"Tem-bak eng-gak, tem-bak eng-gak, tem-bak eng-gak." Ucap pelan seorang siswi sambil memetik kelopak bunga mawar.
"Tem-bak.." Siswi itu menutup mulutnya saat kelopak bunga terakhir. Ia menarik nafas, lalu melihat sekelompok siswa yang sedang bermain bola basket.
'Ok... Kita coba sekali lagi ya.' Ia kembali memetik bunga di sampingnya. Itu tah sudah bunga keberapa yang dipetiknya.
"Hei kamu... jangan buat sampah!" Seorang petugas kebersihan sekolah menghampirinya.
"Hah.." Gadis itu jadi terkejut. "Maaf, Pak. Biar saya bersihkan."
Siswi itu mengambil sapu dan serok milik petugas kebersihan. Dengan cepat membersihkan kelopak bunga mawar yang berserakan.
"Maaf ya, Pak." Sekali lagi ia meminta maaf dan kembali ke kelas. Bel sudah berbunyi tanda jam istirahat telah selesai. Dan jam pelajaran berikutnya akan segera dimulai.
Dyra Ayunda adalah Siswi di SMA ANGKASA. Ia duduk di kelas X3. Ia gadis cantik, manis dan imut. Berkulit putih dengan hidung minimalis.
Gadis yang baru beranjak remaja ini sedang merasakan jatuh cinta. Ia menyukai kakak kelasnya dalam diam. Namanya Rey Aditya, siswa kelas XII.
Rey itu siswa populer, pintar, ramah dan mudah senyum. Idola para siswi-siswi di sekolah. Saingan Dyra cukup banyak.
"Hei.. Dyr." Panggil Mila pelan, teman sebangku Dyra itu menyenggol lengannya.
Dyra menoleh ke arah Mila dan temannya malah menyuruh melihat ke arah depan.
Dengan terpaksa Dyra melihat ke depan dan melihat sang Ibu guru berdiri di depan kelas menatapnya dengan sorot mata tajam.
'Kok seram ya?!' Dyra mendadak merinding.
"Dyra... kamu kerjakan soal di papan tulis!" Pinta Ibu guru menunjuk Dyra yang masih mencerna keadaan.
Dyra dari tadi hanya melamun dan tidak mendengarkan guru menjelaskan. Bahkan ia juga tidak tahu, kapan sang guru masuk ke kelas.
"Aku kenapa?" Bisik Dyra pelan pada Mira.
"Dari tadi kau ngelamun mulu. Mikiri Rey terus!" Mila tahu jika Dyra menyukai Rey. "Sudah sana maju saja, ntar makin murka Bu guru!"
"Aku nggak ngerti lho, Mil!" Dyra masih berbisik.
"Kau kira aku ngerti?!" Balas Mila yang sama lemahnya pada pelajaran tersebut.
"Cepat kamu kerjakan soal ini, Dyra!!!" Pinta Bu guru menaikkan satu oktaf suaranya.
Dyra pun terpaksa bangkit dari pada Ibu Guru yang terkenal killer itu tambah murka.
Siswi itu menatap soal di papan tulis. Rasanya angka-angka itu terlalu banyak dan begitu membebaninya. Padahal angka hanya 0-9. Tapi mengapa membuat kepala pusing 7 keliling lalu putar-putar. Itulah mengapa Dyra tidak suka pelajaran Matematika, yang biasa disebutnya dengan pelajaran Mematikan. Menurut versinya Dyra ya.
"Bu... saya tidak bisa mengerjakannya." Dyra berkata jujur. Ia tidak pernah mengerti pelajaran hitung menghitung. Tapi kalau hitung duit lain cerita.
"Kenapa tidak bisa?" Tanya Ibu Guru dengan suara tegas penuh intimidasi. Dyra tidak bisa menyelesaikan soal yang diberikannya.
"Saya nggak ngerti, Bu." Aku Dyra sejujurnya.
"Gimana kamu mau mengerti, kalau saat saya menerangkan kamu malah melamun? Bagaimana ilmu yang saya berikan bisa-"
Tet...
Bel pergantian pelajaran berbunyi. Ibu Guru tidak jadi menasehati Dyra.
