NovelToon NovelToon

Terjebak Antara Dua Cinta

Awal Pertemuan

"Aku pergi ya, Sayang" ucap Tania sebelum berangkat.

"Iya, kamu hati-hati ya di sana." Reyhan mengelus lembut puncak kepala Tania.

Tania mengangguk sambil tersenyum manis.

"Jangan lupa, jaga hati kamu buat aku," ujar Reyhan menunjuk ke da-da sang kekasih.

"Siap, itu pasti." Tania memasang gaya seperti peserta upacara yang sedang menghormat bendera.

"Ya udah, pergilah." Reyhan memcubit gemas pipi wanita yang paling disayanginya.

"Da ...." Tania melambaikan tangannya lalu melajukan scoopy merah kesayangannya.

Reyhan menatap kepergian sang kekasih dengan senyuman. Reyhan sangat ingin memgantar sang kekasih ke lokasi PPL Tania yang terletak di sebuah desa yang membutuhkan 2 jam perjalanan dari kota, namun sayang wanita pujaannya itu menolak.

Tania sudah berjanji dengan beberapa temannya untuk berangkat konvoi dari lokasi yang sudah mereka janjikan, Tania bersikeras berangkat sendiri dengan membawa scoopy tercintanya dengan alasan agar dia memiliki alat untuk mengantarkannya kemana pun saat di desa.

🌷🌷🌷

"Maaf, Buk," ucap seorang siswa yang telah menabrak Tania yang menyebabkan semua buku-buku yang ada di tangan Tania berhamburan di lantai tepat di koridor sekolah.

Tania tersenyum sambil memungut buku-buku yang dibawanya tadi.

Sang siswa pun ikut membantu memunguti buku-buku yang berserakan.

"Sekali lagi saya minta maaf ya, Buk," ucap sang siswa pada Tania.

“Iya, gak apa-apa,” gumam Tania lembut dengan tersenyum.

Tania bersikap seperti seorang guru yang berwibawa di depan siswanya, lalu Tania pun berlalu meninggalkan siswa laki-laki yang tadi menabraknya. Dia melangkahkan kakinya menuju kantor guru.

“Pak, ini buku-buku yang bapak minta,” ujar Tania pada seorang guruyang sangat tampan dengan senyuman ramahnya.

“Makasih, Tania,” ucap sang guru populer di sekolah tempat Tania PPL.

Pak Lingga, begitu para siswa memanggilnya. Seorang guru pria nan tampan serta sangat ramah pada semua kalangan sehingga para siswi banyak yang kagum pada pria beristri satu ini.

Tania juga kagum pada pak Lingga tapi hanya sebatas kekaguman dari seorang peserta didik, sikap ramahnya menjadi seorang guru pamong bagi Tania membuat diamenjadi nyaman dalam menjalani tugas PPLnya.

“Ya sudah, kamu sudah bisa pulang.” Pak Lingga mengizinkan Tania pulang setelah bebrapa pekerjaan yang ditugaskan pak Lingga berhasil diselesaikannya dengan baik.

Tania pun melangkah menuju ruang khusus yang disediakan sekolah untuk para mahasiswa PPL di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 ini, di sana Tania mendapati Nurul sahabatnya duduk dengan wajah ditekuk.

“Loe, kenapa?” tanya Tania heran melihat sahabatnya.

“Pake nanya lag, gue nungguin loe udah hampir satu jam di sini, bosan tau!” cicit Nurul meluapkan kekesalannya pada sang sahabat.

“Sorry, gue kan harus menyelesaikan beberapa tugas yang dikasih pak Lingga.” Tania berusaha membujuk sahabatna.

“Iya, tapi gue bete sendirian di sini,” rahuk Tania.

“Trus gimana dong? Besok kalau ku ada tugas dari pak Ling kamu ikut aja bantuin aku,” ujar Tania memberi ide.

“Iya deh, yuk kita pulang!” ajak Tania.

