Hari ini berjalan seperti biasanya, tak terkecuali di SMA Insan. Para murid yang sedang lalu-lalang karena memang jamnya istirahat. Melihat sekitar kantin yang sangat ramai dan dipenuhi oleh siswa-siswi yang sedang mengisi perut mereka dengan aneka makanan.
Disudut kantin, terlihat beberapa murid yang sedang mengobrol sambil merokok. Tak lama, datang seorang siswa dengan wajah dingin menghampiri gerombolan murid itu.
"Berapakali sudah gue bilang, di Sekolah itu gak boleh ngerokok!" kata siswa itu dengan ekspresi datarnya.
Suara yang cukup nyaring, hingga mampu membuat beberapa pasang mata menoleh ke arah TKP. Murid yang merokok itu pun langsung membuang rokoknya dengan malas.
"Oey, lagi pada ngapain nih?" Tanya seorang gadis yang tidak peka dengan situasi yang terjadi. Ia langsung meminum minuman yang ada diatas meja.
"Ngapa pada diem-diem gini sih?" Tanya gadis itu lagi karena ia belum mendapatkan jawaban.
Seorang siswa lainnya, memberikan isyarat lewat mata. Dengan penasaran, gadis yang dikenal dengan nama Alvi itupun menoleh mengikuti arahan. Dilihatnya seorang siswa yang berdiri dengan wajah datar. Diperhatikannya lagi, ada beberapa anak dibelakangnya yang sedang memfoto dan meminta tanda tangan.
"Hm.. Emangnya dia siapa sih?" Tanya Alvi dengan wajah bingung. Sebuah wajah yang tak bisa ia kenali, padahal wajah itu adalah wajah yang selalu menjadi perbincangan para siswi.
"Ketua OSIS, lu massa gak tau sih? Kebanyakan bolos deh." sahut Oddy sembari memukul kepala Alvi pelan.
Alvi Mevia, gadis SMA yang terkenal tomboy. Ia sangat terkenal di SMA Insan, dari para adik kelas, teman seangkatan, kakak kelas, bahkan guru-gurupun tak ada yang tak mengetahui namanya. Jika kalian berfikir kalau hanya cowok yang bisa bandel, maka kalian tidak akan berfikir demikian setelah mengenalnya.
Jika ada yang bertanya, Apa loe tau Alvi?. Jawaban yang akan sering terdengar, Oh, cewek yang suka buat ulah itu. Alvi memang sudah terkenal di Sekolahnya sejak ia mengikuti kegiatan penerimaan siswa baru. Bukan tanpa sebab ia terkenal begitu saja.
Ia sangat membenci ketika diperlakukan seperti pesuruh, ia terus saja membantah perintah yang ditujukan padanya. Alhasil, semua anggota pengurus menjadi tau mengenai sikapnya. Dan desas-desus itupun menyebar ke seluruh sekolah.
Tentu para murid penasaran, anak seperti apa Alvi itu. Banyak yang mulai mencari tau tentangnya, namun Alvi sangat tertutup perihal keluarganya. Jadi yang mereka tau, hanya Alvi gadis nakal dan suka membuat onar.
"Sekarang kalian semua ikut gue ke ruang BK!" Perintah Ketua OSIS dengan nada sedikit tinggi. Tergambar jelas raut wajah kekesalan. Tanpa banyak kata dan pertanyaan, para murid yang terlibat segera mengikuti langkah Ketua OSIS.
Arfiansyah Pratama. Nama dari Ketua OSIS SMA Insan yang biasanya dipanggil Arfi. Sama halnya dengan Alvi, Arfi juga terkenal bahkan sangat terkenal di SMA Insan.
Namun ketenarannya berbeda dengan Alvi. Arfi adalah Ketua OSIS yang sangat disayangi oleh para guru. Selain memiliki wajah tampan, tubuh yang tinggi dan ideal, Arfi juga memiliki otak yang cerdas.
Dia adalah salah satu murid kebanggaan SMA Insan, karena jika mengikuti perlombaan, ia tak pernah pulang dengan tangan kosong. Arfi juga rajin melaksanakan sholat dan sangat lancar membaca Al-Qur'an. Sangat sempurna dan selalu menjadi idaman para wanita.
Ketika sampai di depan ruang BK, Arfi mengetuk pintu dan masuk menghadap guru BK. Guru BK yang melihat kedatangan Arfi nampak bingung, namun setelah memperhatikan dibelakang Arfi, guru BK menghembuskan nafas kasar.
