NovelToon NovelToon

Nikah Tapi Musuh

NTM : 0.1

Katanya, Indonesia adalah Negara seribu pulau yang kaya raya. Pemandangannya elok dan sumber daya yang melimpah ruah, terbentang dari pulau Sabang sampai pulau Marauke. Begitu luas, begitu megah. Yang menjadikannya sebagai salah satu bukti bahwa Tuhan itu Maha Esa dan Kuasa atas segala ciptaan-Nya.

Dalam penerbangan pesawat Singapore Air Lines dengan destinasi Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, aku sedang duduk dan khusyuk membaca berita.

Sebagai mahasiswi fakultas Ekonomi tentulah aku harus melek berita minimal tentang sektor usaha menengah yang mulai menjamur di pasar lokal Indonesia dan paling tidak aku pun harus paham mengenai masalah perekonomian negara ini yang sedang atau mungkin akan terjadi, misal; turunnya kurs mata uang dan naiknya harga minyak dunia yang otomatis membuat harga barang dagang di pasar meroket.

Ah, sebenarnya, membaca berita seperti ini terasa berat untukku, terkhusus untuk otakku yang sepertinya sudah agak berkarat karena tak belajar lama. Ya, aku cuti kuliah semenjak setahun lalu dan akan habis masa cutinya di akhir minggu ini. Dan sekarang statusku bukan lagi sebagai mahasiswa biasa, melainkan mahasiswa kadaluarsa. Benar, kadaluarsa. Karena harusnya aku sudah lulus dan bekerja selayaknya teman-temanku yang lain. Nahas, takdir berkata lain dan akhirnya membuat kuliahku jadi harus mundur setahun lagi sebelum wisuda.

Jelasnya, setahun lalu, aku mengambil cuti kuliah demi mengantar dan menemani Eyang Utiku untuk berobat di Singapura. Utiku tersayang. Aku amat sangat menyayangi beliau. Beliau seperti separuh nyawa buatku. Karena sedari bayi aku berada dalam asuhan beliau. Eyang Uti seperti Ibu bagiku, karena selama Ibuku bekerja, Uti lah yang mengasuhku. Karena ikatan yang kuat itu, alhasil, saat aku tahu bahwa Uti menderita sakit yang cukup kronis, aku, si cucu bontot yang paling dekat dan yang paling disayang Uti ini, maka kupertaruhkan kuliahku demi menemani pengobatan beliau sampai benar-benar pulih!

Dan, hari ini, bertepatan pada hari sabtu di minggu pertama bulan Agustus akhirnya aku bisa menginjakkan kakiku kembali di tanah Jakarta.

Uh, rindunyaaa! Serasa sudah lamaaaa sekali semenjak terakhir sebelum aku pergi menemani Uti.

Suara interkom dalam pesawat tiba-tiba berbunyi. Seorang pramugari di depan sana juga memberikan tanda bahwa sebentar lagi pesawat ini akan landing.

Aku terkesiap. Bukan karena kaget melainkan karena amat antusias pada kepulanganku ini. Aku rindu dengan orang tuaku, keluarga besarku, rumahku, kamarku, terlebih itu Eyang Utiku yang memang sudah kembali lebih dulu beberapa waktu dariku.

Saat pesawat benar-benar landing, aku lantas bergegas turun dan beranjak menuju pintu kedatangan berharap di sana akan ada keluarga besarku termasuk Uti yang menjemputku. Namun sayangnya, aku harus menghela napas kecewa saat aku tak menemukan satu pun keluargaku yang berdiri menungguku di sana.

Berjalan terus seorang diri. Sepertinya aku memang harus pulang sendiri. Sekali lagi aku menghela napas. Lalu duduk di atas sebuah kursi yang tersedia di Bandara, yang biasanya dipakai untuk menunggu waktu--entah keberangkatan atau kadatangan. Sekarang, aku bingung harus bagaimana untuk pulang. Hehehe, maklum, sudah lama aku nggak berkelana seorang diri di Jakarta membuatku jadi kikuk jika benar aku harus sendirian. Tanpa kawalan, teman, apalagi jemputan! WAH!!

