NovelToon NovelToon

One Summer Night "Hanya Kamu Yang Aku Percaya"

Prolog

Permintaan maafku mungkin sudah tidak berarti bagimu.

Terimakasih karena kau telah membantuku dalam penyembuhan phobiaku.

Terimakasih kau selalu ada disisiku ketika aku mengalami banyak kepedihan.

Hubungan kita, mungkin, tidak akan pernah menemui restu.

Kita hanya ibarat kekasih yang tak pernah sampai.

Kita telah melalui banyak hal.

Tapi aku mengerti jalan takdir kita.

Meski kita takkan pernah mampu bersama.

Tapi rindu akan selalu ada dihati.

Dan cinta akan tersembunyi didalam diri kita.

Aku mencintaimu.

Niken...

Hans meremukkan surat dari Niken. Ia melempar gulungan kertas ke sembarang arah. Gumpalan emosi menyulut ke sela-sela darah yang mengalir didalam tubuhnya. Nafasnya pun tak dapat ia atur dengan baik. Hatinya remuk begitu surat itu sampai ditangannya. Surat itu adalah pengakuan dari perasaan Niken terhadapnya. Pengakuan yang tidak dapat diterima dan dicerna dengan hati yang tenang. Emosi lelaki yang telah tumbuh dewasa itu sangat membara, kecewa dan marah semarah-marahnya. Niken menghilang sebelum surat itu sampai ditangannya. Hans mencari ribuan alasan yang ingin ia dengar dari kekasihnya itu. Mengapa ia pergi? Kenapa harus pergi? Kemana ia akan pergi? Dan bagaimana dengan hubungan yang sudah lama mereka jalani? Sehingga Hans harus mencari lagi, sosok Niken untuk menanyakan kenapa harus pergi? Apakah karena mama? Hans berontak. Ia mulai merasa membenci Dina ibu kandungnya. Hans merasa hidupnya hampa. Merasa hidupnya tak berarti. Sekian lama ia mencintai perempuan itu. Menanti kabar, apakah dia bahagia atau tidak? Apakah ia telah menikah atau belum? Dan berbagai kemungkinan lainnya yang tak terduga. Yang ia tahu cintanya terhadap perempuan itu semakin tumbuh mendalam. Sepanjang hari, sepanjang malam, rasa rindu menggerogoti hatinya. Bagaikan dimakan rayap tak bersisa. Hanya satu yang ingin ia katakan kepadanya "maafkan aku". Ketika waktu memberikan kesempatan padanya, hatinya kembali bersinar bagaikan cahaya mentari.

Tidak peduli Niken membencinya atau tidak, yang ia tahu hanyalah cintanya bersemi kembali. Tidak peduli Niken menganggapnya atau tidak, yang ia tahu, ia harus mengejar kembali cinta sejatinya.

Baik dulu, kini dan nanti, bagi Hans cintanya tidak akan pernah pudar seiring musim berganti. Bahkan jika harus melewati badai dan musim kemarau yang panjang, hatinya hanya untuk Niken seorang. Tidak ada lagi tempat untuk orang lain. Ia hanya ingin Niken seorang. Cinta pertamanya dan cinta sejatinya. Dulu, kini dan nanti.

Hans tidak tahu banyak tempat liburan favorit Niken. Niken tidak terlalu aware kepada rekan sejawatnya di kampus. Niken termasuk dosen yang tertutup dibandingkan dengan yang lainnya. Selain Hans, tidak ada yang tahu tentang phobia dan rasa trauma yang Niken miliki. Oleh sebab itu Hans merasa frustasi mencari kekasihnya. Ia lampiaskan pada alkohol dan bermabuk-mabukan. Ia mengambil sebotol anggur dan menenggaknya dengan perasaan kesal dan sedih. Ia amat mencintai perempuan itu. Tidak ingin melepaskannya lagi.

