NovelToon NovelToon

Cinta Tulus Untuk Anak Yang Tak Di Inginkan

prolog

Bab pertama.

Perkenalan.

Grizela Syakirana Putri, atau biasa dipanggil Izel. Dia adalah mahasiswi fakultas kedokteran di salah satu universitas swasta ternama di negerinya.

Izel sangat di kenal sebagai gadis periang, ramah dan baik hati. Memiliki kulit putih, tinggi semampai, hidung mancung, mata bulat, pipi sedikit chubby, bibir tipis dan juga body goals.

Akan tetapi semua kecantikannya, tertutupi oleh penampilannya yang tomboy. Izel lebih nyaman berpakaian menyerupai laki-laki, seperti memakai celana jeans yang dipadankan dengan kaus oblong terkadang juga kemeja dan itupun yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya alias gombrong.

Izel mempunyai dua orang sahabat, satu laki-laki dan satu perempuan. Sebenarnya Izel menyukai salah satu sahabat laki-laki dan menaruh perasaan lebih padanya cukup lama. Akan tetapi dirinya harus berusaha mengubur perasaannya dalam-dalam karena, Izel tau jika sahabat perempuannya juga menyukai laki-laki yang sama dengannya.

Dea Azzahra.

Dia adalah sahabat perempuan Izel satu-satunya. Seorang teman yang baik, imut dan juga penyayang. Gadis berambut pirang itu, mempunyai sifat yang cerewet, tetapi dia sangat feminim. Berbanding terbalik dengan Izel. Dea selama ini diam-diam mencintai Ilham sahabatnya, namun gadis itu memilih untuk diam, dengan alasan tidak mau merusak persahabatan mereka.

Ilham Alian syaputra.

Sosok yang tinggi, putih dan memiliki wajah tampan ini merupakan sahabat Izel dan juga Dea. Dia adalah tipikal laki-laki yang humoris dan ramah. Ilham berasal dari keluarga terpandang. Dia sangat sayang pada kedua sahabatnya. Akan tetapi dirinya tidak tau kalau kedua sahabatnya itu menyimpan rasa yang lebih padanya. Apakah Ilham juga memiliki rasa yang sama pada salah satu sahabatnya? Atau malah kepada wanita lain?

Gio Putra Anggara.

Termasuk mahasiswa populer atau biasa di bilang famous. Menjadi idola mahasiswi di kampus tempat ketiga sahabtan itu belajar. Gio selalu menjadi rebutan para mahasiswi di sana, karena ketampanan dan juga karismanya. Tetapi dia terkenal dingin dan sombong juga angkuh. Walaupun begitu tetap saja pribadi maupun soalnya sangat digilai para kaum hawa, mungkin karena dirinya berasal dari keluarga kaya raya.

Arian Atmaja.

Salah satu sahabat dari Gio, dia juga cukup tampan, namun lebih tampan Gio tentunya. Sosoknya kebalikan dari kawannya itu, karena Arian adalah pribadi yang ramah, suka bercanda, humoris dan suka menolong.

Jino abraham.

Merupakan sahabat dari Gio juga. Pria ini cukup terkenal karena sifatnya yang playboy. Bergonta-ganti pacar itulah hobinya. Jino suka merayu wanita-wanita cantik. Dia juga cukup tampan, karena banyak juga mahasiswi yang mengidolakannya, bahkan Jino mempunyai julukan si raja gombal.

Luna Stevia Karisa.

Sosok gadis ini cukup terkenal di kampus itu juga. Penampilannya yang selalu menarik perhatian karena riasannya yang cukup tebal. Bahkan bibirnya saja selalu berwarna merah darah. Pakaiannya selalu ketat dan super seksi. Itulah ciri khas dari Luna. Kalau soal cantik, tentu saja Izel lebih darinya. Hanya saja gadis itu tidak pernah merias dirinya dan juga merawat diri. Luna sangat terobsesi pada sang idola kampus, bahkan segala cara telah gadis itu lakukan untuk mendapatkan perhatian dari Gio. Bahkan dia selalu merundung dan mengerjai mahasiswi yang dekat dengan laki-laki tersebut. Maka itulah Luna terkenal sebagai tukang bully di kampus itu.

Ana Fransiska.

Salah satu antek-anteknya Luna. Penampilan mereka tentu bahkan tidak jauh berbeda. Ana juga suka pada Arian, salah satu sahabat Gio.

