NovelToon NovelToon

Memang Bukan Cinderella

Bab 1 Perjalanan Hidup

Praditha Putri..Seorang gadis mandiri, sejak SMP dia sudah bisa mencari uang sendiri tanpa sepengetahuan orang tuanya. Iseng-iseng dari pelajaran keterampilan yang ia dapatkan dari SMP itulah ia mengisi waktu senggangnya. Dia bisa membiayai sekolahnya sendiri hingga tamat SMA. Ditha tinggal bersama neneknya karena sang ibu sudah memiliki suami lagi dan tidak ingin terganggu oleh anak hasil pernikahan terdahulu.

Sewaktu kelas 3 SD ayahnya meninggal dunia, selang 1 tahun kemudian ibunya menikah lagi dengan duda tanpa anak dan memberi pilihan pada ibunya antara anak atau suami, karena ibunya tak mau lagi hidup sendiri maka Ditha dan Yayan di kirim ke rumah neneknya.

Ditha harus berjuang untuk mendapatkan kembali kasih sayang orang tuanya, hingga berjuang mendapatkan cintanya.

Dari pernikahan bu Silma dengan suami barunya tidak di karuniai anak karena suaminya ternyata mandul dan baru bu Silma ketahui setelah 2 tahun menikah. Itupun bu Silma ketahui dari mantan - mantan istri suaminya tentang penyebab perceraian mereka, ya...benar ..bu Silma istri kesekian dari pak Salman.

Nasi sudah jadi bubur..dan buburpun sudah basi jadi bu Silma terpaksa melanjutkan pernikahan walau tanpa anak daripada harus menjanda lagi.

Pak Salman ayah sambung Ditha sebenarnya bisa dikatakan mampu secara ekonomi dan karena merasa bukan anaknya maka Ditha dan Yayan tak pernah menikmati harta ayah sambungnya.

Dari tahun ke tahun Ditha dan Yayan hidup bersama sang nenek hampir tidak pernah di tengok oleh ibunya. Padahal jarak rumah sangat dekat bila di tempuh perjalanan hanya 15 menit, tapi hubungan mereka seperti layaknya orang lain saja.

Ditha tumbuh menjadi gadis dewasa karbitan. Dia sangat cantik alami hasil perawatan dari neneknya yang bekerja sebagai dukun beranak di desanya. Walau hanya dukun beranak Nenek Eti sangat terampil dan di bina oleh bidan di desanya.

Beruntung Ditha bisa menamatkan SMA-nya dengan biaya sendiri dari hasil kerajinan tangannya, dalam fikiran Ditha tak apa kerja di rumah saja hanya dari hobinya menjahit kain perca, sisa potongan kain yang ia dapatkan dari penjahit-penjahit di desanya dan desa tetangga.

Sedangkan kakaknya bekerja di kantor kepala desa sebagai hansip merangkap cleaning servis, Yayan sudah beristri, baru menikah 6 bulan yang lalu, sang isteri pun anak yatim piatu, teman sekolah Yayan. Mereka berdua tinggal di sebelah rumah neneknya, ruang kecil bersekat dua yang dulunya di jadikan gudang oleh almarhum kakek Yayan.

Walau hidup sederhana nenek Eti, Ditha, Yayan dan Fitri sangat merasa bersyukur walau kadang jatuh bangun mereka lalui.

Sampai menjelang usia Ditha yang ke 20 tahun...masalah besar mulai merusak ketenangan....

***

Setelah bertahun-tahun menabung untuk cita-citanya agar bisa. membeli mesin jahit, Ditha membuka celengannya...dirasa cukup karena ia di janjikan oleh penjahit yang memberi dia potongan kain perca mesin jahit miliknya.

Kebetulan stok kain perca tinggal sedikit pergilah ia ke rumah bu Laila di desa sebelah. Kurang lebih 10 menit dengan menaiki sepeda sampailah ia di rumah bu Laila karena rumah neneknya terletak tak jauh dari perbatasan antar desa.

