Aku berada di fase paling insecure dalam hidupku.
...
Alora Febrianti, gadis manis berkulit putih, berambut panjang dan lengkap dengan tampilan kemeja polos di atas kaos dan celana jeans miliknya. Remaja yang menganggap dirinya tong kosong dan tidak memiliki kemampuan apapun, ia tidak pernah bisa menyadari bahwa dirinya sebenarnya cerdas, hanya saja pada tempat yang berbeda.
Gadis manis itu tampak duduk termenung di dalam bus yang sedang berjalan dengan earphone di kedua telinganya. Usianya 18 tahun yang artinya sebentar lagi ia akan lulus dari SMA, namun berada di kelas 12 walaupun sudah tidak ada lagi Ujian Nasional juga tidak bisa sesantai itu. Ia harus mulai mempersiapkan ke mana ia akan menjatuhkan langkahnya, karena dunia tanpa nama ini terus berlalu dan hanya menyisakan luka.
Bus berhenti di halte dekat rumahnya, Alora turun lalu mendapati sesosok ceria yang sedang melambai ke arahnya sembari menunjukkan sederet gigi yang tersusun rapi di balik bibir manisnya.
"Aloraaa, loe udah sampai?" Sapa gadis bernama Aprilia Riski yang saat ini sudah merangkul Alora yang hanya terdiam di tempatnya.
"Gua kangen banget, akhirnya loe balik ke sini" sambung gadis cantik itu dengan senyum cerahnya.
Alora, si gadis cuek itu hanya membalas dengan menepuk pelan punggung Lia sebanyak tiga kali lalu melepaskan diri dari pelukan sahabatnya itu. "Gua capek ayo pulang!" Ucap Alora setelah menghela berat nafasnya.
Sesampainya di rumah, tanpa sengaja ia melirik pemuda yang baru pertama kali ia lihat di lingkungannya namun tampak tidak asing. Pemuda tinggi itu hanya lewat dengan sepedanya.
"Tuh cowo baru pindah minggu lalu, pas loe masih di tempat nenek loe. Tapi kalo di lihat-lihat, itu cowo ganteng banget pengen gua bungkus bawa pulang" seperti biasa Lia dengan sifat cerewetnya.
"Bungkus apaan? Anak orang tuh bukan barang!" Sahut Alora dengan wajah datarnya, namun masih menatap pemuda itu.
Dan seperti biasa juga rumah ini tetap sepi tiap kali ia pulang, ibu dan Ayahnya sibuk bekerja dan mencari kerjaan lain di saat senggang. "Andai aku dari keluarga kaya apa hidupku akan berbeda?" Batin Alora bertanya dengan bola mata agak berkaca ia menatap rumah kosong di depannya.
Terdengar teriakan Lia yang sedari tadi sudah masuk ke dalam rumah "Loraaa cepetan masuk, loe gimana sih ini rumah loe apa rumah gua masa harus kusuruh masuk dulu. Buruan udah gua siapin makan nih, tadi emak gua masak banyak"
Alora langsung memasuki rumahnya lalu menuju meja makan, "tenggorokan loe gak kering teriak panjang lebar gitu?"
"Santai, gua udah biasa kok, yuk makan loe pasti lapar" Lia menyiapkan piring lalu menaruh beberapa makanan yang sudah tertata untuk dimakan. Alora pun mengambil makanan dan ikut makan.
Pagi harinya gadis manis berambut panjang, Alora berjalan sekitar 20 menit menuju sekolah. Setelah sebulan cuti karena tidak mampu bayar uang SPP ia diskors dan terpaksa pulang ke rumah neneknya untuk bekerja. Jalan dari rumahnya ke sekolah agak sepi dari kendaraan, makanya gadis itu lebih memilih jalan kaki sekaligus ia bisa menghemat uang jajan yang bahkan tidak ia miliki.
Seperti sekolah pada umumnya, kelas pagi akhirnya dimulai saat guru yang bertugas datang. Namun saat tengah pelajaran, tiba saja bu Indah wali kelas 12 IPS 1 memanggil Alora untuk datang ke kantor guru.
Di kantor guru, tampak bu Indah menatap gadis yang duduk dengan kepala tertunduk di depannya itu serius. Bel istirahat sudah berbunyi namun bu Indah masih menatap Alora tanpa sepatah katapun dan malah memeluk gadis itu.