"Mas, bar-nya udah mau tutup." Kata seorang bartender. Hans menepis tangan lelaki itu. Ia menenggak botol ke-4, sudah sangat mabuk. Hans mengeluarkan lembaran uang lagi.

"Aku tahu mas itu orang kaya. Tapi barnya udah mau tutup. Tolong mas pulang." Ujarnya lagi.

Hans dikeluarkan dari bar dengan paksa. "Lepaskan aku. Lepaskan aku. Kalian. Aku yakin kalian tahu Niken. Dimana kekasihku? Dimanaaaa..." Cercau Hans. Bartender tersebut menggelengkan kepala, melihat Hans menelpon seseorang. Namun tak ada jawaban, Hans kembali mencercau. Bartender itu meraih ponsel Hans, lalu memanggil seseorang. Dalam daftar panggilannya hanya ada satu nama yaitu 'NIKEN'. Dan dia menyalin nomor itu lalu menempelkan ponselnya ke telinga kanannya.

"Selamat malam, mbak. Ini saya Aris, saya tahu nomor mbak karena sejak tadi lelaki ini menelpon mbak dan tidak mbak jawab. Saya tidak tahu namanya tapi sepertinya mbak harus datang kesini." Ujarnya.

Hans terbaring dijalan, ditunggu oleh seorang bartender bernama Aris.

"Disini mbak?" Aris menggapaikan tangannya.

"Hans?" Perempuan itu berseru.

"Ohh namanya Hans. Maaf sejak jam 9 tadi mas Hans terus mabuk-mabukan, mbak. Dan mencercau yang tidak-tidak."

"Ohhh begitu. Terimakasih ya Aris. Simpan saja nomor ponselku. Kalau ada apa-apa dengan dia, kau bisa menghubungiku." Ujarnya. Aris mengangguk. "Ohya, namaku Niken." Sambil mengulurkan tangannya.

...***...

Penerbangan Niken ke Turki pukul 9.00 malam, tapi ia sengaja datang lebih awal ke Bandara. Pukul 5.00 sore, Niken melihat Hans dan orangtuanya berpelukan. Hari itu pula, Hans berangkat menuju Rusia.

"Semoga jalan kita selalu yang terbaik." Batinnya. Keberangkatannya menuju Turki adalah untuk melanjutkan studi doktoral. Dikampus yang sama, saat ia kuliah pascasarjana. Niken mendapatkan IPK Cumlaude saat pascasarjana, kemudian ia mengajukan daftar beasiswa doktoral setelah lulus. Selang beberapa tahun, Niken mendapatkan sebuah email bahwa pengajuan beasiswanya diterima oleh pihak kampus.

Pesawat sudah take off. Niken menulis sesuatu di buku pribadinya.

'Langit biru melukiskan sebuah cerita. Aku disini dan engkau disana. Cerita yang berbeda saat kita tak lagi bersama. Aku berdoa, semoga Tuhan mampu menyimpan cinta kita. Agar kelak, Tuhan memberi kesempatan lagi untuk kita. Untuk bersama dalam indahnya cinta yang selalu engkau ceritakan padaku. Aku mencintaimu demi langit dan bumi. Aku mencintaimu, demi kebaikan jalan kita berdua.'

Sebening air mata jatuh pelan-pelan ke pipinya. Niken menahan tangis didalam dadanya.

...***...

Niken sudah bekerja sebagai dosen selama 3 tahun, selain itu, ia juga sering mengadakan berbagai seminar tentang Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Tidak hanya di Indonesia, ia juga sering kali diundang ke berbagai kota baik di negara maju maupun negara berkembang. Namanya semakin terkenal setelah ia menulis sebuah buku non fiksi tentang Perkembangan Anak & Remaja.