"Kumpulkan PR semalam pada Dyra!" Ucap Bu Guru pada para murid.
"Baik, Buk.." Satu kelas kompak menjawab.
"Dyra... nanti kamu bawakan ke ruang guru!"
Dyra mengangguk patuh. Ia pun membawa setumpuk buku PR teman sekelasnya dibantu Mila. Mereka berjalan menuju ruang Guru.
"Dyr... Itu Rey loh." Bisik Mila pelan saat mereka sampai di ruang guru.
Wajah Dyra mendadak merona dan rasa gugup melanda. Rey ada di sana juga sedang berbicara dengan seorang guru laki-laki.
Dyra dan Mila keluar dari ruangan guru setelah memberikan buku-buku itu.
"Apa aku tembak sekarang saja, Mil?" Tanya Dyra sambil mengintip dari balik tembok.
"Tembak?" Mila bingung. "Oh... Mengungkapkan perasaanmu!" Tebak Mila dan Dyra mengangguk pelan.
"Masa sekarang?" Tanya Mila bingung.
"Jadi kapan? Ini lagi sunyi. Kalau nanti pasti dia sama teman-temannya, aku malu." Ucap Dyra yang mengingat Rey selalu bersama teman se-Genk nya.
"Ya sudah terserah mu. Aku tunggu di sana ya. Sukses ya. Itu-itu dia keluar lho!" Mira melihat Rey keluar dari ruang Guru. Gadis itu langsung menjauh dari Dyra.
Dan kembali Dyra mengintip dari balik tembok. Ia mulai menarik nafasnya panjang. Rencananya nanti saat Rey akan berjalan memasuki lorong tempatnya berdiri sekarang dan di saat itu juga ia akan mengungkapkan perasaannya langsung. Bahwa ia menyukainya.
Dyra tidak pedulilah Malu atau ditolak nantinya. Yang penting diungkapkan dulu dari pada penasaran dan jadi beban di dada.
"Dyra semangat !!!" Ucap Mila tanpa suara menyemangati sang teman. Ia memantau sang teman dari tempat yang tidak terlalu jauh.
Tak... tak ...tak...
Suara langkah kaki terdengar dan makin mendekat. Dekat dan semakin dekat. Dyra menundukkan kepala, rasa gugup dan takut jadi satu. Seseorang pun berhenti di depannya.
"A-aku menyukaimu. Apa kamu mau jadi pacarku?" Tanya Dyra cepat tanpa basa-basi. Ia tidak berani melihat orang yang ditembaknya. Hanya melihat sepatu orang itu. Rasanya ia sangat malu...
'Astaga Dyra!!!' Mila menepuk jidatnya melihat Dyra sekarang.
"Karena aku sedang berbaik hati. Aku akan memberikanmu kesempatan untuk menjadi pacarku."
Deg...
'Kok suaranya beda ya?' Batin Dyra.
Dyra memberanikan diri mengangkat kepala dan melihat sosok yang berada tepat di hadapannya.
"Hah... I-itu..." Dyra mulai gelagapan. Kaget jangan ditanya. Gadis itu mematung di tempat. Bukan seperti ini rencananya.
"Kenapa, Nik?" Tanya Rey yang baru saja datang melihat temannya berhadapan dengan seorang siswi.
"Ayo Dyr... kita masuk kelas!" Mila menghampiri Dyra dan menarik tangan gadis itu cepat, agar segera pergi dari sana. Tanpa mengatakan apapun.
"Itu cewek baru saja mengungkapkan perasaannya padaku!" Ucap Niko santai, kedua matanya masih menatap kedua siswi yang berlari menjauh dan perlahan makin menjauh.
"Oh ya..." Rey tersenyum penuh arti.
Sampai di kelas, Dyra dan Mila kembali ke tempat duduknya. Dyra langsung meletakkan kepala di atas meja. Meruntuki dirinya yang tidak melihat target saat mengungkapkan perasaan. Yang ujung-ujungnya malah mengungkapkan perasaanya pada siswa lelaki yang tidak dikenalnya.
Dan anehnya lagi, siswa lelaki itu menerima perasaannya.
"Mila..." Panggilnya Dyra lirih dengan wajah sedih.
