Sejarah keluarga
Ardana dan Aliya adalah pasangan bahagia. Mereka di karuniai dua orang putra bernama. Arya Ardana Saputra dan Arian Wijaya. Setelah beberapa tahun melewati hari-hari penuh dengan suka cita, Ardana di kabarkan meninggal dunia karena kecelakaan.
Kabarnya sebelum Ardana meninggal di rumah sakit, entah dari mana asalnya laki-laki itu menyerahkan seorang bayi perempuan cantik berusia sekitar satu bulan.
Ardana memohon kepada Aliya agar menjaganya dan merawatnya dengan baik. Aliya menerima bayi itu dengan sepenuh hati serta jiwanya. Akhirnya dia memberinya nama Vera Nindya
Aliya membesarkan Vera seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan rasa sayangnya melebihi kedua putranya.
Vera mengetahui dirinya hanyalah anak angkat pada saat berusia 5 tahun. Walaupun begitu dia tetap menganggap Aliya sebagai orang tua kandungnya sendiri. Begitupula dengan kedua Kakak nya.
Sampai waktunya tiba Aliya tidak rela kehilangan putrinya. Ia terpaksa merencanakan sebuah misi. Sebuah misi yang sangat sulit ia raih bahkan rela melibatkan kedua putranya, demi kebahagiaan putri angkatnya di masa depan
Karakter utama
Arya Ardana Saputra adalah putra pertama dari keluarga Ardana. Sosok pria yang sombong dan kasar, selalu menanggap dirinya paling benar. Sedangkan Arian Wijaya adalah putra kedua, sosok pria yang hangat, dan baik hati, selalu mudah tersenyum, namun posesif.
Aliya adalah sosok wanita cantik yang hangat namun tegas. Dan terakhir Vera Nindya sosok gadis imut tapi keras kepala.
***
Awal cerita
Bell berbunyi tanda waktunya pulang sekolah, Siswa Siswi SMK di Kota Metropolitan mulai berhamburan menuju perjalanan pulang.
Di antara banyaknya kerumunan. Ada seorang Siswi kelas 3 Akuntansi bernama Vera Nindya atau biasa di panggil dengan sebutan Ve terlihat sedang berjalan melewati gerbang lalu duduk di kursi warung depan sekolah sambil menunggu angkot yang sudah terbiasa dia tumpangi setiap hari.
Saat angkot yang di tunggu sudah datang, dia bergegas naik dan masuk ke dalamnya.
Dia suka sekali duduk di kursi paling ujung, dekat kaca belakang angkot. Setelah angkot kembali berjalan, tanpa basa-basi dia mengeluarkan handphone dan headset dalam tas selempang nya.
Menekan pemutar musik dalam hp. Karena memang hobi gadis itu adalah mendengarkan musik, tanpa musik apalah arti hidup ini baginya.
Hanya musik yang mampu menenangkan hati dan pikiran di kala dia berhadapan dengan masalah apapun. 20 menit waktu berlalu sampailah dia di depan rumah dan membuka pintunya.
"Veve pulang" Berjalan menuju ruang keluarga lalu duduk di sofa, bersebelahan dengan Aliya yang sedang merapikan bunga dalam vas di meja kaca. "Lelahnya " Bersandar sambil melepas tas selempangnya
"Bagaimana sekolahnya sayang?"
"Baik Mah. Paling teman-teman lagi pada sibuk tuh mengurusi acara perpisahan di sekolah."