"Assalamu alaikum bu Laila"

"Wa alaikum salam, bu Laila sedang ada tamu kak, masuk aja." sahut Iin salah satu murid yang belajar menjahit di tempat kursus jahit milik bu Laila.

" Iya In, terimakasih"

Ketika masuk ke dalam terlihat di sebelah ruangan bu Laila sedang berbincang sambil mengukur badan seorang ibu-ibu rupanya ibu itu kostumer bu Laila yang hendak membuat baju di tempat bu Laila.Terdengar sedikit perbincangan bu Laila dengan ibu itu, Ditha agak sedikit mengenal suara ibu itu, penasaran tapi karena ibu itu membelakangi Ditha maka Ditha tak tahu pasti siapa ibu itu.

Sambil melihat-lihat mesin jahit yang akan dia beli dan potonga kain perca yang ingin dia bawa pulang Ditha mendengar perbincangan bu Laila dengan ibu itu.

" Jangan lupa jeng Laila harus tepat waktu ya! 1 bulan 5 baju saya harus sudah selesai, pokoknya harus tepat waktu"

" Saya usahakan nyonya, saya jugakan banyak jahitan lain yang menunggu saya kerjakan"

" Yang lain kerjakan setelah saya aja jeng Laila, saya kan bayar cash duluan, tidak bayar nanti setelah baju selesai baru bayar, lagian saya langganan penting lho!"

" Iya Insya Allah nyonya"

Sudah selesai di ukur dan di catat ibu itu pamit pulang. Begitu berbalik badan Ditha mengenali ibu itu.

'Ibu...' dalam hati Ditha kaget, pantas dia mengenal suaranya.

"Ibu...."panggil Ditha.

Sang ibu menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Siapa kamu?"

Di desa sebelah itu tidak ada yang tahu kalau bu Silma mempunyai 2 orang anak, karena tak mau di cap sebagai orang tua yang tidak peduli anak, lebih baik dia di kenal tidak punya anak.

"Ibu...Ini Ditha ibu...." ucap Ditha sambil mata yang berkaca-kaca, bagaimana bisa tidak mengenal anaknya sendiri walaupun terakhir kali bertemu saat perpisahan SMP nya dulu. Yah lama memang sampai perubahan anaknya sari remaja beranjak dewasa ibunya tidak tahu, mungkin wajahnya sudah berubah bathin Ditha karena dia sudah menjadi gadis dewasa.

Berjalan mendekati bu Silma, Ditha ingin memeluk ibunya, tapi di tepis oleh bu Silma.

"Ih...siapa kamu mau peluk-peluk saya" bu Silma pergi melangkah keluar rumah bu Laila dan tergesa-gesa masuk ke dalan mobil yang sedang menunggunya.

"Cepat jalan pak, kita pulang" perintah bu Silma pada sopir pribadinya, dan mobil pun melaju meninggalkan Ditha yang bengong melihat kepergian ibu nya.

"Kamu kenal bu Silma, Ditha? tanya bu Laila.

" E..enggak bu.."jawab Ditha samb pura-pura merapikan rambutnya , ia menghapus air matanya yang jatuh menetes. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk menghilangkan sesak di dadanya setelah mendapat penolakan dari ibunya.

***

" Deuh..repot saya kalo sudah bu Silma yang pesan baju, harus begini..harus begitu...harus cepat kelar, kayak saya gak punya antrian jahitan lain aja."keluh bu Laila.

"Udah gitu gak mau di kerjakan sama orang lain, harus saya." lanjut bu Laila.

"Yah mau bagaimana lagi bu, hasil jahitan ibu bagus siiiih." puji Ditha membesarkan hati bu Laila.

"Ah....kamu bisa aja...,ini potongan kain percanya ada banyak kamu bawa, kalo yang sisa-sisa kurang lebih setengah meter kamu beli Rp.8000,- aja sekilonya mau?"

