Jadi Merlin istri kedua Mbak?" tanya Merlin pada wanita yang datang ke rumahnya dan mengaku istri pertama dari suami yang baru menikahinya dua Minggu lalu.
"Bukan, kamu istri ketiga!" jawab Viona istri pertama David.
Hancur seketika pertahanan air mata Merlin. Pria yang disangkanya merupakan jodohnya, tega membohongi dirinya.
Jika ditanya, apa tidak dicek dulu keluarganya? Merlin dan keluarga pernah sekali bertandang ke rumah orang tua David. Dan sepertinya tidak ada yang salah dengan pemuda itu. Keluarganya terkenal baik di lingkungan tempat tinggalnya. Lalu sepertinya rasa penyesalan telah bersarang di otaknya. Pembelaannya terhadap David sebelum menikah dihadapan orang tuanya semakin tiada artinya. Ayah ibunya dulu tidak setuju dengan permintaan Merlin yang ingin menikah dengan David yang belum tau asal usulnya.
David yang baru saja pulang dari luar, terkejut melihat Viona, istri pertamanya, datang dan disampingnya Merlin sudah menangis terisak-isak.
"Aku minta kamu pulang segera, Viona. Jangan kau ganggu Merlin, dia istriku sekarang, dan ingat aku tidak akan menceraikan kalian!" kata David tanpa memikirkan perasaan istri-istrinya.
Ibu Merlin yang melihat anaknya menangis langsung menegur menantunya.
"Jadi benar apa yang perempuan ini katakan, Vid?" tanya Ibunya Merlin, Nyonya Claudia.
"Benar, Bu, dan saya rasa, tidak ada yang perlu diperjelas lagi, toh saya akan berjanji untuk tanggung jawab terhadap Merlin!" jawab David.
"Kurang aja* kamu, David. Bagaimana bisa kamu menipu kami dengan serapi ini?" tanya Claudia pada menantunya itu.
"Saya orang berpengaruh di sekitar rumah orang tua saya Bu, tidak ada yang sulit bagi saya, mungkin. Sebentar lagi saya juga akan menikah untuk yang keempat kalinya, yang jelas dia harus lebih cantik dari Merlin!" jawab David.
"Keluar kamu dari rumah saya, tinggalkan Merlin sekarang juga!" kata ayah Merlin yang sudah mendengar semuanya dari kamarnya.
Merlin yang tidak kuat dengan kenyataan di depannya, tiba-tiba pingsan.
***
"Dimana ini?" tanya Merlin. Ia melihat ibu dan ayahnya sudah ada disampingnya di ruangan serba putih dengan tirai penyekat bankarnya.
"Kamu dirumah sakit, nak?"
"Aku, mau pulang Bu, yah, bawa aku pulang!" kata Merlin pada orang tuanya.
"Sebentar lagi ya nak, tadi dokter sedang mengambil hasil!" jawab Nyonya Claudia.
Tak lama dokter menuju ke tempat tidur Merlin.
"Bagaimana dok, apa anak saya sudah boleh pulang?" tanya nyonya Claudia.
"Pingsannya ibu Merlin, biasa terjadi ketika sedang hamil. Usia kandungannya juga diperkirakan baru dua Minggu Bu. Hanya saja jangan biarkan Ibu Merlin stres Bu, tidak baik untuk janinnya nanti!" penjelasan dari dokter membuat orang tua Merlin shock. Kalau boleh mereka meminta, ia ingin anaknya bercerai dengan David, sungguh pernikahan ini pasti akan membuat Merlin menderita. Namun, Allah sepertinya berkehendak lain. Sebuah kehidupan sudah mulai tumbuh di rahim Merlin.
"Apa dok, Merlin hamil?" tanya David.
David datang setelah mengantar Viona ke terminal. Ancaman untuk tidak mendapatkan jatah bulanan akan diberikan jika Viona masih berada di kota ini. Viona tinggal di kota yang sama dengan orang tua David.
"Benar, Pak, tolong dijaga istrinya dengan baik, untuk sementara ibu Merlin sudah boleh pulang Pak!" Kata dokter sambil memberikan resep obat dan vitamin buat Merlin.
Raut wajah tidak suka, kian terpancar dari muka orang tua Merlin, melihat perhatian yang diberikan David kepada Merlin di rumah sakit ini.