"Kenapa kamu gak bilang ke ibu uang semester dari semester lalu menunggak? Kalo gini caranya kamu gak akan bisa lulus dan dapat ijazah" Kata bu Indah lembut lalu melepas peluknya dari gadis itu.
Akhirnya Alora menatap wali kelasnya dan berkata "saya memutuskan untuk putus sekolah bu!" Tampak kedua bola matanya berkaca.
"Apa? Kamu ngomong apa? Saya tidak setuju, tenang saja uang semester nanti biar saya yang bayar asal kamu jangan putus sekolah. Ini udah semester terakhir dan ibu selalu bilang kalau kamu ada masalah dan butuh bantuan ibu, bilang Alora!" Kata wanita paruh baya itu emosional.
"Tapi saya..." kata Alora terpotong, "saya enggak mau tau, pokoknya kamu harus sekolah yang rajin, saya yakin hidup kamu pasti bisa berubah, ayo kita dapatkan beasiswa supaya kamu bisa kuliah ya" sambung bu Indah.
"walau sebenarnya aku gak tau aku sanggup kuliah atau enggak" batin gadis itu dengan tatap sendu.
"Terimakasih banyak buk, saya banyak berhutang budi sama ibu" kepala gadis itu kembali tertunduk menyembunyikan kesedihannya dan bu Indah menepuk bahu gadis itu.
"Kalo begitu saya permisi bu" Alora bangkit dari kursinya menuju pintu lalu mendapati seorang pemuda yang berdiri di depan daun pintu menatapnya, membuat sejenak langkahnya terhenti saat manik mata mereka bertemu, lalu melanjutkan langkahnya keluar dari ruang itu. Pemuda tampan dan tinggi itu meletakkan buku yang di bawanya di meja pak Wahyu lalu keluar dari kantor guru.
Alora kembali ke kelas dan tampak sedang duduk lalu merebahkan kepalanya di atas meja tepat beberapa detik sebelum Lia berteriak memanggil "Aloraa ayo makan! Gua udah beliin buat loe juga ni" gadis cantik itu mendekat lalu duduk di sisi Alora.
Andrean Erland, pemuda itu mendapati gadis yang ia tatap di kantor guru tadi dan menghentikan langkahnya di belakang daun pintu kelas.
"Lora, bu Indah bilang apa sih kok lama banget? Kenapa, ada masalah ya?" Tanya Lia sembari mengunyah roti dalam mulutnya.
"Enggak ada apa-apa, loe enggak usah khawatir" jawab Alora tenang namun tatap matanya seakan berkata sebaliknya.
"Oya nanti siang gua harus ikut les, loe gak apa kan pulang sendiri?" Tanya Lia.
"Gak apa kok! Emang gua anak kecil apa? Gua enggak manja kayak loe!" Sahut gadis bermulut dingin itu.
"Dasar manusia berhati dingin! Coba aja loe bukan sahabat gua, udah gua gebukin!" Dengan kedua kepal tangannya meninju udara ke arah gadis di sampingnya.
"Coba aja!" Alora dengan tampang ledeknya. Namun Lia malah menertawakan Alora lalu mencubit pipi gadis itu.
"Aw sakit tau!" Desah Alora melepas tangan Lia dari pipinya. "Senyum kek! Ketawa kek! Apa kek! Sini biar gua ajarin senyum" Lia mengangkat kedua tangannya ke arah sahabatnya itu bersiap mencubit pipi Alora lagi.
Di sisi lain, Andre hanya menatap kedua gadis itu mengobrol lalu pergi.
Sepulang sekolah, pemuda tinggi dengan wajah sempurna dan ia juga berasal dari keluarga kaya, siapa lagi kalau bukan Andre, kerap kali para gadis berkerumun di gerbang sekolah hanya untuk melihat Andre lewat hingga naik ke mobil jemputannya.
Tak terkecuali hari ini, lokasi gerbang sekolah sudah tampak layaknya red carpet tempat idol korea masuk ke event award. Para gadis sedang bersiap, ada yang sudah siap dengan camera iphone-nya untuk mengambil gambar, ada yang masih mengoles liptint agar terlihat cantik, ada yang merapikan rambut, bahkan ada yang salah tingkah hanya karena Andre tidak sengaja melempar tatap ke arah mereka.
Saat ini Andre sedang menunggu jemputan di depan gerbang sekolah, tetapi ia merasa tidak nyaman berdiri di sana karena jadi pusat perhatian, ia memutuskan untuk pergi ke halte bus.