"Kamu gak boleh ikut " Dengan santainya Aliya berkata seperti itu, mengingatkan sesuatu yang tidak akan mungkin terjadi
"Iya Mah tenang saja lagi. Vera juga sudah tau kok!" Jawabnya ketus karena hanya bisa menerima kata itu. Toh percuma saja, walau Vera mengeluh sekalipun Aliya tetap enggan memberinya izin. "Mah, Ve boleh tahu gak. Kenapa sih, Mama gak pernah beri Vera izin mengikuti kegiatan ekstrakurikuler apapun di sekolah?" Berusaha meminta penjelasan. Karena memang dasarnya, dia tidak pernah sekalipun di izinkan Aliya
Aliya menatap Vera hangat
"Karena Mamah gak mau kamu kenapa-napa"
"Hhh!" Mendengus bosan dengan alasan Aliya yang menurutnya tidak pernah masuk akal. Bukan Aliya saja bahkan kedua Kakaknya sekalipun tidak pernah memberinya sedikit penjelasan. Gadis itu terdengar menggerutu sekarang "Selalu saja begitu, Mama gak pernah memberi ku kebebasan"
Aliya hanya diam sesaat melihat putrinya tiba-tiba berdiri lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas
"Maafkan mamah sayang, Mama melakukannya karena ingin melindungi mu dengan baik."
Saat sudah sampai di depan kamar Vera membuka pintu dan menutupnya. Menyimpan tas di atas meja belajar. Tanpa basa-basi dia langsung menjatuhkan diri di tempat tidurnya. Setiap hari Vera memang betah di kamar dan kamarnya yang bernuansa classic ini terlihat sangat indah di pandang.
Dengan dinding berwarna hitam putih serta abu-abu. Bahkan seprei tempat tidurnya terlihat berwarna abu-abu. Dia pencinta warna natural. Gadis ini mempunyai kebiasaan unik berbeda dengan gadis biasanya. Dandanan nya simple tidak ribet seperti gadis cantik pada umumnya. Hanya dengan menjaga wajahnya tetap bersih saja itu sudah cukup.
Dia juga tidak suka berpenampilan mencolok. Dan anehnya dia tidak suka memakai rok. Walaupun aneh tapi selalu menjadi pusat perhatian di manapun ia berada. Semua orang di sekitarnya selalu memperhatikannya.
Dan satu hal lagi meski ia berasal dari kelurga terpandang di negara ini. Vera merasa dirinya bukan siapa-siapa. Ia lebih suka di kenal orang biasa saja. Buktinya setiap berangkat dan pulang sekolah ia selau naik angkot padahal ia memiliki beberapa mobil mewah berjejer rapih di tempat parkir rumahnya
"Haahh, rasanya aku lelah sekali hari ini." Katanya sambil menatap langit kamar. "Hari ini Kakak kemana ya? Kok, aku gak melihat dia dari pagi sepertinya." Meraih remote DVD Player menyetel musik dengan suara sedang. Musik pilihan sudah terputar. Dan perlahan gadis itu tertidur dengan pulasnya
Seorang laki-laki terlihat turun dari mobilnya, penampilannya sungguh menakjubkan wajahnya putih, bulu matanya panjang, bentuk matanya seperti mata elang dengan perawakannya yang gantle, laki-laki seperti itu tak perlu menggoda wanita bukan.
Hanya dengan cara melihatnya berjalan saja. Wanita manapun selalu mencari cara, agar bisa berdekatan dengannya.
Dan sekarang, laki-laki itu terlihat melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah. Setelah melewati beberapa ruangan, dia menyapa seorang wanita cantik sedang membaca majalah "Selamat sore mah."
Aliya mengangkat kepalanya "Sore, sayang kamu sudah pulang." Menutup majalah lalu menaruhnya di meja "Tumben sayang, kamu pulang secepat ini."
Arian duduk bersandar di sofa setelah mencium punggung tangan Aliya. Melihat anaknya yang lelah, Aliya menuangkan segelas air putih "Ini sayang minumlah, Mama tau kamu lelah." Arian meraihnya dengan senyuman "Terimakasih" Ujarnya lalu meneguknya
"Sayang bagaimana pekerjaan mu hari ini. Apa semuanya baik-baik saja?" Aliya bertanya lagi sesudah Arian menaruh kembali gelas kosongnya di meja
"Baik Mah" Jawabnya sambil menyeka bibir basahnya dengan tisu kering
"Syukurlah, Mama pikir ada apa-apa di kantor mu." Aliya menarik nafas lega.
Arian terdiam kembali sambil bersandar lengan di sofa. Menerawangi langit-langit ruangan di sekelilingnya.
