Prolog
Masih seperti biasa, cerita yanktie tidak berbasic CEO kaya ketemu gadis biasa-biasa aja atau bakan gadis yang sangat miskin. Juga bukan tentang cogan dengan perut roti sobek ya. Kali ini Yanktie cerita tentang gadis kecil yang di taksir oleh teman kakaknya.
Untuk lebih enak dan lebih nyambung, di sarankan baca cerita berjudul CINTA KECILNYA MAZ dulu ya. Walau kalau langsung baca cerita ini juga gapapa sih.
Yang mau ngobrol ama yanktie bisa ke ig : yanktie_ino
-------------------
Sudah hampir sebulan petinggi di kantor sibuk karena anak big boss akan menikah, siapa yang tidak mengenal Shinta Maharani putri tunggal pak Hendro Winarno dan bu Gita Pertiwi, sebenarnya pemilik perusahaan adalah bu Gita. Dia menikah dengan mantan sopir pribadinya yang memang sangat gagah.
Gita adalah anak tunggal, rupanya kesepian karena ibu dan ayahnya hanya mengejar omset usaha tanpa memikirkan perkembangan jiwa putri tunggalnya. Sejak kelas 2 SMP dia di temani oleh sopir pribadinya yang ketika itu masih sekolah di STM. Karena kekurangan biaya maka Hendro nyambi kerja sebagai driver di keluarga pak Pujo Kusomo, priyayi Solo yang sedang membangun usaha eksport import bahan kerajinan kayu.
Konsentrasi pak Pujo di curahkan hanya untuk usahanya, namun dia pernah hampir kepleset sehingga istrinya yaitu bu Ningrum Purbowati terpaksa selalu berada di sisinya untuk mengawasi dan menjadi pagar bagi gerak para lalat pengganggu rumah tangganya. Bu Ningrum tidak ingin suaminya benar-benar tergelincir dan mendua, itulah sebabnya dia lebih focus berada di sisi suaminya dari pada mengurus anak tunggal mereka.
.
Flash back on
Saat akan ujian STM, Hendro mengajukan cuti panjang, dia tidak ingin konsentrasi belajarnya terganggu, Hendro sangat ingin mendapat beasiswa agar bisa kuliah gratis. Dia ingin menjadi orang sukses untuk mengangkat derajat keluarganya.
Pak Pujo keberatan, dia menjanjikan akan membiayai kuliah Hendro asalkan Hendro tidak cuti, karena Gita putri tunggalnya merasa tidak nyaman bila di sopiri oleh pegawai lainnya.
“Kenapa tho ndoro ga mau di supiri yang lain?” tanya Hendro sopan pada majikan kecilnya
“Kamu sudah beberapa kali aku larang panggil Ndoro, panggil langsung namaku : GITA. Aku suka atau ga suka itu urusanku, ga perlu kasih alasan ama kamu kan?” ketus Gita menjawab pertanyaan sopirnya itu. Sejak di kelompok belajar Gita kesal karena ada beberapa soal yang dia dan teman-temannya tidak bisa menjawabnya, di tambah pertanyaan sopirnya, makin sewotlah dia.
“Pulang belajar kelompok koq cemberut gitu, ngopo tho nduk?” tanya neneknya yang melihat Gita masuk rumah sambil cemberut.
“Aku keqi mbah uti, ga ada gunane belajar kelompok, masa ga semua soal bisa di jawab,” katanya menerangkan penyebab dia kesal dan cemberut.
“Owalah nduk, mbok minta di ajari Hendro, kan dia sudah lebih tinggi sekolahnya, pasti masih ingat pelajaran kelas 3 SMP,” saran simbah pada cucunya.
“Mas, ajarin aku soal fisika ini,” pinta Gita pada Hendro yang sedang ngelap mobil sehabis dia cuci.”
“Njih mbak, sebentar ta rampungke ngelap mobilnya,” sahut Hendro, dia masih kaku bila langsung menyebut nama pada majikannya tersebut.
“Aku ga lebih tua darimu, jadi jangan panggil mbak!” bentak Gita ketus.
Lha dhalah, salah lagi, batin Hendro.