"Oh ya, itu ada dua mesin jahit yang mau saya jual, karena saya sudah beli dua lagi yang baru." lanjut bu Silma.

"Berapa mesinnya bu? Kalo cukup uang saya, saya beli satu aja bu."

"Ih itu bekas sudah lama juga 500rb aja, kalo dua-duanya saya lepas 800rb deeeeeeh..."

"Wah boleh bu, saya beli dua-duanya, uang saya cukup kok" kata Ditha girang.

"Ya udah kalo kain percanya saya kasih aja, tapi kalo ada bros-bros hasil kerajinan kamu bolehkan ibu minta satu atau dua hehehe....kamu punya tangan kreatif banget pasti orang tua kamu bangga.."ujar bu Laila. Ia sangat senang kenal Ditha karena ia tidak mempunyai anak perempuan.

Dalam khayalan bu Laila ingin rasanya memiliki menantu seperti Ditha, ah bukan kah Ditha adik kelas Aryo anak semata wayangnya hingga terfikir olehnya bagaimana kalo ia menjodohkan anaknya dengan Ditha pasti menyenangkan.

Aryo seorang pengusaha tekstil jadi sejalan dengan ibunya yang hobi menjahit, ayah Aryo sendiri, pak Sudarmono seorang pengusaha bahan baku untuk tekstil, jadi dalam keluarga mereka menjalankan usaha yang berkaitan satu sama lain.

Kompak itulah motto hidup keluarga pak Sudarmono dan bu Laila. Jadi seandainya punya menantu seperti Ditha sudah pasti sangat cocok fikir bu Laila.

Di puji punya tangan kreatif Ditha sangat senang, tapi mengingat orang tuanya akan bangga atau tidak, hati Ditha sangat teriris, secara dia baru saja mendapat penolakan dari ibunya.

" Orang tua saya tidak tahu menahu apa yang saya kerjakan bu, saya tidak mau merepotkan orang tua saya," ucap Ditha murung.

"Benar Ditha, kamu anak yang tidak mau merepotkan orang tuamu, tapi gak apa-apa, setidaknya kita wanita tidak boleh lemah, dan bisa membantu mencari penghasilan juga, kamu lihat ibu kalo secara ekonomi tidak kekurangan dari suami ibu, ibu gak mau berpangku tangan saja, tetap menjalankan hobi ibu dan menghasilkan juga,dan tentunya berguna untuk orang lain dan keluarga, ibu jadi gak pernah beli baju, cukup jahit sendiri, dengan model baju kekinian juga, hehe..."

"Pokoknya semangat ya Ditha" lanjut bu Laila.

"Iya bu..terimakasih"

"Ini sisa kain yang kurang lebih semeteran ada 10kg, kain percanya ada tiga kantong plastik besar."

"Iya bu, ini uangnya, banyak juga ya bu, bagaimana saya membawanya, saya cuma naik sepeda saja."kata Ditha bingung.

"Ih...gampang toooo, sebentar...."kata bu Laila sambil pergi ke dalam rumah induk mencari anaknya si Aryo.

Aryo sedang asyik melihat laptop menyelesaikan pekerjaannya yang ia pantau dari rumah saja.

Dia sengaja bekerja dari rumah karena ingin sedikit bersantai.

"Yoo....Aryoooooo.....anak bundaaaa...tercintaaa.....tersayang....teruwu..uwuuu."

Selalu begitu bu Laila memanggil anaknya seolah anaknya masil kecil dan lagi lucu-lucunya.

"Ya ampun ibundaaaaaa....kok Aryo pingin balik jadi bayi lagi yaaaaaa...."

Pluk....tangan Aryo hinggap di dahinya, sambil menjawab panggilan bundanya.