"Sayang tadi siang Vera bicara sama Mama soal perpisahan di sekolahnya dan tentunya Mama sudah melarangnya. Untuk kali ini mama rasa sepertinya Vera marah besar. Arian tolong bantu Mama. Kamu bicarakan baik-baik padanya. Supaya dia gak marah lagi sama Mama yah." Melihat reaksi wajah Aliya yang begitu panik, Arian memandangnya lembut lalu menggenggam tangannya
"Baik Mah, aku akan bicarakan tentang ini padanya, Mama gak usah khawatir masih ada aku yang akan membujuknya dengan baik."
"Terimakasih sayang." Aliya tersenyum
"Baiklah, kalau begitu aku akan pergi ke kamarnya sekarang." Arian bangun dari duduk sambil menggulung lengan kemeja panjangnya.
"Ya sudah kalau begitu Mama akan menyiapkan makan malam. Nanti Mama tunggu kamu dan Vera di meja makan"
"Iya Mah." Arian menjawab lalu melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Vera. Setelah menaiki beberapa puluh tangga dan melewati beberapa ruangan di lantai atas akhirnya sampai juga.
"Ve Kakak boleh masuk ya?" Katanya saat sudah mengetuk pintunya, tidak terdengar suara apapun dari dalam. Merapatkan telinganya di pintu, sama saja, tidak ada suara. Setelah ketukan ketiga, dibukanya pintu kamar dan masuk. Gadis yang di cari masih berbaring terlentang di tempat tidur. Seragam sekolah masih melekat erat di tubuhnya. Rambut lurusnya yang indah juga berhamburan entah kemana.
Dasar kebo! pikirnya sambil berjalan mendekat lalu duduk bersebelahan dengan Vera, dia belai pipinya dengan usapan lembut.
"Ve bangun sayang."
Mungkin Arian lupa, hanya dengan pipinya yang di belai lembut penuh kasih sayang begitu, tentu takkan mempan bagi Vera. Yang ada malah semakin tenggelam dalam mimpinya. Dia belai rambutnya, masih sama, dia goncang bahunya belum bagun juga. Kesal, akhirnya dia cubit saja hidungnya berulang-ulang baru mempan.
"Hemm" Vera marah sambil memalingkan wajahnya, belum membuka mata "Mau apa sih Kak? Mengganggu orang tidur saja." Lanjutnya dengan gaya bicaranya yang ketus itu
Arian melirik jam tangannya sebelum menarik nafas dalam, mengusir kegeraman yang tercipta demi menghadapi adik angkatnya yang satu ini. Yang terkenal paling kebo di keluarganya sampai lupa waktu begini.
"Vera apa kamu gak ingat waktu. Lihat ini sudah jam berapa. Masa sudah sore begini kamu masih tidur sayang"
Mendengar adanya waktu yang di sebutkan, akhirnya Vera membuka matanya, melirik jam di bawah lampu tidur. Sebagai tanda dia takut Arian mengadu pada Aliya. Ia sosok Mama yang perhatian namun tegas itu.
"Aku kira ini baru jam 3" Dia menguap, menggesek-gesek matanya, lalu dengan malasnya ia duduk dari tidur, bersandar sambil menekuk lututnya. Melihat rambutnya yang acak-acakan tangan Arian terulur menyelipkan ke belakang telinganya.
"Bagaimana sekolah mu tadi. Apa begitu banyaknya kegiatan di sekolah? Sampai membuat mu tidur selama ini sayang."
"Gak ada kegiatan apapun di sekolah. Memangnya, ada urusan apa Kakak datang ke kamar ku?" Menguap lagi, Arian tahu dia belum sadar sepenuhnya. Alias masih mengantuk.
"Tadi mama bicara sama Kakak. Mama bilang kamu tidak di izinkan mengikuti acara perpisahan sekolah mu di Bali ya"
"Kalau kakak sudah tau. Kenapa masih bertanya? Pasti kakak di suruh mama bicara baik-baik pada ku ya, supaya aku gak marah lagi sama mama iya kan?"
Baru saja Arian bicara pada intinya, Vera sudah menantangnya tiada henti. Yang membuat dirinya hanya bisa mengembuskan nafasnya panjang.
