Siang itu Evelyn terpaksa menjalankan motornya tersendat-sendat di jalan beraspal yang tidak terlalu lebar itu, karena macet padahal biasanya lancar. Yang membuat macet karena di depannya ada sebuah mobil mewah yang berukuran lebih panjang dan lebar dari mobil umumnya diapit dua mobil hitam di depan belakangnya. Ketiga mobil itu menggunakan jalan sembarangan berada di tengah jalan membuat pengendara lain susah lewat.
Karena Evelyn juga harus buru-buru ke tempat kerjanya, belum harus mampir dulu ke rumahnya Bapak Kepala Desa untuk memberikan bingkisan dari ayahnya yang baru pulang dari luar kota, mobil-mobil itu jadi menghambatnya.
Diapun berinisiatif untuk menyiap. Begitu ada kesempatan, dia langsung tancap gas dengan kencang, melewati mobil pertama, terus merasa ada peluang dia menyiap lagi mobil kedua tapi ternyata perhitungannya salah, motornya malah mogok.
Tentu saja motor yang tiba-tiba mogok membuat supir mobil mewah itu kaget dan mengerem mobil mendadak juga mengeluarkan teriakan sumpah serapahnya.
“Apa kau bosan hidup?” bentak seorang pria muda tampan yang berpakain stelan jas hitam brandidnya. Dia kesal karena merasa terganggu, sudah sekian lama dia baru datang lagi ke desa ini.
Pria itu duduk di ruang belakang sambil menumpangkan satu kakinya memperlihatkan sepatunya yang hitam mengkilat. Wajahnya terlihat kelimis dan bersih, namun menunjukkan gurat-gurat keras dalam hidupnya. Sebuah jam tangan bermerk ada dipergelangan tangannya.
Dia memberengut kesal lalu melihat kesamping jendela.
“Ada motor yang menyali malah mogok, Pak!” jawab supir.
“Terus kenapa kau diam saja? Singkirkan orang itu! Buang dengan motor-motornya! Kalian sangat lambat!” makinya dengan kesal, sambil menoleh ke jendela.
Evelyn mencoba untuk menyalakan lagi motornya, tapi tidak hidup-hidup juga. Dia terkejut saat melihat orang-orang berbadan tinggi besar dan berpakaian hitam keluar mobil hitam di depannya langsung menghampirinya. Ternyata bukan dari depan saja tapi dari belakangnya membuatnya merasa takut.
Tanpa banyak bicara, salah satunya menarik tanganya Evelyn dengan keras supaya turun dari motornya.
“Hei, kalian siapa?” bentak Evelyn, tubuhnya menabrak mobil mewah disampingnya.
Brugh! Suaranya membuat pria yang didalam mobil itu menoleh keluar. Dia agak terkejut karena ternyata pengendara motor itu seorang gadis.
Evelyn terkejut saat pria-pria berbaju hitam itu langsung mengangkat motornya.
“Hei apa yang kalian lakukan?” teriaknya, langsung menghampiri pria yang mengangkat motornya itu.
“Jangan rusak motorku!” teriaknya lagi sambil mengejar pria itu berjalan menuju parit disamping jalan itu.
Brugh! Motor itu dilemparkan begitu saja dan langsung jatuh ke parit.
“Kau keterlaluan!” teriak Evelyn dan langsung mendang kaki pria berbaju hita itu.
Pria dalam mobil itu sedikit tersungging melihat gadis itu menendang kaki salah satu anak buahnya itu yang sama sekali tidak bergeming, menatap Evelyn sambil bertolak pingang.
“Menyingkir atau kau kuhabisi!” bentak pria itu.
Beberapa pria langsung melangkah maju, membuat Evelyn jadi ketar-ketir, diapun beringsut mundur tapi pria itu masih saja mendekatinya, membuatnya semakin mundur saja dan kembali menabrak mobil mewah itu.
Pria di dalam mobil itu mengerjapkan matanya, melihat Evelyn yang menabrak mobilnya, gadis itu sempat menoleh ke mobilnya membuatnya melihat jelas wajahnya, lalu gadis itu kembali melihat pada anak buahnya.
Gadis itu sangat cantik, batinnya. Dia tidak menyangka di tempat kelahirannya akan melihat gadis yang cantik, diapun tersenyum kecut.
“Menyingikir!” bentak pria berbaju hitam itu.
Melihat mereka yang seperti itu, membuat Evelyn ketakutan dan tidak mau membuat masalah. Diapun segera berlari ke parit mendekati motornya, lalu tangannya menarik stang motornya.
Mobil-mobil itupun pergi begitu saja. Evelyn dengan susah payah menarik motornya naik ke jalan dibantu oleh orang-orang yang lewat.
