Pernahkah kau mengibaratkan takdir dengan hal lain? mengibaratkannya dengan hal lain yang indah dan sama-sama diciptakan olehNya. Seperti mengibaratkannya dengan Pelangi.
Pelangi indah bukan? Seperti indahnya takdir yang telah digariskan kepada kita. Takdir yang pantasnya untuk kita terima.
Baik ataupun buruk hal yang kita dapat adalah sesuatu yang telah digariskan oleh-Nya. Meskipun tak dapat dipungkiri hati akan sedih dan mata mungkin menangis kala mendapat takdir yang buruk. Itu adalah hal yang wajar karena kita adalah manusia yang memiliki perasaan.
Walaupun teori tidak bisa disamakan dengan yang kita hadapi. Meskipun terasa pahit akan tetapi Tuhan selalu punya rencana yang terbaik untuk kita.
Bagiku seperti itulah takdirku. Seperti pelangi yang indah dengan ragam warna didalamnya. Seperti berbagai jenis pelangi dengan keistimewaan yang hanya Tuhan lah penciptanya....
Entah apa orang lain bisa menerima cara pandang ku terhadap takdir.. tapi aku akan berusaha menerima itu... karena itu adalah takdirku.....
.
.
Dentang jarum jam terasa nyaring terdengar di malam yang dingin dan sunyi. Seakan menambah seram suasana pada malam hari. Seandainya, itu terdengar oleh seorang gadis yang tengah terlelap dalam mimpi.
Hanya saja, mimpi yang dialaminya seakan lebih menakutkan dari kesunyian malam yang dilaluinya.Lebih mencekam dari dinginnya malam yang menyelimutinya. Terlihat dari gerakan tubuhnya yang terus gelisah dengan keringat yang bercucuran, seakan dinginnya malam tak berarti apa-apa baginya.
Sesaat kemudian dia terbangun dengan nafas yang tidak beraturan. Ia menoleh kearah jam dinding yang terlihat samar karena gelapnya ruangan kamar tidurnya. Jam 3 pagi.
Dengan detak jantung yang masih tak beraturan, ia beranjak dari tempat tidurnya tanpa berniat untuk menyalakan lampu kamarnya.
Ia beranjak menuju dapur. Sesampainya di sana ia mengambil segelas air minum dan duduk di kursi. Menerawang pada gelapnya ruangan sambil minum perlahan.
Tiba-tiba lampu dapur menyala dan memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat kusut khas bangun tidur.
Wanita itu terkejut melihat anaknya tengah duduk minum dengan tatapan yang kosong. Segera ia menghampiri anaknya dan mengibaskan tangannya didepan wajah anaknya.
"Rain... " panggilnya sedikit lirih, yang dipanggil masih diam tanpa menoleh.
"Kamu sudah bangun atau masih tidur? " Tanyanya.
Itu pertanyaan yang aneh karena yang ditanya jelas sedang minum. Ibunya lalu menggoyangkan pelan bahu anaknya, barulah gadis itu menoleh.
"Kenapa? tumben jam segini udah bangun? " Tanya ibunya menatap lembut anaknya lalu menarik kursi untuk duduk.
Rain kembali menatap lurus kearah gelas yang digenggamnya di atas meja.
"Rain... anak Ibu, ada apa? " Tanya ibunya lagi sambil mengelus rambut anaknya, masih terlihat sabar.
"Aku mimpi buruk, Bu, " Jawabnya lemah.
"Mimpi apa? " Ibu terlihat sedikit penasaran. "Apa mimpi yang sama? " Lanjutnya lagi.
"Iya.. " Jawabnya dengan tatapan yang sama.
"Sebenarnya mimpi apa sih, sampai-sampai akhir-akhir ini kamu sering bangun malam? "
Rain menarik nafas dan menghembuskan nya kasar sebelum menjawab "Kecelakaan." Nada suara dan tatapannya lemah seakan lelah dengan mimpi buruknya.
"Ke-kecelakaan? " Ibunya terlihat terkejut. Seketika dia diam. Keterkejutannya membuatnya tidak bisa menormalkan ekspresinya. Matanya nampak tidak tenang.
Rain menoleh kearah ibunya karena merasakan sedikit kejanggalan dengan reaksi ibunya.
"Kenapa, Bu? " Pertanyaannya membuat ibunya sadar dan langsung memperbaiki ekspresinya.
"Memangnya kamu ada trauma sama kecelakaan dan kamu gak kasih tau ibu? " Pertanyaan itu bukanlah sesuatu yang ingin didengar Rain. Ia penasaran dengan reaksi ibunya.
"Gak sama sekali. Saya bahkan tidak pernah mengalami kecelakaan ataupun melihat langsung tragedi itu, " Jawabnya masih menatap ibunya.
