
Pria itu tidak menjawab sekalipun. Masih menatap lurus dengan beku.
"Hah, baru kali ini aku lihat supir taksi pakai tuksedo Italia yang sangat mahal."
"Siapa kamu.. ? pesaing bisnis? hahahahaha Gak mungkin, mustahil. Restoran burger itu masih kecil. mustahil. Lalu anda siapa Hah!"
Seluruh ucapan serta omelan kini membuat darahnya naik.Pria itu menghampiri Dira yang masih duduk dan terikat oleh rantai. Pria misterius dengan sentuhan tajam dan menusuk mulai mencium bibir Dira dengan paksa. Tentu saja refleks menjauh dan menghindar. Sayangnya, kekuatan tubuh pria itu tak bisa mengalahkan gerakan Dira yang lemah.Pria itu terus memaksa, sampai ia dibuat menangis begitu pilu. Bibirnya kini mulai basah oleh air mata yang jatuh.
"Cukup. Aku bilang cukup, berhenti."
Pria itu berhenti mencium Dira. Dipandang kedua bola mata wanita itu. Terdapat begitu banyak kebencian dan penderitaan.
"Tolong.. kali ini saja. Biarkan aku pergi dari sini. Anakku Hanum."
Pria itu menghela nafas.
"Makanlah dulu, aku gak mau kamu mati kelaparan."
Pria itu bangkit dan segera mendorong kereta makanan berisi steak dan wine yang terlihat menggoda. Dira tertawa melihatnya, selanjutnya melayangkan sebuah pandangan penuh kebencian terhadapnya.
"Aku lebih baik mati daripada harus bertemu sama wajahmu lagi," balas Dira murka.
"Kamu mati maka anakmu bakal mati," ancam pria itu tidak main main.
Dira mendadak histeris mendengar anaknya diancam seperti itu. Dira mulai bergerak tidak karuan, mencoba menghancurkan rantai besi dengan tangan kosong. Tapi kita semua tahu, itu hanya usaha yang sia sia. Pria asing yang begitu keji dan menakutkan. Tak ada belas kasih pada wanita itu. Hanya menatap diam tak berkutik. Melihat Dira kini hancur berkeping keping, sepertinya perasaanya penuh dengan kepuasan.
****
Seminggu telah berlalu. Hari demi hari yang sangat berat dilalui oleh Dira. Selama seminggu lamanya Dira tak menyentuh makanan sedikitpun. Mungkin, Dira adalah wanita ajaib yang kuat tak makan selama satu minggu penuh. Pria asing itu setiap hari datang ke kamar untuk menyapa. Membawa makanan lezat, minuman menyegarkan bahkan cemilan cemilan yang menggiurkan lidah. Tak terlewatkan, Dira selalu membiarkan makanan itu basi bahkan busuk dengan sendirinya.
Karena bagi Dira semua itu hanyalah sampah, ilusi dan racun. Dalam jiwanya sudah bertekad ingin segera mati dalam rumah terkutuk ini. Pria asing kembali masuk kedalam kamarnya. Memakai kaos neck lengan panjang berwarna hitam. Rambut klimis nan wangi. Mendorong meja makan berisikan lobster segar dan beberapa sajian seafood lainnya.
"Makanlah."
Kini Dira balik terdiam. Matanya cekung lesu, kulitnya mulai kasar dan kering. Badannya bau dan kurus kerontang.
"Bunuh saja aku," jawabnya lirih. Dira meminta dengan tulus.
"Kau gak boleh mati. Hiduplah demi ku," balasnya datar.
"Setiap detik aku terus berpikir, kenapa, mengapa, kenapa, mengapa, kenapa, mengapa. Tapi semakin aku berpikir aku bakal menjadi gila."
Dira tidak menangis, kini dia hanya mulai berbicara tanpa arah. Dengan senyum lalu terdiam.
"Bunuh saja!!! setidaknya kamu letakkan mayat ku di sungai. Aku ingin Hanum dan suami tahu bahwa aku telah pulang."