Abel Hasima

Dia antek-antek Luna yang satunya lagi. Gadis ini terkenal agak bodoh dan juga tulalit, selalu menuruti apa perintah Luna, meskipun selalu ceroboh.

Mereka smua kuliah di Universitas swasta terbesar dan ternama yang ada di kota B.

_____________

Kampus

Tiga sekawan itu berjalan beriringan. Mereka bercanda tawa ria, tanpa mempedulikan orang sekitar. Banyak yang mencibir juga menghina. Ketiga sosok ini juga sering mendapat komentar pedas, dari anak-anak kampus. Akan tetapi tiga sekawan itu tetap tak peduli, karena hidup ini kan mereka yang jalani, kenapa orang-orang itu yang repot? Intinya mereka bersikap bodo amat akan apapun tanggapannya selagi yang di lakukan masih berada di jalur yang benar serta tidak merugikan orang lain. Betul begitu bukan?

"Guys, pulang dari kampus, kalian mau kemana?" tanya Izel, pada kedua kawannya.

"Pulanglah, mau kemana lagi." Dea menjawab dengan mimik wajah tak bersemangat.

"Kalo elu, Ham?" Izel bertanya seraya melirik ke arah Ilham.

"Kemana aja, boleh," jawab Ilham dengan tersenyum.

"Kalo di tanya tu, jawab yang bener ngapa," gerutu Izel pada Ilham.

"Emang, kenapa sih nanya-nanya? Mau ngajak jalan ya?" tebak Ilham kemudian.

"Hehe, lu bener, Ham. Gue mau ngajak kalian berdua nonton. Dah lama kan kita gak ngabisin waktu bareng," jelas Izel, karena memang selama ini mereka selalu sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga jarang sekali menghabiskan waktu bersama.

"Kalo gue sih, hayu ajah. Tau dah kalau Ilham," jawab Dea dengan antusias sambil melirik ke arah Ilham.

"Hayuk lah, gaskeun! Lagian apa sih yang enggak buat kedua princes gue ini," sahut Ilham seraya merangkul bahu kedua sahabatnya.

"Oke, nanti pulang dari kampus kita langsung jalan ya?" kata Izel.

"Wokey!" jawab kedua sahabatnya itu kompak.

Mereka bertiga pun masuk ke dalam kelas, kebetulan ketiga sabahat ini satu jurusan. Sepanjang mata kuliah berlangsung, Izel terus memperhatikan ilham. Kenapa dirinya harus merasakan perasaan ini? Mengapa juga harus ilham? Sederet pertanyaan bersarang di otaknya saat ini.

Pletak!

"Aduh! Siapa sih yang ngelempar pulpen ke jidat gue! Kurang asem bener dah!" teriak Izel kesal.

"Ehem!" Terdengar deheman dari arah depan.

"Oh, jadi Bapak toh, yang ngelempar pulpen sampe kena jidat saya? Kirain siapa? Ini lumayan sakit loh, Pak. Kenceng juga Bapak lemparnya, padahal lumayan jauh dari sana kesini. Kalo Bapak ikutan olahraga lempar jarak jauh, saya yakin pasti menang. Nih pak pulpennya, tangkep ya!" cerocos Izel, sambil melempar kembali pulpen itu ke depan. Alhasil kepala pak dosen yang kena imbasnya.

"Grizela! Kenapa kamu lempar pulpen ini ke saya? Tidak tau sopan santun ya kamu, saya ini dosen kamu!" hardik dosen itu dengan raut wajah marah.

Anak yang tidak diinginkan

"Loh, yang bilang, Bapak bukan dosen saya siapa? Kenapa jadi nyalahin saya? Bapak kan tadi yang lempar pulpen itu ke saya lebih dulu jadi saya lempar balik dong. Salah saya dimana coba?" Izel menjawab tuduhan sang dosen dengan santainya.

"Keluar kamu dari sini, tidak usah ikut mata kuliah saya. Bisa-bisa saya stress lama-lama ngadepin mahasiswa kayak kamu," usir sang dosen dengan kemarahan yang kentara di wajahnya.

"Dengan senang hati! Saya juga gak suka kok ikut mata kuliah, Bapak. Mem-bosan-kan!" jawab Izel dengan penuh penekanan pada salah satu kata, kemudian segera berlalu pergi.