"Ya udah, mungkin itu karena kamu capek aja setiap hari pulang pergi lewati jalan raya, jadinya kebawa mimpi deh. Berdo'a aja semoga gak ada hal yang menghawatirkan." Ibu berucap sambil mengelus rambut Rain. Kata-katanya menurut Rain kurang masuk akal, tapi ya sudah lah.
"Udah kamu tidur lagi sana." Perintah ibu sambil beranjak dari kursi.
"Saya udah gak ngantuk,Bu. Ibu sendiri kok sudah bangun? "
"Ibu udah biasa bangun jam segini. "
"oohh... " Rain menghabiskan minumnya dan beranjak ke kamar.
Rain menyalakan lampu kamarnya dan matanya menatap satu persatu potret hasil tangkapannya. Pelangi.
Ia sangat menyukai pelangi, sehingga setiap ada pelangi yang dilihatnya pasti dia mengabadikannya dengan ponselnya ataupun ponsel orang lain. Tapi lebih baik lagi kalau ada kamera.
Aneh memang meminjam ponsel orang hanya untuk memotret pelangi. Pengalamannya yang sering diacuhkan karena keinginan anehnya membuat ia tertawa sendiri...
Rain merapikan kamarnya sebelum akhirnya kembali ke dapur untuk membantu ibunya.
"Hoaaamhh..." Rain menoleh kearah suara orang yang menguap. Rain melihat adiknya, Zee. Berdiri di ambang pintu dapur sambil menggaruk kepalanya. Rain kembali pada kerjaannya.
"Woah.. tumben kakak udah bangun. Jam berapa ini? " Tanyanya.
"Jam 4:10. Kamu sendiri kok tumben bangun sendiri? " Ibu yang menjawab sambil tersenyum kearah Zee.
Zee mengerucutkan bibirnya "Iihh.. Ibu tu, bukannya seneng lihat aku bangun sendiri, kok malah ngejek gitu. " Lalu dia berjalan kearah Rain yang mencuci piring dan menempel padanya. Memanggilnya terus menerus yang tidak juga merespon.
"Kakak.... Kakak kok udah... BANGUN.!!! " Zee berteriak didekat Rain setelah sebelumnya bersuara manja. Teriakannya benar-benar tidak terduga. Rain menatap tajam adiknya sambil mengusap telinganya yang berdengung.
Rain tersenyum pada adiknya yang merasa tak bersalah meneriakinya. Rain mengelus rambut adiknya dan menyeringai. "Adiknya kakak kok tumben udah.....BANGUN!!!! " Rain segera berlari sambil tertawa setelah membalas teriakan adiknya. Pekerjaannya sudah selesai.
Zee mematung terkejut dengan teriakan kakaknya, telinganya berdengung hebat, sebelum akhirnya sadar dan mengomeli kakaknya yang sudah pergi.
"Sudah, itu sudah adzan. Mandi sana terus sholat." Ibu memerintah sambil meletakkan piring di rak.
"Makanya jangan jahil sama kakak, " Lanjutnya lagi sambil tersenyum geli.
"Lagian kakak ditanya sekali gak mau jawab, " Kesal Zee sambil cemberut. Ibu pun menggiring Zee agar mau beranjak.
Sarapan di ruang makan
"Bu, tadi pagi kok Bapak dengar ada yang teriak-teriakan di dapur, ada apa? " Tanya seorang lelaki paruh baya yang tak lain adalah ayahnya Rain, Pak Djaja.
"Iya tadi aku juga dengar, " Kata seorang lelaki yang baru duduk dan mulai makan. Dia adalah Arka, kakak laki-laki Rain dan Zee.
"Biasa ada yang usil. Kalo gak kakaknya ya adiknya yang mulai, " Jawab ibu sambil mulai makan. Arka tersenyum melihat kedua adik perempuannya yang sedang makan.
Arka adalah anak tertua, usianya 25 tahun. Rain berusia 19 tahun dan Zee 15 tahun. Mereka selalu akur walupun sering ada keributan diantara mereka karena mereka bertiga sama-sama jahil.
Rain masih kuliah dan Zee kelas 3 SMP sebentar lagi akan lulus. Arka bekerja bersama ayahnya sebagai tukang di proyek yang di garap ayahnya. Arka tidak kuliah. Dia lebih memilih ikut ayahnya bekerja setelah lulus SMA.
Ibu mengantar Rain dan Zee ke depan.
"Hati-hati, ya" Ucap ibu saat Rain dan Zee menyalaminya.
Mereka berangkat bersama menggunakan motor matic milik Rain dan berangkat lebih pagi dari ayahnya karena jarak sekolah Zee lebih jauh dari tempat kerja ayahnya. Hari ini Rain hanya mengantar Zee sekolah lalu pergi bekerja.
