Seruan merdu kicauan burung gereja, berpadu dangan suara lembut hembusan angin pagi, seolah menyambut sang Raja Siang untuk kembali ke tahta singgasana langitnya.
Di sebuah kamar yang tidak bisa dikatakan biasa-biasa saja. Seorang gadis terlihat masih terlelap dalam tidurnya. Bahkan dia tidak terusik sedikit pun oleh sinar mentari yang masuk ke dalam kamarnya melalui sela-sela jendela.
Seorang gadis yang memiliki paras cantik, tubuh ramping, kulit putih dan rambut panjang yang sehalus sutera. Cinta, sebut saja namanya.
Namun dibalik semua kelebihan yang dia miliki, tentu saja ada kekurangan yang sangat mendominasi. Selain susah untuk dibangunkan dan payah dalam hal memasak, Cinta juga merupakan gadis yang bar-bar dan berotak licik.
"Cinta, bangun. Ini sudah siang, kau bisa terlambat kuliah jika tidak cepat bangun."
"Sebentar lagi, Ma. Lima menit lagi, aku masih ngantuk." Cinta menarik kembali selimutnya yang sebelumnya di tarik turun oleh sang ibu.
"Tidak!! Bangun sekarang atau Mama akan menyiramu dengan air?!" Ancam perempuan setengah baya itu bersungguh-sungguh.
Cinta mendengus berat. Dengan terpaksa dia pun menuruti ibunya sebelum dinginnya air mengguyur tubuhnya.
"Iya, iya aku bangun. Kenapa semakin hari Mama semakin mengerikan saja sih!! Seperti ibu tiri!!"
"Berhenti menggerutu dan cepat mandi!! Kedua kakakmu sudah menunggu untuk sarapan dibawah!"
"Iya, Ma, iya. Aku tau," dengan lunglai dan mata masih setengah terpejam.Cinta berjalan menuju kamar mandi.
Bukannya segera mandi, Cinta malah tidur di atas closet yang tertutup dalam posisi duduk. Sang ibu yang merasa curiga karena tidak mendengar suara gemercik air pun memutuskan untuk melihat ke dalam dan...
"CINTA!!"
Mata Cinta yang sebelumnya tertutup akhirnya terbuka kembali. "Mama, kenapa mengganggu saja sih? Padahal aku baru saja bermimpi berciuman dengan kakak senior yang tampannya seperti Luhan. Ahh, kau sangat menyebalkan!!"
Ibu tiga anak itu mendengus berat. Tanpa bertanya pun dia tentu paham siapa kakak senior yang dimaksud oleh putri bungsunya tersebut. Dia adalah Steven, teman kecil yang merangkap sebagai cinta pertamanya.
"Kau ini seorang perempuan, tapi kenapa sangat pemalas seperti ini?! Bagaimana bisa dapat jodoh jika perilakumu masih saja seperti bocah?!"
"Ais, Mama sangat kejam. Seperti ibu tiri saja. Lagian ini masih jam 6, kenapa sudah membangunkan ku?"
"Jam 6 dengkulmu? Jelas-jelas ini sudah jam 7!!"
"WHAT!! JAM 7?!" Cinta memekik sekencang-kencangnya.
"Kenapa Mama tidak memberitahu dari tadi? Ais, bagaimana ini?!" Cinta pun segera melepas semua pakaiannya, dia harus mandi sesegera mungkin atau akan terlambat datang ke kampusnya.
Sedangkan Gita Su hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah putri bungsunya. Dia tidak tau kapan Cinta akan berubah dan bisa lebih bersikap dewasa serta menghargai waktu.
.
.
.
"Cinta, sarapan dulu!!"
"Tidak usah, Ma. Aku sudah terlambat, Cinta berangkat dulu." Gadis itu mencium pipi Ibunya dan pergi begitu saja.
Dia tidak boleh terlambat atau ia akan ketinggalan mobil Steven, Cinta berlari dengan sekuat tenaga karena mobil milik Stevan akan segera meninggalkan rumahnya.
"SENIOR, STOP!!"