"Grizelaaa! Awas kamu ya!" Dosen itu berteriak semakin murka, melihat kepergian Izel dari kelasnya. Mungkin, karena mahasiswinya itu mengatakan kalau kelasnya membosankan. Sungguh dosen ini tidak terima di katai begitu.

Izel pun berjalan menuju kantin, karena sepertinya perut gadis bar-bar ini lapar dan perlu diisi sesuatu. Mungkin juga karena tadi pagi dia tidak sempat sarapan. Sampai di kantin, Izel langsung memesan nasi goreng seafood extra pedas. Tak lupa juga minuman kesukaannya, jus mangga

"Sumpah deh, hari ini mood gue bener-bener ancur. Males banget gue pulang kerumah, yang kaya neraka itu. Gue serasa gak di anggap di sana. Semua yang gue lakuin juga selalu aja salah di mata mereka. Hanya Sava yang selalu benar, selalu mereka banggain. Apa gue seburuk itu??" gerutunya di akhiri dengan nada lirih.

Izel memang selalu mencari perhatian kedua orangtuanya dengan segala tingkah lakunya, karena sejak kecil dia selalu merasa di beda-bedakan dengan Sava, kakak perempuannya. Dulu dia sangat feminim, lemah lembut dan juga pintar, tetapi kedua orangtuanya tetap saja tidak pernah meliriknya. Bahkan dengan begini Izel sempat berpikir jika dirinya hanyalah anak angkat, tetapi nyatanya bukan. Dia adalah anak kandung dari mereka, hanya saja dulu orang tuanya menginginkan seorang anak laki-laki.

Karena mereka sudah punya Sava, sebagai anak perempuan. Hingga jadilah seperti ini, Izel berubah jadi gadis yang tomboy, urakan, suka balapan. Dia juga jadi bad girl di kampusnya.

"Ck, udah tomboy ... tukang bolos lagi! Nggak banget sih lu jadi cewek. Dari penampilan, elo itu pantesnya jadi preman tukang palak aja di pasar!" celetuk seseorang yang baru saja tiba di kantin tersebut.

"Gue gak bolos ya, lo gak usah sotoy deh!" sangkal Izel tak terima, karena memang dirinya tidak membolos melainkan di suruh keluar oleh dosennya.

"Terus, kalo gak bolos ngapain lo disini? Mana masih jam pelajaran lagi?" tanya orang itu dingin.

"Kepo banget sih lo! Suka-suka gue dong, mau ngapain kek disini, bukan urusan lo!" sewot Izel.

"Cih, dasar preman pasar!" Orang itupun langsung berlalu pergi begitu saja.

"Apa lo bilang barusan? Preman pasar? Woy sini lo! Kurang asem bener tu orang, dasar cowok songong!" pekik Izel terlanjur kesal dengan ucapan orang asing barusan. Akan tetapi, batang hidung si pembuat masalah itu sudah tak terlihat.

"Jadi gak selera makan lagi dah gue, mending cabut." Izel menggerutu sembari bangkit dari duduknya.

Gadis bar-bar pun berlalu pergi dari sana, dia berjalan melewati koridor kampus. Banyak sekali pasang mata para mahasiswi yang menatapnya tidak suka.

"Apa lo liat-liat!!" bentak Izel, seraya membulatkan kedua matanya. Sehingga tampangnya itu semakin sangar saja.

"Gue cuma heran aja, kok bisa ya ... preman pasar nyasar kesini," celetuk salah seorang mahasiswi itu.

"Pindah kali malaknya. Di pasar sepi palingan, jadi pindah deh kesini," sambung mahasiswi lainnya.

Izel tidak menanggapinya, dia tidak peduli dengan apa yang mereka ucapkan. Gadis itu memilih pergi saja dari sana dengan acuh, sampai akhirnya dia sampai di tempat parkir, lalu segera menaiki motornya.

Izel melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Sungguh hari ini suasana hatinya begitu kacau, berbagai umpatan dikeluarkan oleh pengendara lain, namun tak satupun yang ia pedulikan.

Justru Izel malah menambah kecepatan laju motornya hingga sampailah dirinya di sebuah pantai yang indah, sejuk dan juga tentram. Kemudian kaki panjangnya berjalan menyusuri pinggiran pantai itu setelah ia menepikan motornya.