"Kau kenapa nggak lihat-lihat dulu, Dyr?" Mila juga tidak habis pikir, Dyra yang bisa-bisanya mengungkapkan perasaan tanpa melihat target dahulu.
"Mana aku tahu ada orang lain lagi di sana. Gimana ini Mil?" Dyra rasanya ingin menangis. Mana Rey, cowok yang ditaksirnya juga ada di sana.
"Sudahlah... lupakan saja! Cowok itu juga nggak tahu kau kelas berapa." Mira menepuk-nepuk pundak temannya itu. Menenangkan sejenak.
\=\=\=\=\=\=\=
Di siang yang terik, seluruh murid berkeluaran kelas untuk pulang. Jam pelajaran juga sudah selesai.
Dyra dan Mila berjalan bareng sambil sesekali mengobrol diselingi tawa. Hingga tidak terasa mereka sudah berada di luar gerbang sekolah. Menunggu angkot di bawah rindangnya pohon.
"Dyr... Aku duluan ya. Angkotku sudah datang." Mila melambaikan tangan dan naik ke angkot.
Dyra membalas lambaian tangan saat angkot itu mulai melaju perlahan, meninggalkan dirinya.
Gadis itu masih menunggu angkot bersama beberapa siswa lain di sana. Tak lama fokus mereka melihat sebuah sepeda motor besar berhenti disana.
"Aku mau bicara denganmu!"
.
.
.
"Aku mau bicara denganmu!" Ucap seorang siswa setelah mematikan mesin motornya. Ia menunjuk ke arah Dyra.
'Apa dia mencariku?' Dyra mengalihkan pandangannya ke arah lain. Seolah tidak merasa dipanggil.
"Hei... Aku bicara padamu!" Siswa itu sudah berada di hadapannya, membuat Dyra jadi kaget.
"Ka-kamu bicara padaku?" Tanya Dyra menunjuk dirinya sendiri. Niko pun mengangguk sambil menatap siswi itu.
"Iya. Aku bicara dengan pacarku!" Jawab Niko dengan wajah santai.
"Pa-pacar?"
Tidak lama mereka duduk di tempat penjual es kelapa pinggir jalan, yang tak jauh dari sekolah.
Dyra menjelaskan sesaat agar laki-laki di hadapannya ini tidak salah paham. Bahwa ia tadi akan menyatakan perasaan pada Rey. Tapi tidak menyangka bahwa ada siswa lain yang lewat di saat itu juga.
"Jadi intinya begitu... Ku harap kamu jangan salah paham. Apa kamu mengerti?" Tanya Dyra memastikan.
"Aku nggak ngerti tuh!"
"Apa kamu bodoh?" Dyra mulai kesal. "Aku sudah katakan... seharusnya aku menyatakan perasaanku pada Rey, tapi kamu tah dari mana bisa muncul di saat itu. Dan aku jadi salah nembak orang!" Jelas Dyra tegas.
"Kamu ngomong apa?" Tanya Niko dengan raut wajah setengah mengejek melihat wajah Dyra yang mulai kesal.
"Terserahmu lah!!! Sebagai tanda permintaan maafku karena membuatmu salah paham. Biar es kelapa ini aku yang bayar saja!" Dyra pun menenggak Es kelapa yang begitu menggoda di cuaca yang cukup terik itu.
"Kamu sekarang pacarku. Aku memberikanmu kesempatan untuk mendekatiku. Jadi bersyukurlah!"
"Aku nggak berminat. Terima kasih!" Tolak Dyra sambil mengunyah irisan daging kelapa.
Niko menatap gadis itu, ia mulai kesal.
"Kamu yang menembakku dan aku menerimamu..."
"Siapa yang menembakmu?" Tanya Dyra memotong ucapan Niko.
Niko menunjuk Dyra dengan santai. Dan berdiri lalu membayar es kelapanya.
"Ayo... Aku akan mengantarmu pulang!" Niko menarik tangan Dyra. Gadis itu tampak kaget dan menepis tangannya. Niko tidak peduli dan menarik Dyra ke tempat motor gedenya terparkir.