Cinta berseru sambil merentangkan kedua tangannya. Menghalangi mobil milk Stevan untuk melewati pagar. Napasnya sedikit ngos-ngosan karena berlari.
"Apa yang kau lakukan di sana? Minggir, aku mau lewat!!"
Cinta menggeleng. "Tidak!! Senior harus memberiku tumpangan, kau tau sendiri bukan jika Mama dan kedua kakakku tidak mengijinkan aku mengemudi sendiri. Sedangkan halte sangat jauh dari sini. Boleh ya?" Mohon Cinta membujuk.
Steven mendesah berat. Sepertinya dia tidak memiliki pilihan lain. "Masuklah!!" Cinta tersenyum lebar. Dia pun segera naik ke dalam mobil Stevan.
Mobil sport hitam itu pun melaju kencang membelah jalanan Kota yang padat dengan kendaraan. Mobil itu terus menyalip beberapa kendaratan yang melaju di depannya.
Steven menoleh ke samping dan mendapti Cinta tengah menatap padanya. "Kenapa kau terus melihatku seperti itu? Apa ada yang salah di wajahku?!" Ucapnya datar.
"Ada, siapa suruh Senior terlalu tampan."
Steven pun mendengus berat. "Dasar konyol!!"
-
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit. Mereka pun tiba di kampus. Steven segera turun dari mobilnya begitu pula dengan Cinta.
Cinta berjalan di samping Steven, bahkan dia tidak peduli dengan berbagai tatapan marah, kesal dari semua gadis yang tergila-gila padanya. Cinta tak mau ambil pusing. Toh Steven santai-santai saja, si tampan ini tidak melayangkan protesnya.
"Cinta!!"
Seorang gadis melambaikan tangannya saat melihat kedatangan gadis berparas ayu tersebut. "Cinta, tumben kau datang pagi sekali. Apa pagi ini kau kerasukan setan rajin?!"
"Enak saja, jangan sembarang bicara. Ini bukan pagi lagi, Nona Robert. Kau tidak melihat jam yang melingkari pergelangan tanganmu itu?!"
Malas mendengar mereka berdua yang sedang berdebat, Steven pun memutuskan untuk masuk kelas terlebih dulu. Disisi lain dia merasa risih dengan berbagai tatapan para gadis padanya.
Dan sementara itu. Sebuah mobil sedan hitam terlihat memasuki area kampus. Semua orang yang ada di sana mengikuti ke mana kendaraan itu akan melaju. Dan ternyata kuda besi itu berhenti di area parkiran.
"Oh My God!! Pasti aku bermimpi, siapa pria tampan itu? Kenapa mukanya mirip sekali dengan aktor idolaku, Luhan?!" Gumam Cinta setengah berbisik.
"Aku dengar dia adalah tuan muda dari keluarga Qin, Aiden Qin."
"Wow, jadi dia adalah Tuan Muda dari keluarga hebat itu? Bukan, tapi keluarga Bangsawan." Ucap Cinta yang kemudian dibalas anggukan oleh Sita.
"Aku dengar dia baru saja kembali dari Negera Inggris, dan memang benar apa yang kau katakan, dia memang sangat mirip dengan Luhan, mantan member boyband EXO yang berasal dari negeri tetangga. Kebetulan dia juga dari negeri tirai bambu." Tutur Sita.
"Amazing, sangat luar biasa."
"Sebaiknya jaga matamu, Cinta Su!!"
"Doakan saja hatiku semoga tidak goyah, lagipula siapa yang bisa menolak seorang Tuan Muda yang berasal dari keluarga kaya raya, apalagi wajahnya sangat tampan dan mirip dengan idol favoritku, Luhan!! Bukankah kami sebanding, apalagi semua orang mengatakan jika aku mirip dengan Jessica Jung."
Sita hanya memutar jengah matanya. Berbicara dengan Cinta terkadang memang membutuhkan sebuah kesabaran yang ekstra.
"Yakk!! Cinta, tunggu aku!!"
-
"Tuan Muda, kita sudah sampai, ini adalah ruangan rektor."