Dira frustasi dan sangat menderita sekali. Tak tahan lagi, air mata mulai keluar dari pelupuk matanya. Pria asing tak bereaksi apapun. Dia hanya menyodorkan air putih dalam gelas padanya.
"Minumlah. "
Dira hanya menggelengkan kepalanya berulang kali. Pria itu mencoba kembali menawarkan air putih padanya. Namun selalu mendapat penolakan, bahkan Dira menebas gelas hingga airnya tumpah. Tak bosan dan penuh kesabaran, dia mulai mengisi air kedalam gelas. Kembali melakukan hal yang sama yaitu menyodorkan kepada Dira. Masih dalam pendirian, Dira tetap menolak dengan lebih kasar. Tanpa di duga, Pria itu langsung mencekik leher Dira dengan sangat kuat. Sehingga nafasnya menjadi tersedak-sedak.
"Aku bilang hiduplah demi ku."
Pria itu kini mengancam dengan amarah dan kemurkaan. Dira pun tampak tak takut dengan cekikan itu. Ada kesempatan, Dira bisa memecahkan gelas di tangan pria itu. Serpihan kaca tersebar di segala penjuru arah kamar. Dengan sangat sigap tangan Dira memegang satu serpihan kecil. Dengan serpihan kecil di genggamannya, mulai menyayat pergelangan tangan nya sampai berdarah.Pria asing kaget, secepat itu dia mulai menghadang aksi Dira. Dira dan pertahanan nya runtuh. Dia kembali pingsan dengan luka dan darah bercucuran.
****
Pria asing duduk di atas kasur besar. Disampingnya ada Dira yang masih pingsan tak sadarkan diri. Ditangan ada infus bercampur darah dan selang terpasang di area hidung. Pria asing masih menatapnya dalam. Melihat wanita penuh keindahan kini telah goyah tak ter ayak. Matanya yang tajam, perlahan berubah menjadi sendu dan hangat.
Dira akhirnya sadar. Membuka kedua matanya dengan pelan. Pria asing itu segera membantu Dira untuk bersandar di tumpukan bantal.
Akhirnya mereka saling bertatapan. Tanpa kata, tanpa balasan. Seakan tatapan itu adalah kekuatan mereka untuk saling memahami satu sama lain.
"Aku ingin anakku. Baiklah, aku pasti makan & minum asal aku tahu kabar anakku bagaimana."
Pria asing itu mengangguk paham. Tanpa pikir panjang langsung menyalakan layar besar di hadapan mereka. Diputarkan tayangan dimana Hanum sedang bermain di taman sekolah. Melihat Hanum sedang bermain gembira bersama teman-teman, membuatnya menangis terharu dan membuat hati nya perlahan bangkit. Dira mulai menyeka air mata, melahap segala hidangan yang ada di hadapannya. Sangat lahap dan tanpa henti mengunyah semua jenis makanan yang masuk.
Dira mulai tersenyum, berusaha untuk lebih banyak tersenyum. Dalam hatinya dia harus bertahan demi Hanum. Inilah pertama kali bisa memasukan makanan ke perutnya. Baginya ini adalah sebuah awal kekuatan.
"Masalah Hanum kamu gak usah khawatir. Sebentar lagi dia akan masuk sekolah elit yang selama ini kamu incar," jelas nya.
Mendengar penjelasan Pria asing, Dira semakin bersemangat untuk menghabiskan sisa hidangan. Berusaha sekuat tenaga untuk. bertahan hidup.
"Aku gak minta apapun sama kamu Dira. Cukup kamu buat di sisiku selamanya."
"Kapan kamu bisa melepas rantai di kakiku?" tanya Dila dengan rasa penasaran. Siapa juga yang tidak penasaran dengan pria aneh ini.
"Setelah aku bisa mempercayaimu. Dira sayang."