Niko mengisyaratkan dengan kepala agar Dyra naik. Gadis itu malah menggelengkan kepalanya.
"Aku bisa pulang sendiri. Aku naik ang-"
"Cepat naik. Panas ini!" Paksa Niko.
Dyra mencengkam kedua punggung Niko dengan kuat. Laki-laki itu mengendarai motor dengan kecepatan yang cukup kencang. Rasanya Dyra seperti terbang berada di boncengan motor besar tersebut.
Motor itu menepi di depan rumah Dyra. Gadis itu menghela nafasnya lega. Akhirnya sampai juga di rumah dengan selamat.
"Biasa saja mukanya!" Ledek Niko sambil merapikan rambut Dyra yang berantakan kena angin. Menyadari itu Dyra dengan cepat menepis tangan Niko.
"Mana ponsel mu?" Niko mengadahkan tangan.
"Untuk apa?"
"Cepatlah!" Paksa Niko tidak sabaran.
Dengan berat hati Dyra mengulurkan ponsel dan langsung diterima laki-laki itu. Niko tampak menekan-nekan benda pipih itu. Dan tak lama dari saku celana berbunyi suara.
"Aku sudah menyimpan nomorku di ponselmu. Aku akan menghubungimu nanti malam!" Niko mengembalikan ponsel Dyra.
Gadis itu mengambil dan melihat ponselnya sekilas dengan malas.
Niko menghidupkan motor dan perlahan pergi dengan senyum smirknya. Senyuman itu membuat Dyra jadi merinding.
Niko Adriansyah Putra, salah satu siswa di SMA ANGKASA. Ia sekelas dengan Rey. Dan mereka teman satu Genk bersama 1 siswa lagi bernama Bram.
Wajah tampan nan rupawan. Membuatnya jadi salah satu siswa populer yang digandrungi siswi-siswi sekolah. Banyak gadis yang menyatakan perasaannya dan ditolak dengan kejam olehnya.
"Aku tidak suka kamu. Kamu Gendut.."
"Kamu Jelek.."
"Kamu hitam, pendek.."
"Kamu bodoh.."
Begitu lah kata-kata kejam yang dilontarkan Niko, saat para gadis-gadis itu mengungkapkan perasaan mereka.
"Aku sudah diet. Beratku sudah turun 10 kg.."
"Aku sudah belajar makeup dan melakukan perawatan.."
"Aku sudah sering luluran dan lompat tali biar tinggi. Aku masih masa pertumbuhan.."
"Aku sudah mulai giat belajar. Dulu nilaiku 50 sekarang jadi 55.."
Niko mengira ucapan kejamnya akan membuat mereka menjauh. Tapi malah mereka makin semangat memperbaiki diri. Dan tetap mengejarnya dengan perhatian yang membuat Niko tidak nyaman.
Tepat saat itu dilorong sekolah ada seorang siswi yang menembaknya. Dan ia pun menerimanya, agar siswi-siswi yang mengejarnya dulu menjauh, lantaran ia sudah punya pacar.
Tapi Niko sangat kesal. Siswi itu bisa-bisanya mengatakan hal itu sebuah kesalah pahaman. Karena niat awalnya menembak Rey dan malah menembak dirinya. Hanya karena kebetulan ia lewat di saat yang salah.
'Berani-beraninya dia menolakku!!!' Niko menaikkan kecepatan motornya, mengingat Dyra yang menolak saat dia memberikan kesempatan untuk mendekatinya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Malam itu di sebuah kamar, Niko merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia menatap layar ponselnya. Pada satu nama kontak bertulis PACAR.
"Hai... Apa kabar? Lagi apa? dengan siapa? sudah makan?" Gumam Niko mengetik pesan lalu menghapus, mengetik lagi lalu menghapus, mengetik dan kembali menghapus lagi.
'Kenapa begitu susah...' Batinnya. Niko mencampakkan ponsel dan menutupi diri dengan selimut. Ia tidak pernah mengirim pesan dengan perempuan kecuali Mamanya. Itu pun hanya menjawab singkat, saat sang Mama bertanya ia sedang di mana.
Untuk basa basi dengan yang namanya perempuan ternyata begitu sangat sulit.
