Di malam yang sunyi...
Seorang gadis tengah berlari dengan cepat, wajahnya dipenuhi air mata yang mengalir di pipinya. Sesekali ia menyeka air mata yang menetes agar tak mengenai makhluk mungil di pelukannya.
Sampailah ia di suatu tebing, satu-satunya tempat yang terpikirkan olehnya. Ia menoleh ke arah belakang, seseorang tengah berjalan mendekatinya. Langkah orang itu terdengar dengan sangat jelas.
"Tidak! Jangan sakiti bayi ini"
Suara langkah kaki orang itu terhenti, kini ia berdiri tepat di depan seorang perempuan dengan bayi mungil di pelukannya.
"Serahkan dia padaku Mod!!" Pinta Katrina tegas.
Katrina mendorong Mod dengan sihirnya. Tubuh Mod terpelanting jauh, dengan sekuat tenaga Mod melindungi bayi di pelukannya. Ia menangis, bibirnya tak berhenti untuk menciumi wajah bayi perempuan nan malang itu.
"Ku mohon Katrina! Jangan sakiti anak ini, dia tidak bersalah" pinta Mod memelas.
"Kelahirannya saja sudah salah Mod!" Katrina menatap tajam Mod. "Berikan padaku! Dan semua akan baik-baik saja"
Mod menggelengkan kepala kuat, ia tetap kukuh untuk mempertahankan bayi perempuan yang tak berdosa itu.
"Kau memilih jalan sulit ya??"
Wajah Katrina semakin marah, ia tersenyum sinis menatap wajah gadis malang di depannya. Gadis yang hanya bisa menangis dan tak cukup kuat itu selalu berusaha menganggu setiap rencananya.
"Kau hanya bisa menangis tanpa berbuat apapun!" Ledek Katrina. "Memangnya apa yang bisa kau lakukan sekarang tanpa Fuu dan Densha?"
Mata Mod nanar menatap wajah bengis Katrina, ia sesenggukan sambil terus menciumi bayi perempuan di pelukannya.
WHUSS!!!
Tubuh Mod seolah mati rasa begitu melihat bayi di pelukannya melambung ke atas. Katrina menggunakan sihirnya untuk mengambil bayi itu secara paksa, benar saja! Kini bayi itu sudah berada di pelukan Katrina.
Tangisan bayi tersebut pecah dan semakin mengeras saat Katrina menggendongnya. Mata Mod terbelalak kaget, ia memaksakan kedua kakinya yang sakit untuk bangkit. Gadis itu ingin merebut bayi itu kembali dari tangan Katrina.
"Jangan! Ku mohon jangan! Jangan sakiti dia... Hiks... Hiks..."
"Menjauh dariku gadis brengs*k!!"
Katrina menendang perut Mod cukup kuat, membuat Mod jatuh tersungkur ke tanah. Kedua ujung bibir Mod berlumuran darah, bahkan ada darah segar yang mengalir melalui lubang hidung gadis itu.
"Hiks... Hiks... Ku mohon..." Mod tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya melihat bibir Katrina yang semakin mendekati kulit sang bayi.
"Jangan! Katrina... Jangan!!"
Katrina mengangkat bayi tersebut dan mencium keningnya, ia tersenyum sumringah menatap Mod yang sudah babak belur.
Mod menutup matanya rapat-rapat ketika Katrina mematahkan tulang muda kecil itu, suara tangisan bayi tersebut terdengar jelas di kedua telinga Mod. Gadis itu hanya bisa menangis histeris mendengar jeritan si bayi yang samar-samar suaranya menghilang entah kemana.
Dengan mata yang masih tertutup, Mod dapat mendengar suara Katrina yang sedang mengunyah daging muda nan lembut itu. Sesekali Mod juga merasa bahwa Katrina sedang meminum suatu cairan kental berwarna merah yang tak ingin dibayangkan oleh Mod.
"Hiks... Hiks... Kenapa kau jahat sekali?!" Mod masih menutup kedua matanya tak ingin melihat apa yang terjadi.
SLURP!!!
"Wah, ini enak!!" Katrina menghapus sisa darah segar disekitar mulutnya.
Katrina membuang sisa-sisa tengkorak kecil itu dengan melemparkannya ke bawah tebing. Ia tertawa terbahak-bahak, merasa dirinya menang.
Mod memberanikan diri membuka matanya, ia tersenyum memandang Katrina. Dengan wajah yang sudah lebam di sana-sini, gadis itu tertawa.