Dilihat bingkisan yang tergantung di motornya, untung saja dia membungkusnya dengan dua plastik tadi jadi isinya tidak akan rusak.
“Orang-orang menyebalkan!” gerutunya.
Setelah berterimakasih, dia malanjutkan lagi perjalanan menuju rumahnya Bapak Kepala Desa.
Sampailah dia di sebuah rumah besar dengan pagar temboknya yang tinggi. Seorang satpam muncul di gerbang.
“Pak! Bapak Kadesnya ada?” tanyanya.
“Ada!” jawab Pak Satmpan yang memang sudah mengenalnya, gerbangpun segera dibuka.
Evelyn menjalankan motornya masuk ke halaman luas itu, dia kaget saat melihat 3 mobil hitam itu ada disana dan pria-pria berbaju hitam itu berada di tangga teras, berjaga-jaga.
Diapun turun sambil melepaskan helmnya lalu mengambil bungkusan di motornya. Pria-pria berbaju hitam itu menatapnya dengan tajam, bahkan salah satunya yang membuang motornya itu. Evelyn merasa ngeri melihatnya. Mereka seperti mafia dalam film-film fikirnya.
Dengan perlahan dia berjalan menuju mereka.
“Kau mau apa?” bentak salah satu pria itu, menghalangi jalannya.
Evelyn belum menjawab, terdengar suara seorang pria yang sedang duduk diteras.
“Biarkan dia masuk!” ucap seorang pria paruh baya yang langsung menghampirinya.
Pria tinggi besar itu langsung menyingkir.
“Masuk Nak!” kata pria paruh baya itu.
“Iya Pak Kades!” sahut Evelyn, lalu kakinya melangkah menaiki tangga dan berhenti dilantai teratas didepan pria yang dipanggil dengan sebutan Pak Kades itu.
“Ada apa kau kemari?” tanya Pak Kades.
“Ini ada oleh-oleh dari Ayah. Ayah baru pulang dari luar kota kemarin,” jawab Evelyn sambil tersenyum, sambil merapihkan rambutnya yang berantakan karena memakai helm tadi.
Senyumnya menarik seseorang yang sedang duduk di salah satu kursi diteras itu. Pria berjas hitam, bertubuh tinggi dengan parasnya yang tampan menatapnya tidak berkedip.
Dia tidak menyangka melihat lagi gadis yang motornya dibuang ke parit. Melihat gadis itu tanpa helm dan menggeraikan rambutnya semakin jelas kecantikannya, apalagi kalau sedang tersenyum sambil berbicara dengan ayahnya, senyumnya sangat manis.
Evelyn, memberikan kantong itu pada Pak Kades, yang menerimanya dengan senang hati.
“Sampaikan terimakasih pada Ayahmu. Ayahmu memang sahabatku yang paling baik,” kata Pak Kades, tersenyum senang.
“Baik Pak Kades saya pamit dulu, sudah terlambat ke kantor. Maaf kantongnya sedikit kotor tadi terjatuh dari motor,”ucap Evelyn, sambil menoleh sebentar pada pria tampan yang sedang duduk menatapnya itu.
Melihat pria itu membuat Evelyn merinding, bulu kuduknya langsung berdiri, apa dia bos dari bodyguard-bodyguard itu? Sedang apa dia dirumahnya Pak Kades?
Diapun buru-buru menoleh lagi pada Pak Kades.
“Mari Pak!” kata Evelyn.
“Sampaikan terimakasih pada Ayahmu,” ucap Pak Kades.
“Iya, Pak,” jawab Evelyn, terburu-buru menuju motornya. Memakai helmnya lalu motor itu keluar dari halaman rumahnya Pak Kades.
Pak Kades kembali menuju kursi dia teras itu dan menyimpan bingkisan itu diatas meja.
“Pak Arman itu memang teman Ayah yang paling baik,” gumamnya sambil tersenyum dan menoleh pada pria itu.
Pak Kades mengerutkan dahinya melihat pria itu menatap kepergiannya Evelyn sampai menghilang dibalik pagar.
“Aku menginginkan gadis itu!” ucap pria itu, membuat Pak Kades menatapnya.
“Apa? Siapa? Evelyn?” tanya Pak Kades terkejut.
“Namanya Evelyn?” tanya pria itu.
“Dia putri Pak Arman, sahabat Ayah dikampung sebelah!” kata Pak Kades.
“Aku menginginkannya,” ucap pria itu.
Pak Kades menatap pria itu yang balas menatapnya, hatinya mendadak gelisah.
“Jika kau menginginkan gadis itu, nikahi dia!” kata Pak Kades.
“Apa? Menikah? Buat apa? Selama ini aku bisa tidur dengan wanita manapun yang aku sukai! Buat apa menikah?” kata pria itu, sambil tertawa.
