Annabella, begitu lah nama yang di berikan padanya. Pada seorang gadis yang harus terlahir dari kesalahan kedua orang tuanya di masa lalu. Seorang anak perempuan yang awal kehadirannya di dalam perut sang ibu, begitu tidak di inginkan layaknya sebuah petaka besar dan aib yang harus di hindari.
Terlahir sebagai anak haram, hasil dari hubungan gelap ayahnya yang berselingkuh dengan ibunya, bukanlah pilihan yang di inginkan oleh Annabella. Namun kini, nasi pun sudah menjadi bubur, Annabella tidak bisa mengubah takdirnya, tak ada pilihan lain baginya selain menjalani hidupnya meski penuh dengan caci maki dan hinaan.
Namun semua hal itu, tidak lah bisa terjadi jika tanpa adanya sebuah alasan.
Semua berawal saat Irene, seorang wanita bernasib malang yang dulunya adalah wanita baik-baik nan polos, mulai termakan bujuk rayu seorang lelaki kota yang menjanjikan sebuah pernikahan dengannya. Irene, yang telah terlanjur cinta, harus merelakan kesuciannya terenggut begitu saja oleh lelaki itu, walau pun saat itu ia belum dinikahi oleh lelaki yang bernama Aryo Admaja itu.
Tapi sayangnya, meski telah menunggu dua bulan lamanya dari waktu yang telah di tentukan, Aryo tak kunjung jua menikahi Irene dengan berbagai macam alasan yang di karangnya sendiri. Hingga Akhirnya Irene pun mengetahui jika ia hamil, dan sudah jelas jika anak yang ia kandung saat itu adalah anak Aryo, mengingat ia hanya melakukan hubungan badan dengannya.
Irene memberitahukan hal itu pada Aryo, berharap dengan hadirnya benih cinta di rahimnya, bisa membuat Aryo semakin cepat menikahinya. Tapi lagi-lagi Irene nampaknya harus menelan pil pahit kehidupan, alih-alih menikahinya, saat itu pula akhirnya Aryo membuka jati dirinya yang sebenarnya, ia akhirnya mengaku jika ia sudah menikah dan memiliki dua orang anak hingga itidak bisa menikahi Irene.
Irene tertegun sejenak, lalu mulai menitikkan air matanya di hadapan Aryo, namun hal itu nampaknya tidak membuat Aryo mengubah keputusannya dan tetap meninggalkan Irene begitu saja. Hal itu pun hingga membuat Irene semakin menangis sejadi-jadinya, mulai frustasi dan melakukan berbagai cara demi membuat kandungannya gugur.
Mulai dari memakan nenas muda, melompat-lompat, minum jamu, tapi tidak juga membuat kandungannya gugur. Irene terus mengutuk dirinya dan juga Aryo dalam diam, sembari terus memukul-mukul perutnya berharap kandungannya yang masih muda bisa gugur, karena ia benar-benar tidak ingin melahirkan anak tanpa suami.
Saat itu, Aryo seolah menghilang begitu saja tanpa jejak, membuat Irene semakin tak karuan hidupnya. Ia terus berupaya memikirkan cara bagaimana cara menggugurkan kandungan secara alami dan mandiri, karena dia begitu takut untuk aborsi atau pun di kuret. Namun segala hal yang pernah ia lakukan, tak satupun membuahkan hasil, hingga akhirnya ia pun mengubah rencana, ia hanya pasrah dan membiarkan perutnya lembat laun semakin membesar dan membesar. Dan mulai berfikir akan memberikannya pada orang lain ketika ia lahir.
Beberapa bulan berlalu, dan kini lahirnya seorang bayi perempuan dari rahim Irene, yang wajahnya begitu cantik juga menggemaskan, membuat Irene yang melihat wajahnya untuk pertama kali, jadi langsung tak tega untuk memberikannya pada orang lain apalagi membuangnya, ia pun memutuskan untuk merawat sendiri anaknya, dan bayi itu lah yang ia beri nama Annabella.