Nurul pun berdiri dari duduknya, sedangkan Tania langsung mengambil tasnya, mereka melangkah menuju parkiran mengambil scoopy merah kesayangan Tania dan mereka pun kembali ke kost.

Tania dan Nurul tinggal di sebuah rumah kost yang berjarak sekitar 100 meter dari sekolah, setiap hari scoopy merah milik Tania denga setia mengantarkan mereka ke sekolah dan ke mana pun mereka pergi.

“Eits,” pekik Tania saat laju scoopynya oleng di tengah jalan.

Tania menghentikan scooter miliknya di pinggir jalan.

“Ada apa, Tan?” tnya Nurul heran.

“Lihat! Bannya bocor,” keluh Tania sambil menunjuk ke ban depan scoopynya.

“Ya ampun, terus gimana dong?” tanya Nurul kesal.

“Ya, terpaksa dong kita dorong sampai bengkel,” ketus Tania kesal melihat ekspresi sahabatnya.

Beginilah gaya bicara dua sahabat yng selalu menunjukkan rasa kekesalan mereka, namun hati mereka saling meyayangi satu sama lain.

“Loe sich, gak hati-hati bawanya,” gerutu Nurul sambil berjalan dan mendorong scoopy milik Tania.

Tania hanya diam mendengar gerutuan Nurul, dia menganggap setiap ocehan Nurul seperti musik dari sebuah Radio rusak.

“Kenapa, Buk?” tanya seorang siswa yang sedang duduk di sebuah warung bersama teman-temannya.

“Ini, bannya bocor.” Tania menunjuk ke arah ban scoopynya.

“Oh, sini saya bantu dorongnya, Buk!” seru sang siswa berbaik hati menawarkan bantuan.

“Nggak usah, saya bisa kok.” Tania mencoba menolak tawaran sang siswa.

“Makasih, dengan senang hati,” ucap Nurul sambil menoel pinggang Tania agar Tania menerima tawaran sang siswa.

Siswa tampan yang memiliki postur tubuh sangat sempurna itu mendekat ke arah Tania lalu memegang scoopy milik Tania,membuat Tania terpaksa mundurmembiarkan sang siswa membantunya.

Tania dan Nurul melangkah mengikuti siswa yang tengah mendorong scoopy tercinta. Nurul masih sibuk mengerutu di belakang sang siswa, hingga akhirnya Tania mencubit pinggang Nurul.

“Udah deh, loe nggak malu apa ngomel-ngomel terus depan siswa. Ingat, Rul. Loe itu sekarang guru.” Tania membelalakkan bola matanya kesal melihat tingkah sahabatnya.

Nurul pun terdiam mendengar omelan Tania, seketikas situasi menjadi hening tanpa suara hingga mereka sampai di depan sebuah bengkel.

“Bang, tolong ya,” ujar si siswa pada tukang bengkel ramah.

“Oke, San.”Seorang montir di bengkel itu mengacunkan jempolnya.

“Bentar ya, Buk,” ujar Sandy pada Tania.

“Makasih, ya. Eh, kalau boleh tahu nama kamu siapa?” tanya Tania pada siswa tampan yang berbaik hati.

“ Sandy, Buk,” ujarnya sambil tersenyum.

“Oh, iya. Makasih ya,” ucap Tania.

“Sama-sama, Buk. Kalau gitu saya tinggal dulu, Buk. Teman saya menunggu di warung tadi.”Sandy pun berlalu meninggalkan Tania dan Nurul setelah mendapat anggukkan dari guru PPL di sekolahnya itu.

***

“Gila loe, San. Loe mau jadiin guru PPL itu mangsa berikutnya?” tanya Rio sahabat Sandy.

“Mhm, kayaknya lebih seru deh ganti suasana” ujar Sandy dengan senyuman aneh yang sulit diartikan di paras tampan nan menawan.

Rio hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia tahu betul sifat sahabatnya, Sandi sang siswa idola di sekolah sangat terkenal dengan sifat play boy nya.