"Kalian lagi, kalian lagi. Kalian gak capek ya dihukum setiap hari? Capek saya lihat wajah kalian terus. Sini datanya!" Ucap Bu Retno selaku guru BK yang menangani.
Rama salah satu anggota OSIS yang mengumpulakan data dan meminta tanda tangan para murid yang terlibat, segera memberikan catatan tersebuat kepada Bu Retno.
"Oddy, Abi, Fian, Raka, Falla. Kalian ini sudah kelas 12, jangan buat masalah gitu loh. Kok gak sadar-sadar, kan habis ini kalian ujian. Rian, Erik, Dika. Kalian itu, udah tau perbuatan Kakak kelasnya ini gak baik, kenapa masih ditiru?" Tanya Bu Retno dengan nada sedikit membentak. Semua murid itu hanya diam dan menundukkan kepala.
Lalu Bu Retno menoleh ke arah Alvi, "Kamu juga, kamu itu kok.." perkatannya terpotong ketika Alvi menatap wajah Bu Retno dengan datar.
"Ah ya sudah, nanti kalian bersihkan semua toilet sepulang sekolah." sambungnya, kemudian menyuruh para siswa segera masuk kedalam kelas.
Semua murid tersebut segera berpamitan dan keluar dari ruang BK. "Ah ini gara-gara Arfi. Kesel gue jadinya." gerutu Abi dengan kesal yang membuat Arfi menghentikan langkahnya mendadak.
Alvi yang berjalan dengan tawa karena sikap Abi, tidak melihat Arfi berhenti dan akhirnya tertabrak. Alvi meringis karena terkejut, sedangkan Arfi, ia menatap wajah-wajah dibelakangnya dengan datar.
"Ya ampun sakit bego." celetuk Alvi, dengan sigap tangan Falla segera menutup mulut Alvi.
Mereka memang anak nakal dan suka membuat ulah, namun mereka juga enggan berurusan dengan Ketua OSIS dingin yang tak pandai tersenyum itu.
Arfi selalu saja menjadi alasan para anak nakal ini dihukum. Sebab Ketua OSIS yang terkenal perfeksionis dalam segala hal ini, tak pernah memberi celah untuk para murid SMA Insan untuk berbuat nakal atau semacamnya.
"Siapa yang bego?" Sentak Arfi.
"Loe lah, siapa lagi ha? Berhenti sembarang, emang loe pikir ini sekolah loe?" Sahut Alvi tak kalah garang.
"Bukan punya gue, terus punya loe gitu?"
"Enggak sih, tapi kan.."
"MASUK KELAS, SEMUANYA"
Mereka semua terkejut dengan teriakan Arfi, segera Falla menarik Alvi untuk ikut berlari bersama, menjauh dari radar tempat Arfi berdiri.
"Kenapa sih takut sama dia? Gue bisa hajar kok, kelihatannya dia gak bisa berantem" celetuk Alvi yang masih mengikuti langkah para Kakak kelasnya.
"Udah, jangan berurusan dengan dia. Sana masuk kelas, kelas kalian kan diatas, kenapa ikutin kita" bentak Oddy. Sebab Alvi, Dika, Erik dan Rian malah mengikutinya dan bukannya masuk kedalam kelas mereka.
"Masih ngumpul juga? Gak dengar gue ngomong apa?" Sela seseorang yang sudah berdiri tak jauh dari mereka.
Layaknya jelangkung, Arfi sudah berdiri disana dengan tatapan tajamnya.
Dika, Erik, dan Rian kembali berlari menuju kelas mereka. Meninggalkan Alvi yang masih berdiri didepan kelas Oddy. Ia tak peduli walau Arfi menatapnya dingin atau apapun itu. Gadis itu malah menatap Arfi dengan tatapan tak kalah garangnya.
"Masuk" perintah Arfi dengan nada dingin dan tegas.
"Mm... gak mauuuu" rengek Alvi menggoda dengan nada manjanya.
"Oke, kalau gak mau masuk sendiri, gue yang seret loe biar masuk kedalam kelas" sahut Arfi. Ia menarik tangan Alvi dan menyeret gadis itu menuju kelasnya.
Seperti yang Arfi katakan, ia menyeret Alvi untuk masuk ke kelasnya. Membuat gadis itu menggerutu dengan kesal.