23 Tahun kemudian...
Anna, begitu ia biasanya disapa. Anna nyatanya tumbuh besar menjadi gadis yang begitu rupawan dan juga sangat menawan, ia pun memiliki sifat sangat ramah, juga sangat sayang pada ibunya. Terlahir tanpa adanya sosok seorang ayah, nyatanya tidak membuatnya malu apalagi mengeluh, ia tetap ceria menjalani hidup berdua bersama ibunya Irene.
Tapi, hari ini keceriaan Anna seolah harus lenyap seketika, saat ia mendapati ibunya yang telah terbujur lemah tak berdaya di lantai kamarnya.
"Ibuuu!" Pekiknya sembari langsung menghampiri Irene yang sudah tak sadarkan diri itu.
"Ibu, sadar lah bu, ibu kenapa?!" Anna pun terus memukul-mukul pelan pipi ibunya yang sudah terlihat memucat.
Menyadari ibunya tak kunjung sadar, membuat Anna semakin panik dan kembali berteriak untuk meminta pertolongan orang sekitar.
"Tolonggg!!" Teriak Anna yang semakin meninggikan suaranya.
Dengan dibantu seorang tetangga yang kebetulan juga adalah sahabatnya yang bernama Andre, akhirnya Anna pun bisa membawa ibunya ke rumah sakit. Anna begitu gelisah menantikan kabar dari dokter yang saat itu tengah melakukan pemeriksaan pada ibunya, tak lama dokter keluar dan meminta Anna untuk ikut ke ruangannya.
"Ada apa dengan ibu saya Dokter?" Tanya Anna yang mulai merasa tak enak hati sejak pertama Dokter memintanya ikut ke ruangannya.
"Mba, ginjal ibu anda sudah semakin parah, meski dilakukan cuci darah secara terus menerus, tetap tidak akan bisa mempertahankan ginjalnya. Ginjalnya harus segera ditranpalansi, dan saran saya, secepatnya anda harus cari donor ginjal." Jelas sang Dokter dengan begitu tenang.
"Donor ginjal?"
"Iya mba,"
"Terus, kira-kira berapa biaya yang akan di butuhkan untuk membuat ibu saya sembuh Dokter?"
"Saya juga belum tau pasti, tapi yang bisa saya pastikan, sudah pasti biayanya akan sangat besar mungkin bisa ratusan juga rupiah." Jelas Dokter itu lagi.
Anna pun seketika tertegun, saat itu, benar-benar tak ada sepatah katapun lagi yang bisa ia lontarkan pada Dokter. Lidahnya benar-benar terasa kelu, badannya seolah tak bertulang dan serasa ingin ambruk seketika.
"Baiklah terima kasih dokter." Ucapnya lirih dan begitu pelan.
Anna pun keluar dari ruangan dokter dengan lesu, ia terus melangkah pelan dengan tatapannya yang mulai kosong. Ia kembali ke ruangan tempat dimana ibunya di rawat, saat itu ibunya belum juga sadarkan diri, tapi mengingat waktunya sudah sangat mepet dengan jamnya masuk kerja, ia pun akhirnya menitipkan ibunya pada sahabatnya Andre yang saat itu juga masih berada di rumah sakit.
"Tidak masalah, kebetulan aku free hari ini, jadi kamu bisa mengandalkanku." Jawab Andre sembari tersenyum simpul.
"Aaaa kamu baik sekali, terima kasih banyak ndre." Ucap Anna lirih.
"Sudah, jangan memasang wajah seperti itu, aku tidak suka! Sudah cepat sana pergi kerja, apa kamu mau telat lagi?" Andre pun kembali tersenyum sembari memegang pundak Anna.
Anna pun ikut tersenyum dan mengangguk, lalu ia bergegas pergi ke tempat dimana ia bekerja, saat itu ia bekerja sebagai pengawal di salah satu Bar. Sepanjang bekerja, Anna jadi banyak melamun, konsentrasinya benar-benar terpecah karena terus memikirkan penyakit ibunya.
Anna benar-benar tidak ingin kehilangan ibunya, karena ibunya satu-satunya keluarga yang ia miliki saat itu.