Arka mengemasi barang untuk dibawanya ketempat kerja. Ayah dan ibunya menunggu di teras.
Ibu hanya diam menemani suaminya. Tatapannya sayu. Suaminya merasakan kegundahan dalam sikap istrinya.
"Kenapa? dari tadi Bapak lihat kayaknya ada yang gak baik-baik aja, " Tanya pak Djaja menatap serius istrinya.
Hastini, yang tak lain istrinya Pak Djaja menoleh menatap suaminya yang bertanya. Dia menatap mata itu dalam lalu matanya sedikit berkaca-kaca.
"Rain, " Jawabnya menghela nafas. Mengalihkan pandangannya untuk menghindari tatapan suaminya.Pak Djaja masih menunggu tanpa bertanya.
"Tadi pagi dia bangun walaupun bukan tengah malam tapi mimpi buruknya sepertinya tidak berubah. Ibu melihat seakan dia lelah dengan mimpinya. Dan yang membuat Ibu terkejut adalah ternyata mimpinya tentang.... Kecelakaan. " Hastini menatap suaminya di akhir kalimatnya.
Pak Djaja terlihat sedikit terkejut tapi dia kembali terlihat biasa saja.
"Mimpi itu belum tentu mengisyaratkan kenyataan, walaupun datang berkali-kali. Ibu berdo'a saja semoga mimpi buruk Rain cepat berlalu dan tidak membuat kita mengungkit hal yang dulu terjadi. Ibu jangan sedih. Bapak dan Arka ada disini. Rain dan Zee pun anak-anak yang baik. Suatu hari jika terpaksa kita jelaskan sama-sama. Rain pasti mengerti. " Pak Djaja menatap istrinya lembut berusaha menenangkan.
Hastini menatap suaminya pasrah walaupun hatinya masih merasa resah.
"Pak, ayo berangkat. " Arka keluar sambil menggendong tas peralatan kerjanya.
Dia bingung melihat kedua orang tuanya yang sama-sama terdiam dan terlihat sedih. Kenapa? pikirnya.
"Ayo. " Ajak Pak Djaja pada Arka sebelum anak itu mulai bertanya. Hastini menyalami suami dan anaknya sebelum mereka pergi.
Kepergian anak dan suaminya membuatnya kembali resah akan mimpi buruk Rain. Dia terus termenung sampai akhirnya ada tetangganya datang mengajaknya mengobrol. Barulah perhatiannya teralihkan.
.
.
bersambung....
semoga ada yang minat membaca karyaku yang acak-acakan ini.
maaf jika terdapat kata yang kurang berkenan.
salam dari yuya....
Hastini terkejut saat mendengar cerita anaknya yang dibully oleh teman sekolahnya.
Dulu dia tau dan masalah itu sudah terselesaikan. Tapi ternyata semua itu terulang.
Zee yang selalu riang tak pernah memperlihatkan kesedihannya ataupun tampak tertekan.
Siapa yang menyangka dia kembali dibully oleh teman sekolahnya.
Rain. Apa dia tau?
"Jadi apa Bu Hasti mau menempatkan Zee di sekolah SMA dengan tempat yang sama?" tanya Bu Tari, tetangga yang sedari tadi mengajak Hastini mengobrol, lebih tepatnya mengadukan masalah yang dialami Zee.
Gedung sekolah Zee berdampingan dengan gedung sekolah SMA yang rencananya setelah Zee lulus, Zee akan di sekolahkan di sana.
Hastini tampak sedih, sedih dengan nasib yang dialami Zee selama 3 tahun ini sekolah di sana.
.
.
Siang hari
"𝘒𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘫𝘦𝘮𝘱𝘶𝘵. 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘫𝘢𝘮 3 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨. " Rain mengirim pesan pada Zee.
Zee menghela nafas melihat pesan itu. Zee bersama kedua temannya sedang makan siang di kantin sepulang sekolah.
"Kenapa? " tanya salah satu temannya. Vanya.
"Kakakku belum bisa jemput, katanya jam 3 baru bisa jemput. " Zee terlihat sedih.
Teman Zee yang satunya mengambil ponselnya mengetik sesuatu.
"Gak usah sedih. Kita temenin sampe kakak kamu datang, Oke? " hiburnya.
"Nanti kalian di jemput gimana? " tanyanya masih terlihat sedih.
"Aku udah SMS orang yang mau jemput. Aku bilang jemput aja jam 3 nanti, " jawabnya. Rasty namanya. Dia terlihat lebih dewasa dari kedua temannya.
"Kalo kamu? " tanya Zee pada Vanya.
"Kalo aku makin lama pulang makin bagus, " jawabnya enteng sambil mengaduk-ngaduk makanannya. Zee dan Rasty saling pandang tak mengerti.
Rain bekerja di restoran. Kalau dia tidak kuliah dia akan bekerja dari pagi.