“Jaga sopan santunmu! Kau sedang bicara dengan Ayahmu!” bentak Pak Kades.
“Makanya aku malas pulang karena bosan dengan omelan Ayah dan Ibu,” kata pria itu. Mengambil ponsel disakunya lalu disimpan diatas meja.
“Kau memang anak yang tidak bisa diatur, selalu melawan orang tua!” gerutu Pak Kades dengan kesal.
“Dimana gadis tadi tinggal? Anak buahku akan menjemputnya!” tanya pria itu.
“Jeremy!” bentak Pak Kades dengan keras.
“Jangan membuat onar di desa ini! Jangan membuat Ayah malu!” maki Pak kades.
“Sst sst, tidak perlu berteriak, aku tidak tuli!” kata Pria itu yang bernama Jeremy.
“Kau bisa mendapatkan banyak gadis dikota, jangan ganggu Evelyn!” kata Pak Kades.
“Dia putrinya Pak Arman, sahabat Ayah. Jadi jangan ganggu dia,” ujar Pak Kades lagi.
“Aku tidak suka ditolak, aku selalu mendapatkan wanita yang aku inginkan!” kata Jeremy.
“Ikuti gadis itu! Bawa dia!” perintahnya pada orang-orang yang berdiri itu.
“Baik Bos!” jawab salah seorang. Dua orang beranjak dari tempatnya.
Pak Kades sangat terkejut, melihat dua orang itu menuju mobilnya.
“Hei kalian mau apa? Jangan ganggu Evelyn!” teriak Pak Kades.
“Jeremy hentikan mereka! Jangan ganggu Evelyn!” bentak Pak Kades pada Jeremy.
“Aku hanya meminta membawa gadis itu!” kata Jeremy.
“Tidak bisa, jangan membuat malu Ayah! Apa tidak cukup yang kau lakukan pada Ibumu? Kau ingin Ayah juga cepat mati?” teriak Pak Kades, dengan marah.
Mendengar teriakan Ayahnya, Jeremypun berteriak pada orang-orang baru saja masuk ke mobilnya.
“Kalian jangan pergi!” teriaknya.
Pak Kades terduduk dikursi dan memegang dadanya. Napasnya mulai terengah engah merasakan sakit didadanya.
“Kau memang anak durhaka! Kau sama sekali tidak berubah. Kau kabur dari rumah dengan geng motormu itu, membuat Ibumu sakit sakitan merindukanmu sampai akhirnya meninggal. Sekarang, kau datang hanya untuk melihat Ayahmu mati di depanmu karena kelakuanmu?” tanya Pak Kades, kembali mengatur nafasnya supaya lebih tenang.
Jeremy menatap Ayahnya.
“Aku tidak suka keinginanku tidak terlaksana. Aku ingin gadis itu dan harus mendapatkannya,” kata Jeremy dengan tegas.
“Dia putri sahabat Ayah. Jangan membuat Ayah malu. Kalau kau menyukainya, nikahi dia. Kalau kau tetap mengganggunya, kau tidak akan pernah melihat Ayahmu lagi didunia ini,” ujar Pak Kades, kini dadanya berangsur membaik.
“Baiklah, baiklah! Dimana rumahnya? Aku akan langsung pulang jadi aku akan langsung membawanya,” kata Jeremy dengan kesal.
Ponsel diatas meja itu bergetar, lalu diangkatnya ternyata sebuah video call. Dia langsung tersenyum melihat seseorang dilayar itu. Seorang wanita cantik tanpa busana duduk diatas tempat tidur menatap kearah layar ponsel yang dijauhkan.
“Jeremy sayang, kapan kau pulang? Kau pergi terlalu lama, aku merindukanmu,” ucap wanita itu sambil menggeliatkan tubuhnya di depan kamera.
********
Jeremy tertawa melihat video di ponselnya. Wanita itu bernari-nari erotis tanpa memakai busana, membuat segar matanya.
“Apa melihat tarianku kau jadi merindukanku?” tanya wanita cantik itu mendekatkan wajahnya ke camera.
“Bukan cuma merindukanmu, aku ingin langsung menyentuhmu,” jawab Jeremy, sambil tertawa.
Mendengar perkataannya Jeremy, tentu saja ayahnya terkejut, langsung mengambil ponsel itu dan melihatnya.
Wanita itu terkejut melihat ada pria yang bukan Jeremy dilayar.
“Ini, ini apa?” teriak Pak Kades, lalu mematikan ponselnya Jeremy.
“Ayah tidak mengijinkan kau menikah dengan Evelyn!” teriaknya lagi menatap Jeremy.
“Tidak menikah juga aku bisa menculiknya!” kata Jeremy dengan santai.