Sudah biasa dalam keluarga bu Laila penuh candaan laksana opera......tiap hari seperti itu sehingga sekeluarga sangat betah di rumah sampai kerjapun dari rumah saja.

"Tolong bunda untuk bantuin Ditha doooooong."

"Ya bunda, bantu untuk apa bun?" mendengar nama Ditha, Aryo jadi semangat 45.

Melihat anaknya semangat bu Laila sedikit kaget.Kayaknya mudah nih mendekatkan Aryo dengan Ditha, bathinnya....

Bersambung yaaa....

Bab 2 Di antar pulang babang tamvan

'Wah Aryo kayak ada sesuatu nih sama Ditha.'fikir bu Laila.

"Itu barang bawaan Ditha banyak dan berat, dia cuma pakai sepeda kesini, bisa gak kamu antarkan dia pulang membawa barang-barangnya?"

"Ooh begituuuuu ashiaaap..." kata Aryo sambil menutup laptopnya dan mengambil kunci mobilnya.

Mobil ia keluarkan dan berhenti di depan tempat jahit ibunya yang letaknya hanya bersebelahan dengan rumahnya.

Aryo keluar dari mobil, masuk ke tempat jahit ibunya dan menemui Ditha. Ia lihat Ditha sedang merapikan kantong plastik yang berisi kain perca, dengan posisi membelakangi Aryo.

"Hai junioooor"sapa Aryo.

Sontak Ditha menoleh ke belakang.

"Eh kaka Senior." kata Ditha agak kaku, Sekilas ia mengingat perploncoan yang di lakukan kaka kelas 2 tahun di atasnya itu. Agak jengkel tapi karena orangnya suka melucu jadi Ditha sedikit gemes juga tiap bertemu.

"Yang mana aja yang mau di bawa niiih?"

"Apanya kak?" tanya Ditha bingung.

"Lhooo yaaaa...kok malah balik nanya..??" balas Aryo sambil mengerucutkan bibir dengan ibu jari dan telunjuknya.

"Kakak ini gak ada angin, gak ada hujan, gak ada petir, langsung tanya apa yang mau di bawa, memang nya ada apa siiih?"

"Lhoo....yaaaa.... tambah paraaaah!!" kata Aryo pura- pura syok.

"Bundaaaa....bundaaa... yuhuuuuu..bundoooooo." panggil Aryo pada bu Laila.

"Sejak kapan kamu jadi tarzan Yoo...?? perasaan bunda melahirkan kamu di rumah sakit di kota deeeeh...." balas bu Laila pake nada 1 octaf lebih tinggi dari Aryo.

'Memang keluarga dagelan.' bathin Ditha.

"Lah ini si junior kelas Aryo, ditanya yang mana mau di angkut kok malah bingung dia nya."

"Udah itu yang di dekat dia angkut semua tuh, Budin mana biar ngangkat barang-barang itu ke mobilmu."

"Budiiin bang brooo... cus merapat, angkatin ke mobil barang-barang ini." kata Aryo ke Budin yang kebetulan lagi ngopi di depan tempat kursus jahit bu Laila.

Sementara Ditha hanya melongo sambil merapatkan badannya ke dinding.

"Dah Ditha biar di bantu Aryo membawa pulang barang-barang mu."

" Oh iya bu. "

Sudah kadung masuk mobil barang-barangnya Ditha tidak bisa menolak lagi, tapi begitu sepedanya mau di naikkan ke atas mobil juga, Ditha berteriak.

"Lho ka..sepeda ku ."

"Udah biar di angkut sekalian".

" Tapi....tapi.." kata Ditha terputus-putus.

"Apa ?? Memangnya kamu mau kemana setelah ini?? Ayo aku antar sekalian ". ujar Aryo agak memaksa.

"I iya ka, tapiii....." Ditha masih ragu.