Siang itu Rain sangat sibuk, banyak pelanggan yang datang dan itu membuatnya kerepotan.
Akhirnya dengan berat hati dia mengirim pesan pada adiknya karena dia akan telat datang.
Meskipun rasa khawatir terus datang saat ia bekerja, tapi tanggung jawab di tempat kerjanya ini tak mungkin ia abaikan.
Ketika waktu sudah luang dia minta izin pada pemilik restoran untuk menjemput adiknya. karena pemilik restoran adalah teman ayahnya, izin itu mudah di dapatnya.
Rain memakai masker dan helm lalu melajukan cepat motor matic nya.
Rain hampir sampai ke tujuannya, tapi dari jarak 50 meter dia melihat beberapa anak yang memakai seragam SMP dan sedikit dari mereka berseragam SMA, sedang berkumpul seperti membentuk lingkaran.
"Ada apa? Dan lagi kalau ada yang tak beres kemana penjaga sekolahnya?" pikirnya.
Rain sedikit mengurangi kecepatannya agar tidak membuyarkan kumpulan anak-anak itu.
Rain yakin itu bukan kecelakaan karena jaraknya tidak jauh dari sekolah dan jalan ini bukan jalan raya. Lagipula tidak ada motor atau mobil disitu.
Rain berhenti, dia penasaran dan berjalan perlahan kearah anak-anak itu tanpa melepas masker dan helmnya dan benar saja dugaannya, bukan kecelakaan karena terdengar tawa dari sebagian anak-anak itu.
Tapi kenapa ada suara orang menangis?
Rain sudah ikut dalam kerumunan anak-anak itu. Betapa terkejutnya dia saat melihat adiknya dan kedua temannya berada ditengah kerumunan dan sudah basah kuyup.
Bukan Zee yang menangis tapi anak dengan kulit putih pucat dan berambut pirang. Itu Vanya. Seketika ada anak laki-laki akan menuangkan sesuatu ke kepala Vanya.
Cairan berwarna kuning kecoklatan didalam botol itu terlihat menjijikkan.
"Hahahaha..." Tawanya menggelegar seakan menang dengan keadaan itu.
" Ini dia anak cupu, hukuman untukmu, " Lanjutnya masih dengan tawa.
Rain menangkap cepat botol itu tanpa mengotori tangannya. Anak laki-laki yang memegang botol yang ternyata berseragam SMA melotot kearahnya.
Rain membalas tatapan anak itu menantang.
Tanpa disangka Rain menuangkan cairan itu ke kepala anak laki-laki itu.
Semua mata tertuju kearah Rain. Zee dan kedua temannya senang tak terkira karena Rain datang tepat pada waktunya.
Anak laki-laki itu gelagapan dan merasa jijik. Dia berteriak marah pada Rain.
"SIALAN!! SIAPA LOE DATANG-DATANG BIKIN ULAH! LOE GAK TAU SIAPA GUE, HAH?!" bentak anak itu penuh amarah.
Teman yang ada didekatnya pun sedikit mengambil jarak. Karena takut dan juga tak tahan dengan baunya.
"Membuat ulah katamu? " Jawab Rain memandang remeh anak itu. Matanya menatap tajam di balik helm.
"Lalu apa kamu pikir ini bukan masalah?" tanya Rain sambil menunjuk Zee dan kedua temannya.
Anak laki-laki itu merasa tak terima dan seketika melayangkan pukulan pada Rain. Rain menangkisnya dengan mudah dan mendorong anak itu hingga tersungkur dan meringis kesakitan.
"Kami memberi hukuman pada anak nakal seperti mereka. Lagipula siapa kamu ikut campur urusan kami? " ucapnya lantang merasa benar.
" Aku? Mereka adalah adikku, " jawab Rain enteng dan itu membuat anak laki-laki itu bertambah marah.
"Lagi pula bagiku mereka tidak nakal. Lihat apa yang kalian lakukan? mengerumuninya, membuat mereka basah kuyup dan menangis. Kalau mereka nakal laporkan pada guru kalian bukan seperti ini, " Lanjutnya geram dan sedikit terpancing dengan kemarahan anak laki-laki itu.
Anak-anak lain merasa jengah dan membantu anak laki-laki itu berdiri. Anak lainnya sudah membawakan ember berisi air yang entah dari mana didapatkannya.
"Kurasa sesuatu yang kuajarkan selama ini tidak berguna untukmu." Kata-kata Rain entah ditujukan untuk siapa. Bahkan Zee tidak mengerti.
Seketika anak laki-laki yang sudah basah kuyup karena disiram air seember, diam mematung. Dia merasa takut tapi ia coba buang jauh-jauh ketakutannya itu.