"....." Mod menyeringai.
"Apa?! Kenapa kau tertawa?!" Katrina menatap tajam pada Mod.
Mod berdiri sambil menyentuh tangan kanannya yang terasa sakit, ia memandang lurus ke arah Katrina.
"Apa kau tidak merasakan sesuatu?" Tanya Mod pelan.
"Merasakan apa??"
Deg!
Tiba-tiba jantung Katrina terasa sakit bukan main, gadis bermata hitam legam itu merasakan nyeri yang tak tertahankan di sekujur tubuhnya. Kepulan asap hitam mengitari tubuh ramping Katrina, semakin lama asap itu semakin tebal.
Dengan matanya yang mengerikan Katrina menatap Mod yang saat ini sedang tersenyum sinis memandang ke arahnya.
"APA YANG TELAH KAU LAKUKAN PADAKU MOD??" Bentak Katrina.
"Darah murni tak berdosa..." Gumam Mod lirih. "Itu kelemahan mu kan?"
Mata Katrina membulat, ia berteriak-teriak merasakan rasa sakit yang luar biasa di tubuhnya. Gadis itu meronta-ronta namun tak ada siapapun yang menolongnya.
"Aaakkkkhhh... Sialan! Apa yang kau berikan padaku?!" Katrina menyentuh kepalanya sendiri, ia menjambak rambut panjangnya dengan kasar.
Kepulan asap hitam semakin membumbung tinggi, menyelimuti seluruh tubuh Katrina. Perlahan tubuhnya berubah menjadi sesosok makhluk yang mengerikan.
Kilauan cahaya putih terlihat di tengah-tengah perubahan Katrina. Yang awalnya kecil, cahaya itu semakin besar dan menerangi kegelapan yang timbul dari diri Katrina.
Mata siapapun akan sakit melihat pancaran sinar itu, Mod menutup kedua matanya. Ia menunduk sambil melindungi kepalanya sendiri karena ia yakin sebentar lagi akan terjadi sebuah ledakan.
KRATAK!!
CRANG!!!
Tubuh Katrina menjadi butiran abu yang lembut bertebaran dimana-mana. Kaki Mod terasa lemas, ia tak kuasa lagi untuk menopang tubuhnya, gadis itu tersenyum dalam tangisnya.
"Kematian harus di balas dengan kematian..." gumam Mod lirih.
Sesaat sebelum tubuh Mod benar-benar terjatuh, Moa berhasil menangkap gadis itu. Pria berambut pirang itu terlihat bercucuran air mata namun ia tetap tersenyum menatap istrinya.
"Kau pemberani Mod" puji Moa lalu mencium kening Mod.
"Dimana dia??"
Moa menyandarkan tubuh Mod pada sebuah batu besar di dekatnya. Ia berjalan menjauhi Mod untuk mengambil sesuatu dari balik pohon, Moa tersenyum melihat sosok bayi mungil yang diam tanpa suara.
"Kau pintar sekali" Moa mengusap kening si bayi.
Mod yang sudah kelelahan hanya bisa duduk sambil melihat Moa yang berjalan mendekatinya sambil menggendong bayi kecil nan cantik.
"Ini" Moa menyerahkan bayi itu pada Mod.
"Anakku... Hiks... Hiks..." Mod menangis menciumi pipi si bayi.
"Kau sudah melakukan yang terbaik sayang" Moa menangis menatap tubuh istrinya yang penuh luka.
Pria itu memeluk keluarga kecilnya dengan penuh cinta dan kehangatan, ia tak berhenti menangis merasakan rasa sakit di hatinya.
"Kau ingin memberi nama apa untuknya?" Tanya Mod lembut.
Mata Moa menerawang jauh, mengingat-ingat masa lalu. Masa-masa saat dirinya dan Densha masih bersekolah.
"Deryne" ucap Moa lirih.
"Deryne? Kenapa?"
"Fuu pernah bilang, jika dia punya anak dia akan memberikan nama itu padanya"
Mod tersenyum tulus, ia kembali memeluk bayi perempuan itu dengan gemas.
"Baiklah... Mulai hari ini namamu Deryne Mikaelson ya??" Mod mencubit hidung mancung nan mungil itu.
Moa ikut tersenyum saat melihat istrinya terlihat senang, walaupun seumur hidupnya ia tak akan pernah melupakan kenangan ini. Namun ia sudah berjanji pada Mod akan merawat putri sahabatnya itu dengan sungguh-sungguh.