Dia tiba-tiba ingat ancaman dari Santi, kakak kelasnya juga dan teman sekelas Aryo, Santi bertetangga dengan Ditha dan sepertinya suka dengan Aryo tapi gelagat Aryo malah lebih suka menjahili Ditha makanya Santi mengancam Ditha untuk tidak mencari muka di depan Aryo.

"Ka boleh gak mang Budin saja yang mengantar saya ?"

"Apaaa....?? Hei kamu juniorku, bukan junior Budin, enak saja... kalo Budin macam-macam gimana ? Bunda suruh aku bukan Budin." Panjang kali lebar Aryo nyerocos.

"Hayo masuk mobil, apa mau aku gendong ??" lanjut Aryo.

"Ii..iya kaa." sahut Ditha agak kesal, soal ka Santi urusan nanti deh bathinnya daripada bingung bagamana cara membawa pulang barang-barang.

'Lagian siapa juga yang mau bersaing, kan aku juga bukan levelnya ka Aryo, ya tahu diri lah aku bukan siapa-siapa' fikir Ditha.

Ditha dan Aryo masuk mobil, mobil melaju menuju rumah neneknya Ditha.

Sepanjang jalan Aryo dan Ditha hanya diam saja, rupanya Aryo agak sedikit grogi kalau hanya berdua saja dengan Ditha, beda kalau ada orang di sekitar mereka candaan mengalir begitu saja.

Karena naik mobil maka perjalanan jadi sangat cepat sampai di rumah nenek...

***

Setibanya di rumah nenek, begitu mobil terparkir di halaman, Ditha langsung membuka pintu dan keluar, membuka pintu belakang mobil dan mengeluarkan barang-barangnya.

Aryo pun melakukan hal yang sama, ia membantu mengangkat mesin-mesin jahit milik Ditha, hingga semua barang sudah di angkat ke dalam rumah.

Dari seberang rumah nenek, ada sepasang mata yang memperhatikan kegiatan Ditha dan Aryo, siapa lagi kalau bukan Santi, dengan muka merah padam dia menggerutu sendiri. Santi sangat kesal karena ancamannya tidak di perdulikan oleh Ditha.

Setelah selesai semua barang masuk ke dalam rumah, Aryo masuk dan duduk di kursi ruang tamu.

"Sudah selesai ka, terimakasih" kata Ditha agak sedikit bernada mengusir.

"Lhoo yaaaa....aku kan masih capek nyetir dan angkat-angkat, masih haus ini.." kata Aryo beralasan, padahal dia baru saja minum jus jeruk buatan bundanya, perjalanan juga kurang dari 10 menit karena memakai mobil.

"Duh kakak ini gak paham maksud ku " kata Ditha sambil celingukkan ke depan rumah neneknya.

'Duh di depan rumah lagi ka Santinya, gimana jelasinnya ini ' bathin Ditha.

"Apa yang kamu lihat ?" kata Aryo ikut celingukkan.

Begitu melihat Santi malah ia sapa.

"Hai Santi, apa kabar ?" tanyanya kepada Santi sambil melambai-lambaikan tangan.

Bergegas Santi menyeberang jalan, dan masuk ke rumah neneknya Ditha sambil merengut.

"Eh Yo...kabarku baik, kamu ngapain kesini ?"

"Ya ini ngantar Ditha, barang bawaannya banyak dan berat jadi aku bantuin ." jawab Aryo polos.

"Ah kayak gak ada orang lain aja, emang bos tekstil gak ada kerjaan apa mau aja di suruh-suruh !! "

"Yee..suka-suka aku, badan-badan aku, kok kamu yang sewot??"

Aryo tahu Santi and the genknya gak suka kalau dia mendekati adik kelasnya itu.

"Apaan sih!!" kata Santi sambil menggaruk-garuk kepalanya, mungkin banyak ternak bersarang di rambutnya...

Tidak mau banyak debat Aryo memilih pamit pulang padan Ditha.