Akhirnya soal yang tak bisa di pecahkan oleh Gita dan rekan-rekannya berhasil di kerjakan karena bantuan Hendro. Sejak itu Gita selalu memilih Hendro untuk mengajari soal-soal latihan ujiannya dari pada belajar kelompok dengan teman-temannya. Hendro mulai memanggil Gita jeng sedang Gita memanggil Hendro dengan panggilan mas.
Kedekatan mereka bukan tidak di ketahui oleh pak Pujo, namun dia merasa lebih aman Gita bergaul akrab dengan Hendro dari pada dengan sesama teman sebayanya yang bisa berakibat salah jalan karena sering hura-hura pesta dan banyak salah langkah terjebak narkoba.
Sesuai janjinya pak Pujo membiayai semua keperluan kuliah Hendro, sebagai tanda terima kasih Hendro pun sangat berbakti pada pak Pujo.
Saat Gita kelas 2 SMA dan menyatakan rasa sukanya pada Hendro, diapun menerimanya walau saat itu dia sedang naksir adik kelasnya di kampus. Hendro berpikir panjang, bila dia menyakiti Gita maka pak Pujo murka, habislah riwayatnya, dia akan di pecat dan putus kuliah.
Saat itu Hendro hanya meminta Gita yang lapor pada orang tuanya bila Gita yang duluan menyatakan cinta pada Hendro, bukan dia yang ngejar Gita, hal itu sangat penting agar dia tidak di tuduh ingin kekayaan pak Pujo, dia hanya cari aman sampai dia lulus kuliah saja. Begitu pemikiran Hendro saat itu. Namun lama kelamaan pepatah Jawa berlaku pada dirinya, witing tresno jalaran soko kulino.
Sejak Gita menyatakan cintanya secara terus terang maka Hendro mulai memperhatikan gadis yang dulu di anggapnya sebagai adiknya saja. Sejak saat itu dia lah yang lebih posesif terhadap Gita karena banyak kumbang muda yang menghampiri Gita. Oleh sebab itu saat Hendro selesai wisuda dia meminta segera nikah, karena saat itu Gita mulai kuliah dan kompetitor semakin banyak walau cinta Gita hanya pada dirinya. Namun tetap saja Hendro merasa terancam karena dia hanya pria miskin. Dia takut Gita tergiur oleh laki-laki lain yang lebih mapan darinya.
Flash back off
“Steve, data undangan rekan bisnis sudah kamu cek belum?” tanya pak Hendro langsung pada sekretarisnya itu. Sebenarnya Steve bukan sekretaris pak Hendro, dia adalah kabag administrasi, namun bu Gita selalu menugaskan dia menghandle tugas sekretaris, karena bu Gita tidak suka bila pak Hendro di dampingi Mila yang memang sering terlihat memancing pak Hendro untuk main mata.
“Sudah Pak, data sudah saya serahkan Mila untuk di laporkan ke ibu Gita langsung pak,” jawab Steve, dia tahu kalau dia meminta Mila menyerahkan data pada pak Hendro dia akan di damprat bu Gita. Entah mengapa bu Gita tidak merotasi Mila ke bagian lain, sepertinya bu Gita sedang menunggu untuk menerkamnya, dia ingin Mila salah langkah, ketangkep basah lalu dia pecat tanpa pesangon.
“Lalu masalah akomodasi pengantin pria dan wanita serta keluarga sudah di rinci belum?” lanjut pak Hendro.
“Sudah Pak, rinciannya ada di pak Untung, penanggung jawab akomodasi,” jawab Steve lugas.
“Siapkan meeting panitia lagi ya untuk mengetahui progress nya sampai mana, saya ga ingin ada yang miss di acara nanti,” perintah pak Hendro.
“Siap Pak, saya akan lihat jadwal kosong Bapak untuk mengatur meeting tersebut” jawab Steve sigap
Pak Hendro keluar ruangannya saat mendapat telepon dari istrinya yang sudah menunggu di lobby kantor, hari ini mereka akan mengecek persiapan pakaian keluarga besar yang jumlahnya sangat banyak serta mendatangi gedung untuk memastikan dekor yang di minta Shinta bisa di buat di gedung tersebut apa tidak, karena dekor yang di minta Shinta membutuhkan space yag luas.
