NovelToon NovelToon

Jasminka/Orchidea

the victim

Ia membuka matanya perlahan. kepalanya masih berdenyut nyeri. bau desinfektan mulai tercium menusuk di hidung mancungnya. dengan perlahan ia memutar lembut lehernya yang di selimuti perban putih. netra hitam pekatnya memperhatikan sekitar ruangan yang keseluruhannya berwarna putih. ia mencoba bangkit perlahan dari brankar yang ia tiduri selama ini. entah berapa lama ia terlelap di sini. ia mencoba memutar ulang memorinya mengingat apa yang terjadi sebelumnya. akan tetapi tetap saja ia tak mampu untuk lakukan.

saat ia mencoba untuk bangun. tuas pintu kamar tersebut di buka dari luar. dua orang berpakaian putih layaknya seperti Dokter dan suster masuk. salah satunya dengan stetoskop ditangannya. mereka tersenyum kepadanya dan meminta ijin untuk memeriksa keadaan dirinya.

sedangkan yang satunya lagi tengah asik pada sebuah buku catatan. lalu sang Dokter memerintahkan untuk menyuntikkan salah satu vial pada infusan yang terhubung pada tangan kirinya. mereka tersenyum kepadanya. dan menanyakan keadaannya.

"nona Dea gimana keadaannya? masih berasa pusing?"sang Dokter bertanya dengan ramah.

sementara sedari tadi Ia hanya terdiam dalam kebingungannya. ia bergumam pelan sembari mengernyit dahi dan menyebut sebuah nama yang di tujukan untuk dirinya.

"Dea???".ucapnya pelan. tetapi menimbulkan rasa perih di daerah lehernya hingga menusuk ke tenggorokannya.

hanya anggukan lemah yang bisa ia berikan sebagai ganti jawaban atas pertanyaan dokter yang telah menanyakannya untuk kedua kalinya. setelah sang dokter menjelaskan efek trauma yang dialaminya. mereka memintanya beristirahat kembali. dan keluar dari kamar inap tersebut.

ketika ia mencoba untuk duduk dan ingin bersandar di kepala brankar. seorang laki laki berpewarakan melankolis serta berpakaian necis masuk dan menghampirinya.

ia membantunya untuk duduk bersandar di kepala brankar. setelahnya lelaki tersebut berdiri agak menjauh dari nya. lalu laki laki tersebut tersenyum dan bertanya.

" apa kau sudah siuman?".

Ia masih belum menyadari tentang keadaan yang terjadi terhadap dirinya. hingga ia bertanya kembali kepada laki laki tersebut.

" sudah berapa lama aku terbaring disini?. tanyanya seraya menahan perih di tenggorokan nya.

tetapi rasa penasaran semakin mendominasi dirinya. hingga ia berlanjut ke pertanyaan selanjutnya tanpa memberi peluang kepada pria yang di hadapannya untuk menjawab.

"apa yang sebenarnya terjadi padaku?. dan kau siapa?. tanya gadis yang di panggil Dea itu dengan suara yang masih lemah dan serak.

"Apa kau tidak ingat? "tanya lelaki itu kembali.

Ia hanya mampu menggeleng lemah. tetapi lelaki tersebut menyeringai. karena kemungkinan setelah ini sebuah rencana akan terjadi. setelah ia mendengar penjelasan dokter tadi sebelum bertemu dengan gadis ini.

Siapa yang menyangka jika seminggu sebelumnya di saat Evan sedang mengemudikan mobilnya dalam kondisi di tengah hujan yang tiba-tiba turun dengan begitu derasnya, sehingga bagi siapapun yang sedang berkendara dalam kondisi seperti itu. Sudah pastilah begitu terbatas penglihatannya.

Saat ia sedang berkonsentrasi dengan kemudinya tiba-tiba ponselnya bergetar di samping jok kemudinya. Memang telah menjadi kebiasaan seorang Evan yang melempar ponselnya begitu saja di samping jok kemudi ketika berkendara.

Untuk sesaat ia membiarkan saja ponselnya berdering dengan sendirinya. Akan tetapi lama kelamaan hal tersebut justru sangat mengganggu dirinya.