" Sudah selesai Tha, aku lanjut balik pulang aja ya, salam sama nenek Eti dan ka Yayan " kata Aryo pada Ditha, ia memanggil Yayan kakak karena Yayan juga kakak kelas Aryo.

Sebenarnya Santi tidak begitu menyukai Aryo, yang suka sama Aryo temannya yang bernama Rini, sedangkan Santi suka sama Yayan, tapi karena Yayan menyukai Fitri si anak yatim piatu teman sekelas Yayan jadinya Santi sakit hati dan ingin mematahkan perasaan Aryo ke Ditha agar sama-sama patah hati.

Setelah kepergian Aryo mulailah tatapan sinis dan hobi nyinyir Santi ke Ditha.

"Masih cari muka ya kamu !! Gatel banget sih jadi perempuan !!"

"Ka.. kakak kan dengar apa kata ka Aryo, apa pendengaran kakak buruk ?"

"Ah sudahlah, ingat ya jangan coba-coba kegatelan !!" ucap Santi masih nyinyir.

"Kakak sendiri bagaimana kan kita sama-sama perempuan ya?"

"Hiiiiiih..!!' kata Santi sambil melempar mukanya dan pergi pulang ke rumahnya.

"Awas ka, jangan lempar-lempar muka, nanti lepas mukanya" kata Ditha sambil senyum-senyum sendiri.

'huuufff....mimpi apa selalu ketemu masalah dengan miss nyinyir itu' bathin Ditha tapi anehnya hanya saat ada Aryo saja untuk hal lain Santi biasa aja.

Bersambung....

Bab 3 Bu Silma

Di tempat lain bu Silma masih dengan kekagetannya setelah bertemu dengan dengan anaknya. Agak sedikit menyesal dia telah menolak Ditha.

Sesampainya di rumah bu Silma tidak tenang dan kelakuannya itu di perhatikan oleh suaminya.

"Ada apa dengan mu mah ?"

"Mmm...mm.. enggak pah, enggak ada apa-apa kok, cuma capek aja habis maksa bu Laila supaya cepat jahitin baju buat acara bulan depan itu. "

"Sebenarnya acara apa sih pah bulan depan itu kok penting banget ?" tanya bu Silma balik ke suaminya.

"O..oh itu acara pertemuan keluarga biasa kok, setiap keluarga punya baju khusus tiap kali ada pertemuan ya jadi supaya gak malu aja di depan keluarga lain, oh ya mah, anak-anakmu ajak ke acara ya... ajak dulu sebelumnya ke bu Laila biar di jahitkan baju juga."

"Pertemuan keluarga? Kok baru kali. ini ya pah, sebelumnya gak ada kan? Trus kenapa mengajak anak- anak? Trus papah sudah bisa menerima anak-anak? " banyak sekali pertanyaan bu Silma, kok tumben suaminya menyebut anak-anaknya padahal suaminya melarang membicarakan masalah anak-anak fikir bu Silma.

"Udah..udah.. nanti juga kamu tahu sendiri mah, di urus dulu apa yang ku suruh tadi, dan anak-anakmu pesankan baju untuk mereka juga biar gak malu-maluin nanti. " kata pak Salman sambil masuk ke ruang kerjanya.

Bu Silma masuk ke dalam kamar tidurnya, sambil duduk di pinggi tempat tidur dia berfikir tentang pertemuan dengan Ditha tadi, tak di sadari olehnya Ditha sudah dewasa, sangat cantik alami dengan wajah gabungan antara wajahnya dan almarhum ayah Ditha, ada sedikit sesal dalam hatinya tidak bisa mengikuti tumbuh kembang anak-anaknya di karenakan menuruti nafsu dunianya.

Punya suami kaya tapu anak-anaknya menderita apa boleh buat daripada hidup menjanda, miskin lagi, telinganya tidak sanggup mendengar ocehan dari tetangga-tetangganya. Sekarang mau kemana saja dia di panggil nyonya besar, bangga hatinya, rupanya sifat egoisnya masih menang daripada naluri keibuannya.

