Dia adalah Dante Miquel, pria dengan wajah garang namun tampan. Memiliki tinggi badan 175 cm membuatnya menjadi pria dengan sejuta pesona. Tahun ini dia genap berusia 35 tahun. Pria yang baru saja menyandang status duda ini merasa bebas karena tidak ada yang akan mengekangnya lagi. Pernikahannya dengan seorang model bernama Julian Dexton, tak semulus harapan mereka berdua. Wajah yang cantik dari Julian tak mampu membuat Dante betah berlama-lama hidup dengan Julian. Kesibukan Julian di dunia model, membuatnya sulit membagi waktu. Saat Dante menginginkan Julian, sang mantan isteri tak mampu memenuhi keinginan itu. Apalagi sifat Julian yang tak mau di atur tapi sangat senang mengaturnya. Pernikahan yang hanya berdasar wajah tampan dan cantik serta naf*su sesaat itu harus berakhir di meja pengadilan di karenakan tindakan kekerasan yang di lakukan oleh Dante kepada salah satu temen pria Julian.
Kejadian itu bermula saat Dante memergoki sang mantan isteri tengah bersama pria lain saat dirinya ingin memberikan surprise ulang tahun Julian yang ke 28 tahun. Di saat yang sama, ternyata Julian dan teman prianya berada di restoran tempat Dante memberikan kejutan kepada sang isteri.
Dante di bakar api cemburu, dia menghampiri meja keduanya dan melayangkan bogem mentah ke arah teman pria Julian.
Satu restoran heboh, namun tidak ada yang mampu melerai keduanya. Sang pria kritis sampai harus di larikan ke rumah sakit. Tanpa pikir panjang, Dante langsung mendaftarkan perceraiannya di pengadilan. Sang mantan isteri yang merasa sudah tidak ada kecocokan, merasa harus segera mengakhiri hubungannya dengan Dante si pria arogan.
Setelah dua tahun perpisahan dengan Julian, hatinya menjadi kaku dan keras. Dia bersumpah tidak akan menikah lagi. Keputusannya ini membuat kedua orang tuanya menjadi khawatir. Apalagi sifat kejam dan arogannya membuat para gadis kena mental.
Kedua orang tua Dante memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan mencarikan jodoh lewat situs online. Di situs perjodohan berbayar itu, banyak sekali gadis yang masih muda. Saat ibu Dante melihat biografi seorang gadis bernama Chika, dia langsung kepincut.
Di sana tertulis, Chika adalah gadis anggun, berpendidikan, cantik dan cerdas, foto yang nampak juga sangat sesuai dengan penjabaran di biografinya.
Tanpa pikir panjang, ibu Dante langsung memutuskan jika Chika akan menjadi menantunya.
"Dante, besok kamu ada acara tidak? ibu dan ayah ingin mengajakmu bertemu dengan seorang gadis, kamu harus menikah lagi," Sang ibu sangat antusias menjodohkan Dante dengan Chika.
"Aku sibuk ibu," Dante melengos, dia memilih segera mengakhiri sarapan paginya dan bergegas menuju pintu utama.
"Jangan menyuruhku menikah, aku akan pensiun jadi presdir dan ikut kakek di desa menjadi petani," Ancam Dante.
Bruak!
Dante membanting pintu dengan keras saking marahnya.
"Astaga, anak itu. Mau jadi petani? mana mau dia? ancamanmu kurang jitu, dasar anak bawang," Sang ibu segara membereskan piring kotor dan gelas yang tadi di gunakan Dante, ia meletakkan di wastefel dan mencucinya.
Ibu Dante yang bernama Nyonya Sovia merasa gelisah, dia sudah membayar mahal untuk perjodohan ini, jika tidak segera terealisasi, dia akan rugi bandar.
Nyonya Sovia bekerjasama dengan suaminya agar mau membantunya mempertemukan Dante dan Chika.