"Kau tunggulah di sini, aku akan masuk sendiri." Pria berpakaian rapi itu mengangguk, dan mempersilahkan Tuan Mudanya untuk masuk.
Rupanya kedatangan si Tuan Muda memang sudah ditunggu dari tadi. Tiga pria dan seorang wanita di dalam ruangan itu lantas berdiri saat pemuda itu memasuki ruangan.
"Selamat datang kembali di kampus ini, Tuan Muda. Maaf, kami tidak bisa menyambut kedatangan Anda." Sesal salah seorang dari ketiga pria itu.
"Hn, bukan perkara yang besar." Jawab si Tuan Muda itu dingin.
Keluarga Qin adalah donatur terbesar di Han University, jadi wajar jika kedatangan Aiden langsung disambut baik oleh Rektor dan para Dosen di kampus tersebut.
Aiden adalah putra tunggal dalam keluarga Qin. Seluruh keluarganya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Dan sejak saat itu dia memutuskan untuk hidup mandiri dan tinggal di luar negeri. Aiden bukanlah tipe pria yang mudah bergantung lada orang lain, meskipun itu adalah keluarganya sendiri.
Dan kedatangannya kali ini tentu saja tidak jauh-jauh dari urusan dana untuk kampus tersebut.
"Mulai sekarang, kampus ini akan berada di bawah kendaliku. Keluarga Qin bukan hanya sekedar donatur utama tapi juga pemilik baru dari Han University. Dan mulai hari ini, kalian bertiga Diberhentikan. Karena aku tidak mau kampus ini di urus oleh Rektor yang korup!! Kalian di pecat!!"
-
Bersambung.
Cinta diam termenung di balkon kamarnya menikmati suasana malam. Cinta merasakan ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Lalu pandangannya menelisik ke segala arah, namun dia tak menemukan hal-hal aneh di sana.
Apakah itu hanya halusinasinya saja, atau memang ada hantu yang sedang mengganggunya? Rasanya tidak mungkin, mana mungkin ada hantu di jaman modern seperti ini? Cinta memang tidak percaya jika hantu itu memang ada.
Gadis itu masih berada di balkon kamarnya. Semilir angin malam membelai wajahnya yang cantik hingga enggan meninggalkannya.
Ini sudah larut malam, tetapi bergerak dari tempatnya saja tidak, Cinta sangat menikmati suana seperti ini. Ia mengadahkan wajahnya untuk melihat 2 bintang di atas sana.
"Aish, ada apa denganku sebenarnya. Kenapa aku terus saja terbayang-bayang wajah pria tampan itu tadi? Padahal mengenalnya saja tidak?! Cinta, pasti kau sudah gila." Gumam Cinta pada dirinya sendiri.
Perhatian dan seluruh atensi Cinta teralihkan oleh sebuah mobil mewah yang terlihat tak asing di matanya. Mobil itu memasuki halaman luas sebuah mansion mewah yang memiliki tiga lantai, dan kebetulan berdekatan dengan rumah mewah milik keluarganya.
"Oh my God." Cinta bergumam lirih. "Aku pasti bermimpi, bukankah itu Aiden Qin, si tampan yang datang ke kampus pagi ini?! Jadi mansion mewah itu adalah miliknya? Jadi dia adalah cucu dari kakek gaul? Dan kami juga bertetangga, oh good." Cinta tak percaya.
Kedua mata Cinta membelalak saat pria tampan bernama Aiden itu tiba-tiba menoleh dan menatap ke arahnya. Membuat dua pasang iris berbeda milik mereka saling bersirobok.
Seketika Cinta merasakan aliran darah dalam tubuhnya mengalir dengan derasnya. Pria itu membuatnya gila hanya dengan tatapannya saja.
"Good, pria tampan kau membuatku menggila, aku akan memberikan sebuah penghargaan untukmu!!" Ucapnya bergumam.
Drett.. Drett.. Drett...
Perhatian Cinta teralihkan oleh getar pada ponselnya. Gadis itu mendecih sebal. Dia berjalan meninggalkan balkon dan kembali ke dalam kamarnya kontak nama 'Senior Tampan' terlihat menghiasi layar ponselnya yang menyala terang.