Sebelum bertemu kembali dengan Hans didalam kehidupannya tidak ada yang namanya cinta atau pun sekedar taksir menaksir. Niken selalu menjaga jarak dengan lelaki. Didalam kamusnya tidak ada yang namanya patah hati. Apalagi galau karena cinta. Niken hanya memiliki satu wacana, satu visi dan satu impian indah untuk ia wujudkan.

My Vision The Five Future

* Melakukan Riset di beberapa negara guna menunjang pengetahuan.

* Melakukan workshop/seminar

* Menulis buku tentang anak & remaja.

* Melanjutkan kuliah doktoral di Turki.

* Mengajukan penelitian untuk gelar professor.

* Memiliki apartemen.

* Memiliki usaha SALON.

* Menjadi dosen.

* Travelling. Dan

* Menikah....?

Niken menelan ludah, seakan tak pernah membayangkan bahwa ia akan jatuh cinta pada seorang lelaki. Apalagi untuk menikah. Ia tahu, bahwa tidak mudah baginya untuk jatuh cinta. Apalagi ia menderita philifobia yang sudah lama ia alami.

Jangankan untuk menikah, untuk jatuh cinta saja, Niken tidak berani membayangkannya.

Semua itu hanya akan seperti mimpi.

Episode Satu

Seoul

Seoul atau Korea Selatan, negeri ginseng yang amat terkenal dengan drama-nya yang sangat dramatik, romantis dan digemari oleh para pemuda pemudi Indonesia. Sejak kemunculan Drakor (Drama Korea) di dalam pertelevisian Indonesia. Film mereka selalu menjadi trending topik yang sangat menarik untuk dibahas. Menjadi drama yang sangat populer dikalangan remaja dan wanita Indonesia. Dan Seoul ada tempat yang sangat ingin dikunjungi oleh para pecinta Korea.

Bagi Niken, Seoul tak hanya menjadi tempat ternyaman yang dapat menenangkan hati dan jiwanya. Meski sedikit gila dengan drama-drama korea yang sangat romantis, Niken mendapati sebuah tema dalam pengerjaan jurnal yang akan ia tulis untuk memenuhi syarat sebagai anggota Himpunan Psikologi se-Asia. Selain mendapati sumber untuk jurnalnya, ia juga mendapatkan kesempatan untuk terapi healing terhadap dirinya sendiri. Ia berjalan pelan, sambil menikmati pemandangan musim gugur di Nami Island. Lalu memotret beberapa spot pemandangan yang menurutnya sangat indah. Dan menemukan sebuah patung yang diabadikan di sana. Patung Bae Yong Jun.

Siapa yang tidak kenal dengan Bae Yong Jun, aktor korea yang membintangi banyak drama romantis, salah satunya adalah Winter Sonata. Serial drama yang dirilis tahun 2002. Selain aktor dan aktrisnya yang ganteng dan cantik. Serial drama ini juga mendapatkan reward yang luar biasa atas settingnya yang menjadi sorotan dunia. Banyak banget tempat yang indah, yang menjadi tempat hiburan setelah drama ini berakhir. Dan kali ini, Niken sedang berada Pulau Nami, tempat syuting drama korea Winter Sonata. Niken sangat menikmatinya. Rasanya ia seperti hidup kembali, setelah hatinya dulu terkubur penuh rasa salah dan kebimbangan.

"Hai Niken, ini kopi untukmu." Seru Jung Il-Nam, teman Niken sekaligus tur guide yang senantiasa menemani kegilaannya. Lamunan Niken buyar, ia merogoh saku mantelnya. Lalu melebarkan kedua bibirnya dengan simetris. Beberapa kali Il-Nam selalu tertarik belajar bahasa Indonesia kepada Niken. Meski terkadang logatnya sangat membuat Niken tidak nyaman dan ia selalu tertawa mendengarnya.

"Gomaweo." Balas Niken dengan menggunakan Bahasa Koreanya.

"So, i hu eodiro gasibnikka...?" Tanya Il-Nam. Niken mengembungkan pipinya sebentar.

