NovelToon NovelToon

AYRAFKA (Jodoh Impian)

Bab 1

Seorang siswi baru dengan paras cantik, kulit putih bersih, dan rambut hitam panjang yang tergerai, baru saja turun dari mobilnya.

"Siapa dia?"

"Wah, cantik sekali!"

"Sepertinya murid baru."

"Jurusan apa dia?"

Para siswa yang masih berada di parkiran, saling berbisik melihat kedatangan Ayra—sang murid baru.

"Permisi, ruang guru di mana, ya?" tanya gadis yang bersama Aira itu.

"Di sana, ayo aku antar!" jawab salah satu siswi.

"Aku Aira, pindahan dari Surabaya." Aira mengulurkan tangan pada siswi yang menawarkan diri untuk mengantarnya ke ruangan guru.

"Oh, aku Vanya. Murid baru ya?"

"Iya."

Aira dan Vanya berjalan lebih dulu, sedangkan wanita yang bersama Aira, lebih tepatnya ibu dari Aira mengikuti di belakang mereka. Sesekali Aira menoleh ke belakang, dan ibunya akan tersenyum, seakan mengatakan pada Ayra 'semua akan baik-baik saja'

Sesampainya di ruangan guru, semua berkas Aira dicek. Aira dan ibunya berhadapan langsung dengan Kepala Sekolah yang ternyata teman kuliah ibunya Aira.

"Saya sudah lihat semua nilai kamu, termasuk sertifikat prakerin kamu. Good. Kamu akan masuk ke kelas dua belas multimedia satu. Itu kelas unggulan di sekolah kita," kata Kepala Sekolah dengan bangga.

"Jadi, Aira bisa langsung ke kelasnya?"

"Ya, wali kelasnya yang akan mengantar. Kamu nikmati saja kopinya, sambil kita ngobrol-ngobrol," kata Kepala Sekolah.

"Terima kasih, Bu."

Setelahnya, Aira diantarkan ke ruang kelasnya oleh seorang guru yang menjadi wali kelas Aira. Kelas Aira ada di lantai bawah, tepatnya di ujung yang cukup jauh dari ruangan guru. Mereka melewati beberapa kelas yang isinya laki-laki semua, terlihat dari jendela kaca yang gordinnya tersingkap.

"Rafka tunggu!" pangggil Wali Kelas Aira saat seorang cowok yang entah datang dari mana, akan masuk ke kelasnya.

"Iya, Bu Dina," jawab Cowok dengan tinggi badan 188 cm itu.

"Saya antar murid baru kelas saya, kamu bagi ini ya." Wali Kelas bernama Dina itu memberikan setumpuk buku pada cowok bernama Rafka itu.

Aira terkagum dengan ketampanan cowok yang kemudian masuk kelas XII KR 1 itu. Sementara itu, teman-teman Rafka, sedari tadi hanya bengong menatap murid baru di sekolah mereka. Mereka bersorak dan berteriak ingin tahu nama murid baru yang bersama guru Bimbingan Konseling mereka. Sedangkan Aira dan Bu Dina—Wali Kelas Aira, berjalan menuju kelas Aira.

"Aira, ayo masuk, saya akan memperkenalkan kamu dengan teman-teman kamu."

Aira mengangguk, lalu ia mengikuti Bu Dina masuk kelas. Teman-teman baru Aira menatapnya dengan tatapan kagum. Jantung Aira berdetak dengan cepat saat Bu Dina memintanya memperkenalkan diri.

Aira melihat satu per satu teman-teman barunya. Ia tersenyum saat sosok Vanya melambaikan tangan padanya.

"Hai semuanya, namaku Annisa Humaira, panggil aja Aira. Aku pindahan dari SMK di Surabaya."

"Wah, arek suroboyo. Bukan bonita, 'kan?" sahut salah satu teman kelas Aira.

Gadis itu hanya tersenyum. Walau dari kota itu, tetapi ia bukanlah penggemar sepak bola seperti yang temannya itu katakan.