Tak terasa waktu sudah merujuk ke arah pukul 03:00 dini hari, bar sudah tutup dan Anna pun mulai bergegas untuk pulang.
...Bersambung......
Ia berdiri di tepi jalan, menunggu angkutan umum yang lewat dengan tatapannya yang masih saja terlihat kosong.
Tepat di hadapannya, terpampang nyata sebuah baliho besar yang bergambar seorang pengusaha muda yang sukses. Anna terus memandangi wajah tampan si pengusaha kaya raya yang kala itu nampak tersenyum begitu gagahnya.
"Huh, andai saja aku punya banyak uang seperti dia, pasti saat ini hidupku tidak akan sulit," Celetuk Anna seorang diri sembari terus memandang nanar wajah pemuda di baliho itu.
Akhirnya angkutan yang di tunggu pun tiba, Anna menaikinya dan terduduk lesu di dalamnya.
Anna bermaksud untuk pulang ke rumahnya terlebih dulu karena ingin mengambil pakaiannya dan beberapa barang lainnya untuk di bawanya ke rumah sakit.
Kini Anna telah sampai di depan gang rumahnya, ia turun dari angkutan umum dengan tenang.
Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba saja Anna di kagetkan dengan seorang lelaki berbadan tegap yang menarik lengannya begitu saja.
"Heh, apa-apaan kau ini?" Bentak Anna dengan matanya yang mulai membulat.
"Sssstttt." Ucap lelaki itu.
"Tolong!" Teriak Anna yang merasa keselamatannya sedang terancam.
"Hei, hei ssssttttt." Lelaki itu bergegas membawanya masuk ke gang sempit dan menyandarkannya di tembok.
"Lepas, lepaskan aku!!" Berontak Anna.
Merasa Anna susah di atur, lelaki itu pun dengan terpaksa membekap mulutnya dengan sebalah tangannya, hingga membuat Anna tak bisa berteriak lagi.
"Aku mohon diam lah, aku bukan orang jahat yang ingin merampok apalagi mencelakaimu." Bisik lelaki itu sembari terus menoleh ke arah belakangnya.
Anna pun terdiam, lalu mulai memandangi wajah lelaki yang sangat tak asing baginya, namun ia juga tidak ingat pernah melihat lelaki itu di mana.
"Argaaa!" Teriak segerombolan orang yang tiba-tiba saja terdengar.
"Arga dimana kau? Keluar kau Arga! Kami tau kau pasti masih berada di sekitar sini. Cepat keluar lah!!" Seru seorang lelaki berotot.
Anna pun terdiam, lalu memandangi kembali wajah lelaki itu.
"Arga? Apa yang di maksud adalah Arga Widjaya? Pengusaha sukses yang fotonya baru kulihat di baliho tadi??" Tanya Anna dalam hati dengan matanya yang mulai kembali membulat.
"Hei, tolong bantu aku, aku sedang di kejar-kejar oleh para preman itu, tolong bantu aku selamat dari gang ini. Jika kamu menyelamatkan aku, maka aku berjanji akan memberimu uang 1 Milyar, aku bersumpah!" Bisik lelaki itu lagi, lelaki yang diketahui bernama Arga.
Anna pun terdiam sejenak, entah kenapa saat itu tidak ada keraguan dalam dirinya untuk menolong Arga, mengingat Arga memanglah pengusaha sukses yang sangat kaya raya.
"Ayo cepat lah bantu aku, jangan diam saja. Sebentar lagi mereka akan tiba disini dan habis lah aku." Pujuk Arga yang kala itu terlihat mulai keringat dingin dengan deru nafasnya yang begitu terengah-engah.
"Baiklah, ayo ikut denganku, rumahku ada di dekat sini." Bisik Anna yang langsung menarik tangan Arga.
Arga pun diam dan terus mengikuti langkah Anna, hanya berjarak beberapa belas meter saja, kini tiba lah mereka di rumah Anna yang begitu sederhana.
"Ayo cepat masuk lah!" Bisik Anna sembari menarik cepat tangan Arga.
Anna bergegas menutup dan mengunci pintu rumahnta, tak lama suara hentakan kaki yang terdengar begitu bergemuruh di depan rumahnya santer terdengar.