Mendengar pria itu mengucapkan kata sayang membuat Dira ingin muntah. Namun ia berusaha untuk selalu tersenyum di depannya.
"Bagaimana aku bisa di percaya oleh mu. Aku saja gak tau siapa nama kamu. Wahai tuan supir. Supir penculik."
" Erick," jawabnya datar.
Setelah mengetahui nama pria itu adalah Erick. Dira mulai tahu apa yang harus dilakukan untuk selanjutnya. Bagi Dira, merebut hati Erick adalah salah satu cara agar dirinya bisa keluar dari rumah besar ini. Namun apakah Dira sanggup menghadapi Erick seorang diri? Erick yang perkasa dan mematikan. Mungkin Dira tak sepantasnya terlalu percaya diri. Karena dia belum tahu siapa Erick sesungguhnya.
Entah ini pagi atau sore. Dira tidak bisa merasakan apapun. Kulitnya mulai memucat, karena sinar matahari pun tak diijinkan masuk kedalam kamar. Dua bulan lamanya Dira masih terkurung di dalam kamar. Kaki pun masih terikat kuat oleh rantai layaknya hewan peliharaan. Tubuhnya terpenjara dan jiwa nya mati. Dira berbaring tengkurap di atas kasur, kepalanya dimiringkan agar bisa saling menatap wajah Erick yang tampan. Erick pun melakukan hal yang sama dengan Dira. Berbaring & saling bertatap.
"Kamu mau nanya apa, Dira?"
Kini suaranya lembut. Erick yang terlihat sangat sangar bisa berubah seperti kucing betina.
"Aku sudah gak tau lagi harus nanya apa? semua pikiranku buntu."
"Tanya saja, bebas!"
Erick tersenyum tipis tanpa merasa berdosa.
"Kenapa kamu bisa menculik seorang wanita payah seperti Dira."
Erick mulai tertawa, giginya rapih berjejer bahkan terlihat membuatnya makin tampan.
"Karena aku mencintaimu."
Dira mendengus kesal dengan jawaban konyol dan bodoh itu. Cinta? apa benar pria jahat seperti Erick bisa merasakan cinta.
"Baik, sekarang giliran ku nanya sama kamu."
Dira tegang. Dia takut tidak bisa menjawab.
"Apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?"
Dengan tegas dan lugas Dira menjawab.
"Ayah dari anakku, Suamiku. Harry."
Erick terdiam dengan jawaban itu. Namun jawaban itu tak sekali membuatnya gentar. Malah ia terlihat sangat tertarik membahas Hary.
"Menurut kamu Dir.. suami kamu itu lagi dimana? Apa dia mencari istrinya dimana?"
Penuh berani dan tanpa takut Dira tahu apa jawaban pasti dari pertanyaan Erick.
"Kamu tau Erick, dia bakal terus mencari ku sampai kiamat. Dia pasti menemukan rumah sialan ini. Lihat saja, sebentar lagi. Tunggu!!! Habislah nyawa mu."
Erick bangkit dari kasur & berjalan memutar kamar. Spontan dia mengeluarkan tawa dan tertawa terbahak-bahak terdengar ke setiap sudut ruangan itu.Dira bertambah kesal, apa yang di tertawakan Erick saat ini membuatnya ingin segera menyumpahi isi mulutnya.
"Ok Ok aku sudah gak tahan lagi sama cerita konyol mu itu," ucap Erick yang masih sekuat tenaga menahan tawa.
"Sekarang kamu ketawa Erick! Emang bener kamu pria menjijikan."
"Ok, Let see something big for you."
Erick mengambil remote kecil dari sakunya. Remote kecil adalah kunci untuk segala isi rumah mewah ini. Remote itu menyalakan layar besar di hadapan mereka. Layar besar kini sedang memperlihatkan berita utama di IND news. Sebuah berita viral yang akan membuat Dira kaget. Tentu para penonton dan pemirsa di rumah pasti menyukai berita kriminal semacam ini. Penuh konspirasi dan teka teki yang terus menjadi bola liar yang panas.