Dia segera menelepon sang suami yang bernama Tuan Frans. Cukup lama Nyonya Sovia menunggu panggilan teleponnya di respon oleh Tuan Frans, setelah sepuluh menit menunggu, suaminya menjawab panggilan teleponnya.
"Ayah, bantu ibu membawa Dante ke restoran Alamanda, kita akan bertemu calon besan di sana," Nyonya Sovia memelas kepada Tuan Frans agar mendapatkan bantuan yang di inginkan.
"Ibu tenang saja, dua puluh menit ayah akan datang dengan Dante, tunggu saja di sana bersama calon besan," Tuan Frans sudah menyiapkan segalanya.
"Ibu love sama ayah, love you full," Nyonya Sovia masih merasa jiwanya sangat muda jadi selalu bersikap seperti ABG zaman sekarang.
"Ibu seperti ABG saja," Tuan Frans memang pria kaku yang tidak bisa mengekspresikan rasa sayangnya, dia hanya akan menunjukkan dengan tindakan. Tuan Frans dan sang anak adalah satu paket komplit pria tidak peka dan tidak romantis. Sang isteri harus banyak bersabar karena harus mengajari banyak hal kepada Tuan Frans.
"Biarkan saja, jika tidak menjadi muda selalu, ayah akan meninggalkan ibu," Nyonya Sovia selalu takut jika di balik sikap dingin dan acuh Tuan Frans, sang suami memiliki wanita lain di luar sana.
"Haha, hanya ibu yang terbaik," Tuan Frans sangat bahagia memiliki Nyonya Sovia yang sangat sabar dan pengertian.
"Baiklah, ibu segera berdandan yang cantik, oke? tunggu ayah di restoran Alamanda," pinta Tuan Frans, dia segera menutup panggilan telepon dari sang isteri karena sedang ada rapat di kantor.
Di rumah Chika...
Ibu dan ayah Chika memaksa gadis somplak itu berdandan, dia tidak mau melihat calon besan kabur saat mengetahui foto yang ayah Chika tempel di situs perjodohan berbayar itu ternyata tidak serupa dengan aslinya.
"Sekali ini saja Chika sayang, oke? nanti ayah akan membiarkanmu memancing bersama teman-temanmu seharian penuh, ayah juga akan ikut memancing bersamamu, kamu mau kan bertemu Dante?" ucap sang ayah memelas, dia sudah mengeluarkan banyak uang dari hasil jerih payahnya membuat kue beras setiap harinya.
"Chika tidak mau menikah, ayah tahu kan? Chika masih kuliah, biaya mahal," Sang gadis beralasan hal yang masuk akal. Dia bisa sekolah di universitas ternama karena hasil kerja keras otak dan kedua orang tuanya yang tanpa lelah berdoa untuknya. Namun di saat dia sedang giat belajar, justru sang ayah ingin Chika menikah. Gadis itu merasa heran dengan sang ayah.
"Dia tampan Chika, kaya raya, tapi..." Sang ayah tak mampu menyebutkan satu lagi hal mengenai Dante karena pasti Chika akan menolak dengan tegas.
"Apa dia duda?" Chika langsung menyambar ucapan sang ayah.
"Tapi dia baik Chika," timpal sang ibu yang muncul dari balik pintu kamar sang gadis.
"Ibu, aku pernah dengar jika pria duda keren, seperti Dante, ya Dante kan namanya? atau siapa 'lah itu, biasanya kurang belaian dari seorang wanita, aku belum siap menjadi ibu rumah tangga, cita-citaku menjadi dosen tidak akan terwujud jika menikahi om duren itu," jelas Chika memberikan argumen yang tidak masuk akal.