Sebenarnya mudah saja bagiku untuk memesan taksi online atau menyewa taksi yang sudah antre menunggu penumpang di depan Bandara. Namun, karena perasaan kikuk itu loh, makanya niat itu aku urungkan sekarang. Ngeri! Apalagi baru beberapa menit lalu sebelum landing tadi aku membaca berita tentang kejahatan di dalam taksi. Ugh, seram banget kan?!

Drrrttt....

Ponselku otomatis bergetar saat kunyalakan tombol aktifasinya. Muncul logo merek di sana sebelum akhirnya menampilkan kolase foto-fotoku dengan Eyang Uti sebagai wallpaper-nya. Ponsel ini baru lagi kuaktifkan setelah sebelumnya harus dinon-aktifkan selama penerbangan dalam pesawat.

Drrrtttt... Drrttt...

Lagi-lagi ponselku ini bergetar. Getarnya begitu terasa di tangan, karena memang sedang kupegang dalam genggaman saat ini. Kuamati layarnya. Notifikasi dari sebuah pesan masuk ke dalam aplikasi WhatsApp-ku. Yang mana berbunyi;

Dari : Mbak Citra

Re, kali ini yang jemput kamu itu spesial! Nanti kagetnya jangan lebay ya!!

Diterima pukul 13.17 WIB

[...]

Melirik jam digital di sudut layar ponsel menyatakan bahwa saat ini sudah pukul 14.15 WIB. Wah, luar biasa! Pesannya baru masuk setelah hampir satu jam terkirim.

Dan setelah membaca pesan itu baik-baik, aku langsung mengernyit. Maksudnya Mbak Citra ini apa coba? Spesial?? Hah, martabak telor kali ah, spesial?!

Duh, kan, mendadak rasanya perutku keroncongan gara-gara mengungkit martabak telur spesial akibat ulah pesannya Mbak Citra. Aih, kesal deh jadinya!

Baik lah, sepertinya saat perjalanan pulang nanti aku harus mampir kedai martabak nih. Toh, sudah lama juga kan aku nggak makan makanan enak itu. Hehe.

Lantas, aku pun segera membalas pesan Mbak Citra tersebut. Namun, di saat aku baru mengetikkan sebuah kata, tiba-tiba ponselku bergetar lagi. Tanda sebuah sms kini masuk di layar ponselku.

Aku mengerut kening saat melihat pesan itu dikirim oleh serangkaian nomor asing yang nggak tersimpan di dalam kontak!

_____________

P.S :

Tulisan "NTM : X.X" artinya SUDAH REVISI

sedangkan "BAB X.X" artinya BELUM REVISI

NTM : 0.2

Dari : 08126577XXXX

Kalau udah sampai kabari.

Diterima pukul 14.17 WIB

[...]

Karena itu sms aku jadi nggak bisa mengecek foto atau info tentang nomor tersebut. Firasatku berkata kalau nomor itu hanyalah nomor yang salah kirim pesan. Maka itu akhirnya kuabaikan saja pesan itu, dan kembali beralih untuk membalas chat WhatsApp Mbak Citra. Yang sepertinya kali ini akan kubalas dengan kalimat bernada candaan.

Kepada : Mbak Citra

Wiihhh... spesial? Siapa tuh Mbak? Artis dari mana?? Ali Syakieb bukan?! Haha.

Terkirim pukul 14.19 WIB

[...]

Sampai tanda terkirimnya berubah menjadi biru, sedetik kemudian Mbak Citra dengan gercep-nya langsung menelepon via WhatsApp. Dan sedetik berikutnya langsung kuterima panggilannya.

"Assalamu'alaikum, Re, Rere? Kamu udah sampai belum sih?! Udah landing belum? Apa masih di Singapur?! Pesawatnya delay?!!" Cerocos Mbak Citra tanpa jeda. Bahkan aku aja sampai nggak kebagian menjawab salamnya. Astagaa, Mbak Citra ya! Ck.