Sebenernya siapa sih pangerannya Shinta, pikir Steve. Apa salah satu pemuas nafsunya ya? Karena Steve mendengar rumor, Shinta adalah hypersex. Itu sudah menjadi rahasia umum di kalangan para lelaki di kantor itu baik yang bujangan maupun yang sudah beristri. Rumor di mulai saat kantor mengadakan family gathering di puncak saat tutup tahun lalu. Acara 3 hari 2 malam yang melibatkan semua pegawai dan keluarganya menjadi hangat karena bocornya rahasia Shinta yang tak pernah bosan bercinta dengan siapapun yang bisa memuaskannya.
----------
Terima kasih sudah membaca cerita ini, saat awal masih belum seru ya, baca bab berikutnya biar tahu keseruan cerita ini.
Salam manis dari yanktie di Jogja
Terimakasih masih ngikutin cerita ini, saat ini. Steve yang bertugas sebagai ketua panitia penasaran dengan mempelai pria karena dia sudah tahu track record Shinta anak boss nya
Biar ga penasaran kita langsung baca bab berikutnya yok
---------------
Flasback on
Sebenernya siapa sih pangerannya Shinta, pikir Steve. Apa salah satu pemuas nafsunya ya? Karena Steve mendengar rumor, Shinta adalah hypersex. Itu sudah menjadi rahasia umum di kalangan para lelaki di kantor itu baik yang bujangan maupun yang sudah beristri. Rumor di mulai saat kantor mengadakan family gathering di puncak saat tutup tahun lalu. Acara 3 hari 2 malam yang melibatkan semua pegawai dan keluarganya menjadi hangat karena bocornya rahasia Shinta yang tak pernah bosan bercinta dengan siapapun yang bisa memuaskannya.
“Saya koq dari tadi susah yang nemuin Fadly? Dia penanggung jawab acara hari ini kan?” Steve bertanya pada Ramlan yang bertugas menjadi penanggung jawab hari kedua besok. Saat ini rombongan baru mulai berdatangan memasuki area resort yang akan di jadikan lokasi family gathering kali ini, dia melihat data pembagian kamar serta mengecek kesiapan makan siang juga.
“Maaf Pak, Fadly di pakai ama mbak Shinta,” Ramlan menjawab ragu-ragu.
“Maksud kamu di pakai tu apa? Apa Shinta sudah datang hari ini? Bukankah keluarganya baru akan datang besok?” Steve bingung mendapat keterangan dari Ramlan.
“Maaf pak … maaf,” Ramlan makin bingung menjawab desakan atasannya itu.
“Jelaskan pada saya secara lengkap, atau kamu akan saya beri SP 1!” ancam Steve pada staffnya itu.
“Tapi mohon, nama saya jangan di seret-seret pak. Saya kerja untuk menghidupi adik-adik saya dan ibu saya,” mohon Ramlan.
“Kamu terlalu bertele-tele, cepat jelaskan!” suara Steve mulai meninggi walau tidak membentak.
Dengan lancang Ramlan menarik tangan Steve agar sedikit menjauh dari ruang cattering. Lalu dia menceritakan bahwa Shinta datang lebih dulu dari rombongan pertama. Saat itu baru ada panitia yang memang sudah menginap sejak semalam. Dia meminta kamarnya dan meminta Fadly memenuhi kebutuhannya.
“Kamu jangan menuduh seperti itu, bagaimana kalian bisa tau dia meminta Fadly memenuhi kebutuhannya? Kalau salah info kita bisa di PHK,” sanggah Steve.
“Selain Fadly, ada yang sudah pernah di minta pak, sering bila mbak Shinta ke kantor, dia akan menarik seseorang untuk bermain singkat di toilet kantor. Sehingga kami sudah tau penyakit mbak Shinta. Sekarang kita cek saja di kamar mbak Shinta pak,” ajak Ramlan.