Rio yakin kali ini mangsa berikutnya tertuju pada sang guru muda nan cantik di sekolah mereka.

****

Siang telah berganti petang, langit biru mulai berwarna jingga di ufuk barat, semilir angin petang menyapu wajah gadis cantik yang tengah duduk di balkon kamar kostnya.

Tania merasa bosan berbaring di atas ranjangnya, dia memilih menghirup udara segar di balkon kamarnya. Dari balkon kamar, dia bisa menikmati keindahan pemandangan alam yang menyejukkan hati dan jiwa.

Sawah-sawah yang bertangga dan sungai yang mengalir di tengah persawahan menyempurnakan keindahan alam semesta, Tania menatap kagum pada keindahan yang terhampar di hadapannya.

Dari kejauhan Sandi menangkap sosok cantik dan bersahaja yang tengah menikmati keindahan petang hari di sebuah desa nan damai jauh dari hiruk pikuk keramaian kota.

Sandy memiliki sebuah ide, dia mengambil sepeda motor bututnya ast**a grand peninggalan almarhum ayahnya. Sandy melajukan sepeda motornya, dia sengaja melintas tepat di depan kost Tania.

Bersambung...

Readers yang baik hati mohon dukungan nya dengan meninggalkan jejak...

Rate...

Like...

Komentar...

Hadiah...

dan

Vote...

Terima kasih🙏🙏🙏

Misi Sandy

Saat Sandy telah berada di depan kost-an Tania, Sandy sengaja mematikan kuda besi tuanya.

“Aduuh, pake mogok lagi,” gerutu Sandy sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Dia berakting dengan sempurna berharap sang guru cantik menghampirinya.

Sandy berpura-pura memeriksa kondisi sepeda motor tuanya, “Kebiasaan nich, mogok gak pada tempatnya,” gerutu Sandy lagi sambil melirik Tania yang sudah tak berada di balkon kamarnya.

Sandy terus menggerutu tak jelas hingga Tania menghampirinya.

“Ada apa?” tanya Tania penasaran.

Sandy terpesona melihat gadis cantik yang mengenakan piyama berwarna merah dengan rambut yang di ikat asal menampilkan aura kecantikan natural yang terpancar dari paras wanita kota keturunan Indo Belanda.

“Eh, Buk Tania,” ujar Sandy pura-pura kaget dengan kehadiran Tania, padahal inilah yang di harapkannya.

“Kamu,t adi yang nolongin saya?” tanya Tania kaget mendapati Sandy berada di depan kost-annya.

“Iya, Buk,” jawab Sandy tersenyum memasang wajah seramah dan setampan mungkin.

“Ada apa?” Tania mengulangi pertanyaannya yang belum dijawab oleh Sandy.

“Gak tahu nih, Buk. Biasa motor butut suka ngadat tidak pada tempatnya,” jawab Sandy.

“Oh, trus gimana dong?” tanya Tania lagi.

“Biasanya kalau mati mendadak seperti ini, aku tunggu mesinnya dingin dulu, Buk,” ujar Sandy melancarkan perangkapnya.

“Oh, gitu.Ya udah, kita tunggu di sana aja, dari pada nunggu di sini, kan capek berdiri,” ajak Tania sambil menunjuk ke arah bangku panjang yang terdapat di depan kostnya.

“Yes,” teriak Sandy di dalam hati, misinya kali ini berhasil.

Sandy sengaja melancarkan misinya untuk dapat mendekati guru PPL yang cantik ini, dia benar-benar tertantang untuk mendapatkan hati sang guru.

Mereka melangkah menuju teras rumah kost Tania, rumah bertingkat dua dengan kamar yang berjajar di setiap sisinya. Kamar Tania terdapat di lantai dua, dan memiliki balkon yang menghadap ke pemandangan sawah nan indah.