"I will be back to Seoul." Jawab Niken akhirnya.

"Kamu tidak mau pulang ke Indonesia?" Il-Nam sangat senang bisa bertemu Niken, tapi ia juga sangat kerepotan kalau Niken berlama-lama tinggal di Seoul. Pasalnya Niken selalu banyak permintaan. Pergi ke tempat inilah, ke tempat itulah, membuat Il-Nam merasa kesal juga terkadang.

"Waeyo? Nae eolgul bogi jigyeobji?" Katanya dengan menyipitkan matanya.

"Aniyo. Anirago." Jawab Il-Nam. Niken terkekeh melihat Il-Nam yang sudah bosan dengan dirinya. Il-Nam menyetir mobilnya dengan kecepatan maksimum menuju Dongdaemun, seperti yang di pinta Niken.

"Seperti inilah kisahku. Kisah yang tidak pernah orang lain ketahui. Siapa aku? Kemana aku akan pergi? Tujuanku. Bahkan aku sendiri tidak tahu, kemana lagi aku harus berjalan. Aku hanya ingin belajar, menguasai ilmu pengetahuan. Berjelajah ke seluruh penjuru negeri. Aku tidak ingin berhenti. Meski itu untuk sesaat. Hidupku hanya untuk belajar dan bekerja keras. Hanya itu." Niken menikmati semilir angin kota Seoul. Hingga ia terlelap ke dalam mimpi.

"Niken..? Wake up..." Il-Nam membangunkannya. Mobil sudah terparkir di sebuah perpustakaan nasional kota Seoul. Niken mengucek kedua matanya. Ia menggeliat kecil.

"Ahhh aku lelah sekali." Ujar Niken. "Sudah dimana ini?"

"Di perpustakaan." Balas Il-Nam. Niken merapikan rambutnya. Ia akan mencari referensi lain yang menguatkan penelitian jurnalnya. Ia meriset kebudayaan korea dan membuat jurnal sebagai pendukung teori-nya untuk pemenuhan syarat sebagai dosen psikologi se-Asia. Setelah menyelesaikan semuanya di perpustakaan, Niken dan Il-Nam keluar dari perpustakaan dan menuju ke tempat kopi. Il-Nam dengan sabar menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Niken.

"Apa ada yang akan kau tanyakan lagi?" Tanya Jung Il-Nam, bagi Niken, meriset kebudayaan kerajaan Joseon membuat dirinya masuk ke dalam jurnal penelitiannya. Niken sangat menjiwai, serta sangat puas dengan hasil yang ia dapatkan saat ini.

"Aku rasa sudah cukup." Jawab Niken. Ia sudah melengkapi semua hasil risetnya. Niken memasukkan notebook-nya ke dalam tas.

"Boleh aku tahu mengapa kau meriset mengenai kerajaan Joseon?" Tanya Jung Il-Nam.

"Kebanyakan mahasiswaku penggemar korea jadi aku perlu riset ini untuk memberi pengetahuan yang luas tentang Seoul." Jawab Niken sambil melempar senyum. Hal biasa yang sering ia lakukan kepada temannya.

"Apa karena itu?" Jung Il-Nam mengerjapkan matanya tak percaya, lalu menatap Niken. Apakah hanya karena itu ia rela melakukan penelitian? Tentu saja Il-Nam tidak percaya.

"Itu jawaban fiksi. Kau tidak akan mendapatkan jawaban yang akurat Jung Il-Nam." Balas Niken.

"Kenapa? Karena kau terlahir sebagai ratu fiksi?" Candanya. Jung Il-Nam dan Niken tertawa bersenda gurau.

"Jadi, setelah selesai kau mau kemana?" Tanya Il-Nam.

"Kemana lagi? Aku akan pulang ke negaraku. Kau tidak perlu khawatir Il-Nam. Tugasmu sudah selesai. Aku tidak akan membuatmu kerepotan lagi." Jelas Niken.

