NovelToon NovelToon

Stuck With Poor Farmer

PROLOG

“Gak mau yang ituuuuu!” teriak seorang perempuan berusia 21 tahun sambil melempar sepatunya keluar dari kamar, dia berteriak dengan sangat kencang hingga sang Mama langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamar putri semata wayangnya. Kaget ketika melihat sepatu yang dilempar lempar. “Gak mau yang itu! Gak mau! Buang semuanya buang!”

“Kenapa?! ini kenapa?!” tanya sang Mama dengan panik.

Bahkan pelayan di sana ketakutan denga napa yang diperbuat oleh majikannya. “Tidak tahu, Nyonya. Nona Amber tiba tiba saja mengamuk.”

“Pergi! barang barang ini harus pergi!”

“Amber!”

Hingga teriakan Mamanya membuat Amber berhenti, sosok itu langsung tertunduk sambil menangis dengan kuat. telapak tangannya menutupi wajah, kemudian dia menangis tersedu sedu sendirian di sana. “Mamaaa… hiks… hiks….”

“Kamu ini kenapa hmm?” mamanya mendekat dan memeluk putri semata wayangnya, sambil mengedarkan pandangan dan baru sadar kalau kamar ini sudah seperti kapal pecah.

“Aku putus sama Darren, Ma. Dia putusin aku karena dia balikan lagi sama ceweknya. Dia jahat sama aku, Ma… hiks… hiks…”

Mamanya memeluk Amber dengan erat. “Gak papa, kamu cantik, kamu itu menawan dan kamu berhak mendapatkan yang lebih, Sayang. jangan hanya terpaku sama pria tidak tau diri itu, kamu berhak bersama dengan yang lain yang lebih menyayangi kamu.”

“Tapi…., hiks….. Amber sayangnya sama Darren, Ma… hiks… Amber mau Darren pokoknya.”

“Mama beliin tas channel ya? Sama Bugatti baru buat kamu?”

Amber menggelengkan kepala dengan histeris. “Mau Darren! Mau Dareen!” teriaknya berulang kali dengan kaki yang terus menendang nendang sekitar. Teriakannya melengking hingga membuat sang Mama merasa sakit di telinganya.

****

Melia menuruni tangga dan mendekati suaminya yang sedang berada di perpustakaan. Kusuma; seorang kepala keluarga di istana megah ini.

“Lihat kelakuan anak kamu, Mah!”

“Yaampun baru juga dateng,” ucap Melia memegang dadanya. “Kok Papah bisa tau kalau Mama masuk ke perpustakaan? Padahal Papa kan belakangin Mama?”

“Tuh,” tunjuk sang suami pada cermin yang ada di atas perapian.

“Oh iya, pantesan ketauan,” ucapnya kemudian mendekat dan duduk di samping sang suami. dan menyimpan makanan di meja. “Jadi kenapa? amber kenapa?”

“Dia sering bolos kuliah. Tapi Papa ketemu sama dosen di fakultasnya, terus bilang kalau Amber sering bolos. Bahkan sekarang dia kemungkinan akan mengulangi lagi smesternya. Bayangkan, dia udah 21 tahun dan masih berada di tingkat 1 smester 1. Dimana seharusnya dia sekarang tangkat 3!”

“Pah, jangan teriak teriak. Nanti sakit tenggorokannya. Nanti kita omongin lagi ya,” ucap Melia mencoba untuk menenangkan sang suami.

Namun suara barang pecah lebih dulu masuk ke telinga Kusuma hingga pria itu bangun dan mencari sumber suara. Ternyata dia mendapati sang anak yang sedang minum alcohol dan memecahkannya beberapa botol di sana.

“Amber!”

“Mama gak izinin aku keluar buat dugem! Jadi aku minta alcohol punya Papa! Jangan pelit dongs jadi orang!”

“Kamu itu ya!”

“Pah, udah!” melia menahan sang suami yang akan melakukan sesuatu pada anaknya. Dia mendekati Amber. “Ayo, Sayang, masuk ke kamar ya?”

“Gak mau. Mau minum dulu.” Kemudian dia berlari ke bagian bar dan mengambil satu botol lainnya. Amber meminum kembali alcohol di sana kemudian berjalan sempoyongan sambil tertawa sebelum akhirnya terjatuh dan menyebabkan botol di tangannya menjadi pecah.

Kusuma menatap tajam anaknya yang terkapar di sana. “Dia harus mendapat pelajaran. Pindahkan ke kamar,” ucapnya pada sang pembantu sebelum akhirnya melangkah ke dalam kamarnya.