“Kamu kelas berapa?” tanya Tania mulai tertarik untuk mengenal sang siswa tampan yang sudah membantunya tadi siang.

“Saya kelas 11 IPA 1, Buk,” jawab Sandy.

“Itu kelas unggul, kan? Berarti kamu anak pintar dong!” puji Tania.

“Biasa aja, Buk. Mungkin lagi beruntung aja bisa masuk kelas unggul.” Sandy merendahkan dirinya.

“Kamu bisa aja,” ucap Tania.

“Ibuk dari mana sich?” tanya Sandy mencoba mengorek asal kota sang guru PPL yang saat ini menjadi sasarannya.

“Saya dari kota A,” jawab Tania.

“Oh.” Sandy hanya bisa ber-oh-ria menanggapi jawaban sang guru.

Mereka pun asyik mengobrol menghabiskan waktu petang dengan tawa dan canda, petang berganti malam, terang berganti gelap. Mereka masih asyik mengobrol hingga nurul datang menghampiri mereka.

“Loe di sini, Tan? Dari tadi gue nyariin loe,”gerutu Nurul kesal sedari tadi mencari sahabatnya di setiap kamar kost tapi tidak menemukan sang sahabat, hingga akhirnya ada yang memberitahukan keberadaan Tania bersama Sandy di teras rumah kost.

Tania berdiri menghampiri sahabatnya, “Loe ngapain cari gue?” tanya Tania pada sahabatnya dengan berbisik.

Tania merasa malu memperlihatkan gaya bicaranya dengan Nurul yang super blak-blakkan di depan Sandy, secara Sandy adalah siswa mereka. Mereka harus menjaga kewibawaan mereka di depan siswa mereka walaupun mereka masih mahasiswa PPL.

“Ya wajar dong, gue nyariin loe, sejak gue bangun tidur, gue nggak nemuin batang hidung loe di mana pun,” jawab Nurul memberi alasan.

“Oh.” Hanya satu kata itu yang lolos dari bibir seksi Tania.

“Tan, gue lapar. Kita cari makan yuk!” ajak Nurul sambil mengelus lembut perutnya, menunjukkan bahwa saat ini cacing-cacing di perutnya sudah berdemo ria meminta makan.

“Ya udah, kita cari makan keluar, yuk!” ajak Tania pada sahabatnya.

“Oh iya, Buk. Kalau gitu saya boleh ikut?” tanya Sandy dengan percaya diri.

Nurul menatap kesal ke arah Sandy.

“Ya udah, yuk. Coba deh nyalain motornya dulu, mana tahu udah bisa nyala.” Tania melangkah mendekati tempat sepeda motor Sandy yang terparkir tak jauh dari posisi mereka saat ini.

Sandy terus berusaha berakting untuk menyalakan sepeda motor bututnya.

“Syukurlah, udah nyala!” seru Tania senang.

“Kalau gitu, aku ganti baju dulu,” ujar Tania lagi hendak berlalu menuju kamar kostnya.

Tiba-tiba, sebuah tangan kekar menarik tangannya. Menatap dengan tatapan yang sulit di artikan, Tania menghentikan langkahnya membalas tatapan si pemilik tangan kekar itu.

“A-ada apa?” tanya Tania gugup, mendapat tatapan tak biasa dari siswanya.

“Mhm, gak apa-apa, Buk.” Sandy memasang wajah santai membuat Tania menautkan kedua alisnya heran dengan sikap siswanya ini.

“Aneh,” gumam tania di dalam hati.

Tania melangkah menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Nurul menunggu Tania bersama Sandy, dia merasa ada yang aneh pada siswanya itu. Nurul hanya diam, dia tak ingin banyak bicara dengan Sandy.

Sedangkan Sandy degan santainya duduk di sepeda motor bututnya menunggu Tania, tak berapa lama Tania keluar dari kamar dengan kaos longgar yang dipadupadankan dengan celana jeans, yang membuat dia terlihat lebih muda seperti siswa SMA.