Bagaimana ia tidak sangat sakit hati? Bayi perempuan yang diserahkan Mod ke Katrina itu adalah putri kandungnya dan Mod. Awalnya ia sudah menentang Mod untuk melakukannya, namun jika Katrina berhasil memiliki bayi Fuu maka semuanya akan berakhir.
Jika kalian lupa! Kraken pernah bilang bahwa kelemahan dirinya adalah darah tak berdosa. Dan bayi merupakan jawaban yang tepat, bayi murni dari keturunan manusia dengan manusia yang baru lahir tentu tak memiliki sebuah dosa.
"Kenapa tidak kau beri nama belakang keluargamu??" Tanya Mod polos.
"Aku bisa memberimu banyak anak jika kau mau dan kau bisa memberi nama keluargaku pada mereka nanti" ucap Moa lembut.
"........."
"Untuk yang ini" Moa memandang bayi di pelukan Mod dengan hangat. "Biarlah dia memiliki nama asli keluarganya"
BERSAMBUNG!!!
Halo, jangan lupa LIKE dan komentar!!
Jika berkenan silahkan Follow, Favorit, Vote dan Rating! 😘
Seorang gadis kecil berumur sekitar lima tahunan dengan dress merah mudanya berlari menuju pintu utama rumah keluarga Collin, ia ingin membukakan pintu bagi tamu yang mengetuk pintu rumahnya berulang kali.
KLAP!
(Pintu terbuka)
Ryn mengintip sedikit siapa yang datang, ternyata itu kakeknya. Gadis kecil itu menjatuhkan boneka yang ia pegang, ia melangkah mundur menjauhkan badannya dari sosok kakek tua di depannya.
"K... Kakek??" Sapa Ryn terbata-bata.
Tuan Collin menatap Ryn sinis, ia tak menggubris suara kecil yang memanggilnya. Dengan angkuh ia tak menganggap keberadaan Ryn yang membukakan pintu untuknya. Pria tua itu melangkah masuk dan menjatuhkan diri ke sofa.
"MOA!!" teriak tuan Collin kencang.
Ryn ketakutan, ia mengambil bonekanya dan berlari menjauh dari ruang tamu. Gadis itu bersembunyi di sisi ruangan lain, ia memeluk bonekanya erat.
"Ayah?? Ayah kemari?! Kenapa tidak telpon terlebih dahulu?" Moa ikut duduk di samping ayahnya.
"Sudah berapa kali ayah bilang untuk membuang anak itu!"
Mata Moa membulat, ia menoleh ke sekeliling rumahnya untuk mencari keberadaan Ryn. Ia tidak ingin putrinya akan mendengar pembicaraan ini dengan ayahnya.
"Ayah ini bicara apa?! Kenapa aku harus membuang putriku?"
"Putrimu?? Dia bukan putrimu!"
"Ayah! Berapa kali pun ayah bicara seperti itu padaku, hal itu tidak akan mempengaruhi keputusanku"
"Moa! Kenapa kau bodoh sekali?!" Tuan Collin melotot menatap puteranya.
Moa hanya mendengus kesal, ia melirik ayahnya dengan sudut ekor matanya. Pria berambut pirang itu mengusap wajahnya dengan gusar.
"Ayolah Moa! Putrimu di tukar oleh pihak rumah sakit!!" Ucap tuan Collin yang tidak tahu apa-apa.
"DIA PUTRIKU!!" Bentak Moa kasar.
"Bagaimana bisa kau bilang gadis itu putrimu? Apa kau buta hah??"
"........"
"Tidak kah kau lihat warna matanya? Dimana keluarga kita yang memiliki mata berwarna biru? Apa keluarga Roosevelt memilikinya? Tidak kan?! Sekarang jelaskan pada ayah, bagaimana kau bisa menyebutnya putrimu?!"
"Ayah..." Moa mengecilkan suaranya. "Jika ayah datang kemari hanya untuk menghina putriku, lebih baik ayah pergi!"
Moa berdiri dari duduknya, ia menunjuk pada sebuah pintu besar ke ayahnya mempersilahkan beliau untuk pulang. Pria itu berjalan menuju ruang lain di rumahnya, namun ia sangat terkejut saat melihat Ryn menangis sambil memeluk bonekanya di ruangan itu.
Sial! Dia pasti mendengarnya!! - Moa.
