Caera gelisah duduk di depan meja bundar ruang tengah rumahnya. Ia berkali-kali melihat pada Gino anak lelakinya.
Bocah itu berkali-kali menghempaskan nafas dalam kejengkelan. Jengkel karena papanya tak kunjung datang. Gino merengut terus sepanjang siang ini.
Caera sudah kehabisan akal membujuknya. Hari ini hari ulang tahun Gino yang ke 5 tahun. Caera sudah menyiapkan semua. Mereka sudah merencanakan dari dua hari yang lalu. Arya suaminya juga sudah setuju merayakan ulang tahun Gino di rumah saja dan makan siang bersama.
Padahal dari pagi tadi caera sudah mengingatkan suaminya untuk pulang tepat waktu. Tapi sampai jam 2 siang ini Arya tetap belum pulang.
Kembali caera menatap ponselnya. wanita 30 tahun itu sedari tadi sudah mencoba menghubungi Arya tetapi ponselnya mati. Diluar jangkauan. Sekali lagi caera mencoba menghubungi suaminya
Tut.. Tut.. tuuutt
Masih sama. Mati.
Dia sedih melihat Gino yang sudah berharap banyak papanya akan makan bersamanya siang ini di hari ulang tahunnya. Karna momen itu sangat jarang terjadi. Kalau malam pun Gino tidak sempat bertemu papanya karna Arya selalu pulang agak larut malam di saat Gino sudah tidur.
"Sayang mama, jangan ngambek terus dong. Mungkin papa lagi sibuk banget. Jadi gak bisa pulang" caera mencoba membujuk Gino lagi.
" Gino kalau cemberut gitu gantengnya jadi hilang "
Caera menowel pipi Gino mencandai anak imut itu. Gino menepis tangan caera. Dia makin merengut dalam.
Caera makin gemas melihat Gino makin yang merasa jengkel.
"Emm... Gini aja. Gimana kalau sekarang kita makan di luar aja yuk. Trus kita main Timezone? Mau?"
Bujukan maut pasti meluluhkan Gino.
Wajah Gino sedikit bersinar mendengar main Timezone. Tapi kembali dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Masih ngambek.
"Udah dong sayang. Jangan ngambek terus. Papa lagi sibuk tuh banyak kerja. Yuk Sama mama aja"
caera menarik-narik lengan Gino.
"Papa jahat. Gak tepat janji. Gino sebel"
Balas gino sengit
"Kan papa yang jahat bukan mama. Ayo dong kita main Timezone aja yuk"
Gino mengendurkan wajah jengkelnya. Lalu menatap mamanya yang tersenyum manis mencoba menenangkan.
"Tapi nanti beli es cream juga ya ma"
"Naaahh.. iya sayang. Gitu dong. Anak ganteng mama ini boleh beli apa aja hari ini. Tapi jangan ngambek lagi"
caera tersenyum ceria. Gino jadi sumringah.
"Bener ma?"
"Iya sayang"
"Ok! Asiiik Gino mau beli semua"
Sorak Gino kegirangan. Caera tersenyum senang. Umpannya kena. Cepat-cepat iya meraih tangan bocah itu untuk mengajaknya pergi ke mall.
Setelah pamitan pada bik sari pembantunya, caera segera meluncur ke mall yang mereka tuju.
Biarlah untuk hari ini dia memanjakan Gino dengan membeli apa saja yang dia mau. Gino sudah kecewa sedari tadi. Hanya rayuan ini saja yang menyelamatkan wajah cemberut gino.
****
Sesampainya di mall, Gino merengek minta langsung ke area permainan. Tapi untung saja caera bisa membujuknya untuk makan lebih dulu. Karna Gino belum makan siang sedari tadi. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Caera khawatir Gino akan sakit.
Dengan berat hati Gino mengiyakan ajakan mamanya untuk makan lebih dahulu. Meskipun ada sedikit drama lagi untuk membujuk bocah lelaki itu.
Mereka masuk ke salah satu cafe. Mengambil tempat sedikit lebih maju agar lebih leluasa.
Pelayan datang dan menyerahkan menu.
"Selamat siang nyonya. Mau pesan apa nyonya?"
Sapanya ramah dan tersenyum manis.