Melia merasakan firasat yang tidak baik hingga dia memilih untuk menyusul sang suami. “Mas, Mas mau ngapain? Amber mau diapain?”

“Jangan ikut campur, anak itu harus diberikan pelajaran.”

*****

Kukuruyuukkkk! Kukuruyukkkk!

Suara ayam berkokok berkali kali membuat Amber mengerutkan keningnya, apalagi sinar matahari yang masuk menusuk matanya. Dia segera berbalik, memunggungi cahaya yang bisa bisanya masuk ke dalam kamarnya dan menerpa wajah cantiknya.

Ketika Amber memeluk guling, dia mengendus aroma tidak sedap dari tersebut. Rasanya seperti bau akos kaki basah hingga matanya langsung terbukuka.

Satu detik… dua detik… tiga detik.

“Aaaaaaaa! Dimana aku?! teriak Amber sambil berdiri kemudian melihat sekelilingnya. Dia baru saja tidur di Kasur lepek tanpa ada ranjang, dengan bantal dan guling yang lepek pula. Dan beralaskan tanah? Dimana dia sebenarnya? Sampai Amber menyadari kalau tubuhnya dibalut sebuah daster kusut dan juga tidak berwarna lagi.

“Aaaaaa!” dia terus saja berteriak hingga membuat seorang Wanita tua masuk ke dalam kamarnya.

“Kenapa, Nduk?”

“Siapaaa?! Lu siapaaa?!” teriaknya dengan panik. Bahkan Amber melemparkan bantal di bawahnya pada Wanita itu. “Jangan culik gue! Gue mau pulaaaangg!”

“Ya Tuhan! Januuarrr! Istri kamu nih ngamuk!” Wanita itu ikut berteriak hingga tidak lama kemudian seorang pria berbadan besar dan tinggi datang ke sana.

Di kepalanya sudah ada topi caping di kepalanya.

“Tuh, istri kamu ngamuk.”

“Wooyy! Napa lu nunjuk gue?! Gue bukan istrinya!”

“Yang sopan, Amber!” teriak pria itu menatap Amber dengan marah.

****

Tidak menerima kenyataan

“Gak mungkin!” teriak Amber yang kini sudah diikat di kursi karena mengamuk sedari tadi, dia tidak menerima penjelasan dari pria Bernama Januar yang mengaku sebagai suaminya. Amber berontak dan marah marah hingga pria setinggi 185 cm harus mengikatnya di kursi dengan mulut yang bahkan sebelumnya dilakban.

“Berisik,” ucap Janu melakban kembali bibir milik Amber. Dia menarik napasnya dalam. “Dengar, kamu itu istri saya, saya punya dokumen resminya dan kamu tidak bisa membantahnya. Sekarang diam, mandi dan masak. Lalu antarkan makanan untuk saya ke ladang.”

“Udah, Janu, kasian istri kamu,” ucap sang Ibu merasa kasihan melihat sang menantu yang diikat. “Udah, kamu sana pergi ke ladang. Biar Ibu yang jagain dan didik dia.”

Janu menarik napasnya dalam kemudian mengambil cangkul dan pergi dari sana meninggalkan Amber yang menatapnya tajam. Kemudian tatapan Amber beralih pada Wanita tua yang tadi katanya dipanggil Dyah oleh pemuda tadi.

“Kamu manggilnya Mas, dia itu suami kamu. Umurnya udah 28 tahun, beda 7 tahun sama kamu. Yang sopan dikit ya? Nanti Ibu bukain lakbannya. Oke? Janji dulu jangan teriak teriak.”

Amber hanya diam, sampai akhirnya Dyah membuka kembali lakban milik Amber.

“Ibu bukain pengikatnya juga, abis itu kamu ke kamar mandi ya buat mandi. terus nanti kita masak buat nganterin suami kamu ke ladang.”

Amber tetap menutup mulutnya, dia merasa sedang diculik dan terancam jadi diam saja. sampai akhirnya Amber tidak lagi diikat, dia merasa ini menjadi kesempatannya untuk pergi dari sini.

“Sana kamu mandi dulu, baju kamu udah ada di lemari.”

Amber tetap diam sampai akhirnya Wanita tua itu pergi. Dia menatap pergelangan tangannya yang memerah, kemudian menunduk manatap dirinya sendiri yang hanya memakai sandal jepit. Jangan lupakan fakta bahwa tempat ini tidak memiliki ubin, tanah di seluruh permukaan rumah.