"Temanmu belum menikah, dia hanya banyak membaca novel dan menonton film jadi jiwa halusinasinya terlalu tinggi dan mendalam, kamu ikut ibu pergi ke restoran Alamanda, cepat ganti bajumu atau kamu mau membayar ganti rugi 20juta yang sudah ibu dan ayah keluarkan untuk mencarikan dirimu jodoh," ucap sang ibu yang tetap kekeuh ingin anaknya menikahi Dante. Selain takut anaknya menjadi perawan tua, ibunya juga melihat jika Dante dari keluarga baik-baik.
"Astaga! ibu mengeluarkan uang sebanyak itu dengan mudah. Keterlaluan! kemarin aku meminta uang untuk membeli daleman, ibu bilang sama sekali tidak memiliki uang, alhasil Chika harus berhutang dengan kak Minho, malu aku ibu," Chika mengacak rambutnya kasar, saat mengatakan momen menyebalkan meminta uang kepada kakak kandungnya yang resek, bernama Minho. Ya mengapa namanya Minho? karena ibunya penggemar drama korea, sang ibu juga menjadi anggota Minoz, fans dari artis Korea Lee Minho.
"Ini demi kebaikanmu, dia bisa membantuku membayar uang kuliahmu. Minho akan mengirimkan uang dua bulan lagi, dia juga sedang banyak pekerjaan," jawab sang ibu yang memahami pekerjaan sang putera. Minho adalah anak pertama dari pasangan suami-istri bernama Nyonya Tiara dan Tuan Giveon. Minho bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi terkenal di korea, dia akan pulang setahun sekali. Soal uang, Minho tidak akan telat mengirimnya, demi keluarga tercinta, dia rela berkerja jauh dari adik dan kedua orang tuanya.
Chika memikirkan dengan matang tawaran kedua orang tuanya. Dia hanya perlu menikah, jika dia duda keren, bukan masalah besar. Dia bisa mengajukan syarat kepada pria bernama Dante. Apalagi dengan menikah dengan duda itu, setidaknya masa depan keluarganya akan terjamin. Meskipun di dasari rasa keterpaksaan, setidaknya ia akan membuat kedua orang tuanya bahagia dan dia tidak harus membayar ganti rugi 20 juta.
"Baik, aku bersedia menikah dengan Dante," jawab Chika penuh perhitungan.
Chika telah menyetujui permintaan kedua orang tuanya untuk menikahi duda keren pilihan ayah dan ibunya. Nyonya Tiara telah merias wajah Chika secantik di foto, baju yang di kenakannya 'pun sama. Pada akhirnya, Chika harus menyerah kepada kedua orang tuanya masalah jodoh untuknya masa depannya. Orang di luar sana boleh mengatakan jika jodoh di tangan Tuhan. Tapi untuk Chika, jodoh itu memang dari Tuhan, lewat perantara kedua orang tua yang menempuh jalan nekat, tak ubahnya sebuah etalase, foto Chika terpampang nyata di situs perjodohan online berbayar. Wajah Chika yang cantik dan menawan, mampu membuat kedua orang tua Dante klepek-klepek dan menginginkan Chika menjadi menantunya.
"Nanti ayah tepati janji untuk menemaniku memancing bersama teman-temanku. Awas saja jika berbohong, aku akan kabur dari perjodohan ini," Chika menegaskan kepada sang ayah tentang janji sang ayah yang harus segera di tepati.
"Iya anak ayah yang cantik mempesona sejagat raya, kalau perlu ayah buatkan kolam pemancingan sendiri setelah kamu menikah dengan Dante," ujar sang ayah. Tuan Giveon merayu dengan segala cara agar Chika mau menikahi Dante.
Persiapkan telah selesai, saatnya mereka pergi menuju restoran Alamanda, tempat pertemuan antara kedua orang tua Dante dan Chika.
"Apa aku tidak terlihat menor? coba ibu lihat? ini lipstiknya terlalu tipis di luar dan tebal di dalam," Chika mengoreksi cara merias sang ibu yang terkesan aneh.