“Kau lupa apa yang Ayah katakan tadi? Kenapa sikapmu tidak berubah? Malah kau terlihat semakin buruk!” bentak Pak Kades.
“Menyesal aku pulang, terus saja diomeli!” gerutu Jeremy.
“Kau benar-benar!” Pak Kades tidak bisa mengontrol emosinya, membuat dadanya sesak lalu duduk dikursi.
“Sudah, aku juga tidak mau bertengkar, aku kesini cuma kebetulan lewat, tidak akan lama! Setelah menikahi Evelyn, aku akan pulang dan terpaksa membawanya! Sebenarnya aku malas membawanya, tapi aku buru-buru,!” kata Jeremy dengan ketus.
“Ayah tidak mengijinkannya! Ayah tidak mau kau menyakiti Evelyn!” teriak Pak Kades.
“Terserah, kalau Ayah tidak mau menikahkanku ya bagus, aku tinggal membawanya saja, beres,” ucap Jeremy dengan kesal.
Pak Kades menatapnya, dia tidak tahu kenapa dia memiliki anak yang perilakunya sangat buruk! Pergaulan dengan geng geng motor itu membuatnya terjerumus semakin jauh. Setelah mendekam di penjara anak-anak karena tawuran, Jeremy kabur dari rumah sampai membuat Ibunya meninggal kerena merindukannya.
Sekarang anak itu tiba tiba muncul malah menyukai Evelyn, putri dari sahabatnya dan berniat melecehkannya, benar benar dia merasa jadi orangtua yang buruk tidak bisa mendidik anaknya dengan baik.
Jeremy melihat jam tangannya.
“Aku tidak ada waktu lagi, ayo nikahkan aku dengan Evelyn, setelah itu aku pulang!” ucap Jeremy.
Pak Kades menatapnya.
“Terserah Ayah mau tidak? Aku bisa menjemputnya sendiri tanpa harus menikahinya! Repot amat!” gerutu Jeremy.
Pak Kades menghela nafas panjang, dia tidak bia membiarkan Jeremy memaksa Evelyn begitu saja.
“Baiklah, kita lamar Evelyn untuk menjadi istrimu. Tapi kau harus janji untuk menjaga dan menyayanginya. Ayah akan selalu menelpon menanyakan keadaannya. Jangan coba-coba menyakitinya atau kau tidak akan pernah melihat Ayahmu lagi,” kata Pak Kades.
“Iya, iya! Buang-buang waktu saja, aku sibuk!” ucap Jeremy lalu bangun sambil mengambil ponselnya.
“Siapa wanita itu? Kalau wanita itu pacarmu, putuskan dia, kau harus setia pada istrimu,” kata Pak Kades.
“Iya,iya iya!” teriak Jeremy lagi sambil menjauh. Setia, setia apaan? Batinnya.
“Aku tidak punya banyak waktu, aku mau pergi!” kata Jeremy lagi dengan kesal.
Pak Kades menjadi bingung, dia tidak setuju Jeremy membawa Evelyn, tapi dia takut putranya itu nekat menculik Evelyn, melecehkannya dan menyakitinya. Dilihat dari orang-orang yang bersama Jeremy saja sudah terlihat seperti apa pekerjaannya Jeremy.
Akhirnya dengan berat hati Pak Kades membawa Jeremy ke rumahnya Evelyn.
Saat 3 mobil itu berhenti di halaman rumahnya Pak Arman, pemilik rumah itu terkejut. Apalagi melihat pria-pria dengan pakaian hitam itu, membuatnya ketakutan. Tapi saat melihat Pak Kades barulah hatinya menjadi tenang.
“Pak Kades!” seru Pak Arman, menyambutnya diteras sambil matanya menoleh pada pria tampan yang bertubuh tinggi itu yang bersama Pak Kades.
Pak Arman mengernyitkan dahinya dia merasa mengenalnya.
“Ini Jeremy, anak sulungku,” kata Pak Kades.
“Jeremy?” Pak Arman tampak terkejut, dia tahu ceritanya Jeremy, hatinya tiba-tiba merasa gelisah.
“Lama sekali tidak bertemu, ternyata kau sudah dewasa!” kata Pak Arman, sambil mengulurkan tangannya, Jeremy menerima uluran tangan itu tanpa senyum, matanya melihat ke sekeliling rumahnya Pak Arman.
Rumahnya lumayan bagus dan rapih, ternyata gadis itu tinggal disini? Seumur umur dia tidak pernah serepot ini untuk mendapatkan wanita, sampai harus berkunjung segala kerumahnya, bertemu orang tuanya, ribet amat, keluhnya dalam hati.
“Ayo masuk, masuk!” Pak Arman mempersilahkan mereka masuk.