Ia mencoba meraih ponselnya dengan tangan kirinya. hanya saja ponsel itu berdering dan bergetar dengan cukup lama, ditambah lagi sebuah guncangan terjadi pada mobilnya yang melewati beberapa polisi tidur yang menyebabkan ponsel tersebut terjatuh ke kolong dashbord.

"Akh ... s**t," maki Evan kesal.

Lalu ia mencoba meraih kembali ponselnya dengan tangan kirinya sembari memegang kemudi dengan tangan kanannya.

Memang ia agak kesulitan dalam meraih ponselnya, yang akhirnya ia pun memaksakan dirinya harus sedikit membungkuk dan mengalihkan pandangannya ke bawah hingga naasnya pun tiba..

Yah disinilah ia sekarang ini. Dikarenakan nasib sial sehingga ia tak sengaja menabrak seorang gadis yang saat ini masih terbaring dengan segala macam peralatan medis yang melekat di tubuh gadis berkulit kuning langsat tersebut.

Pada saat Ia hendak meminta penjelasan dari Dokter tentang kondisi gadis itu, ponselnya berbunyi. ia melihat panggilan masuk di layar ponseln miliknya. Arvei is calling. ia pun segera mengangkatnya.

"Ya ada apa?" tanya Evan pada Salah satu anak buahnya.

"Kita kekurangan stok cewe bos, karena tamu bulanan mereka," jelas Arvei.

"Aisssh sialan ... kau urus saja dulu mereka sebisa mungkin, jangan sampai lari pelanggan VVIP kita. lakukan saja seperti biasanya, Kau Mengerti!" ucap Evan yang mulai menunjukkan kekesalannya.

"Baik boss," sahut Arvei dengan patuh.

Tetapi belum pun selesai ia menjawab, si boss seberang sana telah mematikan ponselnya. ia hanya menggelengkan kepalanya dan melanjutkan titah dari bossnya itu.

Diruangan Dokter ini Evan mendengar keseluruhan penjelasan Dokter tentang pasca trauma yang dialami pasien yang bernama Dea yang sebenarnya Evan sendirilah yang menyandangkan nama dengan asal sebut pada gadis tersebut. karena ia memang sama sekali tidak tau identitas gadis yang ditabraknya tersebut.

Segera setelahnya ia menemui gadis tersebut di ruang rawat inap. ia hanya memastikan tentang kondisi gadis tersebut.

mungkin bisa jadi beberapa hari lalu ia di hadapkan pada kesialan dan menghabiskan puluhan juta hanya demi sebuah kata tanggung jawab dari pada harus berakhir menjadi kasus kriminal tabrak lari.

maka ini mungkin saatnya ia berfikir untuk mengambil hasil investasi medis yang telah ia keluarkan selama ini. yahh ada harga yang harus dibayar oleh gadis itu.

"Dea.. kau yakin tidak mengingatku?" Evan bertanya dengan licik.

Evan memperhatikan raut kebingungan pada wajah gadis itu sembari tersenyum licik, ia berharap kondisi gadis tersebut sama dengan yang di pikirkannya saat ini

"Tidak ... A-aku tidak mengingatmu dan ...

semuanya," jelas Dea yang masih kesulitan berbicara.

lalu ia memejamkan matanya mencoba mengingat ingat yang terjadi dan kepalanya kembali berdenyut sehingga ia mengerang kesakitan.

mendengar gadis itu mengerang kesakitan Evan pun sedikit panik dan segera mendekati gadis itu seraya membungkuk dan berkata

"Hei... tenang. Rileks okey?. kau tak perlu berusaha sekeras itu,".

Setelah ia berhasil menenangkan gadis itu, Akhirnya ia menyuruh Dea untuk berbaring kembali

"Istirahatlah, dan jangan pikirkan apa pun dulu. Aku akan menceritakan semua yang terjadi nanti saat kau dinyatakan benar benar pulih oleh dokter," ucap Evan yang berusaha menenangkan gadis itu.

lalu Evan berdiri setelah merapikan selimut Dea. Ia pun pergi keluar dari ruangan itu saat melihat Dea telah memejamkan mata dan memastikan gadis itu tertidur.