"Makanya kamu itu harus melihat drama korea, semua artisnya itu menggunakan make up seperti yang ibu terapkan ke wajahmu," jelas sang ibu. Nyonya Tiara tidak terima jika ilmu meriasnya di sepelekan.
"Iya, percaya deh, yang fans berat anaknya sendiri, kang Minho," Chika memahami perasaan sang ibu yang fans berat segala hal tentang negeri ginseng itu.
"Nama idola ibu bukan Kang Minho, tetapi Lee Minho. Anak ibu namanya Minho saja, catat!" Nyonya Tiara sangat detail masalah per-Minho-nan. Dia tidak terima jika Lee Minho di panggil Kang Minho. Karena Lee dan Kang sudah berbeda jauh.
"Ampun bu, jelas banget ya? ya... terserah ibu saja," Chika memilih untuk mengalah daripada sang ibu akan mengomel.
"Apa kalian akan berdiri saja di depan pintu?" Tuan Giveon kesal karena menunggu terlalu lama. Menunggu saja hal tidak penting, menunggu orang ngrumpi.
Anak dan ibu akhirnya memenuhi panggilan hati Tuan Giveon agar tidak terlalu lama ngerumpi. Keduanya masuk ke dalam mobil dan duduk di jok belakang.
"Ibu, duduk di depan, ayah bukan sopir!" Tuan Giveon kesal saat anak dan isterinya tak ada yang mau duduk di sebelahnya.
"Ya kan, ribet kan!" Chika sudah memahami jika ayahnya baper dan rempong.
Nyonya Tiara mengalah, dia turun dari mobil dan segera duduk di samping kursi kemudi.
"Ini sudah di samping ayah, silahkan di gaskeun mobilnya," Nyonya Tiara menatap wajah sang suami dengan senyum manis menggembang di bibirnya.
"Baik isteriku yang imut dan lucu. Cantik bak Park Shin Hye," Tuan Giveon dan Nyonya Tiara adalah penggemar berat serial The Heirs. Paket komplit keluarga drama korea of the year.
"Mianhae? apa kita bisa go go?" Chika mencoba mengimbangi kegilaan kedua orang tuanya.
"Haha, kamu bisa bahasa korea juga ya sayang? bagus! nanti ibu doakan wajah si Dante seperti Park Seo Joon." Nyonya Tiara terlalu terobsesi dengan para artis korea hingga selalu berbicara segala hal tentang drakor.
"Siapa lagi tuh? mang batagor ya?" Chika tak mengenal siapapun artis korea yang di sebutkan oleh kedua orang tuanya.
"Haha, ya susah kalau bicara sama gadis ahli memancing," Tuan Giveon segera tancap gas menuju restoran Alamanda.
Di sepanjang perjalanan, Chika melakukan video call dengan kak Minho. Dia mengatakan jika akan di jodohkan dengan pria asing bernama Dante.
"Bagus itu, biar hobi main kail mu berkurang," Minho senang jika adiknya segera menikah, apalagi yang menjadi pasangannya adalah pria mapan.
"Hey! hey! kak Min, apa maksudmu? main kail bukan hal yang hina. Dari kontes memancing tahun lalu, aku mendapatkan juara pertama. Kakak tahu berapa aku mendapatkan cuan? 5 juta kak, bersih. Tidak kena pajak lagi. Keren kan?" Seperti biasa, Chika selalu membanggakan keahliannya dalam memancing.
"Sombong sekali, hey? bocah? namaku bukan Min. Minho, catat!" Minho, Nyonya Tiara dan Tuan Giveon memiliki satu kesamaan. Para KPop Lovers.
"Iya Minho abangku sayang, love you muah muah," Chika sangat menyayangi kakaknya lebih dari apapun, meskipun keduanya sering sekali bertengkar. Sudah dua tahun ini mereka terpisah, apalagi kesibukan sang kakak dalam bekerja, membuatnya harus menahan rindu hanya untuk sekedar bertegur sapa di VC.