Perkenalan singkat itu mendapat sambutan meriah dari teman-temannya.

Setelahnya, Bu Dina mengatur duduk Aira di samping Vanya yang kebetulan memang kosong. Kemudian, Bu Dina meninggalkan kelas karena memang ini bukan jamnya mengajar di kelas Aira.

"Aira, kita sekelas ternyata," kata Vanya yang menyambut Aira sambil tersenyum.

"Iya, Van. Oh iya, kamu mau nggak jadi temen aku?" tanya Aira.

"Pasti dong."

Mereka berdua pun saling tersenyum, lalu guru yang mengisi kelas mereka datang. Jam pertama ini, kelas Aira mendapatkan pelajaran Fisika. Pelajaran pertama itu berlangsung normal, Aira bisa memahami semua yang guru laki-laki itu ucapkan, karena memang dia termasuk murid yang cerdas.

Kini, saatnya mereka beristirahat. Kelas Aira cukup dekat dengan kantin, sehingga siswa lain yang ingin ke kantin, pasti akan melewati kelasnya.

"Kantin yuk, kamu harus coba tempe goreng buatan Mbak Rini, enak banget soalnya," ajak Vanya.

Ayra mengangguk, ia mengambil dompet dari tasnya, lalu mereka keluar dari kelasnya. Mereka tidak hanya berdua, beberapa teman laki-laki yang jarang ke kantin itu juga mengikuti langkah Aira. Teman laki-laki itu adalah Dito dan Kevin, Dito adalah ketua kelas di kelas Aira.

"Aira, lo cantik banget, pasti lo udah punya cowok ya?" tanya Dito, temen sekelas Aira.

Aira menggeleng, lalu ia berkata, "Belum, aku bahkan nggak kepikiran soal pacar." Ia tersenyum pada Dito yang berjalan di belakangnya. Pandangan matanya tanpa sengaja menangkap sosok laki-laki yang ia tahu namanya Rafka. Laki-laki dengan tinggi sempurna itu hanya diam sambil terus berjalan.

"Cewek secantik kamu pasti banyak yang naksir, sampai-sampai kamu bingung mau pilih yang mana? Iya 'kan?" Dito kembali menanyakan hal yang membuat Aira tersenyum getir.

Sebenarnya, hari pertama ini sangat di luar dugaannya. Sejak tinggal di Jakarta beberapa hari ini, ibu kandungnya merubah total penampilan Aira. Ia tidak lagi kusam seperti sebelumnya. Aira yang dulu tidak terawat, kini menjelma menjadi gadis cantik setelah bertemu ibu kandungnya.

Mereka sampai di kantin sekolah yang sudah penuh. Beberapa siswa mengantri dan meminta cepat dilayani.

"Ra, kamu mau makan apa biar aku yang pesen?" tanya Vanya.

"Bakso aja deh," jawab Aira setelah melihat menu makanan yang terpajang di salah satu dinding kantin.

Aira dan Dito duduk di kursi yang sudah mereka pilih, sedangkan Vanya dan Kevin memesan makanan.

"Kamu tinggal di Surabaya mana?" tanya Dito.

Fokus Aira bukan pada Dito, tetapi pada cowok bernama Rafka yang baru masuk kantin bersama dua temannya.

"Ra." Dito memanggil gadis itu. "Aira," panggilnya lagi, kali ini nadanya sedikit lebih tinggi dari sebelumnya.

"Hah, iya." Aira menyelipkan rambutnya ke belakang. Ia berdebar-debar karena Dito membuatnya terkejut.

Sementara Rafka, cowok itu memperhatikan Aira dengan raut wajah yang datar.

"Kamu kenapa?"

"Nggak kok, nggak apa-apa." Ayra mengambil satu tempe goreng yang memang tersedia di piring. Siapa yang ingin makan tinggal ambil, asal tidak lupa membayar.