"Kamu gak boleh bilang begitu. Semua yang di lakukan mama karena mau menjagamu dengan baik sayang. Karena kamu adalah keindahan yang paling berharga bagi kami semua."
"Tapi, aku juga bisa menjaga diri dengan baik kan Kak, lagi pula kan Bali itu letaknya gak jauh-jauh sekali kok" Vera bersikeras
"Vera, dengar di dunia ini tidak ada orang tua yang mau menempatkan anaknya dalam bahaya. Apalagi penderitaan. Instingnya kuat, selalu melakukan yang terbaik demi membuat anaknya bahagia."
"Iya iya, tapi bisa gak sih kakak beritahu aku alasan mama yang sebenarnya. Paling tidak alasan yang bisa buat ku mengerti."
"Maaf sayang, mama dan Kakak gak bisa ceritakan pada mu sekarang. Kami berdua butuh waktu yang sangat tepat untuk menjelaskannya sama kamu." Sesudah menjawab Arian membelai rambut Vera dengan sangat lembut.
"Iya iya!" Menyerah "Selalu saja bilang begitu. Gak pernah sekali pun beri aku kesempatan." Menggerutu "Oya Kak, ada lagi yang mau aku tanyakan." Arian menatap Vera dengan serius "Setelah aku lulus nanti. Apa Kakak mau memberi ku izin mencari pekerjaan sesuai dengan kemauanku. Aku berencana mau mencari jati diri?"
"Maksud kamu?" Arian mengerutkan keningnya.
"Kakak juga tahu kan, selama hidup aku selalu mengurung waktu di rumah ini. Tapi sekarang aku juga mau tau bagaimana rasanya hidup dalam kebebasan. Selalu bermimpi ingin kuliah sambil bekerja. Dan satu lagi aku ingin menjalin hubungan dengan seorang aku cintai. Bagaimana apa boleh?" Vera memasang wajahnya dengan penuh harap
Entah kenapa Arian hanya diam setelah mendengar adik angkatnya bicara seperti itu. Seolah tidak rela jika menjalin hubungan dengan orang lain. Karena faktanya, semasa sekolah Vera tidak pernah di izinkannya berteman dekat dengan siapapun apalagi laki-laki.
Pernah suatu hari Vera membawa teman ke rumah, mereka memang di perbolehkan masuk, sebelum akhirnya di usir secara halus. Dengan alasan yang hanya di ketahui oleh keluarganya.
Melihat Arian masih terdiam Vera mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa Kakak jadi bengong begini. Gak mungkin Kakak tiba-tiba sakit kan." Ujar Vera sambil menyentuh kening Arian, Ah suhunya masih normal pikirnya "Kakak jangan kebanyakan bengong. Nanti kesurupan loh... kerasukan pocong hehe "
Saat tersadar Arian di perlakukan seperti anak kecil, dia menarik nafas panjang sambil menghilangkan perasaan campur aduknya dalam hati
"Kakak gak mungkin kerasukan sayang. Yang ada malah pocongnya yang takut sama Kakak hehe" Vera tertawa setelah mendengar kalimat barusan "Ve, Kakak tau kamu selalu bilang bahwa kamu ingin merasakan kebebasan dalam diri kamu. Tapi tentang kamu ingin menjalin hubungan dengan seorang yang kamu cintai. Sepertinya mamah dan Kakak tidak mau mengizinkan mu."
"Kenapa aku gak di izinin pacaran." Vera sewot sambil melihat wajah Arian sebal " "Kak! Lihat sekarang aku sudah besar. Umur ku saja sudah 18 tahun. Aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya mencintai dan di cintai
orang lain. Asal Kakak tau saja, kalau di sekolah aku selalu di jadikan bahan ejekan teman sekelas. Karena gak pernah tahu bagaimana rasanya mencintai''
Arian mengerutkan keningnya
"Loh kenapa? Menurut Kakak bukannya itu sangat bagus. Di sekolah itu daripada kamu pacaran lebih baik kamu belajar yang serius demi masa depan kamu. Kakak gak mau kamu menjadi korban dari orang yang tidak baik sekaligus orang tidak mau bertanggung jawab sayang." Demi menjaga perasaan adik angkatnya Arian mengucapkan kalimat nya pelan dengan nada kasih sayang dan penuh perhatian
"Iyah aku tau, tapi masalahnya apa peraturan itu masih berlaku? Lihat Kak sekarang aku sudah besar. Dan Kakak tenang saja. Aku sudah bisa menjaga diri dengan baik kok. Jadi, mohon izinkan aku ya Kak?"