Rain membuka helmnya perlahan. Terlihat rambut hitamnya yang diikat dan sedikit kusut. Dia merapikan rambutnya lalu memandang anak-anak itu satu persatu dengan tatapan yang menakutkan.
Keberanian anak-anak itu sedikit menciut dengan tatapan tajam Rain. Sebagian dari mereka menunduk. Kenapa? Mereka sendiri tak tau. Rasanya dengan melihat mata itu saja sudah membuat mereka takut.
Rain melemparkan helmnya ke jalan. Walaupun marah Ia tak mungkin melemparnya pada anak-anak itu.
Helm itu sedikit retak. Tapi anak-anak itu terkejut bukan main bahkan ada yang menjerit ketakutan.
Sebagian dari mereka ada yang ingin menyingkir tapi ancaman dari Rain membuat mereka menciut dan diam ditempat.
"Siapapun yang pergi maka nasibnya akan sama seperti helm itu. Aku sudah menghafal wajah kalian satu persatu" nada suaranya begitu dingin.
"Aku tidak mengajarkanmu untuk menindas orang lain. Kalau tangan dan kakimu tidak bisa kamu gunakan untuk melindungi dirimu dan orang lain,dan kalaupun kamu ingin terlihat kuat dimata orang, tidak perlulah kamu menindas orang yang lebih lemah darimu. " Lagi-lagi kata-kata Rain tidak tau ditujukan untuk siapa.
Rain melepas maskernya. Anak-anak laki-laki yang berseragam SMA terkejut bukan main. Rain adalah senior sekaligus pelatih di tempat karate,tempat mereka latihan. senior yang terkenal menakutkan.
Bagaimana bisa dia tidak mengenali suara seniornya itu, karena yang ia tau suara Rain tidak seperti itu. betapa bodohnya dia.
"Ka-kak..kak Rain! " anak itu membelalak, suaranya tercekat.
"Ya" jawab Rain dengan wajah dingin.
Anak laki-laki itu merasa lebih baik di jungkir balik kan didepan umum dari pada harus menghadapi seniornya ini. Dia takut setengah mati.
apalagi sekarang dia telah membuat masalah di depan mata seniornya itu.
Anak-anak lain menatap mereka bingung.
"kenapa.. kenapa kalian membawaku dalam masalah, anak nakal? " tanya anak itu.
Pertanyaan itu ditujukan untuk anak-anak yang membawanya untuk menghukum Zee dan kedua temannya.
Rain melipat tangan di dada, mulai malas dengan drama yang akan segera muncul.
" Jang-" Kata-kata Rain terpotong saat mendengar suara teriakan dari halaman sekolah.
"HEI!!! ANAK-ANAK KURANG AJAR!!! BERANI SEKALI KALIAN MENGUNCI SAYA DI KAMAR MANDI!!!" Teriakan dari seorang lelaki bertubuh sedikit gempal dengan tongkat besi ditangannya. Lelaki itu memakai seragam satpam.
Anak-anak itu lari berhamburan tak terkecuali anak-anak SMA itu.
Tidak sedikit dari anak-anak itu menabrak Rain dan dia tau itu bukan tak sengaja. Mereka juga menubruk Zee dan kedua temannya sampai jatuh terduduk.
Rain memungut helmnya.Satpam tiba didepan Rain dan berhenti karena tak kuat berlari. Dia terengah-engah.
"Sudahlah pak tidak usah dikejar. Tuh lihat sudah bersih. Mereka terlalu kecil untuk berlari dan bapak terlalu besar untuk mengejar. " Ucap Rain dengan santai menetralkan emosinya.
Satpam itu menatap Rain dengan jengkel. Zee melongo dengan sikap kakaknya.
Kata-kata Rain terdengar bagus, jika disampaikan pada situasi yang tepat dan dengan obyek yang tepat pula.
"maksudnya? " Satpam itu mengkerut marah.
"maksudnya mereka terlalu kecil sehingga ringan sementara Bapak terlalu bueesar sehingga buerat" Vanya terkikik mendengar ucapan Rain.
Satpam itu semakin melotot.
"Saya mengerti maksud kamu itu apa. Tidak usah kamu jelaskan seperti itu!!! "
Rain tersenyum mendesis. Ketiga anak dibelakangnya menahan tawa hingga terkikik. kurang ajar memang.
Rain kembali santai.
"Pak, saya mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Tapi, Bapak bisa lihat kan bagaimana keadaan anak-anak ini? " Rain melihat kearah Zee dan kedua temannya.
Satpam itu diam melihat kearah Zee dan temannya, acak-acakan. Satpam itu menghela nafas dan terlihat lebih tenang.