Di halte tampak gadis berambut panjang duduk di sana, namun posisinya gadis itu meletakkan kepala di atas lututnya dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Andre duduk di bangku halte satu meter dari gadis itu. Terdengar isak tangis dari gadis yang memakai seragam sekolah yang sama dengannya itu membuat pemuda itu menatap punggung gadis itu tepat setelah mobil jemputan datang dan ia harus pergi.
Gadis itu menegakkan kepalanya setelah mobil menjauh, dan ternyata itu Alora yang menyeka air matanya lalu bangkit melangkah pulang. Di sisi lain Andre membalikkan tubuhnya yang sudah berada di dalam mobil karena penasaran, ia menatap gadis yang ia lihat di halte melangkah pelan ke arah yang sama dengan mobilnya yang perlahan menjauh.
...
Pagi minggu, Alora sudah siap berangkat untuk mencari pekerjaan paruh waktu. Sudah beberapa hari sejak ia kembali ke rumahnya namun ia belum menemukan pekerjaan yang tepat untuknya. Setelah berkeliling sampai siang, akhirnya ia menemukan satu tempat yang menerimanya dan dia bisa mulai bekerja besok.
Sorenya gadis itu pulang ke rumah, tampak seorang wanita paruh baya menunggunya di halaman depan.
"Alora kamu dari mana aja? Capek mama nungguin kamu dari tadi, kamu tau sendiri mama harus kerja lagi kita butuh uang" ucap Anita pada anaknya.
"Ada apa ma? Tumben mama nungguin aku" tanya gadis itu tampak khawatir.
"Kemasi barang kamu dan pulang ke rumah nenek! Rumah ini mau mama jual, mama udah muak!" Tampak bola mata wanita itu berkaca.
"Mama berdebat lagi sama ayah? Maah begitu rumah ini terjual kita gak punya apa-apa lagi! Tolong ma jangan jual rumah, Alora juga akan ikut kerja jadi mama gak perlu mikirin uang sekolah Alora"
"Bilang apa kamu?" Suara wanita yang Alora panggil mama itu bergetar lalu meneteskan cairan bening dari matanya.
"Harusnya kamu sadar diri! Berhenti sekolah dan ikut kerja aja, jadi mama gak perlu repot balik ke sini buat belanja bulanan dan rumah ini bisa kita jual!" bentak Anita pada anaknya itu namun dengan bola mata yang berkaca.
Wanita cantik yang dipanggil mama itu mengatupkan bibirnya lalu mengusap matanya yang berair. Alora memeluk ibunya sembari menahan tangisnya walaupun beberapa tetes bening mengalir begitu saja.
Di sisi lain tanpa sengaja seseorang yang tampak seperti Andre menyaksikan kejadian itu ketika berjalan menuju minimarket terdekat dari rumahnya. Setelah membeli beberapa keperluannya, Andre kembali pulang melewati taman dan melihat seorang gadis dengan pose sama seperti saat di halte samping sekolah. Akhirnya gadis itu mengangkat kepalanya dan ia menemukan gadis ini lagi yang duduk di kursi taman dan gadis itu sedang terpuruk lagi dan menangis diam-diam.
Andre memutuskan menghampiri gadis itu dengan memberikan sapu tangan miliknya untuk menyeka air mata gadis itu. Ia duduk di samping gadis yang sedang menyapu air matanya itu.
"Apapun itu aku harap kamu bisa baik-baik aja ya" ucap Andre tanpa menatap gadis itu.
"Makasih" ucap Alora lembut sembari meletakkan tangannya di atas lutut.
"Sebenarnya aku juga pernah liat kamu dengan posisi tadi di halte!"
"Di halte?"
"Iya halte dekat sekolah, waktu itu kamu lagi yaa maaf yaa aku nebak aja sih soalnya posturnya sama kayak kamu tadi"
"Ayo biar aku antar pulang, kayaknya rumah kita searah, biar sekalian aja, hampir gelap juga nih" sambung Andre sembari bangkit dari kursi itu.
Alora pun ikut bangkit lalu mereka melangkah pulang bersama. Walau hanya terdengar suara sandal menyentuh tanah, keduanya tetap berjalan seirama. Sesampainya di rumah gadis itu langkah mereka sama-sama terhenti saat Andre tiba-tiba bertanya
"nama kamu siapa?"
"Alora" jawabnya setelah beberapa detik berlalu.