Esok paginya Dyra berjalan santai memasuki gerbang. Sekolah cukup ramai mengingat 5 menit lagi bel akan berbunyi.
"Hei..." Dyra terkejut saat sebuah tangan yang lebih besar darinya meraih dan menggandeng tangannya. "Apa yang kamu lakukan?"
Dyra mencoba melepas tangannya dari Niko. Tapi laki-laki itu malah makin memegang erat.
"Bergandengan tangan dengan pacarku!" Menunjukkan tangan mereka.
"Aku bukan pacarmu!!! Aku sudah menjelaskan padamu..."
"Kamu menembakku dan aku menerimamu. Jadi sekarang kita adalah sepasang kekasih!" Jelasnya.
"Jangan gila!!!"
Beberapa murid menatap mereka. Ada yang bingung dan ada yang hanya melihat mereka saja sekilas. Tapi Dyra merinding melihat beberapa siswi yang menatapnya tajam penuh intimidasi.
"Sayang... Maaf ya. Aku tadi nggak sempat jemput kamu." Ucap Niko manja membuat Dyra sejenak jijik. Beberapa siswi makin terlihat tidak senang pada Dyra.
"Sa-sayang?" Dyra gugup. "Sudah kubilang aku bukan pacarmu!"
"Kamu pacarku yang sah secara hukum dan agama!"
Dyra mendadak bego mencerna ucapan Niko.
"Sudah di mana kelasmu? Aku akan mengantarmu." Bisik Niko.
Niko sampai di depan kelas Dyra. "Belajar yang rajin ya..." Ia mengusap kepala gadis itu dan berjalan pergi menuju kelasnya.
Setelah Niko pergi, teman-teman sekelas Dyra pada heboh dan bersorak.
"Ciye... yang baru jadian!" Ledek Yuda saat Dyra sudah duduk di bangkunya.
"Siapa yang jadian?" Dengusnya kesal.
"Dyr..." Panggil Mila dengan wajah khawatir.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Begitu ceritanya Mil." Dyra menceritakan tentang Niko yang semalam mencarinya pada Mila. Saat ini mereka sedang berada di taman sekolah.
"Jadi dia itu nggak mau tahu. Menganggap aku memang menyatakan perasaan padanya. Capek aku Mil ngomong sama itu orang. Nggak ngerti-ngerti salah paham terus!" Jelas Dyra menahan kekesalannya.
"Ya sudah pacaran saja sebentar dengannya. Setelah itu minta putus!" Saran Mila.
Dari jauh Niko melihat Dyra di taman sekolah dengan seorang teman.
"Serius gosip yang beredar kalau kau pacaran sama anak kelas 1?" Tanya Bram penasaran.
"Iya... Itu dia!" Niko menunjuk Dyra. "Aku ke sana, kalian duluan saja ke kelas!"
Niko pun berjalan ke arah Dyra.
"Sayang... kamu di sini."
.
.
.
Dyra sangat merasa tidak nyaman duduk di taman sekolah dengan Niko. Mila telah kembali ke kelas. Dan meninggalkannya berdua dengan lelaki itu.
"Kantin yuk!" Ajak Niko.
"Ok... Aku setuju jadi pacarmu!" Ucap Dyra tiba-tiba.
Niko melihatnya dengan tatapan aneh.
"Bukannya kamu yang menembakku? seharusnya aku yang mengatakan itu." Ledek Niko mengingatkan.
"... Dan aku mau kita putus sekarang juga!" Wajah Dyra tampak serius menatap Niko. Tapi lelaki itu malah tertawa pelan.
"Putus? bahkan 5 detik pun belum berlalu. Dasar plin plan!" Niko menyentil kening Dyra, gadis itu cemberut memegangi keningnya.
"Kenapa mau putus?" Tanya Niko pelan. Ia penasaran pada gadis plin plan itu.
"Karena aku tidak menyukaimu." Jawaban Dyra yang membuat Niko kembali tertawa kesal.
"Kamu yang menembakku. Apa kamu lupa apa yang kamu katakan saat itu?"
"Kan aku sudah bilang! Sudahlah... mulai sekarang kita putus dan jangan mendekatiku lagi!" Dyra bangkit dari duduknya. Ia malas meladeni Niko lagi.