Ketika Amber melihat Wanita tua itu masuk ke dapur, dia berlari keluar rumah. Dan kaget ketika melihat perkebunan sejauh mata memandang.

“Hiks, tempat ap aini? Diculik kemana?” ucapnya kemudian berlari di jalan setapak mencari jalan utama untuk kembali ke rumahnya. Tidak mempedulikan apapun, Amber berlari mencari jalan keluar.

****

Saat telinganya mendengar suara kendaraan, Amber langsung berlari lagi. Tidak mempedulikan tubuhnya yang sudah basah dengan keringat.

Hingga akhirnya…. Dia menemukan jalan raya.

“Aaaaa! Jalan raya!” teriaknya merasa sangat senang. Amber mencoba mencari tebengan dengan melambai lambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang lewat. Sampai akhirnya ada satu kendaraan yang berhenti, itu sebuah mobil bak berwarna putih.

“Kenapa, Neng?”

“Mau nebeng boleh, Pak?”

“Mau kemana?”

“Kee Jakarta.”

“Waduh jauh, delapan jam dari sini.”

“Emang ini dimana?” tanya Amber terkejut, sekaligus ketakutan.

“Ini di kaki gunung geger bentang.”

“Hah?! Itu dimana?”

“Kalau mau nebeng, di belakang. Soalnya ini ada anak istri saya,” ucapnya membuat Amber melihat seorang Wanita bertubuh gemuk dengan dua anak di sisinya. “Mau di belakang? Soalnya saya juga ke Jakarta.”

Amber menelan salivanya kasar, dia akhirnya mengangguk dan berjalan ke arah belakang mobil bak. “Aaaa! Kambing!” teriaknya kaget, yang mana membuat si supir turun dan mendekat.

“Kenapa? kambingnya lepas?”

“Itu kambing, masa saya duduk sama kambing.”

“Kan kambingnya juga diikat. Daripada jalan kaki, atau naik bus aja deh. Bayar tapi. Neng punya uang?”

Amber menggelengkan kepalanya, boro boro punya uang.

“Kambingnya diiket, mau naik atau nggak? Saya buru buru ini.”

Karena Amber yakin mimpi buruknya akan berakhir begitu dia kembali ke Jakarta. Maka dia mengangguk dan masuk ke bak yang bagian atasnya ditutupi terpal itu hingga tidak ada yang tau kalau isinya kambing.

“Jangan berdiri, Neng. Nanti jatuh.”

“Iya nanti duduk kalau udah jalan,” ucap Amber sambil menutup hidungnya.

Membuat sang supir menggelengkan kepala. Sementara Amber melihat sekitar, dia merasa jijik dengan kambing yang mulai bersuara dan hampir menyentuhnya. “Ih jauh jauh,” ucapnya kemudian tertawa saat melihat Gerakan kambing terbatas.

Sampai… BRUM!

“Aaaa!” Bruk! Amber terjatuh diantara kambing dengan posisi terlentang, tangannya memegang sesuatu yang basah. Saat dia menoleh, dia menangis sekketika. “Aaaaa… taiiiiii!”

****

Kenyataan

Amber akhirnya sampai di rumah yang sebelumnya dia tempati. Setelah hujan badai dia lewati, bau masam dan juga perutnya yang kelaparan kini dia benar benar berdiri di depan rumah sambil menangis. “Mama, Papa, Amber pulang. Amber akan laporkan penculikan itu, jangan khawatir,” ucapnya kemudian melangkah masuk pada gerbang yang tidak tertutup itu.

“Heh! Anda mau ngapain?” tanya sang satpam yang asing, kenapa Amber tidak mengenali satpam tersebut?

“Saya yang punya rumah, nama saya Amber. Jangan sentuh saya!” teriak Amber saat sosok itu hendak menyentuh ya.

“Kenapa?” tanya temannya yang lain datang. Itu juga pekerja asing yang tidak dikenali oleh Amber.

“Ini, ada gembel masuk.”

“Heh! Gue yang punya ini rumah ya!” amber semakin marah karenanya. apalagi mereka mulai memegang kedua tangannya dan hendak membawanya melangkah pergi dari sana. “Lepas! Bangsaat! Gue yang punya rumah ini! maamaaaaa! Papaaa! Keluarrr! Ini amber, Ma! Paaa!”

Sampai pasangan muda keluar dari sana. “Kenapa? ada apa ini?”