Demi mencapai tujuan Vera rela mendekatkan wajah manja sambil memohon agar mendapatkan izin dari Arian. Namun sialnya Arian hanya diam, dan tatapannya itu loh dingin sekali seperti mengatakan. Jangan bermimpi!
"Kakak jahat!" Vera menyentak "Lihat saja, aku pasti mencari pacar ku diam-diam nanti, kalau sudah dapat aku akan merahasiakannya dari Kakak." Menggerutu
"Yang itu juga gak boleh. Nanti saja kalau kamu sudah lulus kuliah sayang. Kakak berjanji kakak izinkan kamu."
Dan kamu tidak perlu bersusah payah mencarinya. Karena pacar mu adalah...
"Gak terima!" Menolak mentah-mentah lalu membelakangi Arian "Biar bagaimana pun caranya, kalau nanti aku punya pacar. Aku langsung merahasiakannya dari Kakak. Titik!"
Melihat sikap keras kepalanya yang muncul Arian naik pitam.
"Vera sayang kamu benar-benar susah di omongin yah. Jangan mentang-mentang sekarang kamu sudah besar. Kamu jadi berani melawan Kakak. Sekalinya kakak bilang gak ya enggak! Paham?" Menggema di akhir kalimat karena geram, tapi sialnya tidak ada rasa takut sedikitpun yang terlukis di wajah Vera, yang ada malah aneh.
"Kakak ini kenapa? Setiap aku omongin soal ini, Kakak selalu marah. Seperti aku ketahuan selingkuhan saja dari Kakak. Sadar dong Kak, aku bukan pacar mu kan?"
Lagi-lagi Vera bersikap keras kepala meski ujung-ujungnya dia hanya mampu mentaati apapun yang di perintahkan Kakaknya lalu berceloteh tiada henti. Dan tentunya Arian sudah terbiasa dengan itu.
Vera aku ingin sekali kamu mengetahuinya. Bahwa aku tidak rela melepaskan mu. Aku mau kamu tetap berada di sisiku selamanya
Sambil mendengar Vera berceloteh Arian bicara dalam hatinya
Makan malam
Setelah berbincang lama dengan Kakaknya tadi sore, Vera bergegas ke kamar mandi. Setengah jam kemudian dia keluar lagi dari ruang berganti baju dengan setelan piyama celana pendeknya. Berjalan keluar kamar menuruni tangga menuju ruang makan. Saat tiba, dia melihat Arian duduk sambil menunggu, sementara Aliya sibuk menyajikan hidangan makan malam bersama Bik Minah kepala pelayan di meja makan.
"Malam sayang." Ujar Aliya sesosok wanita hangat namun tegas ini menyapanya. "Mari makan, kami sudah menunggumu dari tadi."
"Malam mah, malam Kak. Maaf sudah buat kalian menunggu lama" Vera menarik kursi lalu duduk bersebelahan dengan Arian
"Apa Mama tidak tahu dengan kelakuan Vera tadi? Tidurnya itu kan mirip banget sama anak kebo. Dan jika tidak di bangunkan, mungkin sampai malam juga, dia gak akan terbangun dari mimpinya." Arian mulai mengadu
Aliya menatap Vera tajam setelah mendengarnya. Ada rasa malu pada Arian dalam hatinya. Merasa dirinya kurang mendidik Vera dengan baik. Padahalmah kurang baik apanya coba. Dari sekian banyaknya orang di keluarga itu, hanya Aliya yang paling memperhatikannya. Sebagai seorang Ibu Aliya tentu rela melakukan apapun demi menjaga nama baik dan mass depan anaknya menjadi yang terbaik.