"Loe itu apa'an sih, lepasin gue gak!!" bentak Alvi.
Arfi menatap Alvi dengan datar. Ia sedang tidak ingin berdebat, tetapi wanita dihadapannya ini sangat keras kepala. Arfi malah semakin mencengkram tangan gadis itu dengan kasar.
"Mm.. sakit tauuu, lepasin dong" rengek Alvi manja.
"Gak usah banyak drama" sentak Arfi ketus.
"Dingin banget sih nih cowok, kasar, jutek, nyebelin, hidup lagi. Sebel gue" gerutu Alvi kesal.
Arfi masih menarik tangan gadis itu dengan kasar hingga mereka berada di depan kelas Alvi. Pemuda itu menyuruh Alvi untuk masuk, tidak, lebih tepatnya ia mendorong Alvi untuk masuk kedalam kelas.
Hampir saja Alvi terjatuh dan menjadi bahan tertawaan temannya. Ia berjalan menuju pintu dan berteriak, "Dasar cowok jutek, nyebeliiiiin"
Arfi yang mendengar teriakan itu menghentikan jalannya dan menoleh. Seketika Alvi segera masuk dan berlari menuju tempat duduknya.
Alvi merasa harinya sangat menyebalkan setelah bertemu dengan cowok jutek berwajah datar itu.
"He, bocah goblok, jangan main-main loe sama Ketua OSIS kita" celetuk Keila.
"Emangnya kenapa? Dia siapa sih? Seberapa hebatnya dia? Gue bisa tuh bikin dia pingsan dengan sekali pukulan, hahaha" jawab Alvi diselingi tawa lebar.
"OMG OMG OMG, loe apain pangeran gue Vi. Uhhmmm, pasti loe bikin ulah lagi, kasihan kan pangeran gue" oceh Carissa yang tiba-tiba saja hadir diantara mereka.
Alvi menatap kedua wanita itu dengan malas, ia lebih memilih menenggelamkan wajahnya diatas meja dan tidur.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Jam istirahat kedua ......
Alvi berjalan bersama Carissa dan Keila menuju kantin. Seperti biasa, mereka sangat lapar saat siang hari tiba.
"Vi, gue denger dari anak-anak, tadi Kak Arfi pegang tangan loe ya? Iiih bikin iri tau gak, gue juga mau" rengek Carissa.
"Pegang apa'an? Yang ada gue diseret-seret kayak sapi, sialan emang tuh orang" sahut Alvi kesal.
"Siapa yang sialan?" Sela seseorang dari belakang kedua siswi itu.
Alvi dan Carissa sontak menoleh ke belakang. Mereka mendapati Arfi yang sedang menatap mereka dengan tatapan tajam.
"OMG, Kak Arfiiii, ganteng bangeeet sih" seru Carissa.
"Hai Kak Arfi, mau gabung disini? Boleh kok" tawar Keila.
"Apa'an gak gak, meja masih banyak yang kosong kok" sela Alvi kesal.
Arfi sebenarnya tak ingin bergabung disana, namun setelah mendengar Alvi mengusirnya, ia memutuskan bergabung dengan ketiga cewek itu.
Carissa pindah tempat duduk disamping Keila, agar ia bisa langsung berhadapan dengan Arfi. Sedangkan Alvi, dia diapit oleh Arfi dan juga Rama.
"Ram, loe pindah sini deh, males gue duduk dekat nih cowok" pinta Alvi pada Rama yang sudah nyaman dengan posisinya.
"Ogah, gue juga males duduk dekat dia" sahut Rama singkat.
"Kok loe kenal Rama tapi gak kenal gue?" Sela Arfi yang ingin ikut berbincang.
Alvi memutar bola matanya malas, ia berdiri dan ingin pindah tempat duduk darisana. Tetapi Rama malah menahannya agar tidak pergi.
"Gue aja yang pergi" celetuk Arfi.
"Jangan Kaaak, biarin Alvi aja yang pergi" sahut Carissa.
Alvi menatap Carissa dengan tajam, ia duduk kembali tak jadi pergi dari tempat duduknya. Gadis itu menghembuskan napasnya perlahan, mengatur emosinya yang hendak memuncak.
Alvi sesekali menatap Carissa dan Keila yang terus saja mencuri-curi pandang pada Arfi. Hal itu membuat Alvi memikirkan hal nakal untuk menggoda temannya.
"Loe udah punya pacar Fi?" Tanya Alvi.