"Tuhan saja, sepertinya tidak ingi kita berpisah, jadi jangan coba-coba minta cerai dari aku ya, Merlin, tidak ada dalam kamus David bercerai, oke!" kata David dengan nada angkuhnya.
Secara ekonomi David memang sudah mapan. Ia memiliki toko pakaian yang sudah ada dibeberapa cabang di kota asalnya. Dan setiap istri telah mendapatkan masing-masing dua toko. David juga sedang berencana membangun toko untuk Merlin di kota ini.
Mereka pulang setelah administrasi dibayar oleh David.
Sesampainya di rumah, ayah Merlin, Tuan Nando, memberikan ultimatum buat putrinya.
"Merlin, ayah tidak mau mendapatkan malu, dan ayah tidak ingin suamimu tinggal serumah lagi dengan ayah. Usir dia pergi, atau kamu ikut bersamanya!" ucap ayahnya menunggu Merlin memberi jawaban. Sungguh ini pilihan yang sangat sulit bagi Merlin.
"Ayah tidak perlu mengancam Merlin. Sejak akad nikah, tanggung jawab Merlin sudah ada di tanganku! Baiklah aku akan membawa Merlin untuk tinggal bersama, lagian Merlin sedang mengandung anakku!" kata David sambil melangkah ke kamar mereka, lalu menyusun bajunya dan Merlin. David berniat membawa Merlin ke rumah kontrakan yang sebelumnya sudah mereka cari, dan memang rencananya mereka akan pindah minggu depan. Namun, ternyata kenyataan telah mengubah rencana yang ingin mereka lakukan.
Merlin yang masih dalam keadaan lemah, tak bisa berkata apa-apa. David menarik tangannya dan mengajaknya masuk ke dalam taksi online yang sudah dipesan oleh suaminya itu.
Rumah bertingkat dengan gaya modern ini sudah dikontrak setahun itu, sepertinya tidak mampu membuatnya tersenyum saat ia masuk ke rumah. David telah mengancamnya untuk tidak melaporkan masalah rumah tangga mereka kepada orang tuanya. Jika tidak, siap-siap akan menerima sanksi dari David yang ia sendiripun tidak tahu dalam bentuk apa itu.
"Ini ada uang lima juta, silakan beli perlengkapan rumah semau kamu, nanti kalau kurang beri tau aku lagi!" kata David.
Merlin hanya diam. Rasanya hidup neraka akan ia mulai hari ini.
David pemuda yang ia kenal dari klub malam itu telah mengubah harinya. Ia kenal dengan suaminya itu hanya berselang dua bulan sebelum menikah.
Masa muda yang ia inginkan, sepertinya tidak akan ada lagi. Hanya karena masih ingin menikmati kebebasan masa mudanya, Merlin rela menolak lamaran kekasihnya yang sudah dua tahun membersamainya. Namun, apa yang terjadi sungguh tidak seperti yang ia harapkan. Kebebasannya semakin terancam setelah berkenalan dengan suaminya ini.
Merlin tanpa suara, mulai merapikan rumah. Segala perlengkapan sudah tiba di rumah. Ia sengaja menelpon temannya yang punya perlengkapan rumah tangga untuk menghindari kelelahan yang berlebihan.
Malam sebentar lagi akan tiba. Ini malam pertamanya tanpa orang tua. Bahagia yang ia bayangkan setelah menikah hancur sia-sia.
"Sudah, jangan kau sesali, aku ini suamimu, ayah dari calon anakmu, dan malam ini aku meminta kembali hakku!" kata David sambil memulai permainanya.
Merlin sakit. Ya bukan hanya sakit hati. David seakan makin rakus dengan dirinya.
Ah, andai waktu bisa diputar kembali, ia pasti akan menerima lamaran Jecko, kekasihnya, yang bekerja sebagai abdi negara.
"Tidurlah, lagi sayang, besok kehidupan baru akan kita mulai. Lupakan orang-orang yang tak ingin kita bersama!" kata David, lalu mengecup kening Merlin.
Merlin letih benar malam ini, ia berharap akan ada secercah kebahagian esok hari
"Sudah, aku bilang Jecko, aku masih terlalu muda rasanya untuk menikah. Bukan hanya aku, kamu juga. Sebaiknya kamu meningkatkan karir dulu, deh!" Kata Merlin kala itu, setelah Jecko yang seorang polisi mengajaknya menikah.