"Tuhan, apa salah ku? Kenapa mereka gak pernah menginginkanku? Kenapa mereka menganggap seakan-akan aku ini tiada? Memang, apa salahnya terlahir sebagai perempuan? Bukannya semua anak itu terlahir sebagai anugrah? Akan tetapi ,kenapa mereka membenciku! Aku juga ingin merasakan kasih sayang mereka seperti mereka menyayangi Sava! Tuhan, aku hanya ingin bahagia!" teriak Izel, kemudian dia berjongkok dan menangis pilu dengan memeluk lututnya, kemudian menyembunyikan kepalanya di celah kakinya.

"Lo gak salah, terlahir sebagai perempuan juga gak pernah salah. Semua anak terlahir sebagai anugrah," ucap seseorang yang berjongkok di hadapan Izel.

"Cowok songong! Kok lo bisa ada disini?" kaget Izel.

"Ini tempat umum, jadi siapapun bisa kesini!"

Ujarnya dengan nada yang dingin.

"Sebenernya lo itu ganteng, tapi sayang lo dingin dan juga angkuh, songong pula," ucap Izel sembari menatap pemuda itu.

"Udah puas mandangin gue?" tegur pemuda itu lagi, seraya menatap manik mata sendu milik, Izel.

"Siapa juga yang mandangin elo, gue cuma merhatiin muka loe doang kok. Apa otot muka lo gak bisa di gerakin ya?" sarkas Izel.

"Maksud lo apa?" tanya pemuda itu mulai terganggu dengan ucapan Izel padanya.

"Kan selama ini lo gak pernah senyum tuh, jadi gue pikir muka elo itu kaku jadi susah buat senyum, hehe," seloroh Izel sembari cengengesan.

"Udah ngomongnya?" Pemuda tersebut kemudian mendudukkan dirinya begitu saja di sebelah Izel.

"Ngapain lo duduk disitu?" sewot Izel.

"Suka-suka gue lah mau duduk dimana aja, ini kan tempat umum!" timpal pemuda itu lagi.

"Tapi gak usah deket-deket gue juga kali!" Izel mendelik sebal karena pemuda asing itu sok dekat dengannya.

"Lo itu kenapa sih? Sejak awal ketemu gue perasaan marah-marah mulu, gak cape apa?"cecar pemuda tampan yang merupakan mahasiswa populer di kampus tempat Izel menuntut ilmu. Ya, pemuda tampan itu adalah Gio.

"Salahin tuh muka lo yang songong, bikin gue kesel mulu bawaannya," ujar Izel santai.

"Lah, emang muka gue kaya gini dari sononya, tampan!"ucap Gio, dengan gaya sedikit jumawa.

"Huh, pede sekali anda jadi orang ya!"cibir Izel.

" Oh, harus kalau itu!" Terus saja Gio menjawab setiap ucapan dari Izel.

"Kok, lo jadi banyak ngomong gini sih? Bukan nya lo itu irit bicara ya kalo dikampus?"tanya Izel heran.

"iya juga ya, kenapa gue jadi banyak ngomong gini?"gumam Gio dalam hati.

Gio pun langsung saja bangkit lalu pergi begitu saja, tanpa pamit pada Izel. Nampaknya pemuda itu menyesal karena telah menjadi sosok yang seakan bukan kepribadiannya.

"Tuh cowok ya, udah dateng tiba-tiba, pulang juga gak pamitan. Dasar gak tau sopan santun!" gerutu Izel.

"Apa jangan-jangan dia itu kelamaan jelangkung ya. Hii ... mending gue balik aja dah." Izel bangkit kemudian langsung berjalan menuju motornya, setelahnya gadis itu melajukan kendaraan roda duanya tersebut untuk pulang kerumah.

.

Ceboy.

Sesampainya di rumah, ada yang menyambut Izel dengan tatapan tajamnya.

"Darimana kamu? Kenapa tidak masuk kuliah?"

tanya pria paruh baya itu. Arga sembari menatap tajam Izel saat dia baru saja sampai dirumah.

"Kuliah kok, Pah, tapi aku ... tadi disuruh keluar sama dosen nya, jawab Izel lembut. Dirinya akan berubah menjadi anak yang baik dan juga penurut jika berhadapan dengan orang tuanya. Dia berharap dengan begitu mereka akan peduli dan juga akan menyayanginya.