"Kenapa?" Jawab Arfi ketus.
"Ya mungkin gue bisa daftar gitu, habisnya loe kalau dilihat-lihat ganteng juga" goda Alvi sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Loe mau jadi pacar gue?" Sahut Arfi seraya menatap Alvi dengan datar.
Alvi terkejut, ia membelalakkan kedua matanya. Niat hati ingin menggoda Carissa dan Keila, malah dirinya yang dijaili oleh Arfi.
"Ha? Apa?"
"Arfi nembak Alvi?"
"Iiiih kalian ngapain sih?
"Ini serius?"
"Uhuk-uhuk, gak mungkin"
"Patah hati deh gue"
"Wah parah, hari patah hatinya SMA Insan nih"
Tidak hanya Alvi yang terkejut, namun semua murid juga ikut terkejut karenanya. Mereka semua tidak akan rela jika Arfi, sang idola sekolah harus berkencan dengan Alvi yang terkenal sebagai pembuat masalah.
Sebenarnya mereka tak rela dengan siapapun Arfi berkencan, sebab mereka semua jelas menginginkan Arfi menjadi kekasih mereka. Bagaimana tidak, sosok Arfi melebihi idola sekolah, ia adalah seorang suami idaman wanita.
"Serius gak nih? Kalau serius gue mau" Jawab Alvi mengikuti permainan Arfi.
"Iya gue serius, jadi mulai sekarang loe cewek gue" sahut Arfi lalu pergi meninggalkan kantin.
Alvi lebih terkejut lagi, ia terbatuk-batuk karena hal ini. Bukan ini yang ia harapkan, ia pikir Arfi akan menarik perkataannya. Tapi Arfi malah sudah memastikan hubungan mereka dan pergi begitu saja.
"Vi, loe sama Kak Arfi serius ini?" Tanya Keila.
"Aaaahhh Alviii, kan gue yang suka Kak Arfi dari lama, kok malah loe yang jadian" rengek Carissa.
"Lah heh, gimana ini? Gue lagi mimpi kan? Pasti ini mimpi, mimpi" gumam Alvi sembari menampar-nampar pipinya sendiri.
"Ciyeee Alvi punya pacar"
"Oey oey, pacarnya cowok jutek"
"Hahaha, mampus loe jadi pacarnya pangeran jutek"
"Kok loe nyebut dia pangeran?"
"Cewek-cewek bilang dia pangeran jutek, gue mah ikut aja"
Seluruh teman-teman sekumpulan Alvi mulai ribut menggoda gadis itu.
Alvi tidak bisa diam, ia juga pergi dari kantin menyusul Arfi. Ia berjalan mengitari sekolah mencari keberadaan pangeran jutek itu. Dan disetiap langkahnya, para murid terus saja membicarakan mengenai hal ini.
Hingga Alvi terhenti di depan ruang OSIS, ia melihat Arfi yang sedang duduk dengan teman-teman OSIS nya.
"Eh pacarnya Arfi" goda Rama saat melihat Alvi berjalan mendekat.
"Ini gak lucu, jangan main-main dong" ucap Alvi kesal.
"Gue serius" jawab Arfi singkat.
"Yaudah kita putus"
"Gue gak mau"
"Gue juga gak mau jadi pacar loe"
"Loe yang nerima gue"
Alvi benar-benar kesal akan hal ini. Ia lalu duduk dilantai, melipat kedua tangannya didepan dada dan menunjukkan wajah kesalnya.
"Gue gak akan pergi dari sini sebelum loe putusin gue" ancam Alvi.
Arfi menggeleng kan kepalanya, gadis bodoh dan konyol ini sungguh keras kepala.
"Gini deh, gue bakal putusin loe setelah dua puluh enam hari, mulai besok, gimana?" Ucap Arfi membuat penawaran.
Alvi mencoba berpikir, dua puluh enam hari itu bukan waktu yang singkat, tapi setidaknya itu lebih baik daripada harus terus bersama pria menyebalkan yang ada dihadapannya.
"Oke, Rama saksinya ya. Awas kalau loe bohong, dosa tau" ucap Alvi lalu pergi meninggalkan Arfi dan yang lainnya.
"Dasar cewek aneh" teriak Rama.
"Dasar daleman kuning, resleting loe kebuka tuh" sahut Alvi.
Rama sontak melihat ke celananya, resletingnya tertutup dengan rapat, ia terkena bujukan Alvi rupanya.