Aku menghela napas panjang sendiri. Lelah mendengar bicaranya yang tanpa koma. "Haloo Mbak, sebelumnya biar kujawab salamnya dulu yaa..." aku tersenyum sarkastik dari sini, dan kurasa--meskipun Mbak Citra nggak melihatnya, dia pasti bisa merasakannya. "Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh!" Kutegaskan nada salamku padanya. Sebagai pembalasan karena tahu-tahu dia merepet kayak petasan di kawinan!

"Eh, jawab buru! Kamu lagi di mana sekarang? Udah sampe belum sih?!"

Huh, sepertinya senyum sarkastikku nggak mempan ya. Percuma aja jadinya. Padahal aku berharap dia sadar kalau aku sedang menyindirnya sejak tadi. Nyebelin.

Aku menghela napas panjang. Mau tak mau kujawab pertanyaannya barusan. "Iya, Mbak, iya, aku udah sampai dari jam 2 tadi."

"IH, KOK NGGAK BILANG!!"

Ponsel itu langsung kujauhkan dari telingaku secara otomatis. Demi menyelamatkan genderang telingaku dari suara melengking yang sungguh menyakiti telinga itu. HUH!!

"Ih, Mbak! Biasa aja dong ngomongnya! Kuping Rere pengang tauu dengarnya!!" Omelku pada Mbak Citra di seberang sana. Lagian, suruh siapa sih teriak-teriak begitu? Emangnya kupingku budek apa?! Kesel aku tuh, huh!!

"Lagian kamu sih, nggak bilang-bilang kalau udah sampai dari tadi. Coba bilang, kan, dia jadi nggak nunggu lama! Tau nggak sih, kamu tuh, Re... dia udah nunggu berapa lama coba dari tadi?!"

Aku mengernyit. Bingung. Nggak mengerti maksud Mbak Citra itu apa. Dan, siapa pula 'dia' yang Mbak Citra maksud itu? Aku nggak tahu menahu!

Eh, tunggu!

"Dia itu... penjemput Rere yang Mbak bilang spesial itu? Iya?!" Tanyaku memastikan. Merasa pesannya tadi dan omongan Mbak Citra barusan ini saling berhubungan satu sama lain.

"Nah, iyaa, dia!"

Aku menggaruk kepalaku. Entah kenapa mendadak terasa gatal.

"Jadi... sekarang kamu nunggu di mana? Kamu belum pulang sendiri naik taksi, kan, Re?!" Tanya Mbak Citra lagi. Suaranya kini berubah jadi lebih mengintimidasi dibandingkan sebelumnya.

Memangnya seserius itukah membuat orang spesial itu menunggu?!

"Belum, Mbak, masih ada di bandara. Aku lagi duduk di dekat pintu kedatangan." Jelasku akhirnya.

"Yaudah, yaudah, kamu tunggu di situ ya! Jangan ke mana-mana!"

Klik. Sambungan itu terputus sepihak oleh Mbak Citra. Bahkan tanpa ada salam penutup. Aihh, sepertinya orang yang katanya 'spesial' itu benaran spesial ya?!

Setidaknya, dari pandangan Mbak Citra.

____________________

P.S :

Tulisan "NTM : X.X" artinya SUDAH REVISI

sedangkan "BAB X.X" artinya BELUM REVISI

NTM : 0.3

Aku menghela napas panjang. Akhirnya kuputuskan untuk menuruti titah Mbak Citra. Menunggu si "jemputan spesial"-nya itu menjemputku di sini, di dekat pintu kedatangan. Selagi menunggu, aku berkaca lewat layar ponselku yang gelap karena dalam mode kunci. Setelah kuperhatikan lamat-lamat, ternyata mengenaskan juga ya wajahku ini. Tampak letih bin capek. Bibir pucat karena liptint sudah luntur. Sungguh mengenaskan! Padahal perjalanan juga kurasa nggak begitu lama. Entah lah, aku memang sudah butuh kasur sekarang. Lebih dari itu, aku butuh makanan segera! Perutku sudah keroncongan dari tadii.... huhuhu.

Mencoba menahan keroncongan dalam perut ini, aku melipat tangan di depan perutku sendiri, lalu menunduk dalam-dalam ke depan, membenamkan wajah dalam pangkuan. Sungguhan... rasa lapar ini serasa ingin membunuhku! Ya Allah... Ya Tuhanku...