"Huek! males banget di cium sama kamu, bau jigong waktu bayi masih terasa di hidungku," ucap sang kakak yang teringat akan kejadian saat Chika bayi, Chika suka sekali bermain air liur waktu usia balita, saat Minho tidur, Chika balita melumuri wajah Minho dengan air liurnya. Sejak saat itu,Minho ogah di cium oleh Chika.
"Hahaha, masih ingat ya ternyata? kenangan manis itu," ledek sang adik masih dengan tertawa terbahak-bahak.
"Kenangan manis jidatmu!' Nada suara Minho terdengar kesal tetapi Chika mengabaikannya.
Di sela perbincangan kedua kakak-beradik itu, tiba-tiba mobil sang ayah berhenti.
"Sudah sampai kah?" tanya Chika. Perjalanan yang lumayan singkat. Dia tidak ingin turun dari mobil, tetapi karena dia sudah bersepakat dengan kedua orang tuanya, terpaksa Chika harus menghadapi segala konsekuensinya.
"Iya, cepat turun." Sang ayah meminta sang puteri segera turun dari mobil.
"Iya sebentar," pinta Chika yang masih ingin berbicara dengan kakaknya di sambungan Video Call.
"Kakakmu bisa nanti lagi," Sang ibu menambahkan. Dia tidak ingin di katakan tidak on time karena terlalu lama sampai.
Chika turun dari mobil, ia berpamitan kepada Minho.
"Kak, doakan aku." Chika menatap sang kakak dengan wajah memelas.
"Iya, semoga Dante seperti mang Oding tetangga kita yang tajir melintir itu, gantengnya nular ke wajah Dante, amin," Sang kakak benar-benar keterlaluan. Dia mendoakan sang adik mendapatkan jodoh mang Oding yang sudah tua renta.
Chika segera menutup panggilan video itu, dia kesal dengan doa yang di panjatkan oleh Minho.
"Enak aja? lebih keren mang Ucup, dia ganteng dan kepala desa," gerutu Chika.
Chika turun dari mobil, dia mengekor langkah kedua orangtuanya yang sudah sampai di dalam restoran.
Chika kesulitan dalam berjalan karena sepatu hak tinggi yang ia pakai, ide gila dari sang ibu. Dia hampir saja terjatuh karena sepatu tinggi menjulangnya itu. Saat tubuhnya akan menyentuh lantai, seorang pria tampan menangkap tubuhnya, adegannya sangat romantis. Seperti yang ada di film.
"Kamu baik-baik saja?" Sang pria tampan menatap wajah Chika dengan ekspresi datar, namun mampu membuatnya terkesima.
"Terimakasih telah menolong saya mas ganteng," ucap Chika masih dalam pelukan sang pria.
"Namaku Dante, bukan mas ganteng."
Bug!
Pria berwajah datar itu menjatuhkan tubuh Chika hingga dia merasa kesakitan.
"Sial! hey Dante brengsek!" pekik Chika, namun Dante tak menggubrisnya.
Dante berjalan masuk ke dalam restoran Alamanda tanpa rasa bersalah. Chika yang merasa kesal, melepas sepatu hak tingginya. Dia melempar sepatunya ke arah punggung Dante.
"Yes! tepat sasaran! rasakan itu!" Chika sangat puas dengan lemparannya yang seperti pemain baseball handal.
Dante yang merasa kesakitan di kepala bagian belakang, meraba bagian itu, ternyata ada noda darah di sana. Dante berbalik, dia mengambil sepatu hak tinggi milik Chika. Kaki jenjangnya berjalan yakin menuju tempat Chika berdiri.
"Apa ini milikmu?" Dante menenteng sepatu hak tinggi berwarna hitam itu dengan satu jarinya.