"Semoga semesta mendukung apa yang aku pikirkan saat ini," ucapnya sembari tersenyum menyeringai saat terlintas ide licik di otaknya yang sedang buntu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

mohon dukung Novel ini berupa like, vote, komen, rate dan be your favorit novel.

The Victim 2 ( revisi )

Di tempat yang terjauh, tepatnya di ujung barat Sumatera. Seorang gadis yang berusia 17 tahun terjaga dari tidurnya setelah ia tak sadarkan diri selama tiga hari pasca kecelakaan besar yang terjadi padanya.

Gadis itu berusaha memanggil-manggil ibunya.

"Mama .. Mama .. Mama,"

Akan tetapi tak ada sedikitpun suara yang keluar dari kerongkongannya. Ia mencoba sekali lagi untuk memanggil Mamanya. Akan tetapi semua sia-sia belaka. Suara yang ia inginkan tak juga keluar dari kerongkongannya malah membuat sakit tenggorokannya.

Akhirnya Ia mencoba cara lain untuk memanggil kembali Mamanya. Kali ini dengan cara mengetukkan jemarinya di sisi batasan brankar yang di tidurinya agar menimbulkan bunyi.

Cukup lama gadis tersebut melakukannya, dan bahkan ia berusaha untuk mengetuk lebih keras lagi. Sehingga Inka, mamanya mengalihkan pandangannya dari seorang wanita yang mengaku dari ibunya pelaku yang menyebabkan sebuah kecelakaan lalu lintas terjadi.

Wanita itu datang padanya hanya untuk mengetahui keadaan korban sekaligus datang untuk memohon maaf atas tindakan putranya yang telah menyebabkan beberapa orang menjadi korban, termasuk gadis yang saat ini masih terbaring lemah di rumah sakit yang sama dengan putranya itu.

Inka melihat apa yang dilakukan putrinya itu, dan segera masuk ke dalam ruangan tersebut, lalu memanggil putrinya.

" Jasmine,"

"Sayang," panggil Inka dengan tangisnya seraya menggenggam tangan sang putri.

Saat Dokter dan perawat datang untuk memeriksa keadaan sang putri. Tiba-tiba Inka melihat bibir putrinya bergerak-gerak.

Ia mendekati putrinya yang bernama Jasmine tersebut dan bertanya.

"Ya, Nak. Ada apa?"

"Mama, aku haus," ucap Jasmin tanpa bisa mengeluarkan suaranya.

"Kenapa sayang?"tanya Inka sambil mendekatkan telinganya ke bibir putrinya.

"Aku haus, Ma?" jawab Jasmin yang mencoba berusaha lebih keras untuk mengeluarkan suaranya.

Tetapi tetap saja suara itu tidak muncul dari tenggorokannya. dan malah semakin membuat tenggorokannya terasa lebih nyeri dari sebelumnya yang ia rasakan.

Mungkin naluri seorang ibu itu lebih tajam. Jadinya Inka berfikir pastilah putrinya itu sedang kehausan dikarenakan sudah tiga hari bibirnya Jasmine tak tersentuh dengan air.

Inka pun berinisiatif mengambil segelas air putih yang tersedia di atas nakas dan menyuapi air sesendok demi sesendok pada putri satu-satunya yang ia miliki itu setelah meminta pendapat dokter yang merawat anaknya saat itu.

Setelah dirasa cukup, Inka meminta putrinya itu untuk beristirahat kembali. Lalu segera setelah Jasmine tertidur, ia pun mengikuti titah sang Dokter agar datang ke ruangannya untuk di beri penjelasan mengenai kondisi sebenarnya dari putrinya itu.

Sementara di ruangan yang lain, seorang dokter menjelaskan kondisi putra mereka yang sebenarnya pada sepasang suami istri setelah berdialog cukup lama dengan saran dan pertimbangan.

Akhirnya mereka memutuskan untuk memindahkan perawatan putra mereka satu-satunya ke rumah sakit yang memiliki fasilitas cukup lengkap di ibu kota yang mereka tinggali. karena sang putra berada di sini hanya kebetulan untuk menghabiskan masa liburannya disini bersama teman masa kecilnya, Nadira. yang menjadi mahasiswi di propinsi ini.