Caera masih membolak balik buku menu. Cukup banyak menu yg tersedia.
" Gino mau makan yang mana nih?" Caera menunjukkan menu pada anaknya.
"Gino ayam goreng crispy aja ma"
"Hmmm... ayam goreng lagi?"
"Iya ma Gino kan suka"
Gino tersenyum lebar menampakkan gigi putihnya
" Memang ya, anak mama ini selalu aja suka ayam goreng "
dengan gemas caera mencubit gemas pipi Gino.
Pelayan yang sedari tadi menungggu hanya memperhatikan mereka berdua. Sesekali tersenyum melihat tingkah lucu Gino.
Setelah memesan makanan, mereka menunggu pesanan datang.
Mereka berdua bercanda ria. Caera senang melihat Gino seakan telah melupakan kekecewaannya pada papanya yang tak telah mengingkari janji hari ini.
Bibirnya tersenyum, wajahnya ceria, tapi di dalam lubuk hatinya caera merasa nelangsa. Gino sebenarnya bukan anak kandung caera dan Arya.
Caera di vonis tidak dapat mengandung karna rahimnya kurang subur. Tapi tidak berarti mandul. Caera telah berusaha semampunya untuk mendapatkan seorang anak dari rahimnya. Tapi Tuhan berkata lain. Dia dan Arya belum di percaya untuk mendapatkan berkah itu.
caera ingat dulu ketika memutuskan untuk mengadopsi Gino. Tapi Arya tampak tidak terlalu senang. Tapi caera tetap memaksa. Setelah setahun lebih pernikahan, barulah mereka mengadopsi Gino.
Argino Marco. Bayi merah yang sangat menggemaskan. Di tinggalkan ibunya di panti asuhan. Caera jatuh hati padanya. Kini bocah itu telah berumur 5 tahun.
Untunglah ada Gino, hidup caera jadi tak terlalu gersang. Tapi Arya, dia masih tak terlalu memperhatikan Gino. Jarang sekali Arya menghabiskan waktu bersama Gino.
Apalagi akhir- akhir ini Arya terlihat sangat berubah. Selalu sibuk dan jarang di rumah. Kadang timbul rasa curiga di hati caera. Rasa itu selalu menekan hatinya. Ingin rasanya bertanya macam-macam pada suaminya itu. Tapi caera takut Arya tersinggung.
Arya Bima, 32 tahun, bekerja di salah satu perusahaan besar sebagai seorang menejer keuangan. Terlihat sepintas rumah tangga mereka baik-baik saja. Tetapi sebenarnya banyak kesunyian di antara mereka.
Terkadang kesunyian itu menghentakkan caera pada kenelangsaan abadi. Sunyi yang menyapa di tempat tidurnya yang hangat. Tak jarang caera menagis dalam diam.
Melihat Gino sangat ceria hati caera menghangat. Mencoba mengenyahkan rasa nyeri yang hinggap di hati.
Pesanan datang dan Gino menyantapnya dengan bersemangat. Terlihat benar bocah itu kelaparan karna memang belum makan.
"Pelan-pelan makannya dong sayang"
Gino hanya tersenyum dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Caera memandang sekitarnya. Banyak pengunjung yang asyik Masyuk dengan hidangan masing-masing.
DEG!!
caera membeku. Sekelebat dia melihat Arya di salah satu toko. Tapi hanya sekelebat. Karena sosok itu langsung menghilang ke dalam toko.
Gelisah dan resah menatap ke luar cafe. Ingin rasanya dia berlari mengejar ke sana. Tapi Gino sedang hikmat dengan makanannya. Ia tak mau mengganggu atau meninggalkan Gino.
Selera makannya langsung menghilang. Tatapannya tak lepas dari toko yang ada di barisan paling ujung. Kalau tidak salah itu adalah butik.
Ngapain Arya ke butik pakaian wanita? Ah kegelisahan itu makin membuatnya tak nyaman. lama caera memperhatikan toko itu, tapi Arya tak kunjung keluar.
"Mama.. kok gak makan? Gino udah selesai nih"
Gino heran melihat caera tak menyentuh makanannya.
" Mama masih kenyang sayang. Gino udah selesai?"