"Iya, itu balasan untukmu yang telah membuat pinggang dan pantatku kesakitan. Rasakan itu!" Chika merebut sepatu hak tinggi yang ada di jari Dante. Sang gadis memakai kembali sepatu miliknya. Chika berjalan dengan memegang pinggangnya yang kesakitan.
Dante melipat tangannya di dada, dia tersenyum saat melihat kelakuan konyol Chika.
"Jika gadis itu yang akan kedua orang tuaku jodohkan padaku, akan semakin menarik lagi. Tiap hari bisa mengerjainya," Dante berharap hal yang akan membuat hidupnya di masa depan kesusahan. Menikahi gadis suka memancing bukan perkara mudah.
Dante masih meraba kepala bagian belakangnya yang lumayan sakit itu. Sedikit menggelengkan kepalanya agar terasa lebih nyaman.
"Kekuatan lemparannya boleh juga, apa dia itu ahli tawuran ya? dia imut tetapi kekakuannya seperti cewek bar-bar," Dante tanpa sadar telah mengagumi sosok Chika yang aneh dan penuh kejutan itu.
Dia tersenyum saat mengingat wajah gadis yang melempar kepalanya dengan sepatu hak tinggi.
Selama ini dia tidak pernah merasakan hiburan aneh semacam ini. Hidupnya penuh kekecewaan. Tetapi saat bertemu si cewek hak tinggi, dia mampu membuka diri tentang rasa kagum terhadap gadis selain Julian Dexton.
Dante mengekor langkah sang gadis, ia terkejut saat sang gadis duduk di samping kedua orang tuanya.
"Dan, ini calon isterimu, ini Nyonya Tiara dan Tuan Giveon, calon mertuamu." Mendengar hal luar biasa yang mengejutkan ini, Dante langsung berakting.
"Wah! ini sungguh luar biasa, anak kalian sangat cantik dan sopan," Pandangan Dante mengerucut ke arah Chika yang melotot ke arahnya.
"Matanya bulat, tubuhnya juga lumayan bagus. Tapi hanya satu yang kurang," Dante memainkan peran sok akrab. Dia mendekati Tuan Giveon.
"Calon ayah mertua, kau harus memberitahu anak gadismu, jika ingin tawuran jangan di sini, dia bahkan melempar kepalaku dengan sepatu hak tingginya." Akting Dante sangat sempurna. Tuan Giveon menegur Chika.
"Apa itu benar Chika?" Tuan Giveon menatap ke arah Chika.
"Dante, tidak perlu berlebihan. Pasti calon menantu tidak sengaja melakukannya," Nyonya Sovia yang sedari tadi memeluk Chika mengutarakan pendapatnya yang sangat menguntungkan gadis itu.
"Maaf, aku tidak sengaja," Giliran Chika yang berakting kali ini.
Dia sok menjadi gadis lemah, sesekali dia melirik ke arah wajah Dante yang hanya tersenyum sarkas menatap dirinya yang pandai berpura-pura.
"Aku setuju menikah dengannya." Dante membuat keputusan besar di dalam hidupnya, bukan masalah cinta yang mulai tumbuh. Dia hanya ingin bermain-main dengan Chika. Ada misi penyiksaan di balik keanehannya menerima Chika, gadis berusia sembilan belas tahun yang membuat kepalanya berdarah.
"Besok menikah juga tidak masalah." Dante semakin ngelunjak. Dia tidak sabar untuk membuat Chika tersiksa berada di sampingnya.
"Apa? setidaknya beri aku waktu untuk berpikir." Chika terjebak oleh keisengannya melempar Dante dengan sepatu hak tingginya.
Dante meminta izin kepada kedua orang tua Chika untuk mengobrol dengan gadis bar-bar itu. Tanpa ragu, Tuan Giveon dan Nyonya Tiara mengizinkannya.
Chika malas beranjak dari tempat duduknya, tetapi dia merasa tidak enak hati dengan kedua orang tua Dante yang langsung welcome dengannya.