"Ooh begitu. Ya kau benar. Kau sangat membebaniku." Ketus Il-Nam. Niken tertawa renyah.

"Ohya Niken, apa kau mengenal Hans? Katanya dia sedang meriset sejarah kerajaan Baekje." Kata Jung Il-Nam. Jantung Niken hampir berhenti berdetak. Ia terkejut ketika nama Hans disebut oleh Jung Il-Nam. Sebuah pertanyaan besar terselip didalam pikirannya, "Hans? Maksud dia Hans siapa? Kenapa tiba-tiba nama Hans muncul lagi? Hans mana yang dia maksud?" Niken menelan ludah, kedua bola matanya memutar dengan cepat. "bagaimana bisa dia mengenal Hans?" Namun Niken tidak bergeming. Serasa bumi berhenti seketika. Kenapa nama itu di sebut-sebut. Niken harap bukan Hans yang pernah ia kenal dulu. Mungkin itu Hans yang lain. Begitu suara hatinya.

"Kau mengenalnya?" Sekali lagi Il-Nam bertanya.

"Hans? Uhm... Akh... Aku tidak tahu. Siapa dia?" Tanya Niken, sambil meneguk air mineral didalam botol.

"Hansraj Sambara, dia seorang peneliti dari Indonesia juga. Aku diberitahu oleh Kang So-Ra tadi pagi." Jawab Jung Il-Nam. "Ku pikir kau mengenalnya. Kau mengenalnya?" Selidik Il Nam.

Niken mendesah pelan, "Uhh, ee ummm, tidak. Aku tidak mengenalnya." Jawab Niken, lalu tersenyum kepada Jung Il-Nam. "Kau boleh pergi." Lanjut Niken gugup. Pikirannya bertanya-tanya. Ada rasa gugup, bahagia, dan perasaan yang tidak bisa ia deskripsikan saat mendengar nama Hans disebut oleh Il-Nam. Hans? Benarkah dia? Apakah dia masih menganggap bahwa aku membencinya? Bagaimana ini? Bagaimana kalau aku bertemu dengannya? Apa yang akan aku katakan? Haruskah aku meminta maaf kepadanya? Bagaimana ini. Hans Sambara? Kita sudah lama tidak bertemu. Terakhir kali bertemu adalah ketika aku dengannya saling salah paham. Pikir Niken. Dari mana Kang So-Ra mengenal Hans? Apakah ia juga meriset kebudayaan korea? Tiba-tiba Niken merasa sangat pusing. Ia sangat gugup, bagaimana kalau ia bertemu dengan Hans? Namun ada perasaan lain yang tidak tahu apa artinya. Niken tidak bisa mendeskripsikan perasaannya saat itu.

"Kau tidak apa-apa?" Jung Il-Nam memandang Niken, ekspresinya berubah ketika ia menyebut nama Hans. Tapi perempuan itu tersenyum. Niken tahu bahwa temannya itu mengkhawatirkannya. Ada yang tidak beres dengan Niken. Il-Nam berusaha menenangkan dirinya.

"Ohh tidak. Aku tidak apa-apa." Niken berlalu meninggalkan Jung Il-Nam. Ia mengingat kejadian 10 tahun yang lalu. Kejadian yang sebenarnya bukan kesalahan Hans, tapi juga kesalahan dirinya. Niken masih merasa bersalah kepada Hans, karena ketika Hans meminta maaf kepadanya, ia tidak memaafkannya. Kesalahpahaman itu sampai sekarang belum selesai. Suara klakson mobil berbunyi sangat keras dan panjang. Il-Nam membalikkan badannya. Melihat pemandangan yang sangat mengerikan.

"Niken awas...." Niken lengah sehingga ia tak menyadari sebuah mobil melaju sangat cepat. Tubuh Niken melayang dan terseret sejauh 2 meter. Tubuhnya seakan remuk. Semua terasa begitu cepat. Pandangan Niken kabur, semua terasa buram dan gelap.