"Nama kamu cantik. Yaudah aku pulang dulu ya" pemuda tampan itu melanjutkan langkahnya. Alora menatap sejenak punggung pemuda itu yang perlahan menjauh lalu masuk ke dalam rumahnya.
...
Keesokan harinya, tampak burung bergemerincing dari langit meminta hujan. Di sisi lain Alora berjalan dari lapangan sekolah menuju mading yang berada di depan gedung sekolah. Ia mendapati lembaran poster yang tertempel asal dan hampir terlepas di hembus angin.
"Lomba pekan olahraga? Hadiahnya 5 juta?" Gadis itu hanya bergumam, namun tampak bola mata sedang mengkalkulasi kebutuhan biaya hidupnya, lalu menatap kembali lembaran yang sedang dipegangnya itu.
Keesokan harinya di lapangan, siapa sangka Alora yang hampir tiap pelajaran olahraga bolos ke uks karena mengantuk malah hadir mengikuti event olahraga. Begitulah yang dirasakan Lia melihat sahabatnya dengan mata melebar dan mulut terbuka. Semua peserta telah membentuk barisan termasuk Alora yang sudah menjadi bagian dari barisan itu.
"Baik, semuanya udah kumpul?" Tanya pak Ihsan dengan suara lantang dan tegas. Guru berbadan kekar itu ditugaskan untuk mengatur siswa sekaligus menjadi wasit dalam setiap pertandingan yang akan diadakan.
"Sudah pak!" Sahut para peserta serentak.
"Bagus! Sekarang kita akan bagi kelompok, sebenarnya ini perlombaan grup, satu grup berisi dua orang dan saya akan membagi secara acak, jadi tiap dari kalian akan membangun kerja sama tim walau bukan dengan teman kalian sendiri, semua paham?" Jelas guru olahraga itu diakhiri kalimat tanya.
"Loh pak di posternya kok gak dibuat harus berkelompok?" Tanya Rian, salah seorang siswa yang berdiri di depan barisan.
"Karena ini surprise! Pokoknya kalian jangan banyak tanya saya akan bagikan grupnya sekarang" ucap pak Ihsan.
Tiap peserta mendapatkan pasangannya walaupun bersamaan kegaduhan merasa tidak adil karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Alora adalah peserta terakhir yang mendaftar, jumlah pesertanya ganjil hingga ia tidak punya pasangan.
"Emm Alora kamu coba ajak teman kamu yang lain yang bisa jadi pasangan kamu dalam lomba ini" ucap pak Ihsan kepada gadis itu.
"Tapi teman saya hanya satu pak, Lia.. dia sedang tidak sehat karena jatuh dari sepeda kemarin, apa saya akan didiskualifikasi karena tidak punya pasangan?" Gadis itu tampak menjawab ragu.
"Hmm.. ada yang mau ikut berpartisipasi perlombaan ini? Kita kekurangan peserta di sini!" Tanya guru itu pada sekumpulan siswa yang sudah teratur di pinggir lapangan siap menonton.
"Saya pak!" Seseorang berteriak dan menunjuk tangan di tengan keramaian.
Terdengar kegaduhan dari para gadis, ternyata peserta baru adalah pemuda tampan berwajah idol, Andre yang muncul dari keramaian menuju lapangan.
"Okay, kalau begitu kalian jadi pasangan, kita akan siap-siap breafing untuk lombanya sekarang" ucap pak Ihsan pada kedua remaja itu saat Andre tiba di lapangan.
"Okey, kita akan mulai dengan..." pak Ihsan menjelaskan apa yang harus dilakukan dan dihindari selama permainan serta bagaimana berlangsungnya perlombaan.
"Satu lagi jangan sampai ada yang terluka, itu yang paling penting okay?" guru bernama Ihsan itu akhirnya menyelesaikan ceramahnya.
"Okay kita akan mulai dengan estafet membawa telur dengan sendok, bagi yang telurnya jatuh harus mengulang lagi dari garis start"
Seperti biasa peserta sudah siap di garis start, Andre berada di garis start sedangkan Alora berada di garis finish karena pemenang utamanya adalah siapa yang duluan sampai ke garis start pada saat pemain berganti. Peluit sudah tertiup tanda permainan sudah di mulai. Semua orang bergerak cepat kecuali satu orang yang terbilang hanya berjalan santai.