"Kamu lihatin apa sih?" tanya Dito yang sadar Aira memperhatikan seseorang di belakangnya. Ia menoleh dan melihat sosok Rafka yang duduk tenang. "Oh, kamu lihatin Rafka?"

"Nggak kok," sahut Aira dengan cepat.

Tiba-tiba ponsel Aira berdering, satu panggilan dari Abi membuatnya dengan cepat menjawab panggilan itu.

"Hai Ra. Gimana sekolahnya, aman?" tanya laki-laki bernama Abi yang menelepon Ayra.

"Em, aman kok, asik juga," jawab Aira.

"Oke, nanti aku jemput, kamu tunggu ya," kata laki-laki itu.

"Iya, kan kamu udah bilang berkali-kali," balas Aira yang tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Oke, aku matiin ya, kayaknya kamu lagi di kantin, rame banget."

"Iya, aku emang lagi di kantin, nanti kabarin kalau udah sampai," kata Aira.

"Siap."

Kemudian, panggilan terputus, dan Aira tersenyum memperhatikan fotonya bersama Abi yang digunakan sebagai foto profil Abi.

"Siapa?" tanya Dito.

"Someone special," jawab Aira.

Tanpa Aira tahu, Rafka memperhatikan dan mendengar apa yang Aira katakan.

🦋🦋🦋🦋

Hai, ketemu aku lagi. Itta Haruka. Gimana seru nggak? Like dan Komen ya 😉😉 Jangan lupa tekan favorite ❤

Bab 2

Bel pulang berbunyi, para siswa keluar dari kelas masing-masing. Begitu pun Aira, gadis cantik itu keluar dari kelas bersama Vanya. Mereka baru kenal tapi sudah cukup akrab. Berjalan menyusuri teras kelas yang menjadi jalan terdekat menuju gerbang.

"Ra, kamu dijemput?" tanya Vanya.

"Iya, aku dijemput kembaran aku," jawab Aira.

"Kamu kembar?" Vanya melongo, menatap Aira dengan mata berkedip-kedip. Mereka berhenti di depan kelas XII KR 1.

"Iya, biasa aja mukanya Van," jawab Aira.

Seorang siswi menabrak mereka sampai Aira hampir membentur pintu. Rafka yang kebetulan ada di dekatnya langsung menangkap tubuh Aira.

Rafka menunduk, mentap mata Aira yang juga menatapnya. Dua netra berwarna coklat terang itu saling beradu. Jantung mereka mulai berpacu di atas normal.

"Ini cewek cantik juga, apa dia bisa terpikat dengan pesona gue." Rafka terpukau dengan kecantikan yang dimiliki Aira, siswi baru di sekolahnya.

"Ini cowok kayaknya berandal juga, kalung tengkorak, rambut diwarna, aroma rokok, dan apa itu di telinganya, anting?" Aira mengoceh di dalam hatinya.

Rasa kagum yang tadi pagi sempat menghinggapi hatinya tiba-tiba ia tarik kembali. Tampan saja tidak cukup, apa lagi cowok Jakarta pasti lebih parah dari cowok Surabaya. Itu yang Aira pikirkan sampai ia tidak sadar bahwa banyak pasang mata yang memperhatikan adegan yang terbilang romantis itu.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Rafka, ia akhirnya angkat bicara setelah beberapa saat terpaku dan membisu.

"Nggak apa-apa." Aira melengos setelah memperbaiki posisinya.

Sayangnya, Aira tidak bisa menghindari Rafka dengan mudah karena ternyata, kalung yang Rafka pakai tersangkut di kancing baju Aira.

Rafka yang lehernya tertarik, secara otomatis menempel pada Aira, dan tanpa sengaja malah mencium pipinya. Sontak saja hal itu membuat siswa-siswa lain yang melihat jadi bersorak-sorak.

"Ih apa sih." Aira mengusap pipinya yang baru saja dicium cowok paling tampan seantero sekolah—Rafka.

"Gue Rafka." Rafka mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Aira.