"Hehe.." Melihatnya nyengir tanpa dosa Aliya langsung menarik pipinya tanpa aba-aba "Aaaaah sakit mah." Merengek
Rasain kamu. Kata Arian dalam hati sambil menyeringai
"Kamu ini yah. Mau sampai kapan tidur siang lama-lama begitu? Ingat Vera kamu itu sudah besar, sudah remaja. Apa kamu tidak malu sama Kakak mu. Terus kalau kamu nanti punya suami bagaimana? Apa kata suami kamu nanti hah?" Aliya berapi-api
"Ampun mah ampuuuun. Lagi pula kan Vera gak sengaja kok" Malah membela diri sambil memegang tangan Aliya agar melepaskan cubitannya.
"Gak sengaja kata mu?" Aliya melotot
"Iya" Jawabnya santai membuat Aliya semakin marah lagi.
"Setiap hari tidur siang selama itu, massa di bilang gak sengaja." Arian menimpali
"Hehe" Vera mengaku salah
Kenapa cubitannya semakin keras. A' sakit sekali, pipi ku sakit.
"Ampun maaah Vera janji. Vera gak akan ulanginya lagi. Sekarang lepasin tangannya ya mah, pipi Vera sakiiit" Merengek lagi.
"Awas ya! Janji kamu jangan di ingkari. Kalau sampai terjadi lagi. Mamah gak mau bicara lagi sama kamu titik." Kata Aliya tegas
Vera mengangguk saja tidak berani melawan Mama yang lagi ngamuk ini. Dan Akhirnya Aliya melepaskan cubitannya lalu duduk berhadapan dengan kedua anaknya.
Lihat saja kamu Kak. Aku akan membalas mu nanti
Vera langsung mendelik sambil mengusap pipi yang sudah memerah dengan tangannya
"Hehe, lagi pula, siapa suruh kamu tidur siang lama-lama. Buat anak gadis itu gak baik. Apa kamu gak takut, kalau mata mu membusuk dan badan mu jadi gemuk gara-gara banyak tidur?"
"Hahaha! Kakak yang super menyebalkan. Bukannya Kakak sudah tahu ya. Walaupun aku banyak makan dan tidur, badan ku tetap begini dan gak pernah menjadi gemuk kan?"
Mungkin Vera memang di takdirkan begitu. Tubuhnya tetap stabil meski terlalu banyak makan dan tidur, berat badannya tidak pernah bertambah atau menurun sekalipun. Karena itu alasannya kenapa badannya terlihat imut. Kalau saja Arian memeluk tubuhnya sangat pass sekali dalam dekapannya. Layaknya memeluk seekor anak kucing yang kedinginan.
Tak!
Arian menyentil kening Vera
"A' sakit" Ujar Vera sambil mengusap keningnya berulang kali. "Iiiiih Kakak memang nyebelin" Menggerutu
"Kalau Kakak lagi nasehati. Seharusnya kamu dengarkan dan turuti apa yang Kakak katakan. Bukannya malah di bantah. Ngerti?" Kata Arian tegas
"Kalian berdua sudah jangan bertengkar lagi." Aliya menyela, membuat Vera dan Arian melihat kearahnya bersamaan "Lebih baik kalian habiskan dulu makanannya, nanti keburu dingin."
"Siap bos!" Jawab Vera singkat sambil melakukan hormat ala kapten. Sedangkan Arian hanya mengangguk saja. "Bik! Tolong buatkan aku susu coklat hangat dong" Ujar Vera lagi pada Bik Minah yang sedari tadi menunggu sambil berdiri di belakang meja makan.
"Baik Non." Jawab Bik Minah
"Aku juga mau dong Bik" Arian tidak mau kalah dengan Vera sepertinya
"Baik Tuan" Bik Minah menundukkan kepalanya sekali sebelum berbalik dan berjalan meninggalkan meja makan
"Huu dasar! Kakak selalu saja mengikuti semua kesukaan ku. Tapi.... untung saja sih Kakak gak mau mengikuti gaya penampilan ku. Dan kalau sampai itu terjadi! Aku gak bisa membayangkan deh. Bagaimana Kakak jadinya nanti." Ucapnya santai
"Siapa juga yang mau mengikuti semua kesukaan kamu" Arian sewot "Sedari dulu kan, Kakak suka juga sama susu coklat."