\*\*\*

Ke esokan harinya bu Silma pergi ke pasar, sebelum pergi ke rumah ibunya di desa tetangga. Di pasar ia membelu sembako dan lain-lain, untuk ia bawa ke rumah ibunya. Selesai berbelanja dengan menaiki mobil mewahnya lanjut melaju ke desa sebelah.

Sesampai di rumah ibunya bu Silma turun dari mobil, mengetuk pintu rumah dari luar dia hanya mendengar suara mesin jahit saja.

"Assalamu alaikum ibuu..." panggil bu Silma, 'perasaan di rumah tidak ada yang bisa menjahit tapi kok terdengar suara mesin jahiy ya' tanya nya dalam hati.

"Assalamu alaikuuuum" teriak bu Silma agak keras dari sebelumnya.

Suara mesin jahit berhenti dan terdengar sahutan.

"Wa alaikum salam, siapa ya ?" sambil membuka pintu kepala Ditha keluar sedikit dan menengok ke kanan, dia kaget melihat siapa yang datang.

"Ib...ibuu..." kata Ditha agak terbata, dadanya langsung sesak teringat penolakannya sang ibu kemarin.

"I...Iya Ditha ini ibu."

"Masuk bu." kata Ditha sambil membuka lebar pintu rumah neneknya.

"Duduk dulu bu, Ditha panggilkan nenek di rumah bibi Amih, nenek sedang menolong anak bibi Amih melahirkan." kata Ditha sambil menghapus air matanya yang sudah mengalir tanpa bisa di tahan.

"Tidak usah Ditha, ibu mau bicara sama kamu dan kakakmu saja."

Ditha tahu ibu dan neneknya tidak akur semenjak pernikahan ibunya dengan suami barunya jadi tidak mungkin ibunya mencari neneknya.

"Kakak Yayan masih kerja bu, Kak Fitri juga masih mengajar di TK dekat kantor desa." Ditha lupa kalau ibunya tidak tahu tentang pernikahan kakaknya.

"Fitri siapa Ditha?"

"Kak Fitri isteri ka Yayan bu, maaf kakak sudah menikah 6 bulan yang lalu."

"Sudah menikah?" bu Silma kaget.

Sekaget-kagetnya tidak ada penyesalan di mata bu Silma, bahkan hatinya pun tak tergerak untuk merasakan penderitaan anak-anaknya malah yang ada rasa marah, kenapa ia tidak di beritahu tentang hal ini.

"Kenapa tidak memberi kabar ?" Apa kalian menganggap ibu kalian sudah tidak ada di dunia inj ?" sentak bu Silma.

Ditha kaget dengan reaksi bu Silma.

"Kami harus bagaimana bu, justru ibulah yang berbuat seolah kamu tidak ada ." sahut Ditha lemah.

"Kamu...!!" bentak bu Silma.

****

"Masih ingat rumah ini Silma ?"

"Ib..ibu..." bu Silma kaget, ternyata ibu nya sudah berdiri di dekat pintu.

"Rupanya aku lupa kasih hati ke dalam tubuhmu saat kau aku kandung Silma.., sampai tega kamu membentak anakmu !!" lanjut nenek Eti sambil berkaca-kaca.

"Bukankah sudah aku ingatkan jangan kembali lagi kesini dan mencari kami bila kamu masih mempertahankan Salman ?!"

Nenek Eti menarik nafas sebentar dan duduk di samping Ditha.

"Ditha ambilkan air minum dulu ya nek " ujar Ditha hendak berdiri.

"Gak usah Ditha, nenek sudah minum tadi ." tahan nenek.

"Silma jika kedatangan mu ini hanya untuk menambah luka kami, lebih baik kamu kembali ke rumah suami mu, tolong biarkan kami hidup tenang walau ekonomi kami pas-pasan tapi kami bahagia ." lanjut nenek.