"Halo senior, kenapa kau menghubungiku?" Tanya Cinta to the poin.
"Kau ada dimana sekarang? Turunlah dan temani aku keluar sebentar. Aku perlu membeli buku."
Cinta memicingkan matanya. "Kenapa tiba-tiba? Biasanya kau mengajak Lucy, kenapa sekarang kau malah mengajakku? Maaf, tapi aku tidak bisa."
"Kenapa? Bukanlah selama ini kau selalu menawarkan diri untuk ikut kemana pun aku pergi? Bahkan kau sudah seperti ekorku. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba kau menolaknya?!"
"Karena aku masih memiliki harga diri. Maaf ya senior, aku sangat mengantuk. Aku tutup dulu ya, bye.." Cinta memutuskan sambungan telfonnya begitu saja. Gadis itu mendecih sebal.
"Menganggu saja!!" Gadis cantik itu menggerutu sebal.
Kemudian Cinta kembali ke balkon kamarnya, tapi sayangnya si tampan itu sudah tidak ada lagi di halaman mansionnya. Hanya ada dua bodyquar yang berjaga di depan pintu. Dan itu membuatnya kecewa. Gadis itu pun kembali ke kamarnya. Dia harus segera tidur, atau besok dia akan terlambat kuliah?!
-
Aiden menghentikan mobilnya setibanya dia dikediaman lama orang tuanya. Pria itu keluar dari balik kemudi setelah seseorang membukakan pintu untuknya.
Memiliki insting yang sangat kuat, si Tuan Muda itu lantas menoleh dan mendapati seorang gadis cantik tengah memperhatikannya dari kejauhan. Pria itu memicingkan matanya dan menatap si cantik itu penuh tanya. Hingga selama beberapa detik terjadi kontak mata diantara keduanya.
"Tuan Muda, silahkan masuk. Tuan Besar sudah menunggu Anda,"
"Hn,"
Sekali lagi Aiden menoleh, namun sosok cantik itu sudah tidak ada di sana. Aiden melanjutkan langkahnya dan berjalan tenang memasuki mansion mewah tersebut.
Melihat kedatangan cucu kesayangannya. Kakek Qin langsung berdiri dan menyambut sang cucu ke dalam pelukannya.
"Cucuku, akhirnya kau datang juga, Nak. Kakek, sudah sangat merindukanmu."
"Kau masih tampak sehat dan segar bugar, Pak Tua." Ucap Aiden seraya melepaskan pelukannya.
"Hahaha." Kakek Qin tertawa mendengar ucapan sang cucu. "Mungkin karena Kakek membawa hidup ini dengan happy, makanya tetap terlihat segar dan bugar meskipun usia sudah renta." Jawabnya.
Aiden hanya mengangkat bahu tak acuh. "Ya, mungkin saja." Jawabnya. Kemudian Aiden memperhatikan penampilan kakek Qin dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pria muda itu meringis ngilu melihat bagaimana penampilan kakeknya yang mengikuti perubahan jaman itu.
"Kau pasti lelah, pergilah beristirahat. Kakek juga sudah sangat ngantuk," kakek Qin menepuk bahu Aiden dan pergi begitu saja. Meninggalkan pemuda itu yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Kakek, tunggu." Seru Aiden dan menghentikan langkah kakek Qin.
"Ada apa, Nak?"
"Siapa yang menempati rumah mewah di depan mansion kita ini? Sepertinya rumah itu tidak ada saat aku berangkat ke Inggris beberapa tahun lalu."
"Oh itu, rumah itu milik keluarga Su. Ya, memang tidak ada, karena rumah itu baru berdiri sejak tiga tahun yang lalu. Mereka pindah dan menempati rumah tersebut setelah pembangunannya selesai. Kakek mengenal baik keluarga itu, dan bahkan bersahabat baik dengan putri bungsunya. Namanya Cinta, dia gadis yang sangat cantik, periang dan sedikit bar-bar." Tutur kakek Qin.