"Ryn??" Panggil Moa lembut.
Ryn menyeka air mata di pipinya, gadis kecil itu tersenyum dan berlari menjauhi Moa. Ia menaiki anak tangga untuk memasuki kamarnya, kamar yang dulunya milik Moa sekarang di tempati oleh Ryn.
"Hah...." Moa menghela nafas panjang. "Ayah lihat?? Tidak cukup ya membuat gadis itu menangis terus-terusan?"
Tuan Collin mengangkat bahu tidak peduli, pria itu menuju dapur untuk mengambil sebotol air minum sebelum ia pergi meninggalkan rumah yang sudah ia berikan pada Moa.
"Kau dan istrimu benar-benar bodoh! Jelas-jelas dia tidak mirip dengan kalian berdua" ledek tuan Collin kesal.
Ketika tuan Collin membuka pintu rumah, ia terkejut dengan kehadiran Mod yang juga hendak membuka pintu rumah. Mod baru saja tiba dari supermarket, ini adalah hari baginya untuk belanja bulanan.
"Eh? Ayah disini?? Tidak ingin makan malam bersama?" Tawar Mod senang.
Tuan Collin melihat perut Mod yang sudah semakin membesar, ia mengusap perut menantunya dengan hangat lalu tersenyum.
"Cepat keluar ya? Kakek ingin bermain denganmu" goda tuan Collin.
"Hahaha ayah bisa saja!" Mod menepuk bahu tuan Collin lembut.
"Kalau begitu, aku pergi dulu"
"Eh? Cepat sekali? Beneran tidak ingin makan malam disini?" Mod mencegah mertuanya agar tak pergi.
"Tidak hari ini, mungkin lain kali" tuan Collin mengusap kepala Mod lembut. "Jaga kesehatan ya?"
"Baik ayah" Mod menganggukkan kepala pelan.
Saat memasuki rumah, Mod memperhatikan Moa yang terlihat sedih. Gadis itu memeluk suaminya dengan senang, ia mengusap punggung Moa lembut.
"Ada apa dengan wajahmu itu?"
"Ryn..." Ucap Moa lirih.
"Kenapa dengan Ryn?? Dimana dia??" Mod celingak-celinguk mencari keberadaan Ryn.
"Dia di kamar, ayah bicara sembarangan lagi dan Ryn mendengarnya"
Mod memutar kedua bola matanya dengan malas, ia beranjak pergi untuk segera menemui Ryn.
"Aku akan bicara padanya" Mod tersenyum. "Oh iya... Barang belanjaan di mobil tolong kau urus ya?"
"Aku capek tau!" Sahut Moa asal.
"Kau tidak melihat perutku?" Mod mengusap-usap perutnya yang besar.
"Curang! Kau memanfaatkan kondisimu ya?" Ledek Moa kesal.
"Hahaha ayolah Moa! Aku sangat mencintaimu"
Mod menaiki anak tangga dengan pelan, ia memegang pegangan di sisi tangga dengan kuat agar tak terjatuh mengingat kondisinya yang sudah hamil tua.
Wanita hamil itu menarik nafas dalam-dalam sebelum bersiap mengetuk kamar Ryn, ia sedang berusaha terlihat seceria mungkin di depan Ryn agar gadis itu tidak merasa sedih.
Tok!
Tok!
Tok!
"Ryn?? Mama boleh masuk?"
Terdengar langkah mungil Ryn yang mendekati pintu. Gadis kecil itu setengah berjinjit meraih gagang pintu kamarnya.
"Kenapa mama perlu bertanya?" Tanya Ryn polos.
Padahal dia masih berumur lima tahun tapi kosakata nya dalam berbicara termasuk cerdas, kurasa kepintarannya menurun dari Densha - Mod.
"Wah, terima kasih" Mod tersenyum lebar memandang putrinya.
"Ryn sedang apa?" Timpal Mod lagi.
"Aku sedang bermain boneka mama"
Mod mengedarkan pandangannya menatap kamar Ryn, ia fokus memandang ranjang tidur Ryn dengan selimut yang masih basah bekas air mata. Wajah gadis kecil itu juga terlihat merah dan sembab seperti baru saja menangis.
Dia berbohong? - Mod.
"Apa hati Ryn terluka?"
"Tidak" Ryn menggelengkan kepala pelan.
"Ryn, saat hati terluka akan ada air yang keluar dari sini" Mod menyentuh bawah mata Ryn yang masih terasa lembab.