"Maaf bu, kedatangan ku di suruh kak Salman untuk mengajak anak-anak ke acara pertemuan keluarga bulan depan ." kata bu Silma sambil menunduk.

"Oh di suruh Salman ? Kalau tidak di suruh kamu tidak akan mencari anak-anakmu ? apa akhirnya Salman butuh anak untuk dia pamerkan pada keluarganya ? kejam kamu Silma !!!" pertanyaan beruntun di ajukan nenek Eti.

"Bu tolong, siapa tau setelah ini kak Salman mau menerima anak-anak dan kami bisa berkumpul lagi ." isak bu Silma.

"Berkumpul lagi ?? Kumpulkan otak dan hati mu dulu Silma !!" bentak nenek.

"Disaat anak-anak sudah dewasa, dan Yayan sudah berumah tangga, Ditha pun usianya sudah mempersiapkan diri untuk suatu hari menikah lantas kamu mau ajak berkumpul ?? justru mereka sudah siap untuk berpisah dan membangun rumah tangga sendiri, hidup masing-masing dengan keluarga kecil mereka, jadi percuma saja kamu ajak berkumpul Silma !! Paham kamu ??" Nenek masih mempertanyakan tanggung jawab anak perempuannya itu.

"Tolong bu, biarkan Silma bicara dengan Yayan dan Ditha ." bujuk bu Silma.

"Terserah kamu, tapi ingat jangan paksa anak-anak, paham !!?"

"I iya bu.."

"Ditha, coba kamu kabari kakakmu, bisa pulang tidak, kalau bisa dengan Fitri sekalian biar di perkenalkan dengan ibumu " ucap nenek pada Ditha sambil masuk ke kamar tidurnya untuk beristirahat setelah semalaman membantu tetangganya melahirkan.

"Iya nek ."

Ditha berjalan ke meja mesin jahitnya dan mengambil gawainya untuk menghubungi kakaknya.

Sambil menunggu bu Silma agak bingung dengan kondisi rumah orang tuanya tidak seperti 5 tahun lalu saat ia terakhir kali menginjak kan kaki untuk mengantarkan Ditha sepulang perpisahan SMP nya.

Rumah ortunya dulu sangat buruk dan tidak nyaman, berasa sempit sekali, tapi sekarang walau ukuran rumah tidak berubah tapi berasa nyaman dan sejuk, penataan barang sangat rapi sekali, mungkin ini sentuhan tangan Ditha dan Yayan , bathinnya. Anak-anak sangat kreatif sama seperti almarhum suaminya dulu.

Dua kali Ditha menghubungi kakaknya tidak ada respon, 'mungkin sibuk' bathin Ditha.

"Bu, kakak sudah Ditha hubungi tapi tidak merespon mungkin lagi banyak pekerjaan bu ."

"Ya sudah Ditha, biar ibu tunggu sebentar lagi, mang Kariiim... tolong turunkan belanjaan tadi ya ." perintah bu Silma kepada sopir pribadinya yang sedang duduk di teras rumah ibunya.

"Baik nyonya ."

Mang Karim adalah teman almarhum ayah Ditha bahkan sebab kematian ayah Ditha pun mang Karim tahu, hanya saja dia di suruh tutup mulut oleh pak Salman, karena tak mau kehilangan pekerjaan dan juga di bayar untuk tutup mulut maka mang Karim menurut saja, walaupun kadang kasihan melihat anak-anak bu Silma.

"Ini ibu belikan kebutuhan dapur Ditha, bawa ke dalam ya.." kata bu Silma pada anaknya.

"Kok repot-repot bu, didalam masih banyak persediaan bu ."

"Gak pa-pa Ditha, buat simpanan supaya gak beli lagi ." kata bu Silma, nada bicaranya sudah tidak semarah tadi saat sebelum ibu nya datang.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!