Steve bingung! Di satu sisi dia tidak ingin mengganggu privacy orang, lebih-lebih anak pemilik perusahaan. Tapi di sisi lain dia membutuhkan Fadly, karena Fadly lah penanggung jawab kegiatan hari ini. Dan saat ini para peserta mulai berdatangan, sehingga mau tidak mau memang dia harus menemui Fadly sekarang juga.
Steve berjalan menuju lokasi VIP, lokasi ini khusus untuk pemilik perusahaan dan keluarganya saja. Ramlan menunjukkan kamar Shinta yang terlihat pintunya tidak tertutup rapat.
Steve dan Ramlan mengetuk pelan pintu tersebut namun tak ada jawaban. Kembali Steve mengulang mengetuk pintu namun tetap tak ada respon dari paviliun VIP itu. Steve mendorong pintu paviliun tersebut. Dia memasuki ruang tamu yang kosong, di lihatnya di ruang makan juga kosong namun terdengar teriakan-teriakan kecil dari salah satu kamar di paviliun itu. Paviliun yang Shinta ambil hanya paviliun kecil dengan 2 kamar saja. 1 pintu kamar terbuka, artinya suara tersebut dari kamar yang pintunya tertutup.
Ramlan hanya berdiri diam di depan pintu ruang tamu, dia tidak berani menemani Steve masuk lebih jauh. Steve membuka pelan pintu kamar yang tertutup, namun ternyata tidak terkunci. Suara rengek dan nafas berat semakin terdengar jelas. Ragu-ragu Steve terus membuka pintu makin lebar.
Steve dalam posisi yang sangat riskan. Bila dia membiarkan Fadly terus tak bekerja akan berimbas pada program kerjanya juga dan bisa-bisa dia yang dapat teguran dari pak Hendro. Namun kalau dia mengganggu keasyikan Shinta, juga tidak enak.
Saat pintu terbuka setengah Steve bisa dengan jelas melihat dua orang sedang saling asyik memenuhi hasratnya. Shinta bermain dengan posisi woman in top, rupanya dia memang pemain handal.
“Shiit!” desis Steve melihat pergulatan tersebut. Fadly yang mendengar desisan Steve menoleh dan kaget karena Steve melihat perbuatannya sedang Shinta terus saja asyik berjuang menuntaskan hasratnya. “Fadly, kamu segera tuntaskan permainanmu dan langsung siap bertugas” Steve memerintah Fadly dengan tegas lalu menutup pintu kamar tersebut.
Fadly yang mengerti langsung akan menyudahi permainan itu, dia mendorong tubuh Shinta yang berada di atasnya namun Shinta mengancamnya. “Selesaikan dulu permainan kita baru kamu kembali kerja,” katanya sambil terus saja melanjutkan permainannya, tak berpikir malu sudah di lihat orang, entah siapa tadi dia tidak perduli. Yang Shinta tahu dia harus puas tanpa gangguan.
Satu jam kemudian Fadly baru mendatangi Steve. Wajahnya lelah dan merasa sangat bersalah serta malu karena sudah tertangkap basah oleh managernya sendiri. “Maaf pak, saya ga bisa langsung keluar saat bapak tadi memanggil, karena mbak Shinta mengancam saya akan langsung meminta pak Hendro mem PHK saya bila saya belum memuaskannya.”
Steve bergidik mendengar kiprah Shinta yang menji_jikkan. Shinta selalu mencari mangsa pada pegawai muda ganteng yang posisinya masih rendah sehingga bisa dia intimidasi. Begitu info yang Steve dapatkan dari para staffnya.
Flash back off
Sebenarnya Steve juga bertugas saat lamaran sekaligus tunangan anak pak Hendro, sejak 2 minggu sebelum acara lamaran dia sudah sibuk, namun sayang saat acara lamaran dia mempunyai kegiatan pribadi yang sangat penting dan tidak bisa di wakilkan, maka saat acara lamaran anak pak Hendro, Steve datang ke rumah bu Gita hanya sampai jam 8.30 pagi saja. Hari itu Steve harus menemui orang tua calon tunangannya yang akan kembali ke Kuala Lumpur, kota tempat tugas orang tua calon tunangannya sebagai konsulat di sana.