"Aku tidak mengerti mama, kakek tidak pernah menyukaiku! Apa aku anak baik mama?"
Hati Mod sedih mendengar ucapan Ryn, ia memeluk putrinya dengan erat sambil membelai rambut panjang Ryn.
"Ryn anak mama yang paling baik!" Puji Mod senang.
"Lalu kenapa kakek tidak menyukaiku?"
"Kakek menyukaimu, dia hanya malu untuk mengakuinya"
"Benarkah?" Ryn ragu.
"Iya, ngomong-ngomong apa Ryn mau jalan-jalan??"
"Eh??" Ryn tersenyum. "Kemana??"
"Mmm... Bagaimana kalau ke taman bunga?"
"Taman??" Mata Ryn terlihat berbinar-binar karena senang. "Oke, baik!"
Deg!
Jantung Mod berdegup dengan kencang mendengar kalimat Ryn, kalimat yang selama ini hanya ia dengar dari Fuu. Matanya berkaca-kaca, lalu dengan tiba-tiba ia memeluk dan menciumi putrinya.
"Mama kenapa??"
"Kau tahu?? Mama sangat menyayangimu!"
"Aku juga sayang sama mama" Ryn membalas pelukan Mod.
Moa yang sedari tadi berdiri di depan pintu ikutan masuk ke dalam kamar Ryn, ia berdiri tepat di belakang Mod.
"Bagaimana dengan papa? Apa Ryn juga sayang papa??" Goda Moa nakal.
"......" Ryn mengangguk pelan, ia memeluk Moa juga. "Ryn sangat sayang sama papa"
"Baiklah! Sekarang Ryn mandi dulu, mama akan siapkan baju untuk Ryn" pinta Mod lembut.
"Lho?? Mau kemana??" Moa pura-pura tidak tahu.
"Jalan-jalan" jawab Ryn senang.
Gadis kecil itu berlari menuju kamar mandi, ia melompat-lompat kegirangan karena akan pergi jalan-jalan bersama kedua orangtuanya.
Setelah memastikan Ryn betul-betul sudah memasuki kamar mandi, Mod memeluk suaminya.
"Apa kau dengar saat dia mengucapkan kalimat itu?"
Moa mengangguk pelan, ia memeluk Mod dengan erat lalu mengecup kening Mod lembut.
"Dia benar-benar perpaduan Fuu dan Densha" ucap Moa sambil tersenyum.
(Jika kalian lupa! Ini adalah hari dimana Ryn menunjukkan ingatannya di masa depan pada Moa yang berada di masa lalu)
Bersambung!!
Jangan lupa LIKE!! Komentar, Follow, Favorit, Vote dan Rating ya? Dukungan dari kalian berarti banget loh 😘
~ Hari ke - 1 ~
"Baiklah anak-anak!! Kini waktunya untuk memperkenalkan nama kalian dan nama anggota keluarga kalian ya??" Pinta seorang guru yang sepertinya berhati baik itu.
Satu persatu murid maju ke depan kelas untuk memperkenalkan diri masing-masing. Ryn terlihat paling cantik diantara murid-murid perempuan yang lain, ini adalah hari pertama bagi Ryn untuk bersekolah.
Ryn melangkahkan kakinya menuju depan kelas, ia tersenyum ramah memandang semua teman-temannya, ia juga menyapa ibu guru dengan baik.
"Silahkan..." Ucap guru itu.
"Halo, namaku Deryne Mikaelson..." Ryn tersenyum. "Nama panggilanku Ryn"
"Siapa nama orangtuamu? Kenalkan mereka pada teman-temanmu" Guru itu tersenyum menatap Ryn.
"Nama papaku Moa Collin dan mamaku Mod Roosevelt" ucap Ryn tenang.
Ibu guru diam mematung mendengar Ryn berbicara, ia menatap murid-muridnya yang sudah mulai gaduh.
"Lalu darimana nama belakangmu itu? Apa kau anak pungut??" Teriak seorang bocah laki-laki bernama Leo.
Ryn menggelengkan kepalanya, wajah gadis itu terlihat sedih mendengar perkataan Leo.
"Leo! Jangan bicara seperti itu!!" Pinta sang guru tegas. "Baiklah, Ryn... Kau boleh duduk"
"Oke, baik!"