Aira tidak menggubris. Dia masih kesal dengan sikap Rafka yang menciumnya, tanpa ia tahu itu bukanlah sebuah kesengajaan.

Kalung yang tersangkut di kancing seragam itu ternyata susah sekali dilepaskan Aira.

"Kalau lo tarik, kancing lo yang lepas," seru laki-laki yang masih berdiri di samping Aira.

"Ya udah lepasin," balas Aira yang tidak menginginkan kancing seragamnya yang baru dibelikan mamanya terlepas.

"Nama lo siapa? Gue lepasin, setelah lo kasih tau nama lo. Lo murid baru kan?"

"Aira." Jawaban itu sangat singkat dan terdengar ketus, tapi Rafka malah menyukai ekspresi Aira.

"Oke Ay, inget baik-baik nama gue Rafka. Ay-Aira, sebentar lagi jadi Ay-Ayang." Suara sorakan kembali terdengar.

"Heh, sirik aja, balik sono ngapain nonton live calon couple goals mesrah-mesrahan?" Rafka mengusir teman-temannya dan juga siswa-siswi yang lewat depan kelasnya.

"Apaan sih, buruan dong lepasin kalungnya."

Getaran di saku rok membuat Aira merogoh benda pipih yang baru beberapa hari ini menjadi miliknya.

Satu nama muncul di layar ponselnya, membuat senyum Aira terbit di wajah cantik itu.

"Ayo lepasin kalung kamu, aku nggak rela kalau kancing aku lepas ya." Aira mengomel pada Rafka sebelum akhirnya menjawab panggilan di ponselnya.

Rafka mencebik. Sebenarnya dia bisa saja melepaskan pengait di kalungnya itu, tapi dasar Rafka ingin mencuri kesempatan, akhirnya dia mengurai kalung itu tanpa melepas pengaitnya.

Aira masih sibuk menerima telepon saat Rafka semakin dekat dengan leher bawahnya.

"Ya, Bi."

"Ra, aku udah di depan, teman-teman kamu udah pulang nih, kamu di mana?" tanya Abi yang menelepon Aira.

Rafka mendengar suara laki-laki yang menelepon Aira. Dengan sengaja ia berlama-lama, seakan sangat sulit melepas kalungnya, padahal tidak.

"Aku masih di kelas, bentar lagi keluar kok, tungguin ya." Aira sedikit berbohong, padahal dia ada di depan kelas Rafka yang cukup dekat dengan gerbang sekolah.

"Ya udah, aku tunggu dekat pos satpam ya."

"Oke, Bi."

Aira memasukkan ponselnya kembali ke saku rok. Ia melirik Rafka yang masih melepaskan kalung di kancing seragamnya.

"Bisa nggak sih?" tanya Aira.

"Bisa, bisa, ini udah bisa." Rafka menggenggam tali kalung yang sudah lepas dari kancing seragam Aira.

"Oh." Aira berbalik badan.

"Ay, tunggu!" Rafka mencekal pergelangan tangan Aira.

Aira menatap tidak suka pada tangan mereka. Lalu, Rafka cengar-cengir dan berkata, "Gue anterin pulang yuk!"

"Nggak usah, makasih!" Aira berjalan cepat meninggalkan Rafka, setelah melepaskan tangannya dari cekalan tangan Rafka.

Memang sih, Rafka ganteng, tapi sepertinya dia bukan cowok baik-baik.

Aira sampai di tempat Abi menjemputnya. Cowok yang mengenakan seragam dari sekolah lain itu memakaikan helm di kepala Aira.

"Aira," panggil seseorang yang membuat Aira dan Abi menoleh.

"Rafka," gumam Abi.

Aira sedikit terkejut saat menyadari bahwa Abi mengenal Rafka.

"Kamu kenal dia?" tanya Aira pada Abi.

"Jangan dekat-dekat dia, dia bukan cowok baik-baik, jangan tertipu sama muka gantengnya yang keliatan polos," kata Abi. Dia memandang tidak suka pada Rafka yang berjalan mendekati mereka berdua.