“Amazing,” gumam Sandy saat melihat penampilan Tania yang tampil bagaikan gadis ABG yang masih berusia 17 tahun.

Nurul menangkap gelagat Sandy yang terpesona dengan penampilan sahabatnya.

"Yuk!" ajak Tania lalu dia mengambil Scoopy merahnya dan mengendarai motornya.

"Loe mau makan apa, Rul?" tanya Tania pada sahabatnya.

"Enakkan makan apa, ya?" Nurul malah balik tanya pada Tania.

"Mau makan di mana, Buk?" tanya Sandy berteriak berusaha mensejajarkan laju sepeda motornya dengan Tania.

"Belum tau," jawab Tania.

"Gimana makan sate Madura aja? Di sini sate Madura terkenal enak lho," ujar Sandy memberi usul.

"Gimana, Rul?" tanya Tania pada Nurul yang duduk berbonceng di belakang Tania.

"Terserah," jawab Nurul bingung harus jawab apa.

"Ya udah! Kita makan sate Madura aja!" seru Tania yang di jawab anggukkan oleh Sandy.

Sandy pun melajukan sepeda motornya di depan motor Tania, dia menuntun arah menuju tempat penjual sate Madura yang di maksudnya tadi.

Tak berapa lama merekapun sampai di tempat, Sandy memarkirkan sepeda motornya di depan tenda pedagang sate Madura.

Begitu juga dengan Tania, dia ikut memarkirkan Scoopy merahnya di samping sepeda motor butut milik Sandy.

"Yuk!" ajak Sandy.

Tania dan Nurul mengangguk lalu mengikuti langkah Sandy yang masuk ke dalam tenda pedagang sate.

"Eh, nak Sandy," sapa sang pedagang sate.

"Hai, Mbok! Pesan 3 porsi ya, Mbok!" seru Sandy sambil tersenyum ramah.

"Bentar ya, Nak Sandy!" seru sang pedagang.

Sandy duduk di kursi yang kosong yang diikuti oleh Tania dan Nurul.

"Kamu biasa ya makan di sini?" tanya Tania pada Sandy sekedar berbasa-basi sambil menunggu hidangan mereka tersedia.

"Mhm, iya. Habisnya sate Madura di sini enak banget, apalagi si mboknya ramah." Sandy menoleh ke arah mbok penjual sate yang membawakan pesanan mereka.

"Nak Sandy memang biasa seperti itu, Non. Dia suka gombal," oceh si mbok berlalu.

"Hahaha." Mereka tertawa melihat keakraban Sandy dengan pedagang sate tersebut.

Bersambung...

Readers yang baik hati mohon dukungan nya dengan meninggalkan jejak...

Rate...

Like...

Komentar...

Hadiah...

dan

Vote...

Terima kasih🙏🙏🙏

Dia Memiliki Kekasih

Saat mereka sedang asyik menikmati makanan mereka ponsel Tania berdering, dia merogoh saku celana jeans-nya lalu mengeluarkan ponselnya.

Tania tersenyum saat melihat nama sang kekasih tertera di layar ponselnya. Dia menekan tombol hijau.

"Halo," ujar Tania bahagia.

Sandy melirik wajah sumringah Tania, ada rasa curiga di hatinya.

"Ini aku lagi makan, kamu udah makan, Sayang?" tanya Tania manja.

"Ternyata dia sudah punya kekasih," gumam Sandy di dalam hati.

"Iya habis makan aku langsung pulang, lagian aku perginya sama Nurul." Tania menyodorkan ponselnya ke arah Nurul.

"Iya, Bang. Bentar lagi kami pulang kok. Jangan khawatir aku bakalan jagain kekasih kamu," sahut Nurul sambil melirik ke arah Sandy yang kini tampak kesal mendengar percakapan Tania dan kekasihnya.

"Ya udah, nanti telpon lagi ya kalau udah sampai kostan." Tania memutuskan panggilan teleponnya.