"Sudah ma"
"Ya sudah, kita keluar yuk. Bentar mama bayar dulu ya"
Gino hanya mengangguk. Ia menggandeng lengan ibunya dan ikut ke kasir. Sesekali caera melihat ke arah toko di tadi. Tapi tetap Arya tak kelihatan.
Setelah membayar, buru-buru caera menuju kearah toko itu. Gino sampai agak berlari kecil mengikuti langkah caera
" Mama kenapa buru-buru ma. Gino capek"
Caera terkejut. Ia menoleh kearah Gino yang berada agak di belakangnya mengimbangi langkahnya. Ah caera sampai lupa kalau dia sedang menarik tangan Gino dan berjalan terlalu cepat.
"Ah ya.. maaf mama lupa Gino"
caera memelankan langkahnya.
Sesampainya di toko itu, caera langsung masuk dan mencari-cari sosok Arya tadi. Tapi dia tidak menemukannya. Karyawan butik itu heran melihat caera yang seperti orang kebingungan masuk ke butik mereka.
"Ada yang bisa kami bantu nyonya?"
Seorang pelayan menyapanya.
Caera diam saja. Dia masih celingak celinguk mencari di setiap sudut butik. Tapi ia tak menemukan Arya.
Cepat sekali menghilangnya. Baru saja tadi aku lihat dia masuk ke butik ini. Kenapa sekarang tidak ada.
"Nyonya.."
Sekali lagi karyawan butik menyapanya.
"Oh maaf. Saya tidak menemukannya di sini. Permisi"
Caera tersenyum canggung pada pelayan butik itu. Dan kembali keluar.
Caera tak habis pikir. Apa mungkin dia salah lihat? Atau orang yang mirip mungkin? Atau itu hanya halusinasinya saja?
Ah caera bingung.
Tapi dia yakin tadi itu adalah Arya suaminya.
Caera menghempaskan tubuh di ranjangnya. Hatinya semakin gelisah saja. Sampai larut malam begini suaminya belum pulang juga.
Ponsel Arya juga belum aktif hingga kini. Tadi sore ia sudah mencoba menghubungi kantor tempat Arya bekerja. Tapi mereka memberi informasi Arya sudah keluar dari jam sebelas siang tadi.
Kesal, marah, gelisah, semua bercampur aduk di dadanya. Ingin menangis tapi caera tidak tau apa yang harus di tangisi.
ia menatapi tempat tidur yang kosong di sampingnya. Ia raba tempat yang biasa Arya tiduri untuk melepas lelah.
Dulu Arya selalu bilang tidak bisa tidur jika tidak di sampingnya. Kini perubahan Arya begitu mencolok. Kadang cuek dan malas di ajak bicara. Sering pulang larut malam. Selalu ada alasan ketika caera ingin di manja. Caera hanya menyimpan kesedihan di hatinya. Tak mau menunjukkan jika ia sangat keberatan dengan sikap Arya.
Untunglah Gino masih menurut untuk tidak terlalu menuntut kehadiran Arya bersamanya.
Di mall tadi sore caera membiarkan saja Gino memborong mainan kesukaannya. Agar Gino lupa akan janji papanya.
Sampai Gino kelelahan bermain baru mereka pulang.
Caera menatap jam dinding yang telah menunjukkan pukul sebelas malam.
Detik jam terasa terdengar seperti batu besar yang jatuh menimpa hatinya. Hening. Sangat hening. Sepi ini menggerogoti hati caera.
Membolak balikkan tubuhnya pun tak dapat meredam rasa resah di hati.
Caera mendengar deru mesin mobil di luar. Sontak ia bangkit. Bergegas keluar kamar menuju depan rumah. Arya sudah pulang. Cepat ia menuruni tangga. Tapi ia terpaku di anak tangga paling bawah. Terlihat Arya membuka pintu dengan raut wajah yang berantakan.
Dasi yang di kendurkan dan kancing kemeja yang terbuka. Caera heran ada apa dengan Arya. Tapi ia cepat cepat menyambut Arya.
"Mas, kamu kenapa?"
Arya menatapnya malas. Tercium aroma alkohol dari mulutnya.
"Aku lelah Ra. Bisa kan nanyanya besok saja?"