"Kamu cinta gak sih, sama aku?, Di luar sana banyak yang pengin nikah dengan yang sudah kerja, e ini kamu malah gak mau, jadi apa arti kita bersama dua tahun ini Merlin, apa aku tukang ojek kamu?" tanya Jecko dengan kesal.
"Aku cinta sama kamu, Jecko. Tapi untuk nikah, aku belum kepikiran!" sambung Merlin.
"Kita putus, Mer, semoga kamu dapat seseorang yang benar-benar mencintaimu, kalaupun itu ada, karena aku yakin, cuma aku yang paling mencintaimu, setidaknya untuk saat ini!" kata Jecko berlalu pergi.
"Jecko, Jecko!" panggil Merlin, tapi Jecko sudah berlalu dengan motor sportnya.
***
"Napa, kamu telpon, cin?" tanya Paula setibanya di rumah Merlin.
"Aku putus sama Jecko!" kata Merlin pada Paula dengan nada yang biasa saja.
"Apa? Gak salah dengar nih aku, kenapa, cin?" tanya Paula penasaran.
"Dia ngajak nikah. Mana mau diriku, umurku masih 20 ting-ting. Belum siap aku jadi seorang ibu ibu Bhayangkari. Tinggal di kompleks. Ah, jadi sibuk lah diriku!" kata Merlin sambil bercanda.
"Yah, kasihan dong Jeckonnya!" iba Paula.
"Ah, biarin, nanti paling datang lagi dia!"
"Emangnya kalau dia datang, kamu mau diajak nikah lagi!"
"Ya, nggak lah, padahal mama dan papa udah kebelet juga dia punya menantu polisi!"
"Ntar lu, nyesel baru tau!" kata Paula
"Nyesel itu belakangan, cin, kalau didepan namanya pendaftaran!" sahut Merlin sambil tertawa.
"Eh, kita keluar yuk, refreshing gitu, kita klabing yuk!" ajak Merlin. Jujur ia baru sekali ini ingin pergi ke klub malam dengan teman-teman nya. Selama pacaran dengan Jecko, mana bisa. Yang adanya dari rumah, kantornya Jecko, kantor Merlin, warung nasi, ataupun sekali-kali pergi ke mol.
"Hem, ya ntar malam aku jemput, bilang tidur ke rumah aku ya!" kata Paula sambil berbisik.
***
"Mau kemana kamu, Merlin, sudah rapi gini?" tanya mama Merlin.
"Hem, aku mau nginep di rumah Paula, Ma, boleh ya Ma?" Bujuk Merlin.
"Emangnya kamu gak pergi keluar sama Jecko?" tanya mamanya.
"Ih, mama gak asyik. Merlin dah putus ma sama Jecko!"
"Apa?, Gak salah denger mama?"
"Ye elah, gak mama, gak Paula ekspresinya sama pas aku bilang aku putus sama Jecko, mungkin kami memang gak jodoh!" kata Merlin.
"Eh, kalau putusnya gak ada alasan itu bukan gak jodoh, tapi kebodohan. Apa sih mau kami, udah pacaran dua tahun, sejak kamu tamat sekolah, ada perlu apa kamu dibiayai, diantar kesana kemari, yang sabarlah, tak ada manusia yang sempurna!"
"Iya, ma, masalahnya, si Jecko mau ngajak nikah dua bulan lagi, Merlin belum siap ma?" kata Merlin, kali ini dia duduk di kursi tamu.
"Ya, ampun, kamu bilang belum siap, itu tandanya dia serius sama kamu,kami saja sudah siap, jika punya mantu, gak ngerti mama sama pikiran kamu ini!" kata mama Merlin sambil berlalu pergi.
"Merlin, pergi ma!" Teriaknya dari depan rumah.
***
Klub malam Benzo namanya. Merlin dan teman-teman nya sudah berada di klub ini sekarang. Merlin mencoba menikmati suasana yang baru pertama kali ia rasai. Pergi ke klub malam dengan hati bebas.
"Minum, Mer, katanya lagi stress!" Tawar Paula sambil menuangkan alkohol itu ke gelas untuk Merlin.