Flasback on
Sejak semalam Steve sudah sibuk di rumah pemilik perusahaannya, dia bertanggung jawab atas kelancaran acara sejak awal hingga akhir, namun dia sudah meminta ijin pada ibu Gita dia tidak bisa full di tempat acara karena dia memiliki tanggung jawab hal lain yang tidak bisa di tangguhkan, sebagai penggantinya dia memberi mandat pada wakilnya. Dan bu Gita pun sudah menyetujuinya. Andai hari itu Steve tidak berhalangan, tentu dia bisa melihat siapa calon tunangan anak boss nya, yang merupakan teman baiknya dulu, walau mereka tidak bersahabat dekat.
Hari ini Steve harus mentuntaskan permasalahannya dengan Cindy calon tunangannya, dia tak ingin masalah menjadi berlarut dan tidak bisa di tunda karena orang tua Cindy akan kembali ke Malaysia sebab saat ini mereka memang berdomisili di Kuala Lumpur
***
Steve datang tepat waktu, di rumah makan yang sudah di sepakati dia melihat opa dan omanya sudah datang. Sementara keluarga Cindy belum hadir. Steve mencium oma dan opanya serta memeluk mereka dengan erat. Kedua orang inilah pengganti kedua orang tuanya sejak mereka meninggal karena kecelakaan saat Steve berusia 8 tahun. Namun sejak Steve kuliah dia memilih hidup mandiri, dia pindah ke rumah mami dan papinya yang lama di biarkan kosong walau masih di rawat.
Rumah di Jogja sekaligus butik maminya masih ada di kelola tante adik dari maminya. Hasil butik inilah yang di pegang opanya sejak dulu. Sedang papi Steve tak meninggalkan apapun karena hanya pegawai swasta sehingga tidak mendapatkan pensiun, hanya uang duka saat kematiannya. Selain itu juga ada uang asuransi papi, mami serta adiknya yang di pegang opanya sebagai walinya. Opanya adalah mantan pelaut yang berhenti karena lulus di departemen kehakiman. Jadi opa adalah pensiunan hakim.
----------------------
Terima kasih telah membaca cerita ini, nantikan update bab berikut ya. Namun jangan lupa kasih like, bintang dan vote ya
Salam manis dari yanktie di Jogja
Terimakasih masih ngikutin cerita ini, saat ini. Woow ternyata Shita seperti itu!
Biar ga penasaran kita langsung baca bab berikutnya yok
--------------
Rumah di Jogja sekaligus butik maminya masih ada di kelola tante adik dari maminya. Hasil butik inilah yang di pegang opanya sejak dulu. Sedang papi Steve tak meninggalkan apapun karena hanya pegawai swasta sehingga tidak mendapatkan pensiun, hanya uang duka saat kematiannya. Selain itu juga ada uang asuransi papi, mami serta adiknya yang di pegang opanya sebagai walinya. Opanya adalah mantan pelaut yang berhenti karena lulus di departemen kehakiman. Jadi opa adalah pensiunan hakim.
Sejak kuliah Steve mulai mencari income sendiri, dia tidak mau ambil jatah bulanan yang di sediakan opanya. Dia pun belum mau memegang usaha maminya yang memiliki usaha butik khusus batik di Jogja, walau tantenya berkali-kali hendak menyerahkan tanggung jawabnya. Ketika Steve kecil memang tinggal di Jogja karena maminya asli Klaten namun besar di Jogja, dan papinya pun mengenal maminya saat papinya kuliah di UGM sedang maminya kuliah di UII Jogja.
“Hallo Opa, Oma,” sapa Cindy saat dia dan mami papinya tiba di sana. Cindy sangat cantik, darah Menado murninya dominan sekali, kulit mulus putih dengan tinggi di atas rata-rata gadis Indonesia, kaki jenjang, hidung mancung bibir tipis dengan lipstik yang sayangnya menurut Steve sangat menor, rambut panjangnya yang di warnai pirang sangat menggoda kaum lelaki yang normal. Saat ini Cindy memakai atasan dari brokat berlengan pendek yang pas di tubuhnya dengan paduan mini skirt senada dengan warna brokatnya. Sangat cantik, namun sayang Steve sudah tidak tertarik lagi setelah tahu bila Cindy ternyata simpanan seorang boss.