"Jika kamu ingin putus, berikan alasan yang jelas. Agar kita bisa putus dengan damai!" Niko pun memberikan senyuman.
"Aku ke kelas ya, sayang..." Niko mencubit pipi Dyra lalu pergi. Seketika membuat wajah gadis itu memerah.
'Apa-apaan sih dia? buat Malu!!!' Batin Dyra menjerit kesal. Banyak mata yang menatap dirinya dengan berbagai ekspresi.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Dyra masuk toilet sekolah untuk mencuci tangan. Baru juga masuk 3 orang siswi masuk dan sengaja mendorong tubuhnya. Hingga ia hampir terjungkal.
"Apaan sih kalian? Apa sudah mau keluar sampai nggak bisa ditahan?" Dengus Dyra lalu menghidupkan air keran wastafel.
Krek
Dyra menoleh ke sumber suara, pintu dikunci oleh salah seorang dari mereka. Tah apa yang mereka rencanakan.
"Hei... jangan sok kecentilan dekat-dekat Niko!" Ucap seorang siswi yang paling cantik dari yang lain. "Niko itu calon suamiku tahu!"
"Hei... Kau dengar aku tidak?" Bentak Dea menarik tangan Dyra. Karena dari tadi Dyra masih mencuci tangannya. Tidak menghiraukan ucapannya.
"Lepaskan tanganmu!!!" Dyra menepis tangan Dea. "Aku nggak ngerti kau ngomong apa!"
"Kau..." Dea emosi dan memberi isyarat pada kedua temannya. Ana dan Kiky pun maju mendekati Dyra.
Melihat keduanya maju ke arahnya, Dyra melihat sekeliling dan berlari ke samping. Ia mengambil kain pel yang ada di sana.
"Apa? Sini maju! Biar ku bersihkan muka kalian, biar glowing dan kinclong!!!" Dyra mengangkat kain pel dan mengarahkan pada ketiga siswi dengan dempulan make up yang cukup tebal.
Aksi Dyra membuat ketiganya mundur beberapa langkah, karena takut wajah mereka benar-benar akan di'pel oleh Dyra. Kan sayang sih make up nya.
"Kenapa takut... takut... takut? takutlah masa nggak!" Cibir Dyra mengarahkan kain pel ke wajah mereka lagi. Untuk menakuti-nakuti mereka.
"Ayo kita pergi! Dasar cewek bar-bar!" Dea mengajak kedua temannya pergi.
"Mau ngebully kok rame-rame. Satu lawan satu sini kalau berani!"
Dea dan kedua temannya ke luar dari toilet sekolah dan kembali ke kelasnya. Saat masuk kelas, mereka melihat Niko dan teman lainnya sedang asyik ngobrol diiringi tawa dan canda.
"Jangan ada yang bilang, kita tadi mau ngerjai pacarnya." Bisik Dea pelan.
"Bukannya kita yang mau dikerjai cewek bar-bar itu?" Bisik Ana membenarkan ucapan Dea.
"Iya... Sempet tadi kain pel itu kenapa mukaku gimana?" Kiky bergidik ngeri membayangkan pel itu mendarat di wajahnya.
"Nanti kita kerjain lagi itu si bocil. Sekarang aku mau ngomong sama Niko bentar." Dea berjalan ke arah Niko.
"Hai Nik... besok hari minggu ada waktu? aku punya 2 tiket nonton, tapi nggak tahu mau nonton dengan siapa? apa kamu mau menemaniku?" Ajak Dea lembut di samping meja Niko. Wajahnya menatap lelaki itu penuh harap.
Niko melirik sejenak. "Besok aku mau jalan sama pacarku. Pergi saja dengan Bram. Bram lagi kosong."
Dea meremas tangannya, ia sebal mendengar Niko lagi-lagi menolaknya. Dan malah berencana akan pergi dengan pacar barunya, si Bocil pasti.
"Iya... nonton denganku saja!" Bram menawarkan diri dengan senyum mengambang.
"Pergi sendiri kau sana!" Ucap Dea sinis. Ia lalu kembali ke bangkunya dengan wajah kesal dan kecewa.