"Thank you, Pau!" kata Merlin.
Malam itu pun jadi malam pertama Merlin menegak minuman lak*at itu.
"Eh, Mer, kenalin nih temanku, dari kota sebelah, namanya David!" Paula memperkenalkan temannya itu.
Lelaki yang diperkirakan berusia 30 tahun itu menyodorkan tangannya hendak berkenalan dengan Merlin.
Merlin menyambut tangannya lalu memperkenalkan dirinya.
Selang sejam mereka sudah nampak akrab. Sesekali Paula menuangkan lagi minuman ke gelasnya.
David mengajak Merlin untuk ke tengah klub untuk bergoyang bersama. Sentuhan David dari belakang membuat bulu Roma Merlin bergidik. Ia merasakan sensasi berbeda malam itu. Di mana tangan David mulai memeluknya dari belakang, hingga benda kenyal di dada Merlin pun merasakan hangatnya sentuhan tangan David.
Merlin merasa hal ini yang tidak pernah dirasakannya dari Jecko. "Ah, Jecko kenapa tidak kamu saja yang menyentuhku dahulu" gumamnya dalam hati.
Sepertinya David sangat pandai memperlakukan wanita dengan sentuhannya. Buktinya Merlin yang baru sekali bertemu sudah tidak canggung membalas sentuhan lelaki itu.
"Kita duduk yuk. Capek nih, dah keringatan!"
"Oke!" kata David.
"Hai, asyik banget nih, nampaknya Mer, minum lagi gak?" tawar Paula.
"Oh, ya dong!"
"Gak takut, mabok kamu, Mer?" tanya Paula.
"Ah, ntar juga pulang ke rumahmu, di rumahmu kan gak ada mama papaku kan?" tanya Merlin mulai ngelantur.
"Aduh, Merlin mulai mabuk nih, Vid, bantu nanti ya bawa ke bawah, nanti kita naik taksi aja. Motorku tinggal saja di parkiran.!" kata Paula mulai panik.
"Eh, kalau gak salah di belakang klub ini ada motel deh, kita nginap di sana aja deh, gak enak bawa orang mabuk kayak gini!" kata David
"Oh, ya udah, kita bawa Merlin ke sana yuk!"
David dan temennya memapah Merlin yang mulai mabuk berat.
"Berapa botol sih, ini cewek kamu kasih minum!"
"Gak, banyak kok, cuma anaknya aja yang memang baru kali ini minum!" kata Paula.
"Hem, pantes!"
Setelah meminta kamar, akhirnya mereka merebahkan Merlin ke tempat tidur motel itu. Sayangnya motel itu hanya tinggal satu kamar.
"Hem, kita tidur bareng ajanya… kamu di bawah, aku di ekstra bednya, gak bakal aku apa-apain kok!" kata David meyakinkan.
"Oke, deh!"
Merlin meracau lagi. Keadaan ini membuat mereka iseng bertanya.
"Eh, Mer, kamu suka gak sama David?" kata Paula.
"Hem, suka, apalagi waktu dia pegang da*a aku, enak!" kata Merlin sambil memperagakannya.
"Kalau aku pegang lagi, boleh?" tanya David.
"Enggak, kan kita belum nikah!" kata Merlin sambil menggantungkan tangannya ke leher David.
Paula, David, dan temannya pun tertawa. Melihat wanita polos yang tiba-tiba mau ke klub.
Malam itu mereka tidur sekamar. David tidur memeluk Merlin. Paula sungguh tak bisa mencegahnya. David berjanji tidak akan lebih dari sekedar memeluk.
***
"Aaaaa!" suara Merlin memecah keheningan di pagi ini.
"Apaan sih kamu, kok tidur meluk-meluk aku!" kata Merlin dengan berang pada David.
"Paula, kamu kok biarin aku tidur sama dia!"
"Maaf, Merlin, aku juga mabuk tadi malam, jadi gak tau apa-apa!" kata Paula berbohong.
"Sudahlah, kalau begitu aku pulang saja!"
Merlin merapikan bajunya, dan menyetop taksi disekitar motel itu.
Rasanya Merlin menyesal telah pergi ke klub malam ini.