"Bohong, kamunya aja yang males dan bisanya cuma keluyuran!"sarkas, Sava saudara perempuannya memprovokasi.

"Enggak kok, Kak! Aku itu gak bohong!" bela Izel pada dirinya.

"Biarin ajalah, Pah. Dia mau ngapain kek, kemana kek, bukan urusan kita juga," ucap Andini, Ibu dari Izel dan juga Sava.

"Iya, Mah, lagian dia juga gak ada gunanya. Biarlah dia mau melakukan apapun juga, kita gak usah repot-repot ngurusin dia," ujar Arga sinis.

"Oh iya, Pah. tadi Sava berhasil menangin tander proyek besar dong, Pah."ucap Sava bangga.

"Wah, kamu hebat Sava. Ini baru anak Papah yang membanggakan.Tidak seperti anak sialan itu, tidak berguna!"Arga membanggakan Sava anak sulungnya, lalu dia melirik Izel dengan tatapan sinis dan juga penuh kebencian.

"Aku memang tidak membanggakan, Pah, dan juga tidak berguna. Berbeda dengan Sava yang selalu bikin kalian bangga," sahut Izel seraya menahan air mata yang hendak jatuh.

"Baguslah kalau kamu sadar diri," ucap Andini.

"Aku sadar kok, Mah, sadar banget malah. Kalau aku ini anak yang tidak berguna, anak yang tidak kalian inginkan, anak yang tidak kalian harapakan. Harusnya kalian bunuh saja aku sejak masih bayi, atau pas baru lahir. Lalu, kenapa kalian biarkan anak tidak berguna ini hidup? Kenapa?" teriak Izel yang sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Dadanya terasa sesak hingga suaranya hampir tercekat.

"Kami ingin sekali melakukannya, tapi nenek kamu yang sudah meninggal itu selalu saja melindungi kamu. Kalau tidak, sudah aku bunuh dan juga aku buang kamu dari dulu! Aku tidak sudi mempunyai anak sepertimu, sungguh memalukan!" sarkas Andini.

Memang dulu setelah Andini tau anak yang dia lahirkan adalah seorang perempuan, wanita itu ingin membuang bayinya. Akan tetapi nek Imah yang merupakan ibu dari Arga melarangnya. Wanita tua itu selalu melindungi Izel ketika bayi, pada saat Andini mencoba menyakitinya. Nenek Imah bahkan merawat Izel dengan penuh kasih sayang hingga gadis itu berumur sepuluh tahun dan kemudian wanita tua baik hati itu meninggal dunia.

"Maafkan, Izel, Mah, Pah. Maaf, jika kehadiranku adalah aib buat kalian. Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan dan membuat kalian malu. Jika memang kehadiranku ini tidak diinginkan dan membuat kalian susah, maka aku akan pergi dari sini. Aku ... akan menjauh dari kalian semua," lirih Izel dengan suara parau dan airmata yang mengalir deras. Sungguh kenyataan ini sangat menyakitkan hatinya.

"Awas saja kalau kamu berani pergi dari sini! Kamu ingin membuat aku tambah malu ya? Apa kata rekan bisnisku nanti jika anak bungsuku di biarkan berkeliaran begitu saja di luaran sana! Kamu akan semakin membuat citraku jelek, anak sialan!" hardik Arga dengan suara keras. "Tetap disini dan jangan pernah berani berbuat ulah! Jika kamu membantah, lihat saja apa yang akan aku lakukan kepadamu!" ancam Arga dengan penuh penekanan. Sungguh, tak sepantasnya orang tua memperlakukan putrinya seperti itu. Apalagi Izel adalah anak kandungnya.

Izel tidak menjawab, dia hanya bisa menangis kemudian berlari menuju kamarnya. Kamar yang sederhana tidak menggambarkan kamar seorang anak pembisnis. Bahkan kamar asisten rumah tangga pun lebih layak daripada kamar Izel. Akan tetapi gadis itu tetap ikhlas, serta masih bersyukur. Setidaknya ia masih punya tempat untuk beristirahat.

"Tuhan, kenapa kau biarkan aku lahir ke dunia ini jika hanya untuk disakiti? Bolehkah aku merasakan bahagia walau hanya sebentar saja. Bisakah aku merasakan kasih sayang walau hanya sebentar?" lirih Izel dalam curahan hatinya, sambil menatap langit-langit kamar.