'Awas saja si Bocil itu. Berani-beraninya merebut Niko dari ku.'
\=\=\=
Sementara di kelas X3, Dyra menyalin PR matematika dari Mila.
"Kau ke mana tadi, Dyr?" Tanya Mila penasaran.
"Jangan ajak aku ngomong dulu ya Mil! Lihat Ibu Guru killer itu sudah datang belum? Kok bisa-bisanya aku lupa menyontek PR matematika!"
"Tapi jawabanku belum tentu benar lho, Dyr. Aku jawab soalnya ngarang." Mila jujur memberi tahu.
Dyra tidak peduli. Tetap menyalin PR pelajaran yang paling tidak dimengertinya.
"Dyr... datang Ibu itu!" Bisik Mila melihat Ibu Guru sudah masuk ke kelas. Dyra mulai gelagapan menyalin, sambil matanya sesekali menatap Guru di depan kelas.
"Sudah selesai PR nya?" Tanya Ibu Guru dengan suara lantang.
"Sudah, Bu!!!" Jawab Kompak murid kelas termasuk Dyra yang masih menyalin.
"Baiklah kalau begitu. Soal nomor 1... Dyra yang jawab, nomor 2 kamu dan nomor 3 kamu." Bu Guru menunjuk murid-muridnya untuk mengerjakan soal PR di papan tulis.
'Astaga... Sepertinya Ibu ini punya dendam pribadi padaku!!!' Dyra meronta dalam hati.
"Sudah tenang saja. Soal nomor 1 aku yakin benar jawabanku!" Bisik Mila yang langsung di angguki Dyra. Membuat Dyra bisa tersenyum tipis sambil maju ke depan.
Dyra mengambil spidol dan berdiri di depan papan tulis. Soal-soal sudah ditulis Ibu Guru, tinggal menulis jawaban saja.
"Kalian kerjakan tanpa melihat buku!" Ucap Ibu Guru mengambil buku yang dibawa Dyra dan murid lainnya. "Ibu mau lihat sampai mana kalian memahami soal-soal ini!"
Rasanya Dyra ingin berteriak saja. Bagaimana ia harus menjawab soal-soal hitungan ini?
Dyra melihat murid yang mengerjakan soal nomor 2 dan 3 sudah selesai. Secepat itu mereka mengerjakan dan ia masih fokus menatap angka-angka yang berputar-putar di kepalanya.
"6x3+..." Yudha memberi tahu tanpa suara. Dyra jadi mengkerutkan dahinya. Tidak tahu apa yang dikatakan Yudha.
"Yudha... kamu kerjakan soal nomor 4-10!"
"Ja-jangan Bu!"
"Kalau begitu diam disitu. Biarkan Dyra mengerjakannya sendiri!"
Mata Bu Guru sangat tajam padahal dari tadi fokus melihat buku.
"Kenapa belum dikerjakan? di sini kamu bisa mengerjakannya, Dyra?"
Gadis itu diam saja masih menatap soal di papab tulis.
"Kamu nyontek?" tebak bu guru.
"Ti-tidak, Bu." Sanggah Dyra cepat.
"Dyra-Dyra... Kamu perhatikan ya!" Bu Guru bangkit dari duduknya.
"Yang ini kamu kalikan dulu. Semua dikalikan dulu baru nanti ditambahkan." Guru memberikan instruksi. "6x3?"
Dyra menulis angka 18. Lalu ia mengalikan berikutnya sambil berpikir keras.
6x9\=69, 8×7\=87 tulis Dyra di papan.
"Dyra!" Ucap Bu guru setengah berteriak. Tidak habis pikir dengan hitung-hitungan perkalian muridnya satu ini. Sementara murid-murid yang lain pada tertawa cekikikan.
"6x9 berapa Dyra... ?" Tanya Bu Guru menaikkan intonasi suaranya.
"69 Bu." Jawabnya cepat lalu, Dyra tampak berpikir. "Apa 96 ya, Bu?" Tanyanya balik yang membuat satu kelas menyorakinya.
Bu Guru menepuk jidatnya. Sementara Dyra masih dengan wajah polosnya kebingungan.
'Apa aku salah ya?'
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!