"Maaf, ya!" lirih Tania pada Sandy yang terlihat tak suka.

"Gak apa apa, Buk." Sandy berusaha menutupi rasa kesalnya.

Mereka kembali melanjutkan kegiatan makan mereka hingga semua makanan yang ada di piring mereka habis tak bersisa.

Setelah makan sate, merekapun kembali pulang ke kostan masing-masing.

*****

Di kamar kostnya, Sandy duduk sambil melempar bola basketnya ke dinding.

"*****! Ternyata dia sudah punya kekasih," gumam Sandy menggerutu di dalam hati.

Rio baru saja masuk ke dalam kamar, dia melihat gelagat aneh dari sahabatnya. Entah apa saat ini yang ada di pikirannya sehingga Sandy tak menyadari bahwa dirinya baru saja masuk kamar.

Rio langsung naik ke atas tempat tidurnya yang ada di pojok kamar. Rio masih memperhatikan sikap aneh sang sahabat.

"Woi, loe kenapa?" tanya Rio sambil melemparkan bantal ke arah sahabatnya.

Sandy menoleh ke arah Rio. "Loe kapan datangnya? Udah kayak hantu aja loe, tiba-tiba udah duduk aja di sana."

"Loe itu kenapa sih? Kesambet apa sampe uring-uringan gitu?" tanya Rio yang penasaran dengan perubahan sikap sang sahabat.

"Target gue udah punya kekasih, gimana gue mau beraksi?" Akhirnya Sandy mengeluarkan uneg-unegnya.

"Ya elah, gue kira kenapa?" Rio menepuk jidatnya.

"Wajarlah, San. Dia itu mahasiswi, udah dewasa. Lagian loe kenapa sih ngincar guru PPL itu? Di sekolah kita masih banyak cewek-cewek yang belum loe taklukkan." Rio menasehati sang sahabat yang memiliki niat aneh tersebut.

"Loe tau gak, Yo? Tadi gue udah ngejalanin misi PeDeKaTe sama dia. Kayaknya dia juga suka sama gue," ujar Sandy memberitahukan apa yang dilakukannya sore tadi.

"Gila loe, San." Rio malas menggubris sikap sang sahabat, dia menarik selimut lalu beranjak tidur.

Rio tak lagi memperdulikan sang sahabat yang masih galau gegara guru PPL yang baru saja dikenalnya.

Melihat sikap sang sahabat yang cuek dengan ocehannya, Sandy pun melangkah menuju tempat tidur miliknya yang berada di bagian pojok lainnya.

Sandy mencoba membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Dia menatap langit-langit kamarnya, dia masih saja memikirkan sang guru PPL yang telah masuk ke dalam hatinya.

Sandy mulai berpikir, dia akan melakukan berbagai hal untuk mendapatkan hati sang guru PPL tersebut.

"Adanya rintangan membuat gue semakin penasaran dengan guru cantik itu," gumam Sandy menyeringai licik.

*****

"Tan, loe piket apa hari ini?" tanya Nurul saat berada di ruang khusus untuk guru PPL.

"Gue piket perpus," jawab Tania santai.

"Ya udah, gue bantuin loe di perpus aja. Hari ini gue free piket dan kebetulan Buk Sinta lagi kosong ngajar. Gue gak ada kerjaan hari ini." Nurul masih duduk santai di atas sofa yang tersedia di ruangan itu.

"Ya udah, Yuk! Kebetulan hari ini katanya perpus mau bongkar buku baru. Lumayan banyak lho kerjaan di perpus," ujar Tania teringat pesan dari petugas perpustakaan kemarin sebelum pulang sekolah.

"Gak apa-apa, dari gue bengong di sini," balas Nurul.

"Yuk ke perpus, jam ke dua nanti gue ngajar, pak Lingga gak bisa masuk!" ajak Tania menarik tangan Nurul.

"Eh iya, sabar dikit Napa?" dengus Nurul kaget karena Tania tiba-tiba menarik tangannya.