"Ay, pulang bareng gue yuk!" ajak Rafka.

"Lo nggak lihat, dia udah pakek helm dari gue, itu artinya dia pulang bareng gue," sahut Abi dengan nada tidak terima.

"Siapa elo ngatur-ngatur Aira. Yuk Ay, pulang bareng gue." Rafka mengedipkan mata pada Aira.

"Aku pulang bareng Abi." Aira hendak naik ke motor Abi, tetapi dengan cepat Rafka menahan gerakannya.

"Kenapa? Dia itu anak SMA 5, musuh sekolah kita. Lo nggak takut dimusuhin satu sekolah gara-gara dia?" tanya Rafka, tangannya menunjuk pada Aby diiringi tatapan tidak suka.

"Oh, jadi ini alasan Abi melarangku sekolah di sini, tapi kata Mama semua akan baik-baik saja. Cuma sekolah ini yang bagus dan sesuai sama jurusanku sebelumnya," batin Aira.

"Ketua gengnya kan elo, dasar kang onar," ejek Aby.

"Stop! Stop! Stop!" Aira merentangkan kedua telapak tangannya tepat di hadapan Abi dan Rafka. "Bi, ayo kita pulang! Jangan ladenin dia!"

"Aira tunggu!" Rafka mencekal tangan Aira yang hendak naik ke motor Abi.

"Apa lagi sih, udah deh stop jangan ganggu aku!" Aira menepis tangan Rafka.

"Apa lo pacaran sama dia?" tanya Rafka.

Abi tertawa terbahak-bahak. "Lo suka sama Aira?"

"Kalau iya kenapa? Gue bukan elo yang cuma diem aja kalau suka sama cewek, dasar pengecut!" Rafka mendekat pada Abi.

"Jangan mimpi lo bisa dapatin Aira, karena gue nggak akan pernah restuin lo." Abi menarik kerah seragam Rafka. Mereka berdua bertatapan saling membenci.

🦋🦋🦋🦋

Desember ini slow update, Insya Allah Januari akan update setiap hari 😘😘😘

Salam Sayang, jangan lupa jempol sama komentarnya, kembang sama kopi boleh juga 😂😂

Bab 3

Belum sempat Rafka bertanya, suara motor yang dikendarai Abi sudah meninggalkan Rafka. Rafka kalah cepat, karena Aira sudah naik membonceng di belakang Abi. Rafka yang mau mengejar, tetapi motor masih di parkiran, malah semakin kesal saja.

Akhirnya, dengan santai, Rafka menyusuri jalanan beraspal menuju rumahnya. Tidak bermaksud langsung pulang, tetapi ia berbelok di sebuah warung yang bersebelahan bengkel tempatnya biasa mengotak-atik motor.

"Bu, pop es stroberi satu," ucapnya sambil mencomot satu buah roti pia basah dalam kemasan.

"Kenapa tuh muka?" tanya teman Rafka yang bernama Deni.

"Bete gue, ketemu si Ba*bi." Rafka memasukkan pia basah itu ke mulut, setelah membuka plastik yang membungkusnya.

"Abi anak SMA 5?" tanya Deni.

"Iyalah siapa lagi?" Rafka semakin kesal hatinya.

"Biasa aja kali, nggak usah nyolot."

"Raf, elo di sini, tadi gue tungguin, gue kira lo ke mana." Rendi baru saja sampai di warung yang memang menjadi tempat nongkrong mereka.

"Orang dia habis ngebaperin anak baru," sahut Deni.

"Sial! Kira-kira si Ba*bi ada hubungan apa ya sama Aira?" tanya Rafka mengabaikan ocehan Deni dan Rendi.

"Oh, anak baru itu Aira," gumam Deni sambil manggut-manggut.

"Mungkin sepupunya," celetuk Rendi.

"Bisa jadi, bisa jadi." Rafka meraih gelas minuman yang baru saja diberikan Bu Siti, pemilik warung.