“Cindy ga telat kan?” tanyanya sambil mencium oma dan opa calon tunangannya. Steve dan Cindy sudah 5 tahun kenal, yaitu tahun terakhir Steve kuliah, saat itu Cindy baru naik tingkat 2, mereka bertemu di acara seni di kampus. Dan baru setahun terakhir mereka pacaran. Cindy memeluk erat Steve seakan sangat merindukannya, dia juga mencium pipi Steve dengan sangat mesra. “I miss you honey” bisiknya.
“Engga telat koq sayang, Steve juga baru datang walau kami lebih dulu tiba di sini,” jawab oma Angeline. “Apa khabar kalian?” sapa oma pada orang tua Cindy.
“Kami sehat oma,” jawab maminya Cindy yang juga sangat cantik, rupanya kecantikan Cindy menurun dari wanita elegan ini.
“Maaf kami meminta bertemu di sini karena besok kami harus kembali ke Malaysia,” papinya Cindy mengucap kata-kata awalnya sambil bersalaman dan mencium pipi oma dan opa Steve. Papinya Cindy bekerja sebagai staff di konsulat Indonesia di Kuala Lumpur, kedatangannya kali ini ke Jakarta karena ada saudara sepupunya yang menikahkan anaknya, untuk itulah dia sekalian meminta ketegasan dari Steve terhadap hubungan dengan putrinya.
“No problem, sekarang kita pesan makan dulu saja,” jawab opa Stefano. Dulu maminya Steve memberi nama Steve di ambil dari nama Stefano, sedang adiknya Steve bernama Angella di ambil dari nama omanya yaitu Angeline.
Steve bersikap manis terhadap Cindy dan mami papinya, dia masih bercanda dengan akrabnya di sela makan siang mereka. Tidak ada yang tahu kejutan apa yang akan dia berikan sebagai titik penutup pembahasan pertunangan siangini.
Sehabis makan papi Cindy tidak membuang waktu, “Jadi bagaimana keseriusan kamu terhadap anak saya Stev?”
Semua melihat Steve yang terlihat bahagia tanpa tekanan, “Kalau di tanya serius, Steve sangat-sangat serius om, bisa tanya ke Cindy apa selama ini Steve pernah menodai hubungan kami dengan bermain-main dengan orang lain atau tidak menanggapi hubungan kami.”
Pancingan Steve di tangkap oleh semua yang hadir dan meminta Cindy untuk menjawabnya karena saat ini pandangan semua orang tertuju pada Cindy.
“Steve ga pernah berbohong Mi, Pi, dia ga pernah main-main, selalu serius bila Deedee (baca DIDI ya) menanyakan kelanjutan hubungan kami. Kami juga sudah membahas konsep petunangan serta pernikahan yang akan kami lakukan nanti,” tegas Cindy menjawab keraguan papinya. Nada suaranya sangat bahagia karena membayangkan sebentar lagi dia dan Steve akan resmi menjadi pasangan legal.
Steve terlihat lega dan mengangkat bahunya mendengar pernyataan Cindy, dia memberikan senyum manisnya. Senyum yang membuat Cindy klepek-klepek. Pandangan Steve menuju sudut ruangan, di sana terdapat 2 orang perempuan yang sedang makan dengan santai. 2 wanita cukup umur, sekitar 40 tahunan, bukan sebaya dengannya. Melihat keduanya di sana Steve menarik nafas lega.
“Great, kalau gitu bagaimana kelanjutannya?” opa Steve tentu sangat senang atas info terbaru yang baru saja dia dengar.
“Bagaimana bila kita tentukan tanggal lamaran resmi dari pihak opa Stefano ke keluarga besar kita, opa mau di adakan di Jakarta atau di KL?” tanya mami Cindy antusias.
“Di Jakarta saja, agar keluarga besar kita semua bisa hadir, sangat jarang kan kita bikin pertemuan dua keluarga besar?” sahut opa antusias.