"Oh,"
"Ngomong-ngomong kenapa kau tiba-tiba bertanya soal mereka? Apa yang membuatmu penasaran?"
Aiden menggeleng. "Tidak ada, aku hanya penasaran saja." Jawabnya datar. Aiden melanjutkan langkahnya dan pergi menuju kamarnya di lantai dua.
.
.
.
Aiden membuka pintu yang menghubungkan kamar dan balkon.
Semilir angin malam yang terasa sejuk langsung menyambutnya di sana, pandangan pemuda itu lurus pada sebuah kamar mewah yang di dominasi warna putih gold yang letaknya berhadapan dengan kamarnya.
Dari tempatnya berdiri, Aiden melihat seorang gadis yang sedang terbaring di tempat tidurnya dalam posisi menyamping. Jendela kamarnya yang terbuka membuatnya dapat melihat dengan jelas rupa sang dara. Dia benar-benar cantik.
Aiden menggunakan pagar pembatas sebagai tumpuan lengannya yang terlipat. Sepasang mutiara berlapis lensa coklat itu menatap lurus pada sosok cantik itu. Dia sangat cantik, nyaris seperti boneka hidup.
Dan sepanjang dia hidup, ini pertama kalinya Aiden bertemu dengan perempuan yang mampu membuat hatinya bergetar.
"Luar biasa, kau adalah gadis pertama yang mampu menarik seluruh atensi ku, Nona Su." Ucapnya setengah bergumam.
Tak ingin seperti seorang stalker. Aiden pun memutuskan untuk masuk kembali ke dalam kamarnya. Dia lelah dan ingin segera beristirahat. Bukan hanya tubuhnya, namun juga otaknya. Tidur lebih awal mungkin akan lebih baik untuk dirinya sendiri.
-
Brugg..
"Aahhh."
Cinta jatuh dari tempat tidurnya karena mimpi konyolnya. Dia bermimpi bertemu dengan idol favoritnya kemudian mereka berciuman.
Ketika Cinta memajukan wajahnya dan tubuhnya bergerak ke depan, yang ada di malah terjatuh dari kasur empuknya. Sungguh malang sekali nasibmu Cinta Su.
Cinta memperhatikan sekelilingnya dan me mendesah berat. "Jadi hanya mimpi?! Menyebalkan," gadis itu kembali ketempat tidurnya dan melanjutkan mimpinya yang sempat berantakan karena dia harus terjatuh.
"Semoga mimpi kali ini lebih baik dari mimpi yang tadi. Tuhan, tolong bantu aku!!"
-
Bersambung.
Steven terus memperhatikan Cinta dari kejauhan. Sepasang mutiara coklatnya menatap tak suka pada sosok pemuda yang duduk di samping Cinta.
Rasanya seperti ada kobaran api yang membakar hatinya saat melihat Cinta tersenyum pada pemuda itu. Senyum manis dan lebar.
Kedua tangan Steven terkepal erat. Pemuda itu beranjak dari duduknya dan pergi begitu saja. Dan sikapnya mengundang 1000 tanya di benak teman-temannya. Karena tidak biasanya si Tuan Muda arogan bersikap seperti itu.
"Aku ke kelas dulu." Steven menyentak tangan Lily dan pergi begitu saja.
Sedangkan Lily hanya bisa menghentakkan kakinya kesal sambil memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi Steven menolak dirinya. Dan itu membuat Lily kesal setengah mati.
Lalu pandangan Lily bergulir pada Cinta. Gadis itu menghampiri dara jelita itu dan berniat membuat perhitungan dengan gadis bermarga Su tersebut.
Byurrr...
Mata Lily membelalak saat air yang ia lemparkan pada Cinta bukan mengenainya malah mengenai pakaian seorang pria di bagian punggungnya. Akibatnya jas mahal yang melekat di tubuhnya basah dan kotor akibat ulah wanita tersebut.
Dan sementara itu. Cinta yang terkejut sontak mengangkat wajahnya, kedua matanya membelalak. Dia lebih terkejut lagi setelah melihat siapa gerangan yang melindunginya dari terjangan air tersebut.