Jeremy dan Pak Kadespun masuk ke rumah itu, mereka duduk diruang tamu.
Jeremy tampak berkali-kali melihat jam ditangannya. Dia terlihat sangat sibuk.
“Ada apa ya Pak Kades kemari? Saya ko merasa ada yang sangat penting? Tadi Evelyn sudah mampir ke rumah, kan?” tanya Pak Arman.
“Sudah sudah, Evelyn sudah kerumah,” jawab Pak Kades dengan bingung. Dia merasa takut Jeremy berbuat kasar.
“Kemana dia?” tanya Jeremy memotong, matanya menoleh kearah dalam rumah.
Pak Arman menatapnya.
“Siapa?” tanya Pak Arman.
“Istriku? Istriku sudah meninggal beberapa tahun lalu karena sakit,” lanjut Pak Arman.
“Gadis itu,” jawab Jeremy.
“Evelyn maksudmu? Apa kau kenal putriku? Dia kan bekerja di perusahaan swasta, pulang nanti sore,” jawab Pak Arman menyebutkan sebuah nama perusahaan.
Jeremy langsung menolehkan kepalanya kearah pintu rumah.
“Bob!” teriaknya.
Seorang pria masuk kedalam rumah.
“Jemput Evelyn, dimana itu alamat kantornya?” tanya Jeremy pada Pak Arman.
Pak Arman menyebutkan alamatnya. Pria itu mengangguk lalu keluar, membuat Pak Arman kebingungan.
“Ini ada apa ya? Kenapa Evelyn mau dijemput?” tanya Pak Arman.
“Aku kesini mau melamar Evelyn, kita akan menikah sekarang juga. Aku buru-buru jadi akan membawa dia langsung ke kota,” kata Jeremy.
Tentu saja Pak Arman Shock mendengarnya.
“Jeremy! Jaga bicaramu!” bentak Pak Kades.
“Ayah terlalu banyak basa basi, aku sangat sibuk!” gerutu Jeremy.
Pak Kades menoleh pada Pak Arman.
“Jadi begini Pak Arman, kami kesini ingin melamar Evelyn untuk menikah dengan Jeremy,” kata Pak Kades.
“Tapi Pak Kades, ini sangat tiba-tiba, saya harus bertanya dulu pada Evelyn. Apakah Evelyn mau menerima atau tidak.” kata Pak Arman dengan bingung juga gelisah.
Dia ingat Jeremy adalah anak Pak Kades yang sangat nakal, ikut geng motor, tawuran, pernah masuk penjara juga kabur dari rumah. Sekarang ingin melamar putrinya? Hatinya langsung saja menjadi cemas.
Pak Arman dan Pak Kades tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan orang-orang yang bersama Jeremy tapi mereka membawa beberapa orang pria dari kantor urusan agama.
“Pak Burhan?” tanya Pak Arman dan Pak Kades bersamaan. Orang-orang yang datang itu tampak ketakutan.
“Ada apa Pak?” tanya Pak Arman, sambil berdiri menatap tiga orang itu.
“Saya diminta menikahkan Evelyn dengan Pak Jeremy,” jawab Pak Burhan, membuat Pak Arman dan Pak Kades terkejut.
Pak Kades menoleh pada Jeremy.
“Menunggu Ayah terlalu lama, buang buang waktu!” kata Jeremy, membuat Pak Kades kesal.
Pak Kades menatap Jeremy, kenapa dia memiliki anak seperti ini? Padahal dia dan istrinya sudah mencoba mendidiknya dengan baik tapi hasilnya malah seperti ini?
Tidak berapa lama datang lagi pria berbaju hitam itu bersama Evelyn.
Evelyn terkejut saat ada orang yang menjemputnya dan katanya ada tamu penting dirumahnya. Dan ternyata ada Pak Kades, pria yang dirumah Pak Kades dan tiga orang yang dikenalnya hanya satu, Pak RT saja.
“Ini ada apa?” tanya Evelyn, menatap Ayahnya lalu menoleh pada pria yang sedang menatapnya tidak berkedip. Kenapa pria itu ada dirumahnya? Pandangan pria itu membuatnya takut.
“Kita menikah sekarang!” kata Jeremy, membuat semua orang terkejut apalagi Evelyn.
Orang-orangnya Jeremy langsung memberikan kursi kursi untuk 3 orang yang mereka bawa itu. Suasana terasa begitu tegang.
Evelyn masih berdiri menatap Jeremy lalu pada ayahnya dan Pak Kades.
“Sayang duduklah,” kata Pak Kades pada Evelyn.
Evelynpun duduk disamping Ayahnya dengan bingng.