"Saya juga minta maaf karena kecerobohan saya anak-anak ini dalam masalah. Saya sendiri tidak tau kalau mereka mau mangerjai saya. Mereka tadi datang minta tolong,katanya keran kamar mandi retak dan airnya terus mengalir, ya saya coba bantu. Apalagi wajah mereka panik begitu. Eeehh... Sampe kamar mandi kok malah saya dikunci. Gak tau juga mereka dapat kunci itu dari mana? "
Rain membuang nafas kasar. Ingin sekali rasanya Rain mengutarakan keluhannya, tapi dia tau bukan seorang satpam yang bisa menyelesaikan masalah di sekolah adiknya ini.
"Ya sudah, Pak. Kalau begitu kami pamit. Apa di dalam masih ada orang? " Rain teringat.
"Ya, ada. Ada beberapa guru yang masih mengajar, tapi mereka di belakang. Saya teriak-teriak saja mereka tidak dengar. Saya dobrak tadi itu pintu"
"Ya sudah" Rain beranjak diikuti Zee dan kedua temannya.
Rain sampai di motornya..
"Jam berapa ini? " tanya Rain memecah keheningan.
"Jam 15:12,Kak" jawab Vanya melihat ponselnya.
"Kalian gak pulang? "
"lagi nunggu jemputan, Kak. " Vanya lagi yang menjawab.
"Sebenarnya tadi ada apa? " Rain menatap ketiga anak itu bergantian. Mereka diam dan tampak gugup.
sekian dulu...
ceritanya masih gak karuan...
maaf karena aku masih amatiran....
salam dari yuya.....
Rain berjalan mendorong motornya.
"Kakak..!! " Zee memanggil. Rain tidak berhenti.
"Ayo kita duduk di kursi itu sambil menunggu jemputan" Rain berucap tanpa menoleh.
Anak-anak itu mengikutinya. Kursi itu tidak jauh jadi sebentar saja mereka sudah sampai.
"Jadi? " Tanya Rain setelah duduk.
Zee dan kedua temannya sudah ikut duduk.
"Tadi waktu kita makan tiba-tiba mereka datang" Zee memulai ceritanya.
Flashback
Zee dan temannya sedang asyik makan setelah mendapat pesan dari Rain dan mereka mengobrol dengan seru hingga tiba-tiba, mereka dikejutkan dengan sebuah tangan yang menggebrak keras meja mereka.
Mereka melihat si pemilik tangan itu. Zee tersenyum kecut melihat orang itu.
Orang yang sudah beberapa minggu ini tidak mengganggunya dan kedua temannya.
Seperti biasa, orang itu tidak sendiri.
Dia membawa serta tiga orang yang sama-sama menyebalkannya. Dua anak laki-laki dan dua anak perempuan, pasangan yang serasi dan sangat membuat muak perasaan Zee.
Masih ada beberapa anak yang makan di kantin saat itu, tapi anak-anak yang lain tidak berani ikut campur dan lebih memilih menyingkir.
"Kita bertemu lagi, Princess" ucap si penggebrak meja, anak perempuan yang sangat menyebalkan. Zee tidak menanggapi dan masih lanjut makan.
"Aku menyapamu anak bodoh!! " Ucapnya lagi sambil menarik dagu Zee agar melihatnya.
Zee menepis tangan itu. "Jangan mengganggu kami jika kamu tidak ingin tertular bodoh!!! " Ucap Zee dingin dan menekankan kata terakhirnya.
Anak perempuan itu mendengus. "Apapun yang terjadi kami tidak akan menjadi yang paling bodoh, kalian mengerti? Aku rasa sekarang saatnya, saat melihat anak tercantik ini terkapar tak berdaya dan menyesal karena lebih memilih Si Pintar yang miskin dan Si Kaya yang bodoh!!" Ucap anak itu sambil mendorong kepala Vanya dengan telunjuknya.
Vanya tertunduk sudah ketakutan.
"Huh!! lihatlah, sekarang apa yang bisa dilakukan anak bodoh ini dengan kekayaannya, hanya menunduk? Kasihan sekali anak tiri ini. Hahahaha" Lanjutnya dengan tawa yang menggelegar.
"kurasa cukup, Risya. urusanmu hanya denganku. Biarkan mereka. " Zee mulai khawatir akan kedua temannya.
"Kamu salah, Zee. Urusan kami menyangkut kedua anak ini juga. Kamu tau? Aku hampir mati karena ulah si miskin yang sok pintar ini." Tunjuk anak itu pada Rasty. Rasty diam tanpa ekspresi.
"Mati katamu? memakan ice cream pedas yang itu adalah ulah mu sendiri itu kamu bilang hampir mati? Hahaha lucu sekali ya.
Kamu tau? Aku bahkan ingin sekali bisa membuatmu tidak bisa makan sama sekali dan seperti katamu, hampir mati. Agar kamu bisa tau penderitaan apa yang selama ini kami alami dan dengan liciknya kamu selalu...ah bukan, kalian orang-orang yang tak berotak bisa mengatur otak orang lain.