Keduanya berjalan beriringan menuju pintu keluar. Langkah keduanya berhenti di depan restoran.
"Apa maumu?" Chika langsung to the point menanyakan maksud Dante ingin menikahinya dengan segera.
"Aku akan menikah denganmu, apa itu aneh?" Dante memasukkan kedua tangan di saku celananya.
"Aku tidak mau." Chika menolak dengan tegas permintaan Dante.
"Bayar ganti rugi, 50juta. Kepalaku bocor karenamu." Dante menodong uang kepada Chika.
"Astaga? kepalaku dulu kena lemparan batu saja hanya menghabiskan uang tiga ratus ribu paling mahal. Apa ini? dasar pria aneh." Chika masih tidak terima dengan ganti rugi melebihi apa yang dia lakukan.
"Kau masih kuliah? sudah punya kekasih?" Dante mulai mengorek informasi seputar Chika.
"Masih jomblo, kuliah." Chika ketus, dia malas menanggapi segala ucapan Dante.
"Oke baiklah, kita buat kesepakatan. Aku butuh kau ada di sisiku. Setiap bulan ku beri kau 100juta dengan syarat kau jangan jatuh cinta kepadaku." Penawaran yang menggiurkan. Apalagi dia tidak akan pernah menyukai pria dengan mudah. Apa lagi pria lemah seperti Dante.
"Oke, deal. Tapi dirimu jangan pernah mengurus masalah pribadiku. Apa kau paham?" Chika menegaskan jika dia butuh privasi.
"Baiklah, setelah menikah, kita buat surat kontrak. Aku hanya butuh bantuanmu selama enam bulan, setelah itu aku akan melepaskanmu." Masih misteri, apa yang membuat Dante menginginkan Chika ada di sampingnya. Sedangkan dia masih dalam rasa berkabung, rasa sakitnya belum terobati.
"Kau urus sajalah, aku terima beres saja. Lebih baik kita kembali ke dalam. Kedua orang tua kita pasti menunggu di dalam." Chika mengajak Dante masuk ke dalam restoran kembali.
Keduanya berjalan beriringan, akting di mulai.
Di depan kedua orang tua masing-masing, Chika dan Dante setuju menerima perjodohan ini. Mereka akan menikah dalam waktu dekat.
"Akhirnya, anakku mendapatkan jodoh juga." Nyonya Tiara sangat terharu sampai menangis.
"Ibu, jangan seperti itu padaku, aku merasa menjadi gadis lapuk karena tak ada pria yang mau mendekatiku." Chika membuat semua orang tertawa.
Dante memandang wajah Chika yang memerah, ada kekaguman di sana. Dante tak henti memandang wajah calon isterinya yang semakin di pandang, semakin mempesona.
'Sial! sadar Dan sadar! dia itu hanya bocah! kau harus mampu mengendalikan dirimu. Dia hanya alat untuk menutupi kesedihanmu." Batin Dante mengingatkan dirinya sendiri.
"Ibu sudah memesan banyak makanan, ayo kita makan bersama." Nyonya Sovia mengajak anak serta calon menantunya untuk makan bersama. Keduanya menuruti ucapan Nyonya Sovia.
Dante dan Chika berjalan bersamaan, tubuh Chika oleng saat salah satu hak sepatunya copot. Dengan sigap Dante memeluk tubuh Chika.
"Cie... mesranya. Dante, kau banyak alasan. harusnya tidak perlu malu-malu. Dari awal ibu sudah meyakini jika Chika adalah jodohmu." Nyonya Sovia sangat mendukung hubungan Dante dan Chika.
"Lepaskan aku," bisik Chika.
"Iya aku tahu," jawab Dante.
"Awas kalau kau menyentuhku lagi," bisik Chika sembari melewati Dante.
"Cih, gadis aneh," ucap Dante. Dia geleng-geleng kepala karena rasa percaya diri Chika yang terlalu tinggi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!