“Bapak kesini dengan anak Bapak, namanya Jeremy, kesini untuk malamarmu menjadi istrinya Jeremy,” kata Pak Kades, tentu saja Evelyn sangat terkejut.
Jeremy semakin tertarik melihat paras cantiknya Evelyn semakin dekat, tidak sabar ingin menyentuh gadis yang ada didepannya itu. Kenapa menyentuh gadis itu begitu sulit? Padahal dia membutuhkannya tidak akan lama.
Evelyn menoleh pada Jeremy yang sedari tadi menatapnya terus. Melamar? Pria yang tadi akan melamarnya? Dia memang kenal baik dengan Pak Kades tapi tidak dengan pria ini, yang tenyata anaknya Pak Kades.
Tampan sih tampan terlihat kaya juga, tapi tatapan pria itu sangat menakutkan apalagi dengan orang-orangnya itu. Evelyn meringis.
Belum juga Evelyn tersadar dengan ketakutannya, Jeremy sudah bicara lagi. Tatapannya tidak lepas dari wajahnya Evelyn.
“Kita menikah sekarang!” katanya.
Tentu saja semua orang terkejut.
*********
Jangan lupa like dan gift juga ya.
Terimakasih..
Evelyn menatap Jeremy.
“Kau siapa? Aku tidak mengenalmu! Aku tidak mau menikah denganmu!” kata Eveyn.
Wajah Jeremy langsung memerah mendengar penolakan itu. Tapi dia mencoba menahan amarahnya. Menatap gadis ini lebih dekat, gadis itu memiliki mata yang indah, gadis itu memiliki kecantikan yang alami. Tidak seperti wanita yang biasa ditidurinya, meskipun cantik-cantik tapi terlalu banyak vermak sana sini.
“Aku tidak butuh persetujuanmu, aku kesini hanya akan menikah denganmu, Sekarang!” jawab Jeremy membuat Evelyn semakin terkejut saja.
“Aku tidak mau!” tolak Evelyn, dengan kesal. Enaknya saja pria ini datang-datang memaksa untuk menikah dengannya.
“Aku juga keberatan! Maaf Pak Kades, aku tidak bisa menerima lamaran ini. Kau dengar sendiri kan, putriku menolak,” kata Pak Arman, menoleh pada Pak Kades.
Pak Kades mengangguk.
“Ya, aku mengerti,” kata Pak Kades. Dia juga tidak tega menikahkan Evelyn dengan Jeremy meskipun Jeremy adalah putranya.
“Aku tidak butuh persetujuan Kalian! Kesini hanya buang-buang waktuku saja! Ayo nikahkan aku dengan Evelyn, aku sangat sibuk!” teriak Jeremy.
Tentu saja Evelyn semakin shock, dia tidak mau punya suami seperti itu.
“Aku tidak mau,” tolaknya, sambil memegang tangan ayahnya.
“Aku juga tidak merestui pernikahan kalian,” kata Pak Arman.
“Aku tidak peduli! Kalian benar- benar membuang waktuku! Terserah kalau tidak mau tidak masalah, aku akan tetap membawa Evelyn!” ujar Jeremy, bersikeras. Harga dirinya merasa terusik mendapat penolakan dari semua orang.
Dua orang pria mendekati Evelyn yang langsung menjerit dan memeluk tangan ayahnya, ketakutan.
“Kalian jangan mengganggu putriku, pergi kalian!” teriak Pak Arman sambil berdiri tapi kemudian dua orangnya Jeremy langsung menghampiri dan memegang kedua bahunya Pak Arman dengan kuat, sampai meringis kesakitan.
Evelyn terkejut melihat mereka akan menyakiti ayahnya.
“Jangan sakiti Ayahku!” teriaknya, sambil berdiri dan menepiskan tangan pria yang memegang bahunya Pak Arman.
“Jangan sakiti dia!” Pak Kades juga berdiri menatap pria yang memegang tangan Pak Arman, lalu menoleh pada Jeremy.
“Jeremy, Ayah sudah memperingatkanmu jangan membuat masalah!” bentak Pak Kades.
“Aku dibawa kesini untuk menikah kan? Ayo segera! Aku tidak mau terlalu banyak drama!” gerutu Jeremy.
Evelyn langsung saja menangis melihat situasi ini.
“Ap..apa. kita akan mulai?” tanya Pak Burhan dengan gugup.
“Sudah mulai saja!” bentak Jeremy.
“Jeremy, Evelyn tidak setuju, kau tidak boleh memaksanya!” kata Pak Kades.
“Aku sudah bilang, aku tidak peduli, aku harus cepat-cepat pergi sekarang! Apa Ayah tidak tahu kalau aku punya urusan lain yang lebih penting dibandingkan pernikahan ini?” kata Jeremy dengan kesal.