"Duk! Duk!"

Kepalaku seketika itu menoleh ke samping. Belum sepenuhnya kutegakkan kepalaku ini hingga yang terlihat hanya bagian bawah dari sosok yang sedang berdiri tegap di depan koper pink-ku. Aku mengernyit. Rasa-rasanya, dari siluet dan posturnya, aku yakin bahwa dia adalah seorang cowok! Dia berjeans biru belel, kakinya tampak panjang kala berdiri jika diperhatikan dari mata kaki.

"Duk! Duk! Duk!!" Lagi, dia menendang koper pink-ku ini dengan kaki panjangnya itu. Tak sabaran.

Aku mendengus kesal. Seketika, kutegakkan kepalaku agar aku bisa melihat siapa orang yang dengan kurang ajarnya--sengaja menendang koper berhargaku! Biar saja nanti dia kusemprot dengan kata-kata tajam dan ganas andalanku! Nggak tahu apa dia, kekuatan cewek yang lagi laper?! Bisa melebih Singa ngamuk!!

Dan, di saat aku mendongak menatap wajahnya. Bersiap untuk memakinya sekeras mungkin. Di saat itu bibirku malah terkunci seketika. Mataku membulat lebar secara otomatis. Aku tergugu melihat wajah itu lagi setelah sekian lama. Heh...

"Bian?!" Aku menatap cowok ber-hoodie navy itu tak percaya. "L-lo... Bian?! Iya??"

Dia, cowok jangkung yang mungkin tingginya 180 centian itu, menatapku lurus yang tingginya agak jauh lebih rendah di bawahnya ini dengan mata sayu nan tajam khasnya yang nggak pernah kusukai bahkan sampai detik ini pun!

"Halo, Regita Pratiwi alias Rere. Apa kabar?" Lalu dia tersenyum miring.

HAH, GILAAAK!

Mimpi buruk apa aku semalam sampai hari aku bisa bertemu musuh bebuyutanku sejak jaman SMA!!

Si Ketua OSIS resek, sok ganteng dan tengil. Siapa lagi kalau bukan, FABIAN SAMUDRA!

Huh, aku emang sial!!

***

Kata apa yang bisa menggambarkan situasiku apabila bertemu dengan iblis perfeksionis layaknya cowok yang (sengaja) berjalan dengan langkah lebar-lebar di depanku ini, yang tentu saja bertujuan agar aku bisa tertinggal jauh darinya dan jika aku sudah tertinggal, dia pasti langsung mengomeliku. Mengataiku seperti...

"Lelet banget sih, jalannya!" Serunya menyebalkan. Rasanya ingin aku maki-maki dia saat ini juga!

Aku menghela napas kesal. Daritadi aku sudah mengikuti seruannya agar nggak banyak bertanya. Dia juga bilang, aku harus bawa sendiri koperku dan mengikutinya menuju tempat parkir berada.

Heran, apa coba yang dilihat oleh Mbak Citra sampai-sampai menganggap makhluk menyebalkan ini adalah orang spesial?! Dia ini sih bukan spesial namanya, tapi ZONK!!

"Ngapain liatin gue kayak gitu? Cepetan dong jalannya sini, pakek bengong segala lagi!"

Aku sampai mengetatkan genggaman tanganku, menahan kesal agar aku bisa tahan untuk nggak memakinya sekarang juga. Tapi wajahnya yang songong itu sungguh mendorongku dengan keras agar bisa memaki-makinya. Huh, aku harus bagaimana coba?!

"Heh, Rok Rumbai, cepet!!"

Aku mendelik seketika mendengarnya kala berkata 'rok rumbai'. Ih, bahasa norak apa yang dia pakai itu?! Lagi pula rokku ini namanya rok plisket. Kosa katanya dapat dari mana sih? Ajaib banget, heran!

____________________

P.S :

Tulisan "NTM : X.X" artinya SUDAH REVISI

sedangkan "BAB X.X" artinya BELUM REVISI

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!