Mata semua murid memandang rendah ke arah Ryn, walaupun ayahnya terkenal kaya raya di kotanya namun hal itu tetap tidak bisa merubah pandangan bocah-bocah ingusan yang haus akan rasa mengejek dan menindas.
~ Hari ke - 5 ~
Pembullyan terhadap Ryn tak kunjung berhenti sejak ia pertama kali menginjakan kakinya di sekolah ini. Gadis kecil itu selalu menemukan banyak kertas-kertas bertuliskan anak pungut atau anak haram di dalam tasnya, di bawah meja dan di loker pribadinya.
Ryn tidak pernah mengadu hal tersebut pada Moa atau Mod, bahkan ia tidak meminta pertolongan pada guru di sekolahnya. Hal itu semakin membuat para murid gemas dan ingin menindas Ryn jauh lebih buruk.
Hingga suatu ketika saat Ryn memasuki kelas. Wajahnya di lempari sampah busuk yang entah darimana asalnya, semua murid tertawa terbahak-bahak menyaksikan Ryn yang diam saja menerima diperlakukan seperti itu.
"Dasar sampah! Kau tidak cocok di kelas kami!" Ledek Leo kesal.
"Iya, kau itu anak pungut!! Anak haram!!" Imbuh teman perempuannya.
Ryn menatap teman-temannya dengan sinis, gadis itu memutar arah dan menuju ke kamar mandi sekolahnya. Ia membersihkan semua kotoran yang menempel di seragam sekolah miliknya.
"Aku bukan anak haram..." Gumam Ryn pelan.
Bel sekolah berbunyi, Ryn buru-buru membersihkan kotoran yang menempel. Ia dengan cepat menarik gagang pintu kamar mandi, namun sialnya pintu itu tidak bisa dibuka! Seseorang telah menguncinya dari luar.
Brak!
Brak!
Brak!
Ryn menggedor-gedor pintu sekuat mungkin namun tak ada sahutan sama sekali, gadis itu tertunduk. Sudah cukup ia bersabar, ia mulai menangis sedih. Meskipun ia menangis Ryn tetap menutup mulutnya agar tidak ada seorangpun yang mendengar bahwa ia sedang menangis.
Kenapa mereka jahat padaku? - Ryn.
Ryn terkunci di dalam kamar mandi cukup lama, hingga saat siang hari petugas kebersihan melintas dan melihat ada sapu lantai yang mengunci sebuah pintu. Ia membuka pintu kamar mandi dan terkejut menemukan Ryn sedang tidur di dalamnya.
"Hei nak! Nak!!" Sapa bapak itu.
"Ng??" Ryn mengucek matanya. "Ada apa??"
"Sekolah sudah berakhir, siapa yang melakukan ini padamu??" Tanyanya ramah.
Ryn terkejut, ia berdiri dan langsung mengucapkan terima kasih pada bapak yang menolongnya. Gadis itu langsung berlari menuju gerbang sekolah yang belum dikunci oleh satpam, ia segera pulang ke rumahnya.
"Aku pulang!" Sapa Ryn pelan.
"Eh? Putri mama sudah pulang" Mod mencium kening Ryn lembut.
Mata Mod membulat saat mencium aroma tidak sedap pada putrinya, ia tak langsung bertanya pada Ryn karena ia yakin Ryn akan menyembunyikan hal-hal buruk darinya.
Apa yang terjadi?? - Mod.
~ Hari ke - 10 ~
Hari ini Ryn mendapat tugas untuk piket setelah kelas usai, harusnya ia membersihkan kelas bersama enam murid lain tapi mereka memaksa Ryn untuk mengerjakannya seorang diri.
Hingga pukul dua siang Ryn belum rampung menyelesaikan tugasnya, gadis itu masih mengepel lantai kelas dengan hati-hati.
"Nak?? Kenapa belum pulang?" Tanya bapak petugas kebersihan.
"Aku belum selesai pak" jawab Ryn polos.
"Dimana teman-temanmu?"
"Mereka sudah pulang" Ryn meneruskan tugasnya dengan sungguh-sungguh, gadis itu menyelesaikannya sebelum sore hari.
~ Hari ke - 20 ~
Perundungan pada Ryn tetap tak berhenti, hal itu semakin parah setiap harinya. Saat olahraga Ryn kebingungan mencari sepatu olahraganya yang ternyata sudah dibuang teman-temannya ke tong sampah. Sebagai gantinya gadis itu harus menerima hukuman karena tak membawa sepatu olahraga. Ryn di paksa untuk lari mengelilingi lapangan tanpa alas kaki, dan itu sukses membuat teman sekelasnya tertawa riang.