Tania tidak memperdulikan omelan Nurul yang kesal ulah dirinya.

Mereka terus melangkah menuju perpustakaan, saat melintasi kelas XI IPA 1, Tania tak sengaja melihat sosok Sandy sedang duduk di pojok kelas dengan seorang siswi.

Tania hanya tersenyum melihat hal itu sambil geleng-geleng kepala.

"Loe kenapa, Tan?" tanya Nurul yang menangkap ekspresi Tania.

"Gak apa-apa, kepo ih," ledek Tania.

Tania dan Nurul sampai di perpustakaan.

"Pagi, Buk!" sapa Tania dan Nurul serentak saat mereka berdua masuk ke dalam perpustakaan.

"Pagi, Tania, Nurul!" balas petugas perpustakaan.

"Buk, Nurul lagi free hari ini. Dia akan membantu aku piket di sini." Tania memberitahukan alasan keberadaan Nurul di perpustakaan bersama dirinya.

"Bagus kalau gitu, kebetulan kerjaan di sini sedang menumpuk," ujar buk Rani sang petugas perpustakaan.

"Ya udah, aku nyapu kamu ngepel lantai ya, Rul." Tania membagi tugas.

"Oke! Siap, Bos!" seru Nurul.

Mereka pun mulai bekerja membersihkan perpustakaan, setelah selesai menyapu lantai, Tania izin pamit untuk mengajar.

"Buk, Tani ngajar dulu, ya. Habis ngajar Tania ke sini lagi," ujar Tania sebelum meninggalkan perpustakaan.

Tania melangkah keluar perpustakaan menuju kelas, jam ke dua ini Tania mengajar di kelas XI IPA 1 tepatnya di kelas Sandy.

Senyum Sandy mengembang saat melihat gadis incarannya masuk ke dalam kelas.

"Assalamualaikum," ucap Tania saat masuk ke dalam kelas.

"Waalaikumsalam," sahut para siswa dan siswi menyambut kedatangan sang guru PPL.

Para siswa lebih suka dengan guru PPL dari pada guru bidang studi mereka, bagi mereka belajar dengan guru PPL merupakan ajang curhat dan bercerita bukan belajar.

"Baiklah, sebelum kita mulai pelajaran hari ini ibu mau membacakan absen terlebih dahulu." Tania membuka absensi siswa setelah dia duduk di kursi khusu guru.

"Baik, Buk!" sorak siswa menanggapi ucapan Tania.

Tania pun mulai membaca absensi siswa, setelah membaca absen, Tania mulai menjelaskan pelajaran.

Saat Tania sedang asyik mengajar, Sandy yang duduk di bangku urutan kedua dari belakang bagian tengah berdiri sambil tersenyum memandang kagum pada Tania.

"Ada apa?" tanya Tania pada Sandy canggung akibat tatapan aneh dari siswanya.

Semua mata di dalam kelas pun menoleh ke arah Sandy.

Sandy melangkah ke depan menghampiri Tania tanpa mengalihkan tatapannya dari Tania, membuat Tania bingung harus berbuat apa.

Teman-teman Sandy mulai berbisik-bisik membicarakan kelakuan Sandy yang aneh.

"Sandy mau ngapain sich?"

"Liat deh buk Tania jadi gugup gitu,"

"Kayaknya Sandy naksir deh sama buk Tania,"

Berbagai ocehan mulai menggema di ruang kelas itu.

Tania mulai tak bisa menguasai kelas, tatapan aneh dari Sandy membuatnya terpaku.

Sandy kini telah berada tepat di hadapan Tania, dia mendekatkan wajahnya ke pipi Tania.

"Sandy!" pekik Rio.

Bersambung...

Readers yang baik hati mohon dukungan nya dengan meninggalkan jejak...

Rate...

Like...

Komentar...

Hadiah...

dan

Vote...

Terima kasih🙏🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!