Alvi tengah duduk di pos satpam, berbincang dengan Bapak satpam sambil menunggu Oddy yang tengah mengambil motornya.
"Dek, gue ada kerja kelompok. Loe pulang sendiri ya" ujar Oddy yang tiba-tiba.
"Loh kok gitu Kak? Kan gue udah nunggu lama, ah loe mah nyebelin" omel Alvi kesal.
"Gue anter" sela seseorang yang sudah berada di belakang motor Oddy.
Oddy dengan senang hati menerima tawaran itu, ia lalu segera pergi bahkan tanpa mendengar apa yang ingin Alvi katakan.
"Gue bisa pulang sendiri kok" ucap Alvi.
"Mbak Alvi ini pakai malu-malu, dianterin Mas Arfi itu anugerah Mbak" sahut salah seorang satpam.
"Anugerah darimana?" Tanya Alvi tidak percaya.
Pas Satpam itu lalu menunjukkan pada Alvi, ada begitu banyak wanita yang ingin di bonceng dan diantar pulang oleh sang idola sekolah tersebut. Tetapi Alvi, bahkan tanpa meminta, Arfi sendiri yang menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.
"Naik" ucap Arfi. Ia menatap Alvi dengan tatapan tajamnya.
"Gue bareng Rama aja deh, tuh dia datang. Hehehe" ujar Alvi lalu menghadang sepeda motor Rama.
Rama terkejut dengan kehadiran Alvi yang tiba-tiba, ia sudah mengerem tapi motornya menyenggol kaki Alvi dan membuat gadis itu terjatuh.
"Gila loe ya" teriak Rama marah.
Alvi juga terkejut, terlihat jelas dari wajah terkejutnya yang menatap Rama. Bahkan napasnya naik turun tak karuan.
"Alviii, loe gak apa-apa?" Teriak Fian berlari menghampiri gadis itu. Tanpa pikir panjang, ia memapah Alvi dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
Sebelum Fian pergi, ia menatap Rama dan Arfi secara bergantian, lalu menunjukkan kepalan tangannya.
Fian mengantarkan Alvi untuk pulang, sesuai perintah dari Oddy. Karena Oddy khawatir, adik sepupunya itu pasti akan menolak ajakan Arfi. Sebab itu, sebelum pergi ia menghubungi Fian untuk berjaga-jaga jikalau Alvi menolak, maka Fian yang harus mengantarnya pulang.
"Banyak gaya sih loe" omel Fian di dalam mobil.
"Yaelah Yan, gue kan gak mau pulang sama cowok nyebelin itu. Si Rama sialan, beraninya dia nabrak gue" oceh Alvi tak kalah kesalnya.
Walau kesal karena mendengar perkataan Fian, gadis itu tetap berterimakasih padanya. Sebab Fian menolongnya menjauh dari Arfi.
Setelah sampai dirumah, Alvi segera masuk ke kamarnya dan berbaring diatas kasur. Hari yang melelahkan, ia bahkan terlelap dalam tidurnya tanpa mengganti pakaian.
Pukul 21:45...
Alvi baru saja selesai mandi, kini perutnya sangat lapar. Ia mengambil kunci motor dan bergegas turun kebawah.
"Mau kemana dek?" Teriak Oddy setelah mendengar suara motor dari arah rumah Alvi.
Gadis itu membiarkan motornya menyala, lalu berjalan melewati pintu yang terpasang diantara rumahnya dan Oddy. Baru saja ia berjalan selangkah melewati pintu, langkahnya kaku terhenti disana.
"Loe, cowok sialan, beraninya nabrak gue" sentak Alvi setelah tersadar jika yang ia lihat adalah Rama.
Dengan penuh amarah, gadis itu berjalan menghampiri beberapa pemuda yang sedang nongkrong di depan rumah Oddy.
"Uwaaaa" teriak Alvi terkejut ketika melihat Arfi yang keluar dari dalam rumah. Gadis itu membalikkan badannya, dan berjalan dengan cepat kembali kerumahnya. Tetapi, ia masih kalah cepat dengan Abi yang sudah menarik baju Alvi.
"Gu..gue mau matiin motor" ujar Alvi gugup.
"Gue aja yang matiin" sahut Falla berlari menghampiri motor Alvi yang menyala.
Abi menarik Alvi untuk duduk di dekat Oddy, di samping Arfi tentunya. Gadis itu memiringkan posisinya, memunggungi Arfi.