“Ini ada gembel yang teriak teriak, Pak,” ucap satpam itu melepaskan Amber. Yang tidak membuang buang ruang dan langsung berlari ke dalam rumah itu sambil berteriak memanggil Mama dan juga Papanya.

Namun, semua foto yang Amber lihat adalah pasangan muda tadi. Kenapa semuanya jadi aneh? Kemana Mama dan Papanya? Kemana para pelayan yang selalu menyambutnya dengan suka cita?

“Mamaa! Papaaa!”

“Heh! Keluar kamu! Kalau kamu teriak teriak dan bikin kegaduhan. Saya bawa kamu ke kantor polisi!”

“Mana Mama dan Papa gue?”

“Mana saya tau, ini rumah udah jadi milik saya ya sejak seminggu yang lalu! keluar! pak, seret dia, pak!”

Hingga Amber akhirnya ditarik paksa oleh satpam kemudian didorong keluar dari benteng itu. Mereka langsung menutup pintu gerbang. “Dasar gembel!”

“Mamaa! Papaa!” amber semakin terisak karenanya. Dia tidak bisa seperti ini, kenapa dia merasa hidup di dunia yang lain?

****

Amber tidak memiliki teman, apalagi sahabat. Tidak ada yang bisa dia lakukan dan hubungi. Semua kerabatnya berada di luar negara. Dan yang paling anehnya, kenapa Amber ditinggalkan oleh kedua orangtuanya. Hingga Amber memberanikan diri datang ke kantor polisi dengan keadaan pakaian yang kusut dan tubuhnya yang bau. Dia mengatakan kalau dirinya diculik oleh orang desa, lalu orangtuanya menghilang.

“Anaknya Pak Montenegro ya?”

“Iya, saya anaknya.” Amber bahkan sampai menangis. “Saya anaknya. Tolong bantu saya ketemu sama Papa saya.”

“Ini ada titipan dari beliau untuk anda. Ternyata dugaan mereka benar, anda akan ke sini.”

“Ini apa?” amber menerima surat di tangannya. ‘Saya gak mau surat, saya maunya ketemu orangtua saya. Bantu saya cepetan, nanti saya kasih duit 5M, mau gak?” tanya Amber dengan mata yang berkaca kaca.

Demi neptunus, dia tidak tahan berpakaian seperti ini. apalagi dia tidak terlindungi oleh body lotion yang mahal. Wajahnya juga kusam karena tadi hampir mencium tai kambing. Amber ingin masuk ke dalam sumur rasanya, lalu mandi susu dan kembang tujuh rupa.

“Buka saja dulu, Non. Silahkan baca di sana. agak jauhan sama yang lain ya, bau soalnya.”

“Heh!” teriaknya menahan tangisan, kenapa semua orang merendahkannya.

Amber tetap di sana dan membuka surat itu.

Untuk anakku, Amber.

Sayang, ini Mama. Harusnya Mama gak lakukan hal ini apalagi Papahmu melarang, tapi Mamah memaksanya. Maafkan Mama dan Papah karena telah menikahkanmu dengan seorang Petani tanpa meminta izinmu. Tapi ini yang terbaik untukmu, Amber. Kamu harus dewasa, kamu tidak akan pernah selamanya memiliki kami berdua. Kamu juga harus berusaha mendapatkan uang sendiri, mendapatkan apa yang kamu mau dengan tangan kamu sendiri.

Ini memang extreme, tapi ini satu satunya cara agar kamu dewasa. Mama dan Papah akan pindah keluar negri, tidak perlu mencari kami. Dan kamu, tolong menurutlah pada Janu. Dia pria yang tepat untuk kamu. Tidak aka nada yang mau menerima kamu kecuali dia. Jadi, terimalah kehidupanmu yang sekarang.

“Aaaaaa!” teriak Amber membuat semua orang yang ada di sana kaget. Dia menangis histeris sambil menutup wajahnya, seolah ada yang menusuknya dengan kuat. “Mamaaaa! Papaaaa!”

Sampai ada seorang pria yang datang ke kantor polisi.

“Ada perlu apa, Pak?” tanya sosok itu.

Pria itu menatap perempuan yang sedang mengamuk di kantor polisi, dengan tampilan yang mirip gembel.

“Bapak kenal sama dia?” tanya sang polisi saat orang itu terus menatap perempuan yang menangis.

“Dia istri saya,” ucap Janu kemudian melangkah mendekat.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!