“Tapi ini namanya pemaksaan!” teriak Pak Kades dengan marah. Dia tidak mengerti dengan jalan fikirannya Jeremy.
“Aku tidak peduli!” kata Jeremy.
“Aku tetap tidak setuju!” teriak Pak Arman, semakin berang.
Pria yang memegang bahunya Pak Arman menekan bahunya Pak Arman dengan kuat membuat Pak Arman berteriak kesakitan.
“Jangan sakiti Ayahku!” teriak Evelyn.
“Jeremy! Suruh mereka melepaskan Pak Arman!” kata Pak Kades.
Jeremy tampak duduk dengan santai saja, melihat Evelyn yang sudah berlinang airmata memegang tangan Pak Arman. Gadis itu terlihat semakin cantik saja meskipun sedang menangis. Orang-orang disekitarnya apa tidak tahu, dia sudah tidak kuat ingin menyentuh gadis itu.
“Jeremy sikapmu sangat memalukan! Ayah kecewa! Lepaskan Pak Arman! Kita pulang!” bentak Pak Kades.
“Dia akan dilepaskan kalau aku sudah menikah dengan Evelyn,“ ujar Jeremy.
Dia tidak mundur, dia tidak akan melepaskan gadis yang sudah memikat hatinya itu. Evelyn terus saja terisak, menoleh pada Jeremy yang masih menatapnya dengan fikiran kotornya yang semakin menumpuk di otaknya.
Apa dia harus menikah dengan pria ini? Pria ini sangat tidak beretika dan sangat kasar. Apa dia akan menerima lamaran pria ini dan menikah sekarang juga terus ikut dengan pria yang tidak dikenalnya ini ke kota? Sungguh mimpi yang sangat buruk
“Ba..bagaimana?” Pak Burhan semakin pusing saja, menoleh pada Evelyn yang terus memeluk tangan ayahnya, dia juga gemetaran melihat orang-orang Jeremy yang berdiri berjaga dibelakang mereka.
Ada banyak butiran airmata jatuh ke pipinya Evelyn. Jeremy tampak acuh saja melihat gadis itu menangis. Dia tidak peuli, dia hanya ingin melampiaskan hasratnya rasa penasarannya saja, tidak lebih. Padahal untuk itu dia tidak butuh waktu lama dan bisa segera membuang gadis itu. Gara-gara Ayahnya, hasratnya jadi terganggu, sampai harus menikah segala!
“Ba ..ba..iklah..aku mau menikah dengan Jeremy,” jawab Evelyn dengan terbata-bata, membuat semua orang terkejut.
“Tidak, aku tidak setuju putriku menikah denganmu!” teriak Pak Arman, kemudian meringis saat pria itu kembali menekan bahunya.
“Jangan sakiti Ayahku! Jangan! Aku mau menikah !” kata Evelyn.
“Tapi, Nak,” Pak Arman menatap putrinya yang juga menatap ayahnya.
“Tidak apa-apa Ayah, aku akan menikah!” jawab Evelyn, memaksakan tersenyum pada Ayahnya, tapi airmatanya tidak bisa dibohongi semakin banyak jatuh ke pipinya.
Jeremy tampak semakin kesal saja.
“Kalian terlalu banyak drama! Tinggal menikah saja susah! Kalian membuatku jengkel! Jangan menguji kesabaranku!” teriak Jeremy, sambil menggebrak meja dan menurunkan satu kakinya.
“Jeremy! Jaga sikapmu!” bentak Pak Kades.
Jeremypun diam, dia sudah tidak sabar ingin pergi dari tempat itu.
Evelyn melepaskan tangan Ayahnya dan menoleh pada Jeremy.
“Aku mau menikah denganmu, jangan sakiti Ayahku,” kata Evelyn.
“Bagus!” jawab Jeremy.
Diapun menoleh pada Pak Burhan.
“Ayo nikahkan aku dengan Evelyn, aku harus cepat pergi!” kata Jeremy.
Pak Burhanpun mengangguk.
Pak Arman juga Pak Kades merasa tidak tega melihat pemaksaan yang dilakukan Jeremy pada Evelyn, tapi mereka juga takut Jeremy semakin nekat membawa Evelyn tanpa menikahinya, itu akan semakin buruk.
Saat itu juga Jeremy dinikahkan dengan Evelyn yang tidak berhenti meneteskan airmatanya. Sungguh mimpi yang sangat buruk, paling buruk. Dia tidak menyangka nasibnya akan seperti ini, dinikahi seorang pria yang sepertinya seorang mafia dari dunia hitam. Entah kenapa nasibnya harus menikah dengan pria seperti ini?
Merekapun menikah dengan tetes airmatanya Evelyn yang menjadi saksi.