"Kalau dia saudaraan sama Abi, mending mundur deh Raf. Kita semua tahulah reputasi lo sama Abi, kecuali kalau bokap lo mau jodohin lo sama sepupunya Abi," kata Rendi yang diiringi suara tawa keras dari rendi dan Deni, seakan mengejek Rafka yang sedang mencebik sebal.

Papa. Mana mungkin sosok ayah itu mau menuruti permintaan Rafka, apalagi soal asmara. Tidak, Rafka tidak mau melakukan itu.

Di saat hatinya masih gundah, memikirkan hubungan apa yang mungkin terjadi antara Abi dan Aira, sebuah panggilan masuk mengalihkan perhatiannya.

"Revan, ngapain dia nelfon?" batin Rafka setelah membaca nama peneleponnya.

"Apa sih?" tanya Rafka setelah menjawab panggilan teleponnya.

"Lo di mana? Gue mau anter nyokap ke mal, lo cepetan pulang, di rumah nggak ada orang, Bi Imas tadi pagi pulang kampung." Laki-laki yang menelepon Rafka itu menginterupsi Rafka untuk segera pulang.

"Gue nggak pulang," balas Rafka. Ia mengakhiri panggilannya, lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Disuruh pulang lo, Raf?" tanya Deni yang sudah bisa menebak siapa yang baru saja menelepon Rafka.

Rafka meneguk minumannya sampai habis. "Iyalah siapa lagi, males banget gue pulang jam segini, mana nggak ada orang."

"Gimana kalau kita ke rumah lo," usul Rendi.

"Setuju Bray," sahut Deni.

Rafka tidak punya solusi lain, akhirnya ia menuruti apa yang kedua sahabatnya itu mau.

...****************...

Aira dan mamanya sedang berbelanja di pusat perbelanjaan elit. Mereka berdua menenteng beberapa papper bag yang berisi tas, sepatu, dan baju untuk Aira. Setelah lelah berkeliling, mereka mampir di sebuah restoran yang ada di pusat perbelanjaan tersebut.

"Sofia," sapa seseorang saat Aira dan mamanya baru masuk restoran.

"Dinda. Ya ampun, nggak nyangka ketemu di sini," balas mamanya Aira. Mereka berangkulan seperti sepasang sahabat yang sangat akrab. Saling memberi cium di pipi kiri dan kanan.

"Halo Tante," sapa cowok tampan yang ikut berdiri menyambut Aira dan mamanya. Mata elang itu memindai dari atas sampai bawah tubuh gadis cantik yang ada di hadapannya. Diam-diam hatinya menaruh rasa suka pada pandangan pertama.

"Wah, Revan. Kamu sudah sebesar ini ternyata " kata mamanya Aira.

Laki-laki bernama Revan itu menyalimi mamanya Aira. "Iya Tante, apa kabar?" Dia melirik Aira sekali lagi.

"Baik, eh iya kenalin ini anak saya, Aira." Mamanya Aira memegang kedua pundak Aira. "Kembarannya Abi," lanjutnya.

"Kembarannya Abi sudah ketemu, Sof?" tanya mamanya Revan yang memperhatikan Aira dengan seksama. Gadis di hadapannya ini memang mirip dengan papanya, itu yang ada di pikiran mamanya Revan saat melihat detail wajah Aira.

Aira pun memperkenalkan diri pada sahabat mamanya itu, juga Revan—putranya yang tampan.

Sebagai sahabat, tentu saja mamanya Revan sangat tahu tentang kejadian yang menimpa mamanya Aira. Termasuk saat sahabatnya itu kehilangan anak perempuannya belasan tahun lalu.

"Iya Din, aku mencarinya ke seluruh penjuru Jakarta, ternyata dia ada di Surabaya."

Mereka mulai duduk bersama dan berbincang dalam satu meja sembari menunggu makanan Aira dan mamanya datang, sedangkan Revan dan maminya sudah selesai makan.

"Aduh Sof, anak bungsuku udah ribut nyuruh pulang nih," kata mamanya Revan.