"Hary!" Dira teriak dengan tatapan aneh.
Dalam berita di salah satu siaran TV. Hary kini menjadi sosok yang sedang viral dan dicari di semua jurnalistik tanah air. Apa yang membuat Hary begitu bisa dikenal banyak orang? Dira pun bertambah kaget, ketika suaminya tengah dikerumuni banyak orang-orang. Hatinya mendidih hebat ketika melihat Hary banyak di wawancara reporter. Di bagian bawah ada sebuah tag headline berita.
MAYAT DIRA MASIH BELUM DITEMUKAN
Dalam wawancara itu, Hary menangis sangat tersedu-sedu. Wajahnya jelas memancarkan banyak kesedihan dan kemalangan. Siapapun yang menyaksikan tayangan ini, pasti menaruh simpati besar terhadap suami tak berdaya. Dia sedang banyak bercerita betapa sedihnya seorang suami ditinggalkan isteri tercinta. Mana ada yang tahan kehilangan sosok isteri dan ibu yang sangat luar biasa. Bak pahlawan sejati yang tak pernah mendapatkan penghargaan apapun. Harry berkata pada semua wartawan dengan suara pelan dan serak.
"Sudah 2 bulan isteri ku masih belum ditemukan. Aku cuman berharap kalau mayatnya segera ditemukan. Aku dan keluarga besar ingin mengadakan pemakaman indah untuknya."
Dira marah mendengar perkataan suami nya di dalam wawancara TV.
"Tidak Hary.. aku di sini masih hidup! Aku belum mati. Oh Tuhaaaannn!!!"
Dira menangis bercampur kesal. Dia kini menatap Erick dengan tajam. Segera Dira melangkah menghadap Erick.
"Jahat.. kamu jahat Erick," ucapnya sambil menarik kerah baju Erick.
Erick hanya tersenyum sinis. Baginya kini Dira begitu terlihat cantik saat emosi.
"Lihatlah suami mu itu, hanya dia satu satunya mahluk di bumi ini yang ingin kamu kembali menjadi mayat."
"Diam Erick! Ini semua adalah salahmu. Kamu lah yang membuatku menghilang dan menjauh dari keluargaku."
Erick tak peduli dengan semua kemarahan Dira. Tangannya malah memeluk erat wanita itu. Penuh dengan emosi dan hasrat yang menggebu-gebu dalam sebuah dekapan.
"Lepaskan!" teriak Dira kesakitan.
Semakin Dira berteriak, Erick akan semakin erat memeluknya.
"Dengarkan aku Dira. Jangan harap kamu bisa keluar dari sini. Siapapun itu, mereka gak akan pernah bisa menemukan mu. Ingat, sekarang kau adalah sebuah MAYAT!"
Dengan tatapan tajam Erick mulai menjambak rambut Dira dengan kasar. Tatapan yang tidak main main. Dira pun sangat takut melihat tatapan Erick yang berubah ubah. Dia bisa berubah seperti malaikat yang manis namun dalam sekejap bisa berubah menjadi iblis jahat bertanduk satu. Benar-benar pria yang sangat mengerikan, salah melangkah saja nyawanya bisa dalam bahaya.
"Jangan bermimpi bisa kabur dari ku. Kamu adalah milikku."
Dengan sangat kasar, Erick menjatuhkan Dira ke dasar lantai. Dira dibuat menangis lagi dan lagi, siapa yang tidak tahan diperlakukan kasar dan hina seperti ini. Tangisan wanita yang membuat hasrat Erick semakin berkecamuk dan senang. Dia tertunduk dan meratapi nasib nya yang suram. Erick membalikkan kakinya, dia ingin segera meninggalkan Dira sendiri. Namun Dira mencoba menahan Erick untuk pergi, kedua kaki pria itu tertahan dengan kedua tanganya.
"Baiklah.. aku akan hidup untuk mu Erick. Aku adalah milikmu Erick. Tolong jangan tinggalkan aku."