"Dimana dia? Kenapa cepat sekali hilangnya?" Tanya salah satu orang.
Anna pun semakin dibuat panik, membuatnya bergegas menarik tangan Arga lagi untuk menyembunyikannya di dalam kamarnya agar lebih aman.
Arga pun duduk terdiam di tepi ranjang, namun keringatnya terlihat semakin mengucur deras, begitu pula dengan nafasnya yang terlihat semakin tersengal-sengal.
Anna yang melihat hal itu pun mulai di buat kebingungan, ia pun bergegas beranjak ke dapur untuk mengambilkan segelas air untuknya.
"Kamu terlihat begitu syok, ini minum lah dulu." Ucapnya sembari memberikan gelas berisikan air putih,
Arga meraih gelas itu dengan tangannya yang semakin gemetaran dan langsung meminum air yang diberikan oleh Anna hingga kandas.
"Hei, ada apa denganmu? Kurasa orang-orang itu sudah pergi, kenapa kau masih saja nampak begitu ketakutan?" Tanya Anna yang terlihat bingung dengan gelagat aneh Arga.
"Ak,, aku bukan ketakutan, tapi aku sedang menahan sesuatu."
"Menahan sesuatu? Apa? Oh apa kau ingin buang air?"
"Bu,, bukan! Bukan itu."
"Lalu?" Anna pun kembali mengernyitkan dahinya.
Arga mulai menatap Anna, lalu bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Anna, kedua tangannya mulai memegang erat kedu pundak Anna. Membuat Anna kembali panik, namun tetap berusaha untuk bersikap tenang.
"Hei, apa yang ingin kau lakukan?"
"Tolong, tolong aku!" Ucap Arga lirih.
"Ada apa? Apa yang bisa kubantu lagi.
"Tolong, mereka menyuntikkan obat perangsang padaku, tolong aku, aku tidak bisa menahannya lagi." Arga semakin lirih dan semakin meremas kuat pundak Anna.
Kedua mata Anna sontak membulat sempurna, ia langsung menggeleng cepat dan berusaha melepaskan cengkraman tangan Arga.
"Apa kau sudah gila! Tidak, aku tidak mau!"
"Tolong aku, aku janji, apa pun yang kamu minta, aku berjanji akan mengabulkannya. Termasuk uang 1 Milyar yang ku janjikan di awal, juga akan aku berikan. Tolong aku, aku mohon." Pujuk Arga yang terlihat begitu memelas.
Anna pun terdiam, seketika wajah ibunya terbayang, kala itu ia tak punya banyak waktu untuk mencari uang dalam jumlah besar. Hanya ini jalan satu-satunya, pikir Anna saat itu.
Anna pun mulai tertunduk lesu, lalu Arga dengan tangannya yang masih gemetaran, mulai meraih dagunya lalu mulai mencium bibirnya begitu saja.
Saat itu Anna hanya bisa pasrah, ia tidak berniat untuk menolaknya karena dalam hatinya sudah memutuskan untuk merelakan keperawanannya demi kesembuhan sang ibu tercinta. Hingga akhirnya, Arga membawa tubuh Anna ke atas ranjangnya yang hanya berukuran 120cm x 200cm itu. Di atas ranjang sempit itulah, Arga dengan sangat buas menuntaskan hasratnya yang sudah tak dapat ia bendung lagi. Anna saat itu hanya bisa meneteskan air matanya dalam diam, tangannya mencengkram kuat ujung bantal saat menahan rasa sakit yang teramat sangat saat Arga menembus keperawanannya hanya dalam beberapa kali hentakan saja.
Ke esokan harinya...
Kejadian tak terduga yang di alami oleh Anna semalam, membuatnya begitu kelelahan serta merasakan kesakitan di bagian bawahnya hingga membuatnya jadi begitu tak berdaya untuk pergi ke rumah sakit lagi malam itu.
Rasa lelah itu pula yang membuatnya jadi tertidur begitu nyenyak, hingga tanpa sadar ia pun bangun sedikit lebih siang dari biasanya.
Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 10:40 pagi menuju siang, Anna pun mulai terbangun dan membuka matanya secara perlahan.
...Bersambung......
Lalu mulai memandangi tubuhnya yang saat itu masih dalam keadaan yang polos tanpa sehelai benang pun yang melekat pada tubuhnya, dan hanya di balut oleh selembar selimut saja yang kala itu menutupi tubuh mulusnya. Menyadari dirinya bangun kesiangan saat matahari yang terasa semakin panas menyengat permukaan kulit wajahnya dari sela-sela jendela, Anna pun langsung saja di buat terperanjat dari tidurnya.
"Oh tidak, aku kesiangan!!" Celetuknya seorang diri.
Anna dengan cepat melirik ke sebelahnya, saat itu nampak tempat tidurnya yang sempit itu terlihat sudah kosong, dan tidak ada sosok Arga disana. Anna pun bergegas bangkit, dengan hanya di balutkan oleh selimut, ia pun melangkah cepat menuju seluruh ruangan yang ada di rumahnya untuk mencari keberadaan Arga dengan sedikit tertatih-tatih karena bagian bawahnya yang masih terasa sangat sakit akibat ulah Arga. Namun sayangnya, meski telah mencari ke segala ruangan yang ada, ia tetap tidak dapat menemukan adanya sosok Arga di rumahnya itu.
"Haiss, kemana dia? Apa dia sungguh pergi begitu saja?" Tanya Anna seorang diri yang mulai nampak sangat panik dan bercampur kesal yang semakin susah ia kendalikan,
Tak lama, Anna pun bergegas kembali ke kamarnya sembari terus menggeram dan terus mengutuk Arga karena berfikir Arga telah menipunya dan sangat merugikannya.
"Dasar penipu!! Astaga, dia sudah mengambil keperawananku dan pergi begitu saja!! Benar-benar penipu kau Arga, penipu penipu penipuuuuuu!!" Pekik Anna yang terus memukul-mukul bantalnya karena merasa sangat kesal.
Tak sengaja, saat itu mata Anna pun melirik ke arah nakas yang letaknya berada di sebelah kanan tempat tidurnya, di atasnya ia melihat sudah ada terletak seperti selembar kartu.
"Apa itu?!" Tanyanya seorang diri sembari mulai beranjak mendekati nakas itu.
Anna pun meraih selembar kartu itu, yang ternyata diketahui sebagai kartu nama dari Arga, yang nampak sengaja ia tinggalkan agar Anna bisa lebih mudah untuk menghubunginya.
Seolah tak ingin membuang-buang waktu lebih lama lagi, Anna pun bergegas meraih ponselnya, lalu menghubungi nomor yang tertera di kartu nama itu.
"Ya, Halo." Jawab seorang pria yang dari suaranya terdengar jelas jika itu memang lah Arga,
"Heh, apa kau sengaja ingin menipuku ya?! Sudah puas semalam meniduriku, lalu dengan seenaknya saja kau pergi seolah tanpa beban! Apa begini caramu berterima kasih ha? Apa begini caranya??! Ketus Anna yang mulai meluapkan kekesalannya tanpa ada rasa takut apalagi segan meski saat itu ia tau jika Arga adalah orang yang memiliki kekuasaan di kota itu.
"Hei, kenapa tiba-tiba kamu marah? Aku tidak sedang menipumu, kalau aku berniat menipu, tidak mungkin aku meninggalkan kartu namaku." Jelas Arga yang terdengar begitu tenang.
"Halah banyak bicara! Setelah apa yang sudah kau lakukan semalam padaku, jadi kau hanya bisa meninggalkan selembar kartu ini padaku?! Iya??" Tanya Anna yang semakin meninggikan suaranya.
"Oh itu, eemm atas yang terjadi semalam, aku sungguh sangat menyesali perbuatanku yang tidak bisa menahannya hingga harus melakukannya denganmu. Tapi, aku bisa bertanggung jawab atas itu, jadi kamu tenang saja."