Arya melangkah melewati caera.
Caera terdiam. Tapi ia mengikuti Arya naik ke lantai atas menuju kamar mereka.
Sejuta pertanyaan sangat ingin keluar dari mulutnya. Tapi caera mengurungkan niatnya itu.
"Mas mau mandi? Biar aku siapin airnya."
Tanyanya sambil membantu membuka jas Arya.
"Tidak usah. Aku lelah mau istirahat."
Arya langsung merebahkan dirinya di atas ranjang.
Caera tertegun menatap suaminya yang makin aneh.
Terlihat Arya sudah mabuk. Ia minum alkohol? Sangat jarang Arya melakukan itu. Bila Arya bersentuhan dengan alkohol pasti ia punya masalah yang tidak dapat ia selesaikan dengan mudah.
Sebentar saja caera sudah mendengar dengkuran halus Arya. Dia tertidur masih dengan pakaian lengkap. Bahkan sepatunya belum di lepas.
Caera menarik nafas panjang. Kenapa jadi begini? Arya ada masalah apa sampai dia tidak dapat menyelesaikannya dan tidak mau bercerita pada caera.
Caera mendekati suaminya dan duduk di sisi ranjang. Ia menatap wajah Arya yang tertidur miring. Terlihat guratan lelah di wajah tampan itu. Ia menyentuh pipi suaminya.
Tak terasa air mata mengalir di pipi caera. Ia sedih. Sekarang rasanya jarak di antara ia dan Arya semakin terbentang luas. Caera mengelus lembut pipi suaminya. Pipi yang dulu selalu tempat bibirnya singgah untuk mengungkapkan rasa sayang.
Arya menggeliat karna merasa terganggu. Caera cepat cepat menarik tangannya. Heh.... kini menyentuh suaminya sendiri pun dia merasa takut. Takut Arya marah karna terganggu. Caera sedapat mungkin menjaga perasaan Arya yang lebih sensitif belakangan ini.
dengan hati- hati ia membuka sepatu Arya. menaruhnya di sisi bawah tempat tidur. kembali ia duduk di sisi suaminya yang telah tidur dengan pulas. ia memandangi wajah Arya lekat-lekat.
"ada apa dengan mu mas"
bisiknya hampir tak terdengar.
mengapa seperti ada dinding yang tak bisa di tembus diantara mereka. terkadang timbul rasa curiga di hatinya. apa mungkin Arya punya cinta lain di luar sana?
tetapi caera selalu membuang rasa curiga itu. Arya selalu berjanji untuk tetap setia walau apapun keadaan caera. vonis susah memiliki keturunan membuat caera selalu merasa lemah. ia tidak dapat membahagiakan Arya seutuhnya. tetapi Arya selalu menguatkan hatinya, berjanji untuk saling melengkapi. tapi kini perlahan semua seakan berubah.
ia Menarik selimut menutupi tubuh Arya. Kemudian ia ikut berbaring di samping Arya.
menerawang jauh menatapi langit langit kamarnya. Dunia ini serasa semakin sesak saja. Arya seperti menciptakan jarak yang tak terlihat. Tapi entah apa alasannya.
Dengan kelelahan hati yang merana, caera memejamkan mata. Tidak ingin berlarut larut dalam kesedihan. Ia ikut tertidur berharap mimpi menggapai bahagia seperti dulu dengan Arya
Pagi-pagi sekali caera sudah bangun. Menyiapkan sarapan pagi dan kebutuhan suami dan anaknya hari ini. Dia mencoba untuk lebih memperhatikan kebutuhan Arya.
Ia sibuk Memasak sarapan pagi. Soal memasak ia mengurusnya sendiri walaupun ada bik sari pembantunya.
"Bik, ini sudah selesai. Bibik siapkan di meja ya. Saya mau lihat Gino dulu"
"Iya nyonya"
caera menyerahkan pekerjaaan dapur pada bik sari setelah selesai memasak. Ia segera menuju kamar Gino. Bocah itu memang sulit bangun pagi. Gino selalu bilang kalau bantal dan gulingnya lebih hangat dari pada susu yang ia minum setiap pagi.
caera tersenyum memandang anak tersayangnya. Gino masih tidur dengan pulasnya. Caera duduk disisi tempat tidur. Dan menowel-nowel pipi Gino.