"Hmmm, ngeles terus"
Aliya tersenyum
"Vera dengar, daripada kamu ikut acara perpisahan di sekolah nanti. Lebih baik kamu ikut saja ke Raja Ampat temani Kakak kamu. Mama yakin kamu pasti lebih nyaman dan terhibur di sana" Ucap Aliya antusias
Terhibur! Mimpi kali ya. Bukannya terhibur yang ada malah tertekan. Mamah selalu saja begini. Bahkan di saat terakhir kali bertemu dengan teman sekelas ku sekalipun. Mamah tetap egois gak pernah mau mengerti perasaan ku.
"Selalu saja begitu, Mama gak pernah izinkan aku pergi kemana-mana. Memangnya Vera ini bocah pingitan apa?" Vera menggerutu
Aliya menarik nafas dalam
"Di mata Mama kamu tetap anak kecil. Dan selamanya mama akan menganggap mu begitu. Karena mama gak mau kehilangan kamu!" Kata Aliya tegas
"Iya sayang, saran Kakak, lebih baik kamu ikut Kakak saja ke Raja Ampat, ada banyak pemandangan pulau yang indah loh disana. Kakak yakin kamu pasti suka." Arian berhenti sejenak, saat melihat Vera hanya diam sambil mengaduk nasi dengan sendok di piringnya berulang-ulang, sebal. "Dan Kakak mau kenalin kamu sama temen Kakak" Arian melanjutkan kalimatnya dengan tidak mau tahu.
"Kenalin aku?" Vera menoleh sebentar lalu kembali bermain lagi dengan nasinya. "Tumben, lagi pula... Vera kan canggung gak kenal lagi. Karena gak terbiasa di kenalkan sama orang. Apalagi keluarga sendiri. Gak ada sejarahnya. Jadi, percuma saja kan?"
"Vera sayang kamu tenang saja. Teman Kakak itu orangnya baik kok dan juga mudah akrab. Kamu pasti menyukainya"
"Vera gak mau! Dari pada ikut dengan Kakak, lebih baik... Aku diam saja di rumah. Membosankan" Kata Vera dengan gaya manjanya.
Melihat tingkahnya yang semakin keras kepala, Arian meletakkan sendoknya meneguk cepat segelas air putihnya sampai kandas. Dan Aliya tahu itu artinya Arian lagi menahan amarahnya.
"Vera! Apa kamu yakin, kamu gak mau ikut dengan Kakak kamu?" Aliya mulai beraksi dengan tatapannya yang menusuk.
Mama dan Kakak bisanya cuma mengancam! Gak peduli dengan kemauan ku. Menghadapi keluarga begini setiap hari. Rasanya bagaikan terkurung di kandang singa.
"Iya iya aku mau" Jawab Vera dengan malasnya sambil melirik Arian. "Kenapa Kakak jadi senyum-senyum begitu?"
Arian masih tersenyum, tangannya terulur seiring dengan wajahnya yang mendekat, lalu membelai rambut Vera mengalirkan semua kasih sayangnya
"Adik yang baik selalu nurut kan?" Ucapnya lembut di barengi dengan pandangan tajam penuh mempesona
Degh degh
Gila! Kenapa Kakak melihat ku dengan tajam begitu sih. Bikin aku malu saja.
Batin Vera dalam hatinya
"Ini susu coklatnya Non" Vera baru tersadar saat Bik Minah meletakkan segelas susu di sampingnya
"Makasih yah Bik" Ucap Arian setelah menerimanya
"Iya sama-sama Tuan" Jawab Bik Minah lalu berdiri lagi di belakang meja makan
"Arian nanti kalau kamu sudah selesai makan. Mama tunggu di ruang kerja mu. Ada yang mau Mama bicarakan sama kamu." Aliya bicara.