Dira sangat memohon pada Erick. Dia benar-benar diambang kematian, tidak ada pilihan lagi kecuali menuruti semua perkataanya. Erick tak bereaksi apapun, terlalu dingin dan kosong. Dia bahkan tak melihat wajah Dira yang sudah sangat bersimpuh padanya. Erick hanya bisa melepaskan tangan wanita itu. Lalu dia pergi meninggalkan Dira seorang diri lagi. Mengetahui dirinya diabaikan seperti tadi, Dira akhirnya menjerit jerit kesetanan. Dia sudah tidak tahan dengan sikap terkutuk Erick.
"Maafkan aku Erick. Eriiicccckkk! Maaf, Maaf!"
Sayang, pintu itu telah tertutup lagi dengan sangat rapat. kesempatan untuk meluluhkan hati pria itu selalu gagal. Karena manusia normal seperti dirinya mana bisa berkompromi dengan hati seorang penjahat keji.
****
Hary duduk santai di sebuah bangku taman kota yang sepi. Sambil merokok, dia memandang langit kota Jakarta yang redup. Tanpa ada bintang satu pun. Seorang wanita duduk disampingnya, membawa dua cangkir kertas kopi panas. Wanita berambut ikal dan kulit sawo matang mulai tersenyum padanya.
"Aku gak tau selera kopi kamu kaya apa."
Hary tersenyum, sambil menyeruput kopi panas itu.
"Hanya isteri ku yang tahu."
Wanita itu bernama Laras. Dari ekspresi dan pandanganya, dia seperti sudah mengenal Hary sangat lama. Laras menyerahkan sebuah dokumen pada Hary. Dokumen itu membuat Hary mendadak tersenyum.
"Berapa harga yang harus aku yang bayar?" tanya Hary dengan serius pada Laras.
Laras tersenyum tipis, sambil meniupkan asap rokok dari mulutnya.
"Gak usah buru buru.. buka saja dulu."
Hary lalu membuka isi amplop cokelat di tangannya. Menarik sebuah kertas tipis dari dalam. Kertas itu dilihatnya cukup lama. Sebuah kertas yang menunjukan bahwa itu adalah surat kematian Dira.
"Bagaimana sama mayatnya?"
"Semua orang tahu kalau mobil merah itu terparkir di pinggir hutan. Hutan belantara Hary! Polisi, para ahli & hakim memutuskan mayat Dira dimakan binatang buas."
"Kematian tanpa mayat. Itu cukup menarik." lanjut Laras.
"Tapi mereka masih belum nemu pelakunya." ujar Hary risau dan khawatir.
"Gak ada satupun yang bisa menemukanya."
Hary mengangguk paham. Namun dalam pikirannya ia tahu bahwa ada sesuatu yang janggal dalam pikirannya selama ini.
"Lalu dimana sebenarnya Dira?"
Ternyata tatapan melotot Hary masih belum bisa menenangkan pikirannya.
"Dira sudah mati. Kau harus melupakan Dira!" tegas Laras dengan nada emosi.
Hary menarik nafas panjang dan mulai mengatur ritme jantung nya yang terus berdetak kencang. Dia harus segera mewaraskan dirinya dari situasi kacau balau ini. Tentu sebuah situasi yang sebenarnya menguntungkan dirinya sebagai suami.
"Maafkan aku Laras. Aku cuman takut," timpal Hary.
"Kamu pikir mendapatkan dokumen ini gampang Hary! kita sudah melangkah sejauh ini. Apa yang harus kita takutkan lagi!"
Hary mulai ingin menenangkan Laras yang tersulut rasa emosi dan cemburu. Hary tahu, bahwa Laras sangat membenci Dira. Hary memeluk tubuh Laras. Dia mencium kening wajah Laras dengan lembut. Laras sangat menikmati tubuh hangat Hary. Baginya ini adalah pertama kali dia bisa bebas memeluk Hary.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!