"Andree cepetaan!!" teriak rekan timnya yang tampak gelisah "cepat, kita harus menang!".
Akhirnya pemuda lambat itu sampai dan berganti tugas dengan gadis itu. Alora tampak bersungguh-sungguh walau ia sangat tertinggal dari teman yang lain dan berhasil mendapatkan posisi ketiga.
Di sisi lain Lia tampak tercengang "Wah gua nggak nyangka itu Alora temen gua? sejak kapan lari nya cepet, biasanya suka ngeluh kalo di suruh lari".
Permainan selanjutnya adalah membawa gelas berisi air menggunakan kain, keseimbangan dan kerja sama tim paling penting di sini. Namun sejak peluit berbunyi pemuda tinggi itu sama sekali tidak fokus dan tidak ingin menyamakan tinggi tangannya dengan Alora.
"Andre! jangan ketinggian angkatnya, airnya tumpah!" ucap Alora sambil kembali ke garis awal mengisi ulang air dalam gelas.
"Loe nya aja yang pendek!" Andre tampak mengejek.
"Tarik kainnya biar seimbang, dia harus ketat jangan kendor" Ucap Alora panik.
"Iya iya bawel" sahut Andre ketus. Pemuda yang dipanggil Andre itu membuka kakinya terlalu lebar.
Dubraak..!
Tanpa sengaja kaki Alora tersandung kakinya Andre hingga kaki mereka menyilang dan keduanya terjatuh. Tentu saja Alora tertindih karena ia berdiri di depan Andre. pemuda itu mengangkat tubuhnya pelan, Alora mengerutkan dahinya karena kesakitan.
"Loe nggak apa kan?" Tanya Andre yang masih di atas tubuh Alora sambil menatap gadis itu. Entah matanya tersiram debu atau bagaimana, namun di pandangan Andre saat ini Alora tampak begitu cantik dan ia malah terdiam sejenak.
Kenyataannya, Alora tampak sangat Kesal dan memilih mendorong pemuda itu lalu berdiri sendiri.
"Loe!" teriak gadis yang rambutnya beterbangan di tiup angin gara-gara kuncir rambutnya lepas saat terjatuh, ia menatap tajam dan telunjuknya yang tampak mengancam ke arah Andre yang masih setengah terbaring.
Bibir gadis itu terlihat bergerak-gerak sangat ingin mengeluarkan kata kotor.
.
.
.
tbc
Alora menghela nafas berat lalu membuka tangan yang tadi digenggamnya, gadis manis ini mengulurkan tangan mungilnya ke arah Andre yang saat ini sudah duduk dan hendak bangun. Pemuda itu meraih tangan Alora.
"Cepetan bangun! Kita gak akan menang kalo loe masih tiduran di situ!" Ucap Alora mencoba tenang lalu menggenggam tangan Andre yang baru saja diraihnya dan membantunya berdiri.
"Loe niat gak sih ikutan lomba?" Tanya gadis itu tegas.
Bola mata Andre naik sedikit ke atas tampak berpikir dengan bibirnya juga ikut maju sedikit.
"Kalo memang loe gak serius mending kita berhenti sampe sini saja!" Sambung Alora.
"Tadinya gua ikutan cuman buat menikmati aja sih, tapi.. asal loe tau aja kenangan ikutan event beginian yang akan berkesan pas kita lulus nanti!" Andre memasang ekspresi seolah pemikirannya yang paling benar.
"Okeh, jadi pilihan loe?"
"Lanjut lah! Gua udah bilang memori kayak..."
"Gua pengen menang jadi loe harus berusaha, deal?"
"Apa? Gak ah, gua akan lakukan sesuai kemapuan gua, lagian hadiahnya gak seberapa kalo dibagi dua lagi cuman cukup buat bensin gua doang"
"Mudah ya? Bagi orang-orang kayak loe yang ngeremehin harapan orang lain" Alora tampak kembali kesal.
"Yaudah! Dari awal udah enggak sependapat, kita berhenti sampai sini aja!" Alora meninggalkan lapangan dengan bola mata menatap tajam dan mengatupkan bibirnya karena hampir tidak dapat menahan amarahnya.
Tanpa sadar semua orang menatap gadis yang berjalan sambil menguncir rambutnya itu meninggalkan lapangan termasuk Andre yang terlihat merasa bersalah.
"Sepertinya ada yang tidak beres, lombanya akan kita lanjutkan 15 menit lagi" kata pak guru itu lalu ikut meninggalkan lapangan dan mencari Alora.