Akan tetapi naas baginya harus mengalami kecelakaan beruntun sehingga menyebabkan beberapa korban berupa materil dan juga tiga orang korban jiwa termasuk putranya yamg hingga saat ini belum lagi sadar dari komanya. Sedangkan Nadira, anak dari sahabat mereka itu tidak selamat dalam kecelakaan tersebut.

Tentu saja hal ini merupakan pukulan telak bagi pasangan suami istri yang bernama Arfan dan Mona. Selain mereka menanggung kesedihan karena kondisi putra mereka. Mereka juga harus menanggung rasa merasa bersalah karena kematian putri dari sahabat mereka dikarenakan kecelakaan tersebut.

Mona pun menangis sejadi-jadinya mengingat beratnya beban perasaan yang akan di tanggungnya.

"Ma, sabar Ma," ucap Arfan seraya merangkul bahu istri cantiknya itu.

"Anak kita, Pa. Nadira. lalu putrinya ibu itu, belum lagi korban yang lainnya, Papa," ucap Mona dalam isaknya.

"Mama ga sanggup, Pa, Bagaimana kalau korban yang lainnya mengalami nasib yang sama dengan Nadira atau seperti putra kita," Mona berucap dalam kekhawatirannya.

"Ma, istighfar Ma," tegur Arfan.

"Jangan berfikiran yang macam-macam apa lagi berkata yang aneh-aneh. Ucapan kita itu doa Ma. Mama berdoa saja semoga yang lainnya tak separah anak kita," ujar Arfan menyarankan agar istrinya itu menyadari akan kata-katanya barusan.

***

Jika Pasangan suami istri tersebut sedang mengalami kesulitan dikarenakan ulah putra mereka yang sebenarnya tiada di sengaja itu.

Maka seorang wanita yang sedang duduk menyendiri di sebuah taman rumah sakit

tanpa memperdulikan orang orang yang berlalu lalang di taman tersebut.

Wanita yang bernama Naminka tersebut hanya berfokus pada kata kata dokter mengenai kondisi yang terjadi pada putrinya sekarang ini. Jika sebelumnya ia telah mencurigai sesuatu yang buruk menimpa pada putrinya itu, maka hal Hal yang ditakutkannya pun benar benar terjadi.

Akhirnya ia pun tak sanggup membendung tangisnya yang sedari tadi di tahannya saat dokter memberitahukan mengenai keadaan putrinya yang di vonis cacat untuk sementara waktu karena beratnya kerusakan pita suara yang di alami putrinya itu.

Ia menangkup wajahnya dengan kedua tangannya bermaksud menyembunyikan isak tangisnya, walaupun itu tak bisa menyembunyikan jika wanita berstatus single parent itu sedang menangis lantaran kedua yang sedang bahunya bergetar hebat.

Tak lama kemudian seorang wanita yang usianya terpaut di atas lima tahun lebih tua dari Inka meraih bahunya setelah duduk bersisian dengannya, agar bersandar padanya.

"Sabar, Sis. Sabar," ucapnya dengan tenggorokannya yang tercekat.

Wanita itu mencoba memberi ketenangan pada Inka dengan menepuk-nepuk pelan punggungnya.

"Maafkan saya sis, maafkan saya dan anak saya. Saya janji akan memberikan perawatan terbaik buat putri sis. Walaupun saya tau itu semua tidak bisa menggantikan apa yang telah hilang. Maafkan saya," ucapnya memohon dalam tangisnya.

Sebelumnya Mona dan suami menanyakan kondisi putri inka melalui dokter yang merawat putra mereka juga. Mereka berdua benar benar syok sekaligus sedih atas yang terjadi pada putrinya Inka tersebut.

karena itulah Mona segera menemui Inka kembali dan mendapati Inka yang sedang menangis sendirian dalam kondisi rapuh seperti ini. Sama halnya dengan Mona. Ia pun juga teringat akan kondisi Justin, putranya yang hingga kini belum juga menunjukkan tanda tanda akan sadar dari komanya di hari pertama kecelakaan terjadi.

Di tambah lagi beban psikis tanggung jawab yang harus ia hadapi terhadap keluarga korban lainnya. Termasuk Jasmine dan Nadira.