Kalian tau aku sangat... sangat... sangat BENCI KALIAN!!! " Zee tidak bisa menahan amarahnya yang selalu ia tahan karena ia tau ia tak mungkin bisa melawan.
Kedua temannya sudah menahannya dan menarik tangannya pelan supaya menjauh. Tapi Zee menepis tangan temannya. Biarlah apa yang terjadi. Zee sudah muak.
Risya bertepuk tangan dan ketiga temannya tertawa licik.
"Lihatlah...Princess kita sudah berani melawan!? Hahaha.." Risya tertawa menakutkan.
"Bawa mereka!!! " Risya memerintah pada ketiga temannya.
Zee panik dan seketika menarik kedua temannya untuk berlari.
Zee berusaha berlari keluar sekolah karena tempat yang luas itu akan lebih membantunya. Penjaga sekolah ataupun satpam tujuannya.
Dia tak bisa merepotkan gurunya yang sedang mengajar, lagipula akan lain lagi ceritanya jika mereka datang pada guru dengan keadaan sekarang ini.
Zee berharap bisa bertemu sosok satpam itu.
Tapi alangkah terkejutnya dia karena yang ada di pos satpam adalah anak buah Risya. Zee berlari untuk melewati pagar, tapi di sana juga sudah ada yang menunggu.
Zee dan kedua temannya tertangkap tapi karena mereka terus berontak akhirnya mereka terlepas dan berlari keluar.
Zee lelah dengan situasi itu. Dia berhenti karena diluar pun ternyata sudah ada yang menunggu. Zee berhadapan dengan anak-anak itu, menggenggam erat tangan kedua temannya, Zee mengambil ancang-ancang untuk berlari lagi.
Akhirnya itu gagal dan mereka bertiga sudah terkepung.
Zee menyumpah serapahi anak-anak nakal itu.
Entah keberanian dari mana yang Zee dapat. Padahal jelas orang-orang yang ada di depannya tidak mungkin bisa di lawannya.
"Anak-anak otak nol, kurang ajar. Beraninya cuma sama orang lemah!!! kalian akan tau akibatnya menggangguku!!! , akan aku buktikan bahwa kalian semua lebih lemah dariku, PENGECUT!!!" Zee berteriak.
Plak!!!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Zee. Zee membelalak terkejut. Ekspresinya bercampur marah dan takut. Dia mengamati dengan seksama siapa yang telah menamparnya. Seorang anak SMA.
Plak!!!
Tidak disangka-sangka wajah yang sedang diamatinya ditampar seseorang. Rasty. Zee menatap Rasty tak percaya.
Anak SMA itu melotot marah dan seseorang sudah menjambak rambut Rasty. Rasty diam tanpa ekspresi. Tidak terlihat diwajahnya kesakitan.
Zee dan kedua temannya dipaksa duduk dan
Byuurrr!!!
Mereka disiram air dengan jumlah yang banyak. Air yang baunya lumayan menyengat.
Vanya yang tidak diapa-apakan hanya disiram, menangis memohon agar mereka mau melepas dia dan kedua temannya. Tapi malah Vanya akan dituangi air yang menjijikkan dalam botol dan seketika itu Rain datang.
Flashback off
Rain mendesah. "Yah.... Ternyata kejadian ini terulang lagi. Kemana guru-guru kalian dan penjaga sekolah? kalau satpam tidak usah ditanya, kan? " Aura pada diri Rain terasa menakutkan padahal kata-katanya sudah sesantai mungkin.
"Kakak tau? Semua orang yang melaporkan pembully itu maka mereka sendiri yang akan terkena masalah. Kami sampai heran, entah bukti dari mana didapatkannya sehingga korbanlah yang menjadi tersangka.
Kita harus membuat tersangka benar-benar menjadi tersangka. Kami anak-anak yang sering di bully, sudah lelah karena kami tidak pernah dipandang benar." Zee terlihat frustasi.
"sebenarnya kalau ada satu saja guru ataupun ada satu saksi yang kuat, itu sudah cukup untuk membuktikan anak-anak itu bersalah. mereka membully kalian ditempat terbuka, apa mereka tidak sadar."
Rain mengacak-acak rambutnya. Pikirannya campur aduk.
"mungkin karena mereka bisa menangkap kami disitu, jadi ya sekalian juga dieksekusi disitu."
Rain menatap adiknya datar karena perkataannya.
"Ah... Ya sudah lah, nanti kita pikirkan lagi itu. Sekarang bagaimana membuat keadaan kalian agar tak terlihat seburuk ini" Tanya Rain yang melihat pakaian Zee basah.
Ketiga anak itu kompak mengeluarkan jaket dari dalam tasnya.