Pemuda yang tadinya berbuat ulah merasa bersalah dan berusaha menemukan gadis itu.
Alora mencoba menenangkan pikiran nya dengan bersantai di bawah pohon besar di depan kelas mereka. Setelah mencari beberapa lama akhirnya pemuda tinggi berwajah bak pemain drama korea itu menemukannya juga. Iya mendekati gadis itu perlahan dan mencoba untuk tidak mengganggu nya.
"Gua minta maaf!" Ucap Andre pelan lalu duduk di sisi Alora.
"Yaah walaupun gue pengen menikmati aja, tapi kerjasama tim memang perlu sih, jadi ayo kita sama-sama menang!" Jelas Andre tanpa menatap gadis itu lalu hanya melirik sesaat memastikan raut wajah gadis itu.
Alora tampak diam saja dan merenung lalu mengangguk perlahan dan berkata "okey ayo menang!" Sambil mengangkat pergelangan tangannya dengan semangat.
"Tapi gua punya syarat loe harus tetep menikmati permainannya, selain untuk menang kita juga bisa buat kenangan!" lalu kedua remaja itu melakukan tos sambil tersenyum seakan musik latar Fire-BTS terputar melengkapi semangat membara mereka.
Seperti yang sudah mereka janjikan, keduanya melakukan setiap perlombaan dengan baik dan berhasil memperoleh nilai tinggi hampir di seluruh pertandingan. Tibalah pada pertandingan terakhir yaitu lomba estafet membawa tongkat.
Para peserta tampak udah bersiap di garis start. Pemain pertama akan memulai duluan kemudian akan bergantian saat mencapai batas yang telah ditentukan. Alora sebagai pemain pertama tampak sangat fokus, gadis yang sudah menguncir kembali rambut panjang nya itu menatap Andre dan menyatakan tekad melalui bola matanya itu. Sebaliknya andre memberi isyarat anggukan.
Suara peluit terdengar semua peserta berlari sekuat tenaga untuk memberikan tongkat estafet nya pada rekan timnya. Akhirnya Alora berhasil sampai di tempat Andre dan menyerahkan tongkatnya. Andre pun berlari sekuat tenaga agar memenangkan perlombaan tersebut, setiap peserta tampak kompetitif dan saat ini 3 peserta sedang berlari pada posisi yang sama, untuk menentukan pemenangnya andre hanya perlu sampai di garis finish duluan.
Kaki Andre hampir terkilir membuat semua orang khawatir dan fokus pada dirinya, namun keadaan berbalik andre berhasil mencapai garis finish dan berhasil menjadi pemenang, tentu saja sebagai rekan tim gadis itu tampak sangat bahagia dan tertawa lepas karena timnya menduduki peringkat pertama seperti yang ia inginkan kemungkinan dirinya menang semakin besar. Ia berlari ke arah pemuda tampan itu tanpa sadar ia memeluknya lalu menggenggam tangan Andre dan mengangkat ke atas sembari melompat kegirangan.
Tibalah pada saat yang sangat menentukan siapa pemenang dari semua perlombaan tersebut. Pemenang ditentukan dari nilai setiap perlombaan dan kerjasama tim serta tingkat energi yang diberikan oleh setiap peserta.
Pak ihsan sudah bersiap di atas panggung untuk mengumumkan posisi pertama dari seluruh perlombaan yang telah dilaksanakan pada hari ini.
"Jadi seperti yang sudah saya katakan bahwa penilaian nya ditentukan oleh juri dan akan di akumulasi kan dengan tingkat kemenangan yang diperoleh peserta. Oke langsung saja kita buka hasil sudah di akumulasi kan dan mari kita lihat siapa yang akan menempati posisi pertama diperlombakan tahun ini" ucap pria paruh baya itu kemudian membuka sebuah amplop berisi nilai.
Semua peserta tampak gugup tak terkecuali kedua pasangan yang baru terbentuk itu.
"Saya sudah buka amplopnya, saya akan umumkan dari posisi ketiga terlebih dahulu dan yang berhasil meraih posisi ketiga adalah tim Nadia dan Irsyad" tampak semarak dan semua orang bertepuk tangan, kemudian kedua siswa yang dipanggil temannya tersebut maju ke atas panggung untuk diberikan penghargaan.