Kedua wanita cantik itu menangis bersama di taman rumah sakit tanpa memperdulikan orang-orang yang lewat dan memperhatikan mereka berdua.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

mohon dukungannya untuk Novel ini berupa

like

vote

komen

rate

fav

terimakasih

Kisah di akhir pagi ( Revisi )

Satu bulan kemudian ...

Seorang pria muda tengah duduk di tepi nisan yang bernama Nadira, sahabat dari mereka kecil hingga mereka tumbuh dewasa. Cukup lama ia memandangi nisan tersebut sembari mengingat masa kecilnya yang ia habiskan bersama dengan gadis periang dan berani itu hingga kejadian naas di pagi itu terjadi.

ketika itu ...

Fajar mulai menyingsing di sebuah kota yang dikenal dengan syariatnya. Di kala beberapa jamaah yang baru saja pulang dari musholla dekat rumah kost yang ditempati oleh beberapa mahasiswi cantik yang berasal dari luar kota tersebut, termasuk Nadira.

Seorang lelaki tampan yang bernama Justin Kehl Ardiansyah sedang menunggu karibnya yang bernama Nadira di depan gerbang kost tersebut. Pria itu rela datang di pagi buta seperti ini, hanya demi menagih janji pada sahabatnya untuk menjadi tour guide nya di kota yang Nadira tinggali sekarang ini.

Nadira yang hampir di setiap subuhnya mengikuti sholat berjamaah di musholla dekat kost-kostannya sedang berjalan pulang dengan santainya menuju rumah kostnya kembali.

Hari ini ia telah memiliki jadwal khusus untuk bertemu dengan seorang Dosen agar bisa segera menyelesaikan tugas akhirnya sebagai mahasiswi yang berkuliah di universitas kota ini.

Akan tetapi, dari kejauhan ia melihat sebuah mobil asing yang tengah parkir di depan kostnya. Nadira terus melenggang santai melewati mobil yang berwarna hitam metalik tersebut, dikarenakan ia pun memang merasa tak mengenali mobil tersebut dan berniat masuk ke halaman kostnya.

Namun langkahnya berhenti seketika saat suara lelaki yang ia kenal menyerukan namanya dengan jelas dan keras sehingga membuat beberapa pasang mata yang melintas di depan kostnya mengarah kepada dirinya.

Nadira sempat melirik ke sekitarnya untuk mencari sumber suara yang tak asing baginya, tapi dikarenakan ia merasa tak ada seorangpun yang berada di sekitarnya. Akhirnya gadis itu pun kembali melangkah melanjutkan tujuannya kembali pulang.

Sementara Justin yang melihat Nadira bergegas masuk ke kosnya pun dengan sigap membuka pintu mobil dan segera turun dari mobilnya. lalu ia pun dengan lantang menyerukan nama sahabatnya itu.

"Oi Nadira!" seru Justin yang langsung turun dari mobilnya.

Nadira pun menoleh ke belakang untuk memastikan suara yang ia kenal tersebut. Dan benar saja, suara tersebut adalah suara sahabatnya yang sedang berlibur di kota ini.

Nadira memutar bola matanya sambil mendengus kesal melihat kelakuan sohibnya yang ga pernah mau bersabar jika menagih sesuatu.

Memang sebelumnya Nadira telah berjanji pada pria itu akan mengajaknya jalan-jalan berkeliling untuk memperkenalkan kota yang di sebut serambi mekkah ini pada sahabatnya itu.

Tapi yang pasti Bukanlah di hari ini. Karena hari ini adalah jadwal dimana dirinya harus bertemu dengan Dosennya untuk membahas mengenai skripsinya.

Akan tetapi di pagi yang buta ini, sungguh ia benar-benar telah di buat kejutan serta di buat repot oleh sahabatnya itu.

"Hai Justin yang penyabar," sahut Nadira bernada sindiran seraya tersenyum kecut pada Justin.

"Aku kan udah kasih tau ke kamu kalau hari ini akunya lagi ga bisa nemenin kamu. Hari ini adalah jadwal aku ke harus kampus, Tin. kenapa ga percaya amat si?" omel Nadira.