"Yah, padahal kita baru ketemu Din." Mereka berdua saling berpelukan.

"Kapan-kapan kita harus janjian, aku mau denger semua cerita kamu," ucap mamanya Revan.

"Pasti, nanti kabar-kabar aja, oke."

Dua wanita yang berteman sejak lama itu melepaskan pelukan lalu saling melambaikan tangan.

Aira ikut memperhatikan kepergian cowok tinggi yang mempunyai alis tebal itu.

"Revan itu baik sekali, dia anak penurut, sangat berbeda dengan adiknya, yang suka buat masalah," kata Mama Sofia saat menyadari bahwa Aira memperhatikan Revan yang sudah pergi bersama mamanya.

Aira salah tingkah karena mamanya menangkap basah ia sedang memperhatikan Revan dari belakang.

"Eh, Mama."

"Nggak apa-apa, kalau kamu suka Revan, mama dukung kok. Asal jangan sama adiknya," kata Mama Sofia.

"Emang kenapa, Ma?" tanya Aira.

"Rafka itu bandelnya minta ampun."

"Raf-Rafka? Yang satu sekolah sama aku, Ma?"

"Iya, Sayang. Kamu udah kenal sama Rafka? Ya itu, adiknya Revan, anaknya Tante Dinda. Sering banget berantem sama Abi, bikin mama pusing," jelas Mama Sofia.

"Tuh kan benar, Rafka emang ganteng, tapi dia bukan cowok baik-baik," batin Aira.

...****************...

Aira dan Abi sudah bersiap ke sekolah, dua remaja yang pernah menghuni rahim yang sama itu, memakai seragam yang berbeda. Aira bersekolah di SMK 2, sedangkan Abi sekolah di SMA 5. Keduanya sarapan dengan tenang di meja makan.

"Ra, kamu berangkat bareng aku, atau mau naik mobil aja?" tanya Abi yang sudah menghabiskan sandwich dan segelas susu.

"Aku bareng kamu aja deh, Bi. Aku masih mual kalau nyium bau AC mobil." Aira menenggak susu miliknya.

"Aira, kamu masih mual-mual kalau naik mobil?" tanya Papa Tomi, suami Mama Sofia.

"Masih Pa," jawab Aira.

"Kemarin mama buka jendela mobilnya sampai sekolah, Aira masih belum terbiasa, Pa. Makanya mama suruh Abi jemput Aira," sahut Mama Sofia, memaklumi kondisi Aira yang memang tidak terbiasa naik mobil.

Papa hanya manggut-manggut dan kembali menyeruput kopinya.

"Kita berangkat dulu, Ma. Pa."

Sepasang anak kembar itu bergantian menyalami kedua orang tuanya. Lalu, mereka berangkat sekolah bersama. Abi mengantar Aira sampai depan sekolahnya, bersamaan dengan datangnya beberapa murid sekolah SMK 2.

"Kamu nanti jemput aku 'kan?" tanya Aira sambil mengulurkan helm pada Abi.

"Pastinya, tungguin kalau aku belum datang," jawab Abi.

Aira mengangguk, lalu ia masuk ke gerbang sekolahnya. Sudah ada Rafka yang menunggu di parkiran sekolah.

"Ra." Seseorang menepuk pundak Aira sebelum Rafka mendekatinya.

"Hai, Dewi. Baru datang juga?" tanya Aira basa-basi.

"Iya nih, kok lo tadi dianter sama anak SMA 5 sih?" tanya Dewi.

"Iya, dia kembaran aku," jawab Aira.

"Apa? Elo kembarannya Abi?"

🦋🦋🦋🦋

Iya Bang, batu sadar ya? Eh iya, sainganmu bukan Abi, tapi abangmu sendiri 😂😂😂😂 (Othor ketawa jahat)

Jangan lupa jempol dan komen terbaiknya. Makasih Sayangnya Mas Rafka(tapi bo.ong) 😘😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!