Rumah yang dikontrak oleh Merlin dan David merupakan rumah anjuran dari Emil, teman SMA Merlin. Rumah itu berada tepat di depan rumah Emil. Merlin tidak merasa sendiri saat David berada keluar kota. Sesekali David juga membawa Merlin ikut pulang ke rumah orang tuanya yang memakan waktu sekitar 6 jam perjalanan.
“Masak apa sayang?” tanya David pada istrinya itu.
“Masak nasi goreng saja ya, sarapan kita?” jawab Merlin dengan senyum. Senyum yang ia paksakan. Merlin tak mau stres lagi. Ia takut kondisi kandungannya bermasalah. Jika ditanyakan apakah ia masih mencintai David. Perasaan itu sudah semakin memudar.
“Aku minta duit belanja lagi, boleh?” tanya Merlin dengan pelan.
Tiba-tiba David membanting piring lalu mendekati Merlin dan menjambak rambutnya.
“Apa kamu bilang, minta lagi? Apa kamu tak tahu, usaha sekarang lagi seret, abang saja sudah pusing ini!” kata david sambil medorong badan Merlin hingga kepalanya terantuk di tepi meja dapur.
Merlin mengaduh. Bukan sekali ini saja ia mendapat perlakukan buruk suaminya. Suaminya bagai mempunyai dua kepribadian. Jika satu waktu ia akan sangat sayang terhadap Merlin, satu waktu lagi dia akan menjadi sangat kasar. Tak peduli jika Merlin sedang hamil sekalipun. Pernah mata Merlin membiru saat ia hendak mengatakan ingin berpisah
Di depan cermin, Merlin mengompres lebam di kening dan di lengannya, bekas benturandan cengkraman tanga David. Air matanya tak berhenti, namun sudah tak mampu mengeluarkan suara. Cukuplah hatinya yang berbicara.
Sejak keluar dari rumah orang tuanya, tidak ada komunikasi antara mereka. Hanya sesekali adiknya yang datang berkunjung jika Merlin membutuhkan bantuan. Tetapi jika keadaan sudah seperti ini, Merlin tak ingin adik-adiknya ke rumahnya. Khawatir akan memperpanjang masalah.
“Maafkan aku sayang!” David memeluk istrinya yang masih mengompres lukanya itu.
Merlin tak bisa berkutik. Ia takut uneg-uneg dihatinya keluar tak terkendali. Ia takut akan mendapat perlakuan kasar lagi.
“Sudahlah, tak usah dipikirkan!” kata Merlin. Ia memang tak berdaya saat ini. Kondisi kehamilannya tidak memungkinkan ia untuk mengeluarkan tenaga ekstra. ia juga tak mau mati sia-sia. Ada orang tua yang harus ia yakinkan, bahwa dia adalah anak yang akan berbakti nantinya.
“Abang nanti akan cari uang, rencana keluar kota lagi, nanti abang transfer ya, nanti bisa kan minta temankan sama adiknya Emil”! Merlin mengangguk. Iya, jika David keluar kota Merlin akan ditemani oleh adik Emil. Takut terjadi sesuatu hal yang tak bisa ditangani sendiri.
***
“Ya, ampun, Merlin, nih tangan kenapa?” tanya Felisha, sahabat dari SMP Merlin. Merlin sengaja menelpon Felisha untuk sekedar bertandang dan berbagi cerita.
“Nih, kepalanya juga kenapa?” sambung Felisha.
Merlin yang tak kuat, lalu menutup muka dengan kedua tangannya lalu menangis. Felisha menenangkan diri Merlin. Tapi sebagai sahabat dia juga ikutan menangis. Merlin orang yang ceria saat masih sekolah harus mendapatkan hal yang tak pernah diinginkan oleh wanita manapun. Merlin menjadi banyak murung.
“Kamu, kenapa lagi?” tanya Emil yang tiba-tiba datang.
“Brengs*k si David itu? Kelakuannya sudah kayak bina*ang saja, Kamu harus tegas dong Lin, perkara kayak gini seharusnya kamu laporkan ke polisi!” kata Emil.
“Tapi, Mil?”
“Udah, gak papa, aku ada kok tante yang bekerja diperlindungan perempuan dan anak!”
“Aku gak ada uang, Mil?” cegah Merlin.
“Udahlah, besok palingan udah hilang bekasnya ini!” sambung Merlin lagi.