“Maaf, sebentar saya potong!” sela Steve.
“Tadi saya tadi bilang saya selalu serius menjalani hubungan dengan Cindy, namun di sini perlu di perjelas bagaimana keseriusan Cindy terhadap hubungan kami,” sela Steve memotong kebahagiaan, dan antusias dari dua pasang orang tua di depannya.
“Sayaaaaaaang, tentu saja aku serius menjalani hubungan denganmu,” rajuk Cindy manja. Sedang oma Angeline mulai menangkap akan terjadi sesuatu di luar harapannya tatkala mendengar kata-kata Steve barusan, juga melihat mata Steve yang terlihat penuh dendam. Walau Steve bukan anak yang keluar dari rahimnya, namun dia hafal karakter cucunya karena Steve adalah pengganti Paulus anak semata wayangnya.
“Nah dengar, Cindy juga serius koq menghadapi hubungan kalian,” jelas mami Cindy kali ini.
“Ok, saya minta waktu sebentar,” jawab Steve. Dia mengeluarkan 2 buah photo yang di cetak 10R agar agak jelas terlihat oleh mata tua oma dan opanya.
“Kamu kenal pria ini?” tanya Steve pada Cindy sambil meletakkan selembar photo dirinya dengan seorang pria mapan seumuran dengan papi Cindy. Dia taruh photo itu di tengah meja. Saat itu juga Steve melihat dua perempuan di ujung ruangan sudah selesai makan dan sedang berbincang santai sambil menikmati juice.
Cindy kaget melihat Steve berpose akrab dengan pria yang dia kenal. Namun dia berupaya menutup rasa khawatirnya dengan bertanya seolah tidak kenal siapa laki-laki tersebut. “Siapa dia Steve, mengapa kita bahas dia saat kita sedang membahas tentang hubungan kita?”
“Rasanya opa pernah kenal, bukankan dia Fauzi, pengusaha kayu dari Kalimantan? Beberapa kali dulu pernah ketemu saat papimu masih ada karena dia teman SMP papimu,” sahut opa Stefano.
“Wah, malah dia teman papi? Great nanti di meeting berikut akan Steve beritahu dia opa!” sahut Steve.
“Benar kata Deedee, apa hubungannya dia dengan pembahasan pertunangan kalian?” tanya mami Cindy yang juga ikut bingung (padahal Cindy tidak bingung karena dia tahu apa hubungannya).
“Hubungannya sangat erat tante, kelanjutan hubungan kami tergantung jawaban Cindy,” jelas Steve pasti.
“Bagaimana Cindy, bisa jelaskan pada oma?” tanya oma Angeline minta kejelasan pada Cindy.
“Cindy ga kenal pria itu dan ga tau apa hubungan orang tersebut dengan kelangsungan hubungan kami Oma, Mami” kilah Cindy lirih.
“Fine, maaf kalau saya terpaksa memperlihatkan photo yang lain karena jawaban kamu seperti itu,” Steve menggantung kalimatnya dan melihat wajah Cindy yang mulai memucat.
Steve masih memegang beberapa lembar photo yang sejak tadi sengaja dia balik agar tak terlihat oleh siapapun. Dia mencoba melihat wajah oma dan opanya, dia tidak ingin mereka sedih, namun bila cara ini tidak dia tempuh, dia takut info yang akan mereka dengar adalah info yang salah. Dia tidak ingin wajahnya tercoreng dari berita yang di buat oleh Cindy atau mami papinya. Cindy tentu akan membuat berita bohong untuk menyelamatkan karirnya sebagai photo model yang gagal tunangan bila persoalan ini tidak Steve buka di depan kedua belah pihak orang tua.
Steve juga memperhatikan wajah kedua orang tua Cindy yang tidak tahu apa-apa, namun dia yakin kedua orang tua Cindy akan membabi buta membela Cindy bila fakta ini tidak dia beberkan di muka oma opanya.
------------------------------------
Terima kasih telah membaca cerita ini, nantikan update bab berikut ya. Namun jangan lupa kasih like, bintang dan vote ya
Salam manis dari yanktie di Jogja
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!