"Sayang.. ayo bangun"
Caera tersenyum melihat Gino menggeliat karna merasa terganggu.
"Gino.. ayo bangun sayang"
Caera masih mengguncang halus tubuh kecil Gino.
Bocah itu membuka matanya
"Mama, Gino masih ngantuk"
Gino makin meringkuk dan menarik selimutnya lebih tinggi
"Bangun dong. Mama sudah buat sarapan kesukaan Gino tuh. Ayo bangun sayang"
Caera terus saja menjahili Gino. Dengan malas Gino bangun dan duduk menatap mamanya dengan mata mengerjap malas khas bangun tidur
" Ma, papa sudah bangun?"
"Pastinya sudah bangun. Kan papa mau berangkat kerja."
Gino mengerjap senang. Rasa kantuk serasa hilang. Ia menyibakkan selimutnya cepat-cepat dan beranjak dari tempat tidur terburu-buru.
"Eh Gino.. kenapa?"
"Gino mau tanya sama papa ma"
Gino berlari keluar kamar. Caera hanya geleng-geleng kepala dan mengikuti Gino yang lebih dulu berlari menuju kamar papanya.
tidak tau apa yang ingin ditanyakan Gino pada Arya. ia menyusul Gino ke kamarnya. ia berhenti di dekat pintu, mendengarkan pembicaraan ayah dan anak itu.
"papa, kenapa papa lupa sih?"
terdengar suara Gino jengkel.
"maaf Gino. papa banyak kerja. nanti papa kirimkan ya"
"ih papa selalu begitu. Gino kira pagi ini pasti dapat hadiah dari papa. tapi papa bohong lagi"
"papa gak bohong Gino. nanti papa kirim hadiahnya. atau Gino mau tunggu papa pulang kerja saja? sekalian papa yang bawa hadiah Gino? gimana?"
Arya mencoba membujuk Gino
" nanti papa bohong lagi! Gino gak mau!"
suara Gino mulai meninggi. sepertinya dia mau menangis.
"jangan nangis dong jagoan papa. papa janji nanti bawa hadiah untuk Gino"
"gak mau!!"
Gino tetap merengut marah dan mulai menangis.
caera tidak bisa membiarkan Gino nangis. ia masuk ke kamar. Arya berjongkok di depan Gino yang duduk di sisi tempat tidur. caera ikut duduk di sisi Gino dan mengelus kepala anak lelaki yang hatinya sedang jengkel itu.
"sayang.. papa bukan berbohong. tapi papa lupa kemarin bawa hadiah Gino. hadiahnya ketinggalan di kantor papa. ya kan pa?"
caera memandang Arya. mata mereka saling menatap. caera memberi isyarat agar Arya mengiyakan omongannya.
"iya sayang. Mama bener. hadiah Gino ketinggalan di kantor"
Arya menggenggam jemari mungil Gino. hati caera menghangat melihat itu. Arya terlihat manis seperti itu.
"papa jangan bohong lagi ya?"
air mata Gino mengalir deras. caera tau betapa kecewa Gino. memimpikan hadiah ulang tahun dari papanya itu sungguh suatu yang menyenangkan. tapi sayang Arya tidak menepati janji.
"iya papa janji. kali ini Gino pasti dapat hadiahnya"
"ya udah. sekarang Gino mandi dulu ya. anak ganteng masak pagi-pagi udah nangis. belum mandi lagi"
caera menggoda Gino.
"iya ma"
Gino menurut. ia beranjak pergi walau masih ada sisa tangisan di wajahnya.
setelah Gino kembali ke kamarnya, caera menatap Arya. ia sangat ingin berbicara dengan suaminya ini. Arya mematut dirinya di depan cermin. caera mendekati dan menolong memakaikan dasi pada Arya.
"mas aku mau bicara sama kamu"
"hmm.. ada apa Ra?"
caera masih diam. ia masih memakaikan dasi. Arya menunggu.
"mas. kamu semalam dari mana? kenapa kamu mabuk?"
kini Arya yang diam.
"sudah selesai"
caera menyudahi mengikat dasi. ia masih menunggu jawaban Arya.