“Kamu yakin?” tanya Felisha.
“Doain ya, mudah-mudahan aku dan anakku selamat saat melahirkan!” ucap Merlin.
“Aamiin” doa mereka bersama.
***
“Nanti kamu persiapkan diri, kita berangkat malam!” kata David ketika sarapan.
“Berangkat? Kemana?” Tanya Merlin bingung.
“Kamu gak bisa melahirkan sendirian kan?, kamu melahirkan di rumah ibuku saja, lagian ibumu juga tak akan mau mengurusmu setelah melahirkan bukan?” sambung David.
“O!’ Merlin hanya menurut. Semua yang David katakan benar. Tidak akan ada orang yang akan menjaganya ketika melahirkan nanti. Orang tuanya bukan tak sayang, hati mereka sudah terlalu sakit, mengingat pernikahan anaknya bermasalah. Tidak ada orang tua yang tidak ingin anaknya bahagia. Jika Merlin diposisi orang tuanya, bisa jadi ia akan melakukan hal yang sama.
Merlin mempersiapkan pakaiannya dan pakaian David. Mereka berangkat selepas magrib dan akan sampai diperkirakan dini hari. Untuk perlengkapan melahirkan, David sudah meminta pada Viona dan Febri, istri pertama dan keduanya, untuk membantu mempersiapkan. Viona dan Febri termasuk istri yang penurut. David sangat mempertahankan mereka berdua. Usaha yang David bangun pun sangat maju di tangan mereka berdua.
Sepanjang perjalanan mereka hanya berbicara secukupnya. Sesekali David mengusap perut Merlin yang sudah membesar. Merlin hanya diam melihat kelakuan suaminya. Perasaannya sudah hambar, mungkin bisa dikatakan hampir mati rasa.
“Hei, David, dari mana?” kata temanya ketika mereka berhenti untuk istirahat makan dan sekedar minum kopi buat suaminya itu.
“Dari kota, ini mau ke rumah orang tua!” jawab David.
“Ini istri kamu?” tanya temannya itu.
“Iya?” jawab David tanpa memperhatikan temannya itu.
“Yang keberapa?” tanya temannya itu seolah mengolok.
Merlin menatap penuh kebencian pada temannya dan David karena pertanyaan ini.
David yang tak suka denga pertanyaan itu langsung meminta Merlin untuk masuk ke dalam mobil.
“Tunggu aku di dalam mobil!” kata David.
Selang beberapa menit Merlin menunggu, David muncul dengan sedikit darah di sudut bibirnya.
David mencari kotak P3K. Merlin yang membawa tisu basah, segera mengelap darah yang ada di sekitar bibir suaminya itu.
“Kenapa?” tanya Merlin pada David.
“Aku memang bajingan dimata kau Merlin, tapi jika ada yang mengolok-olok kamu, mati bisa kubuat orang itu, walaupun itu temanku sendiri!” kata David sambil mengemudikan mobil dan memandangi jalan yang mereka lalui.
Merlin yang mendengar itu, hanya bisa diam. Bukan hanya perasaannya yang sakit selama bersama dengan David, namun juga fisiknya. Berat badannya tidak ideal bagi seorang ibu yang hamil. Namun, Merlin bersyukur, ia dan janinnya dinyatakan sehat. Sore tadi mereka memastikan dengan dokter kandungan. Mereka juga meminta obat untuk penguat janin ketika dalam perjalanan.
“Apa bisa seorang yang membagi cintanya, bisa mencintai dengan tulus?” tanya Merlin.
“Aku menyayangimu Merlin, percaya dengan Aku!” kata David.
“Aku ingin, kamu dan anak kita selamat nanti lahiran!” sambungnya. Ada setetes air di ujung mata David . Merlin melihatnya sekilas. Ia takut air mata itu mampu menumbuhkan lagi cinta yang semestinya hadir. Ia hanya akan menjadi duri bagi kebahagiaan dua istrinnya.
Mereka telah sampai di depan rumah orang tua David.
“Aku mohon Merlin, jaga sikap, jangan tampakkan kebencianmu sama Aku< sungguh aku tak sanggup jika harus berpisah denganmu!” mungkin kehadiran anak yang dikandung Merlin membuat perasaan cinta David kepadanya semakin menggebu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!