Gggrrroorrrr.....
"Anjir suara apa'an tuh?" Celetuk Fian sambil tertawa.
"Kak, gue laper, Tante masak apa?" Tanya Alvi pada Oddy.
"Loe lupa, Papa dan Mama gue kan keluar kota, kerumah Kakek. Pulangnya dua hari lagi" jelas Oddy santai. Ia kembali melanjutkan bermain game setelah menjawab pertanyaan Alvi.
Alvi menghembuskan napasnya kasar, ia lalu beranjak dari duduknya dan berjalan pergi.
"Mau kemana loe?" Tanya Raka menghentikan langkah gadis itu.
Alvi hendak pergi ke depan kompleks untuk membeli nasi goreng. Ia benar-benar merasa sangat lapar. Bukannya menemani, para pemuda itu malah meminta Alvi membelikan nasi goreng juga untuk mereka semua.
"Gue ikut" pinta Arfi.
"Gak usah, gue bisa sendiri" jawab Alvi ketus.
"Yakin loe? Ini udah malem loh, ntar ada pocong aja loe nangis" sela Raka.
Langkah Alvi terhenti, ia berlari sekuat tenaga kembali ke rumah Oddy. Ia tak takut menghadapi preman bersenjata sekalipun, tetapi jika urusannya dengan sesuatu yang tak kasat mata, Alvi akan jadi orang pertama yang lari ketakutan.
"Ahh gak jadi deh, rese banget sih. Anterin gue ke kamar Kak, gue mau pulang aja" rengek Alvi. Ia benar-benar ketakutan hingga mencengkram tangan Oddy dengan sangat erat.
Oddy mencoba menenangkan adiknya itu, sambil memarahi Raka yang mengatakan hal-hal tak masuk akal. Sudah tahu Alvi takut, masih saja dijaili.
"Sama Arfi tuh, gak akan ada yang berani ngedeketin, buruan sana, gue juga laper" ucap Oddy sembari mendorong adiknya mendekat ke arah Arfi.
Alvi menatap Arfi yang sudah berdiri dari duduknya. Dengan perasaan gelisah, ia mengikuti Arfi sambil memegangi pakaian pemuda itu. Ia juga tak lupa menendang Raka saat melewatinya.
Arfi berjalan dengan santai, sedangkan Alvi menunduk sambil terus bergumam tak karuan. Ia menciptakan suara untuk ia dengar sendiri, agar tak terlalu sepi dan membuatnya takut.
"Huft, untung disini rame" celetuk Alvi setelah sampai di depan kompleks.
"Bang, delapan bungkus ya" ucap Arfi pada penjual nasi goreng.
Pemuda itu mengajak Alvi untuk duduk ditepian trotoar, sembari menunggu pesanan mereka selesai.
"Kalian lagi pada ngapain sih? Kenapa kumpul malem-malem? Besok kan masih sekolah" celetuk Alvi mencoba membuka pembicaraan.
"Besok hari Sabtu" jawab Arfi singkat.
Alvi membuka mulutnya lebar, ia lupa jika besok adalah hari Sabtu dan sekolah mereka libur. Karena besok hari Sabtu, pasti para pemuda ini berkumpul untuk sesuatu. Biasanya mereka akan mengadakan pertandingan sepak bola atau basket antar sekolah. Hanya sekedar permainan persahabatan.
Mereka berdua kembali terdiam dan menunggu pesanan mereka selesai.
Setelah pesanan mereka selesai, jantung Alvi kembali berdetak kencang. Bagaimana tidak, ia harus kembali melewati jalanan sepi itu untuk sampai kerumah.
"Tunggu, gu..gue pegang tangan loe boleh gak?" Ucap Alvi.
"Kenapa?"
"Takut"
Arfi mengangguk, ia lalu membuka tangannya agar bisa digenggam oleh Alvi. Gadis itu menggenggam tangan Arfi dan menempel begitu dekat dengannya.
"Sial banget tau gak hari ini. Gue harus dekat sama cowok nyebelin kayak loe" gerutu Alvi kesal. Ia memang tak tahu terimakasih, padahal Arfi telah menemaninya.
"Astagfirullahaladzim, apa tuh" celetuk Arfi menghentikan jalannya.
"Astaghfirullah, Astaghfirullah, tolong hamba ya Allah" ucap Alvi tanpa tahu apa yang Arfi lihat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!