Ketika Ryn yang sudah kelelahan di hukum memasuki kelasnya, ia duduk di bangkunya. Oh iya! Ryn duduk seorang diri karena tidak ada yang mau mendekati gadis itu, mereka tidak ingin ikut-ikutan di bully jika berteman dengan Ryn.
Ryn mengambil botol minum di dalam tasnya, semua teman memperhatikan dirinya yang hendak minum. Seketika Ryn memuntahkan air minum di mulutnya, itu bukan air minum. Air itu sudah di ganti dengan air garam, wajah Ryn memerah melihat semua temannya tertawa terbahak-bahak mengolok-olok dirinya.
Gadis kecil yang tak tahan lagi untuk menangis hanya mencoba untuk menguatkan diri, ia mengepalkan tangannya di bawah meja. Ryn memejamkan kedua matanya mengingat wajah teman yang meledek atau bahkan mengerjainya.
Di bawah meja kedua tangan Ryn mengeluarkan cahaya merah samar-samar. Mata Ryn terbuka, ia menatap Leo dan Sofia, dua orang yang tak berhenti mengerjainya.
Secara ajaib rambut Leo dan Sofia terbakar, dua bocah itu menangis dan menjerit histeris meminta pertolongan. Semua temannya tidak ada yang berani membantu, sampai seorang guru datang menghampiri mereka dan membantu dua bocah yang hampir gundul itu.
Mata Ryn membulat, ia terkejut bukan main. Gadis bermata biru itu hanya bisa menundukkan kepala pura-pura tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Apa itu aku yang melakukannya?? Aku kan hanya mengucapkannya dalam hati... - Ryn.
~ Hari ke - 25 ~
Ryn datang ke sekolah lebih pagi, tak ada hal mencurigakan hari ini. Leo dan Sofia memasuki kelas, mereka berdua terpaksa harus dicukur botak karena insiden kemarin.
Bukannya meminta maaf, mereka malah kembali mengolok-olok Ryn. Ketika semua murid satu kelas berkumpul mereka sepakat untuk mencubit tubuh Ryn secara bergantian.
"Apa yang kalian lakukan??" Ryn mundur berusaha melindungi diri.
"Tidak akan sakit kok" ucap temannya yang lain.
"Jangan! Aku punya salah apa sama kalian?!"
"Salahmu itu karena kau anak pungut!" Ucap tegas Leo.
Mata Ryn berkaca-kaca, ia menunduk malu. Tidak terasa air matanya sudah tak terbendung lagi, ia menangis menutupi wajahnya sendiri ketika masing-masing temannya memberi cubitan pada tubuh mungilnya.
Setelah mereka puas, mereka meninggalkan tubuh Ryn begitu saja di sudut ruangan. Mereka kembali ke kursi masing-masing pura-pura tidak terjadi apapun.
Ryn adalah putri kesayangan mama dan papa!
Mata Ryn terbuka, ia mengingat kalimat kedua orangtuanya yang mengatakan bahwa mereka sangat menyayangi dirinya. Ryn bangkit, ia berdiri dengan tegap, gadis kecil itu mengangkat kedua tangannya.
"Apa yang sedang di lakukan si bodoh itu?" Ucap salah satu murid.
Kedua telapak tangan Ryn mengeluarkan cahaya berwarna merah, seluruh temannya terkejut menyaksikan kejadian itu. Tanpa bimbingan apapun ada semacam mantra di kepala Ryn, gadis itu membacakan sebuah mantra sambil menatap seluruh teman sekelasnya.
Bloodinoise~
Semua murid berteriak saat hidung mereka mengeluarkan cairan berwarna merah kental, yahh... Itu adalah darah yang mengalir deras di setiap lubang hidung mereka.
Ryn spontan menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung, gadis kecil itu terkejut dan berlari meninggalkan kelas tentu saja ia tak lupa membawa tas sekolahnya.
Ryn berlari pulang ke rumah, ia mengurung diri di dalam kamar saat sudah sampai dirumahnya. Gadis kecil itu merasa ketakutan dengan apa yang sudah ia lakukan.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhku?" Ryn meringkuk memeluk kedua lututnya sendiri sambil terus menangis.
Bersambung!!
Please guys! Jangan lupa LIKE!! Cuma tinggal pencet doang loh! 😘 Makasih...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!