"Selanjutnya posisi kedua jatuh kepada tim Alora dan Andre, selamat kepada kalian berdua dan silahkan ke atas panggung untuk menerima hadiah" kata pak Ihsan bergema.
Keduanya bangkit dari tempat duduk lalu naik ke atas panggung dan menerima penghargaan kemudian pengumuman posisi pertama dilanjutkan. Walaupun gadis yang sangat ingin menang tadinya namun hanya meraih posisi kedua ia tetap bersyukur karena setidaknya dia akan menerima uang sebesar Rp3.000.000 yang nantinya akan dibagi berdua dengan Andre. Sebuah foto kenangan pun terambil dari atas panggung, Cekrek.
...
Keesokan paginya seperti biasa gadis bernama Alora berangkat ke sekolah dengan jalan kaki sambil berlari kecil. Di tengah jalan dia mendapati sebuah mobil mewah yang melewati dirinya. Gadis itu menghela berat nafasnya saat menyadari dirinya tidak se-beruntung mereka yang mampu berangkat sekolah dengan mobil. Jangankan mobil, sepeda rongsokan saja tidak punya.
Sesampainya di sekolah dan melewati pintu gerbang, gadis itu menatap pemuda tinggi dengan tas ransel hitam yang keluar dari mobil yang melewatinya tadi. Ternyata pemuda itu adalah Andre, gadis cantik itu hanya menatap tanpa sepatah kata pun dan kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas. Dia duduk di bangkunya lalu meletakkan beberapa buku di atas meja, mengeluarkan kotak pensil dan membenamkan wajahnya ke atas tumpukan buku di atas meja itu dengan tangan terlipat.
"Kapan gua bisa merubah nasib gua? Walaupun capek gua nggak boleh nyerah gua harus bertahan" batin Alora lalu menghela berat.
Ketika jam istirahat, Alora menghampiri Andre yang baru saja dia lihat berjalan di depannya.
"Ndre! Gua mau ngomong bentar ke sebelah situ yuk" ucap Alora yang menghentikan langkah Andre dan mengubah arah jalannya ke kursi taman di bawah pohon beringin.
Kedua remaja itu sudah duduk di kursi taman, walau tampak canggung gadis yang menguncir ekor kuda rambutnya itu mencoba memulai pembicaraan.
"Mmm... gua mau bahas soal hadiah kemarin, jadi..."
"Buat loe aja!" Pemuda itu momotong kata Alora sembari menatap gadis di sisinya itu.
"Huh? Apa? Kenapa? Jangan dong!!" Alora tertegun.
"nggak apa kok! Lagian kemarin gua ikutan cuman buat seneng-seneng aja kok, jadi lo nggak usah khawatir hadiahnya buat loe aja" Andre bangkit dari kursi lalu menggerakkan kakinya menuju kelas. Sedangkan Alora tampak kebingungan yang hanya menatap punggung Andre yang semakin jauh darinya.
...
Jam pulang, Alora berpapasan lagi dengan Andre, langkah keduanya terhenti dan hanya saling menatap sesaat, lalu Andre melanjutkan langkahnya tanpa sepatah katapun.
"Hmm.. karna dia kaya, dia pasti nggak butuh hadiah uangnya, yaudah deh aku ambil aja semua" batin gadis dengan tas ransel yang dijinjingnya karena talinya putus.
Ia menuju ruang pak Ihsan untuk mengambil hadiahnya lalu pulang.
Tentu saja, setelah mengganti pakaiannya ia langsung menuju tempat kerjanya agar tidak terlambat, di sebuah coffe shop ia menjadi waiters. Gadis itu bekerja dengan rajin dan terlihat sangat dapat diandalkan. Bekerja hingga jam 9.30 malam, akhirnya ia pulang dan menuju halte bus. Ia duduk sendirian lalu menghela berat nafasnya.
"Andai aku punya cukup uang buat ongkos pulang aku gak perlu jalan kaki" gumamnya terdengar samar.
Tiba saja sebuah mobil lewat ke arah jalan rumahnya. Ia bangkit mengikuti mobil yang perlahan sudah sangat jauh dari nya. Di sisi lain seorang pemuda sedang menatapnya dari kaca belakang mobil tadi.
"Pak, pelan aja nyetirnya" ucap pemuda dengan bibir tipis itu.
"Iya den" sahut pak sopir.
"Kenapa dia pulang malam-malam sendirian?" Gumam pemuda itu masih menatap Alora dari jauh.
.
.
...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!