Jeremy merasa lega saat pernikahannya dengan Evelyn sudah selesai.
“Ini sudah selesai?” tanya Jeremy, dengan senyum penuh kemenangan. Dia merasa puas.
“Sudah, kalian sudah menjadi suami istri, administrasinya..” jawaban Pak Burhan belum selesai sudah didahului Jeremy.
“Urusan itu dengan Ayahku saja, aku tidak mau ribet!” kata Jeremy.
Pak Kades sampai geleng-geleng kepala melihat sikap anaknya seperti itu.
Semua orang terkejut saat mendengar Evelyn tiba-tiba menjerit karena tangannya tiba-tiba ditarik Jeremy.
“Kau mau apa?” tanya Evelyn, dengan wajahnya yang mendadak pucat.
“Membawamu ke kota! Kau kan sudah jadi istriku!” jawab Jeremy.
“Secepat itu? Aku harus membereskan pakaianku dulu! Aku harus pamitan dengan Ayahku! Kau tidak bisa seenaknya begini padaku!” ujar Evelyn dengan tubuh yang gemetaran takut pada pria itu.
“Cerewet! Soal itu gampang, banyak di jalan juga, tinggal beli! Ayo!” ajak Jeremy kembali menerima tangannya Evelyn.
Pak Arman dan Pak Kades terkejut melihat Jeremy menarik paksa tangan Evelyn keluar dari rumah itu.
“Ayah, aku pergi!” seru Evelyn pada Ayahnya, sambil mengikuti langkahnya Jeremy, airmata menetes terus dipipinya.
“Jaga dirimu baik-baik, Nak! Sering menelpon Ayah” teriak Pak Arman, menepiskan tangan pria yang memegang bahunya lalu mengejar Evelyn keluar rumah diikuti Pak Kades.
“Bapak akan menelponmu!” teriak Pak Kades.
Soerang pria membukakan pintu mobil untuk Jeremy.
Jeremy menatap Evelyn supaya masuk kedalam mobil itu. Gadis itu menoleh pada Ayahnya yang berlari keluar rumah bersama Pak Kades.
“Ayah!” panggilnya, dia akan menghampiri tapi Jeremy mendorong tubuhnya supaya masuk lalu pria itu juga masuk ke mobilnya.
Pak Arman sangat sedih melihat kepergian putrinya dengan cara seperti itu, bahkan untuk memberi selamat atas pernikahannyapun tidak sempat. Tapi dia juga tidak tahu harus berbuat apa, dia takut Jeremy akan semakin menyakiti putrinya jika dia berontak.
Tidak berapa lama mobil-mobil itu melaju meninggalkan halaman rumah Evelyn.
Pak Arman dan Pak Kades berlari mengejar mobil itu.
“Ayah!” ucap Evelyn, menolehkan kepalanya melihat keluar. Dia tidak bisa melihat lebih dekat ke kaca karena ada Jeremy duduk disebelah kirinya. Evelyn hanya bisa melihat dari kejauhan saja.
Jeremy hanya diam saja melihat Evelyn seperti itu, dia sama sekali tidak merasa simpati atau ikut bersedih atau apa, hatinya benar-benar terbuat dari batu.
Dia hanya melihat jam tangannya lalu sibuk menelpon tidak memperdulikan gadis yang di bawa.
Evelyn melihat ayahnya dan Pak Kades semakin mengecil karena laju mobilpun semakin cepat. Hatinya begitu sedih pernikahannya seperti ini. Dia menikah dengan pria yang berperilaku buruk, nasibnya sangat tidak beruntung. Seandainya ibunya masih adapun pasti akan sangat bersedih melihat hari ini. Dia teringat ibunya yang sudah meninggal, hatinya semakin tersayat-sayat.
Mobil-mobil itupun terus melaju semakin jauh dari rumahnya Evelyn dan lama-lama menghilang dibelokan. Evelyn sudah tidak bisa melihat ayahnya lagi. Diapun duduk dengan airmata yang terus menetes di pipinya.
Pak Kades menoleh kepada Pak Arman.
“Aku minta maaf, aku merasa bersalah,” ucap Pak Kades.
”Aku merasa bersalah kedatangan Jeremy membawa hal buruk padamu dan putrimu,” lanjut Pak Kades.
Pak Arman menatapnya dengan pandangan sedih dan bingung.
“Tapi kau jangan khawatir, aku akan terus menelpon Jeremy, menanyakan kabar putrimu. Percayalah aku tidak akan membiarkan Jeremy menyakiti putrimu, kau bisa pastikan itu,” kata Pak Kades.
“Iya, aku percaya padamu,” ujar Pak Arman mengangguk dengan sedih, melihat lagi ke jalan, mobil-mobil itu sudah menghilang.
**********
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!