"Bertanggung jawab? Bagaimana caramu bertanggung jawab untuk suatu hal yang tidak bisa kembali seperti semula?? Kamu telah meniduriku, kamu telah mengambil keperawananku, kau tau itu??!
"Iya aku tau, maka dari itu sebagai bentuk tanggung jawabku, maka aku bisa saja menikahimu." Jawab Arga dengan entengnya seolah tanpa beban saat mengatakannya.
"Apa katamu?!" Mata Anna pun sontak terbelalak mendengar hal itu.
"Iya, aku bisa menikahimu jika kau mau."
"Tidak! Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak ku kenal. Kau ini, apa kau pikir pernikahan itu adalah sebuah permainan, yang bisa kau ucapkan tanpa berfikir panjang. Huh, benar-benar sudah kelewatan, kau benar-benar sudah gila Arga!!" Ketus Anna yang menjadi sangat tidak terima sembari langsung saja mengakhiri sambungan teleponnya.
Kini perasaan Anna semakin tak karuan, niat menolong seseorang agar bisa secepatnya menolong ibunya yang berada di rumah sakit, malah membuatnya jadi semakin tertimpa kesialan hingga membuatnya terus menggeram dan menyesali tindakannya.
Anna tiba-tiba saja teringat pada ibunya, ia pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memutuskan untuk langsung pergi ke rumah sakit untuk menjenguk dan mengecek keadaan ibunya.
35 menit berlalu, kini Anna telah sampai di rumah sakit, ia terus melangkah cepat demi bisa segera tiba di kamar tempat ibunya di rawat. Namun, langkah Anna seketika terhenti saat ia baru saja ingin menyentuh handle pintu ruangan tempat dimana ibunya di rawat.
"Kau ini, sudah sakit-sakitan tapi masih saja kekeh untuk tetap hidup. Apa kau belum puas selama ini hidup di atas keretakan rumah tanggaku ha?! Bahkan hingga saat ini suamiku masih sering mengigau dan menyebut namamu!!" Ketus seorang wanita yang begitu meninggikan suaranya di hadapan Irene yang kala itu masih terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit.
"Maafkan aku, sudah berapa kali ku katakan padamu, aku benar-benar tidak tau jika ia sudah memiliki keluarga, demi tuhan aku tidak mengetahui hal itu sebelumnya." Jawab Irene yang terdengar begitu pelan dan lirih.
"Aaah tidak mungkin, kau bukannya tidak tau, tapi saat itu kau berpura-pura tidak tau karena ingin menguras harta suamiku lebih banyak lagi, iya kan?" Mata wanita itu pun nampak semakin melotot pada Irene.
Namun hal itu tidak membuat Irene membalas tatapannya dengan ikut melotot, Irene justru terlihat semakin sendu menatap wanita yang tengah dalam emosi yang menggebu-gebu itu.
"Tidak, itu sama sekali tidak benar! Aku sungguh tidak tau, dia mengaku lajang padaku dan berjanji ingin menikahiku secepatnya, sampai akhirnya aku mengandung, baru lah dia mengatakan semuanya padaku. Barulah aku tau jika Aryo telah berkeluarga, sejak saat itu, aku pun tidak lagi berhubungan dengannya."
"Aahh! Aku benar-benar muak dengan pembelaanmu itu, kenapa kau tidak mati saja ha?! Dasar pelakor! Sekali pelakor tetap lah pelakor!!" Pekik wanita itu lagi sembari menampar keras pipi Irene seolah tak peduli pada kondisi Irene pada saat itu.
Kedua mata Anna sontak kembali membulat sempurna saat mendengar suara tamparan yang begitu jelas terdengar di telinganya. Kini emosi Anna pun semakin tak bisa lagi ia bendung dan kendalikan, membuatnya langsung masuk begitu saja ke ruangan tempat dimana ibunya di rawat yang berada di kelas tiga. Lalu, tanpa ada rasa takut, ia pun menghampiri wanita yang sejak tadi terus memarahi ibunya dan dengan begitu beraninya, ia juga menampar pipi mulus wanita itu dengan begitu keras hingga membuat pipi wanita itu jadi memerah akibat bekas tamparannya.
...Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!