Arya menatapnya. menghembuskan nafas dan duduk di ranjang.
"sini"
Arya menepuk tempat di sampingnya. menyuruh caera duduk bersamanya. caera menurut dan duduk di samping Arya.
"Ra. aku semalam minum. ada masalah di kantor. maaf kalau aku pulang telat"
" tapi kenapa kamu mesti lupa ulang tahun Gino mas? kamu tau tidak Gino sampai tidak mau makan hanya karna nungguin kamu."
"aku ingat Ra. tapi masalah kantor lebih penting"
"iya mas aku ngerti. setidaknya kamu bisa hubungi aku kalau kamu tidak bisa pulang"
"kemarin sangat repot Ra. meeting mendadak. dan aku tidak mau di ganggu. jadi aku matikan ponsel ku. maaf aku lupa ngabarin kamu"
caera menarik nafas panjang dan menghempaskannya. kemarin ia menghubungi kantor Arya. mereka bilang Arya sudah keluar dari jam sebelas siang. Arya berbohong. hati caera sakit. kenapa Arya harus berbohong padanya.
"jadi kemarin kamu rapat di kantor mas?"
"iya sayang"
"sampai malam?"
"iya sayang"
hati caera seperti di tumbuk Godam besar. Arya masih tak mau mengaku.
"kenapa sih Ra, kamu gak percaya sama aku?"
caera menunduk. ingin ia mencecar Arya. ingin ia marah mengatakan kalau Arya berbohong. kalau ia melihat Arya di mall. ingin rasanya ia berteriak kalau Arya berubah.
"Ra, kamu gak percaya sama aku?"
kembali Arya bertanya.
caera masih menunduk. jemari kakinya bertaut. ia gelisah menahan diri untuk tidak mencecar Arya.
"kamu berubah mas"
katanya lirih. air mata sudah menggenang di matanya. caera tak sanggup menahan sedih. Arya menggenggam tangan caera.
"sayang, aku berubah bagaimana? aku cuma sibuk Ra. ada masalah di kantor"
caera terisak halus. Arya memeluk istrinya yang sedang melow itu.
"tolong mengerti Ra. aku tidak berubah. aku cinta kamu Ra"
caera membalas memeluk suaminya. ia takut kehilangan Arya. ia mencintai suaminya. caera hanya takut Arya meninggalkannya.
"aku juga cinta kamu mas"
"Ra"
caera mendongak menatap Arya.
"aku lapar"
Astaga... aku lagi sedih mas! bisa-bisanya kamu...
Arya tersenyum lebar. lucu melihat caera yang membulatkan matanya dan memukul dadanya.
"hahaaaa"
Arya malah tertawa.
"jangan sedih lagi Ra. aku gak suka kamu nangis"
Arya menghapus air mata caera. hati caera menghangat. ia sungguh rindu Arya memperlakukannya dengan manis seperti dulu.
"sarapan yuk"
ajak Arya. caera menurut. semoga selanjutnya akan baik- baik saja. mereka melangkah keluar kamar. menghampiri Gino yang sudah selesai mandi di kamarnya.
pagi ini hati caera kembali bahagia. ia membuang rasa curiga yang sempat tumbuh di hatinya karna sempat melihat Arya di mall kemarin sore. mungkin ia salah lihat orang. atau mungkin saja orang di kantor Arya tidak tau kalau Arya masih di kantor. biarlah caera buang semua rasa curiga itu. Arya hanya benar- benar sibuk di kantor.
suasana hangat ini sudah lama hilang. sarapan bersama satu meja, menjadi keluarga utuh yang bahagia. Arya terlihat seperti ayah yang paling menyayangi keluarganya pagi ini.
dengan semangat Gino melahap sarapan paginya. mengoceh ini itu menginginkan hadiah dari papanya. selalu meminta papanya untuk tidak mengingkari janji lagi.
berkali-kali caera mengingatkan Gino untuk tidak bicara saat makan. tapi Gino tetap semangat bertanya banyak pada Arya. Arya hanya tersenyum melihat kelucuan Gino.
di dalam hati caera berdoa, semoga Arya akan selalu seperti ini. tidak akan pernah berubah. tetap mencintainya dalam keadaan apapun.
semoga saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!