"Nenek, kenapa gak bawa Izel ikut bersamamu saja. Izel merasa sendiri disini ... gak ada yang peduli sama Izel, dan gak ada yang sayang sama Izel, Nek. Mereka semua jahat!" Izel menangis hebat, mencurahkan kesedihannya pada seseorang yang telah tiada itu. Seraya menelungkupkan wajahnya di celah antara kedua kakinya.

Keesokan harinya, Izel berangkat kuliah seperti biasa, dengan mengendarai kendaraan roda dua miliknya. Motor tersebut adalah hasil ketika dirinya balapan liar dulu, pada saat itu Izel ikut balapan dengan meminjam motor milik Ilham. Anehnya, kedua orang tuanya tidak pernah bertanya, dari mana Izel mendapatkan kendaraannya itu.

Kalau untuk biaya kuliah, kebetulan Izel punya uang dari hasil upahnya bekerja di bengkel milik Ilham. Walaupun gadis itu hanya kerja di waktu libur kuliah saja, sama seperti Ilham juga.

Lumayanlah gaji kerja seminggu tiga kali itu, bisa untuk membiaya kuliahnya.

Sedangkan untuk sehari-hari Izel kadang pegang uang, kadang tidak. Orang tuanya sama sekali tidak pernah memberinya uang, namun Izel tidak peduli. Gadis itu hanya bisa mengikuti alur hidupnya saja. Tak peduli jika nanti akan seperti apa.

Kedua temannya, tidak ada yang tau tentang permasalahannya dan juga bagaimana keluarga memperlakukannya. Satu hal yang mereka tau dan dari apa yang keduanya lihat ialah, Izel seirang anak dari pengusaha besar. Tentu saja Izel memiliki hidup yang sempurna bukan? Sehingga mereka akan berpikir jika Izel sangatlah bahagia, sebab telah terlahir dari keluarga yang terpandang.

Ya, tanpa mereka tau, jika sebenarnya Izel tersiksa lahir maupun batin, berada di keluarga itu. Izel bisa bekerja di bengkel Ilham, dengan alasan untuk menyalurkan hobinya saja. Maka karena itulah Ilham memberi pekerjaan itu hanya seminggu tiga kali, agar tidak mengganggu kuliah Izel juga.

"Zel, kemarin lo kemana? Gue telpon ko gak aktip sih?" tanya Dea.

"Pantai," jawab Izel singkat.

"Ih, tega lo mah! Ke pantai kagak ngajak-ngajak gue!" sembur Dea dengan bibir cemberut.

"Emang, kalo gue ajak, lo mau ikut terus bolos kuliah gitu?" tukas Izel menatap Dea dengan penuh tuntutan.

"Bolos ajalah mendingan, daripada berhadapan sama dosen kiler yang gila!" seru Dea enteng.

"Gimana mau lulus? Katanya mau jadi orang sukses, tapi bolos muluk! Badung gini, pada mau jadi pebisnis? Pengusaha badungan gitu?" Ilham pun tergelak setelah meledek kedua sahabatnya itu. Apalagi di sertai kedua mata mereka yang mendelik dan mencebikkan bibir kearahnya.

"Mana ada pengusaha badungan, yang ada itu pengusaha gadungan, ngab!"ujar Izel, gemas pada Ilham. Sudah menyindir rupanya salah bicara.

"Emang gak ada, tapi bakalan ada kok. Kan kalian yang bakal jadi pengusaha badungan!" Ilham pun kembali tertawa. Bahkan kali ini sangat keras karena pemuda itu begitu puas melihat ekspresi kedua sahabat wanitanya.

"Lo, masih waras kan, Ham?" tanya Dea, dengan mengerutkan keningnya.

"Waraslah, emang kenapa?"jawab Ilham, menatap aneh ke arah Dea.

"Itu, lo ketawa mulu, kan yang kelakuannya kayak Lo gitu, orang gila," celetuk Dea asal.

"Sialan, lo!" sahut Ilham, kemudian menggelitiki pinggang Dea.

"Aduh, ampun, Ham, ampun! Sumpah ini geli banget! Udah ah, stop!" seru Dea, memohon.

"Ayok, ngomong sekali lagi. Ngatain gue apa tadi?" tantang Ilham.

"Emang, tadi gue ngomong apaan? Gue kayaknya lupa deh, Ham?" Dea justru bertanya ucapannya yang belum lama ia lontarkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!