Justin yang memang notabene tak perduli dengan alasan Nadira, sontak mengeluarkan statementnya;

"Janji itu adalah hutang Nad, jadi aku mau menagihnya sekarang aja. karena belum tentu besok besoknya kamu bisa menepati janji kamu. Karena kamu udah terlalu banyak mem PHP-in aku selama ini," ucap Justin santai.

Nadira mengernyitkan dahi bingung. karena selama hidupnya ia ga pernah mem PHP-in siapapun. Apa lagi Justin yang selalu ia menomorsatukan jika ada sesuatu janji yang ia buat bersama dengan pria ini.

Di saat ia mau membuka mulutnya untuk protes, saat itu juga pria indo-eropa konyol itu langsung mengangkat telunjuknya serta menggoyangkan ke kiri dan ke kanan.

Ia pun langsung menarik lengan Nadira dan memaksanya masuk ke dalam mobil tanpa di beri kesempatan untuk Nadira mengganti mukenanya. Dengan langkah cepat memutar kembali ke jok drivernya dan ia pun langsung menstarter mobilnya serta bergegas meninggalkan tempat itu.

Saat itu Justin sukses menculik sahabatnya sendiri untuk di bawa jalan-jalan melunasi hutang-hutangnya Nadira di pagi hari.

"Dasar gokil ni bule, konyol kali ku rasa," dumel Nadira di dalam hatinya.

Beberapa menit kemudian...

Hampir lima belas menit berlalu, Nadira memperhatikan Justin yang tengah asyik bermain dengan ombak. Justin terlihat begitu senang layaknya anak kecil yang tak pernah diajak ke pantai oleh orangtuanya. Sekali di bawa yah beginilah modelnya.

Nadira melihat lelaki yang dulunya masih lugu itu kini mulai terlihat tanda-tanda seorang pria dewasa hanya saja sifatnya yang masih suka usil dan kelewat bercanda jika dengan dirinya.

"Iss, dasar bloon. Ombak menjauh di kejar. Giliran datang malah lari. Dasar sinting ni bule," omel Nadira kembali.

Nadira terus memperhatikan sahabatnya itu dari kejauhan, sampai akhirnya justin melambaikan tangan kepadanya untuk bermain bersama. Nadira hanya melipat kedua tangannya dengan wajah cemberut. Sebenarnya ia begitu kesal pada justin hari ini.

Seharusnya saat ini Nadira sedang bersiap siap dengan segala macam alat tempurnya, agar nantinya ia sudah siap betul saat ia di hadapkan pada seorang Dosen yang di kenal killer di kampusnya itu.

Jika hari ini Nadira terlambat beberapa menit saja maka pengajuan judul skripsinya bakal terancam. karena dari sekian judul yang di ajukan belum ada satu pun yang di terima oleh dosennya itu. Hal inilah yang membuat Nadira sering mengabaikan Justin saat lelaki bule itu menghabiskan masa cutinya di sini selain khusus bertemu dengannya hanya karena kangen untuk menjahili dirinya.

Sementara Justin yang melihat Nadira hanya bersandar di bumper mobilnya, Ia pun mendekat dan ikut bersender di bumper tersebut. Ia memanggil Nadira dengan cara menyenggol tubuh gadis itu beberapa kali. Akan tetapi Nadira hanya bergeming seraya menatap hamparan biru yang terbentang indah di depan matanya.

Justin yang melihat sahabatnya dalam mode cuek bebek, akhirnya mulai kehilangan kesabarannya untuk tak mencubit hidung mancung milik Nadira sedikit keras.

Nadira begitu gelagapan sembari memegang tangan justin dengan kedua tangannya dan berteriak meminta justin agar segera melepaskan tindakannya itu. Tapi bukanlah justin jika lelaki itu mau melepaskan Nadira begitu saja.

Lelaki bule itu masih menjepit hidung mancungnya Nadira dengan dua jarinya. Sementara Nadira masih berusaha membebaskan dirinya dari kejahilannya Justin.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

berikan support kalian untuk penulis berupa lile, vote, komen, rate, favoritnya. biar yang nulis tetap semangat untuk nge up.

terimakasih...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!