"Aiden Qin?!" Gumam Cinta lirih, nyaris tak terdengar sama sekali, namun tidak dengan telinga Aiden yang tajam.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya pria muda itu memastikan. Cinta mengangguk, meyakinkan pada Aiden jika dirinya baik-baik saja.
Tubuh Lily terpaku saat Aiden tiba-tiba saja menoleh dan menatapnya dengan tajam. Lalu pandangan Aiden menyapu.
"Apa ini yang selalu terjadi di kampus ini? Penindasan dan pembullyan?!" Aiden bertanya dengan suara sedikit meninggi.
Alih-alih memjawab. Semua orang yang ada di sana malah diam dan tak bersuara sama sekali. Dan kebungkaman mereka menguatkan keyakinannya jika hal semacam ini memang sudah kerap terjadi.
"Mulai hari ini, kampus tidak akan segan-segan mengeluarkan siapapun yang berani melakukan pembullyan dan penindasan!!"
Bukan hanya cinta yang dibuat terkejut oleh sikap dan ucapan Aiden, tapi semua yang ada di sana. Termasuk Steven yang menyaksikan semuanya dari kejauhan. Lagi-lagi pemuda itu mengepalkan tangannya melihat pria lain mendekati Cinta.
Pemuda itu kemudian berbalik dan pergi begitu saja. Dia tidak mau melihat pemandangan menyebalkan itu terlalu lama. Melihat saat Cinta tersenyum manis pada pria lain. Hal itu membuat hati Steven seperti dibakar bara api yang sangat besar.
"Tunggu..." Seru Cinta menghentikan langkah Aiden. Gadis cantik itu tersenyum sambil mengulurkan tangan. "Aku Cinta, terimakasih atas pertolongannya. Jika tidak ada Tuan, pasti aku sudah basah kuyup." Tuturnya.
Aiden tak langsung menerima uluran tangan Cinta dan hanya terus menatapnya. Tapi detik berikutnya tangan kanan pria itu terangkat dan menjabat jari-jari lentik tersebut.
"Aku Aiden, bukan hal yang besar. Maaf, aku harus pergi sekarang." Aiden beranjak dari hadapan Cinta dan pergi begitu saja.
Selepas kepergian Aiden. Cinta menekan dada kirinya yang berdebar tak karuan. Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang hinggap dan menari-nari di sana.
"Oh, astaga. Mungkinkah ini yang dinamakan dengan jatuh cinta pada pandangan pertama?" Ujar Cinta sambil menatap punggung tegap yang semakin menjauh tersebut.
"Tidak panas," ucap seseorang yang tiba-tiba sudah ada di depan Cinta.
"Yakk!! Kau pikir aku gila?!"
"Kau tidak gila, hanya sedikit kurang waras saja. Dan sebaiknya jangan terlalu berharap, dia tidak mungkin suka apalagi jatuh cinta pada gadis bar-bar sepertimu!!"
"CK, memangnya siapa yang meminta pendapat darimu?! Kau ini sahabat macam apa, bukannya mendoakan yang baik, malah sebaliknya. Sudahlah, sebaiknya aku ke kelas saja."
"Yakk!! Cinta, tunggu aku!!"
-
-
-
"Aiden,"
Langkah kakinya terhenti oleh seruan seseorang yang memanggil namanya. Tampak wanita berambut hitam pendek berjalan menghampirinya. "Alea, sedang apa kau di kantorku?"
"Aku datang untuk bertemu denganmu. Papa ingin supaya kau datang malam ini, dia ingin membicarakan mengenai rencana pernikahan kita."
"Aku sibuk!!"
"Aiden, sampai kapan kau akan terus menghindar saat Papa ingin membahas tentang pernikahan kita?! Aku tunangan mu, dan kapan kau bisa bersikap hangat padaku?!"
Aiden mendesah kasar. Dengan tajam dia menatap wanita di depannya. "Dengarkan aku, Alea Lim." Aiden mengambil jeda dalam kalimanya.