"Iya Mah"
Vera mengerutkan keningnya aneh
"Bicara apa?" Meraih segelas susu lalu meneguknya sekali "Kok bicaranya di ruang kerja?" Tumben
"Kamu penasaran banget ya." Arian mengejek
"Enggak juga" Menjawab acuh sambil menaruh susu coklatnya kembali di meja
"Oya! Kalau enggak, kenapa bertanya barusan?" Ejek Arian lagi
Vera mendelik
"Siapa juga yang bertanya-tanya?'' Vera tidak mau kalah "A, sakit" Lagi-lagi kening mulusnya di sentil Arian gemas
"Itu hukuman mu" Arian tersenyum. "Karena kamu gak mau mengaku salah."
"Iiih nyebelin banget sih jadi Kakak"
Aliya menggeleng sambil senyum melihat keduanya yang mulai berceloteh kemana-mana. Sepasang anak yang begitu harmonis
***
Dalam ruang kerja
Saat Arian dan Aliya terlihat sedang berbincang terkait dengan bisnis perusaan mereka. Seorang pengawal pribadi Arian muncul tiba-tiba. Lelaki itu bernama Deni, dia ditugaskan mengawasi kegiatan apapun yang di lakukan Vera saat sedang di luar.
Dalam rumah gadis itu memang penurut, tapi siapa sangka jika di luar sangat berbeda. Dia adalah seorang gadis yang mandiri periang, pemberani dan penuh percaya diri. Tapi sayang, karena tidak di izinkan berteman dekat dengan siapapun oleh Keluarganya. Mau tidak mau dia selalu menjadi bahan ejekan teman perempuan sebangkunya. Karena tidak boleh merasa jatuh cinta maupun di cintai orang lain.
"Selamat malam Nyonya Besar dan Tuan Muda"
"Malam Den ada perlu apa?" Arian bertanya
"Maaf Tuan Muda, kedatangan saya kemari ingin memberikan Anda laporan tentang kegiatan Nona Vera hari ini." Setelah menjawab Deni menaruh amplop berwarna coklat di atas meja
"Bagaimana keadaanya? Dia baik-baik saja?" Sambil membuka amplopnya Arian bicara.
"Baik sekali Tuan, selebihnya Nona hanya bermain dengan temannya di sekolah. Namun saya heran, baru kali ini saya melihat Nona duduk termenung saat menunggu angkot di depan warung sekolah Tuan Muda." Berhenti "Saya rasa... sepertinya Nona sedang sedih."
Sedih! Pasti gara-gara dia merasa yakin. Kalau Mama dan aku tidak mau memberinya izin mengikuti acara perpisahan di sekolahnya itu.
"Baiklah. Sekarang kamu pulanglah dan istirahatlah di rumah mu." Jawab Arian lagi setelah selesai melihat beberapa lembaran foto yang di berikannya.
"Baik Tuan Muda, terimakasih. Saya permisi "Deni menundukkan kepala sekali sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan itu.
"Kamu masih saja melakukan hal seperti ini pada Adikmu" Kata Aliya setelah Deni menghilang di balik pintu yang tertutup". Saran Mama setelah dia lulus nanti, biarkanlah dia menjadi dirinya sendiri. Dia sudah besar dan kamu tidak perlu mengawasinya dengan ketat lagi."
"Sampai sejauh ini Mama selalu menyerahkan semua urusan Vera pada ku kan. Jadi Mama gak usah khawatir, aku melakukan ini semuanya demi kebaikan Vera. Aku hanya ingin menjaga dan melindunginya dengan baik Ma."
"Mamah mengerti, kamu melakukannya karena kamu sayang sama Adik mu." Aliya tersenyum "Baiklah, kalau itu memang mau kamu, mama gak bisa melarang mu. Kalau begitu mamah tinggal dulu ya. Ini sudah larut Mama mau istirahat dan tidur. Selamat malam sayang."
"Malam Mah"
Aliya mencium kepala Arian dengan penuh kasih sayang. Setelahnya dia pergi meninggalkan Arian sendirian di ruang itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!