"Haha... lalu roknya?" Tanya Rain lagi.
"Terserah kalian lah. mau dibilang ngompol juga gak apa-apa" Rain berdiri dan memakai helmnya.
"Tadi siapa yang menamparmu? " Pertanyaan Rain membuat suasana terasa mencekam.
Kata-kata yang terdengar biasa itu terdengar menyeramkan. Zee merasa takut tapi disisi lain dia juga ingin membalas perlakuan anak SMA itu.
"Anak kelas 11. Namanya Dion. " jawabnya
"Lalu siapa yang menjambak Rasty? "
Karena Rasty diam Vanya yang menjawab "anak kelas 9, Nicole"
"Siapa yang memegang botol tadi? "
"Dion juga. " Jawab Vanya lagi.
"Lalu siapa yang menyiram kalian? "
"Kakak.... Pokonya semuanya salah. Kecuali anak laki-laki yang membawakan air untuk Dion. Kakak tidak usah mengganggunya"
"Kamu suka dia? " Rain meneliti wajah Zee.
Zee mendengus sebal dan tidak menjawab.
"Karena dia juga korban bully, sama seperti kami." Terdengar suara Rasty yang datar.
"Oh... Ku kira suaramu hilang karena merasa tertekan tadi"
"Iihhh... Kakak.... Jangan gitu sama Rasty" Zee menghentak-hentakkan kakinya.
Rain terkekeh. Mood adiknya sudah kembali. Bersamaan dengan itu sebuah mobil berwarna hitam berhenti didepan mereka.
"Jemputanku udah sampe, duluan ya. Dadah." Vanya berjalan kearah mobil itu.
"Wiihh keren Vanya naik mobil pribadi" celetuk Rain.
kemudian motor dengan pengemudi berjaket hijau berhenti didekat mobil.
"Jemputanku." Ucap Rasty datar.
"Eh!. Waaahh... Keren Rasty pesan gojek naik sendiri, mandiri. Keren" Rain mengacungkan dua jempolnya untuk Rasty.
Rasty sedikit tersenyum.
Zee hanya geleng-geleng. Terdengar Vanya terkikik didalam mobil, merasa terhibur dengan sikap konyol kakak temannya itu.
Bisa-bisanya sikapnya berubah drastis dalam waktu yang singkat.?
Kedua teman adiknya sudah tak terlihat. Rain sedikit bingung, "kapan Rasty pesan gojek? kayaknya tadi dia gak main Hp? " Batinnya.
"Haaah.... Eh! " Rain yang sedang menghirup udara dalam-dalam dikejutkan dengan suara langkah kaki yang bukan cuma sepasang.
"Hai, Zee. " anak-anak yang tadi masih belajar, sudah keluar dan menyapa Zee.
Banyak juga. Pikir Rain.
"Hai... " Zee melambaikan tangan pada anak-anak itu.
Terlihat orang-orang yang menunggu mereka di dekat jalan raya.
"Kakak mau nginap disini? " tanya Zee tiba-tiba karena Rain tidak kunjung naik ke motornya.
"Eh... Ini juga mau pulang. Kakak bingung mau bilang apa sama ibu"
"Bilang aja tadi aku jatuh ake selokan. Baunya juga sama" Zee cemberut.
"Haha.. pintarnya,adiknya siapa ini? Uluh uluh." Rain monyong-monyong.
"Iihhh kakak tu ya, tadi nyeremin sekarang nyebelin! " Zee mulai kesal.
"Eehh... ulah siapa coba? ini kakak lagi redam emosi... kok malah diingetin lagi.. Ayo naik"
"Udah helm kesayangan jadi korban, kasihan dia" Ocehan Rain hanya dapat respon tepukkan di bahunya. Zee memutar bola mata malas.
"Lagian siapa yang nyuruh banting tu helm. Sabar dikit kenapa? "
"Sabar ya..? kamu yang harus sabar karena kamu tidak bisa membela dirimu."
Dalam hati Zee membenarkan perkataan kakaknya.
Sepanjang perjalanan Rain terus mengingat anak-anak itu. Ternyata anak SMP itu tidak bisa dianggap sepele.
Tadinya dia menganggap mereka hanya anak nakal yang tidak perlu dapat balasan yang keras. Salah dia karena menganggap mereka sama dengan anak SD yang masih polos.
Tapi.... itu semua tergantung diri masing-masing kan? Sikap dan sifat setiap orang berbeda-beda.Menurutnya penilaiannya selama ini tak keliru karena dia tidak bersosialisasi dengan anak-anak yang seperti itu.
"Bukan salahku kan kalau menganggap mereka polos? karena aku tidak pernah menjumpai yang seperti mereka." Batinnya mencoba membenarkan penilaiannya.
.
.
.
.
.
.
salam dari yuya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!