"Sejak awal aku tidak menyetujui tentang perjodohan ini, ini adalah keputusan kakek tua itu. Jadi kau jangan terlalu banyak berharap, karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah mencintaimu!! Sebaiknya kau pergi, aku sibuk!!" Aide melewati Alea dan berlalu begitu saja.
Sementara itu, Alea hanya bisa menangis karena lagi-lagi Aiden menolaknya. Dia tidak tau harus dengan cara apa lagi supaya pria itu mau menerima dan mencintai dirinya.
-
-
-
"Ikut aku,"
Cinta yang sedang mengobrol bersama teman-temannya terkejut karena Steven tiba-tiba saja menarik lengannya dan membawanya pergi dari sana.
Cinta menyentak tangan Steven dari lengannya dan menatapnya kesal. "Senior, apa-apaan kau ini?! Kau menyakitiku!!" Bentaknya marah.
"Sejak kapan perasaanmu padaku berubah? Memangnya siapa yang mengijinkan mu untuk dekat dan tersenyum pada pria lain?! Aku Cinta, satu-satunya pria yang kau sukai dan kau kejar. Apa sedangkal itu perasaanmu padaku? Seharusnya kau tidak berhenti dan lebih berusaha lagi untuk membuatku mencintaimu!!"
Cinta menatap Steven sinis. "Kenapa kau begitu egois, Senior?! Kemana saja kau selama ini? Jika kau memang peka dan menyadari perasaan ini padamu, seharusnya bisa memperhatikan diriku."
"Tapi apa yang aku dapatkan dari mencintai pria egois sepertimu?! Hanya air mata dan rasa sakit, kau tidak pernah menatapku meskipun hanya sekali saja. Ini sudah saatnya aku berhenti dan mengucapkan selamat tinggal padamu."
Steven menarik lengan Cinta dan menghimpitnya di tembok. Pemuda itu mendekatkan wajahnya dan...
Plakk...
Sebuah tamparan keras mendarat mulus pada wajah Steven. "Kau keterlaluan!!" Cinta beranjak dari hadapan pemuda itu dan pergi begitu saja.
"Aaarrrkkhhh!! Br*ngs*k!!" Steven mengeram marah dan meninju tembok di depannya dengan keras. Dia tidak menyangka jika Cinta akan menyerah dan berhenti mencintainya.
"Lihat saja, apa yang bisa aku lakukan padamu, Cinta Su!! Karena kau hanya boleh mencintaiku!!"
-
-
-
Rintik hujan yang tiba-tiba mengguyur kota menghambat langkah Cinta untuk pulang ke rumahnya. Jika saja dia setuju untuk di jemput oleh salah satu kakaknya, pasti gadis cantik itu tidak akan terdampar di halte bus seperti ini.
Gadis cantik itu tidak henti-hentinya merutuki hujan yang sedang turun dengan derasnya, dan Cinta tidak tau sampai kapan dia akan terjebak seperti ini.
"Mama, aku ingin pulang." Rengek Cinta entah ada siapa. Pasalnya hanya ada dirinya di sana.
Sebuah mobil sport mewah tiba-tiba berhenti di depan Cinta. Seorang pria tampan dalam balutan kemeja putih yang lengannya di gulung sampai siku, Vest yang senada dengan celana bahannya terlihat keluar dari mobil tersebut dengan sebuah payung di tangan kanannya.
"Tuan Qin," lirih Cinta tak percaya.
"Hujan semakin lebat, kau bisa sakit jika terlalu lama diam di sini. Aku akan memberimu tumpangan, kebetulan kita satu arah dan rumah kita juga berhadapan."
"Tapi, Tuan Qin. Apa tidak terlalu merepotkan?"
Aiden menggeleng. "Tidak sama sekali, dan berhenti memanggilku dengan sebutan Tuan, aku tidaklah setua itu!!" Protes Aiden.
Cinta terkekeh. Lalu gadis cantik itu mengangguk. "Kalau begitu mulai sekarang aku akan memanggilmu, Kakak tampan saja, bagaimana?"
"Hn, terserah kau saja."
-
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!