...***...

Episode dua

"Itu Hans." Kata Kang So-Ra. Hans datang dengan perasaan gundah. Kang So-Ra menelponnya beberapa jam yang lalu.

"Hans, apa kau mengenal Niken Khan? Dia seorang peneliti dari Indonesia. Aku dengar dia mengalami kecelakaan." Kata So-Ra diujung telepon sana. Niken Khan? Hans menelan ludah, nama itu...?

"Nama penaku Niken Khan. Panggillah begitu." Wajahnya yang cantik  dengan lesung pipit dikedua pipinya mampu menyihir hati Hans. Hans segera mengenakan mantelnya, lalu pergi menuju rumah sakit dimana Niken dirawat. Sesampainya ia disana,

"Hai." Sapa Hans kepada Jung Il-Nam dan Kang So-Ra.

"Apa ada kerabatnya?" Dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Jung Il-Nam dan Kang So-Ra saling pandang. Hans menelan ludah agak canggung sebenarnya untuk mengakui bahwa ia mengenal Niken.

"Aku." Kata Hans memberanikan diri. Il-Nam dan So-Ra menoleh secara bersamaan. Pandangan mereka seperti sebuah pertanyaan namun tak dapat Hans jelaskan secara detil. "Boleh aku melihatnya sebentar." Lanjut Hans. Dokter berjalan disamping Hans, sembari menjelaskan keadaan Niken. Hans melangkah pelan, ia melihat Niken yang terbaring lemah di kasur putih rumah sakit.

"Ada keretakan dibagian leher dan juga kaki kanannya, pemulihannya pasti lebih lama. Tapi kita harus lihat perkembangan kondisi Niken. Kita akan tahu setelah dia siuman. Dia harus istirahat penuh demi pemulihan. Aku rasa, dia sangat kuat, sehingga tidak ada masalah lainnya yang serius." Jelas dokter.

"Ahh syukurlah." Hans menelan ludah. Ini adalah kali pertama ia bertemu kembali dengan Niken. Wajahnya masih sama seperti dulu. Bahkan lebih cantik dari sebelumnya. Cantik. Batin Hans.

"Apa hubungan Anda dengan si pasien?" Tanya seorang perawat.

"Uhmmm aku calon suaminya." Spontan Hans menjawab. Jung Il-Nam lantas menoleh. Ia mengernyitkan dahinya. "Beberapa hari terakhir kami memang sedang bertengkar sehingga dia tidak memberitahukanku bahwa ia akan ke Seoul." Lanjut Hans dengan menepuk pundak Il-Nam. Agar lelaki itu tidak curiga terhadapnya.

"Ahh begitu rupanya. Pantas saja dia agak aneh sebelum kecelakaan terjadi." Balas Jung Il-Nam. Hans memicingkan kedua matanya. Seakan ingin bertanya kepada Il-Nam apa yang terjadi kepada Niken.

"Uhmmm, terimakasih sudah menjaga Niken untukku." Kata Hans.

"Syukurlah. Kalau begitu kami berdua pamit." Kata So-Ra. Hans mendesah pelan, lalu ia melangkahkan kaki dengan pelan. Mendekatinya dan meraih tangan Niken.

"Maafkan aku." Lirih Hans tepat ditelinga Niken. Hans menatap lamat-lamat wajah Niken yang putih bersih. Lagi-lagi ia menelan ludah.

***

10 tahun yang lalu, Hans hampir putus asa. Segala cara telah ia lakukan untuk meminta maaf kepada Niken, namun perempuan yang ia cintai itu sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk bicara. Waktu cepat berganti, harapan bertemu Niken dan menjelaskan semua kejadian malam itu sirna sudah. Hans meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Sepanjang perjalanannya, ia selalu berdoa kepada Tuhan untuk selalu diberi kesempatan dilain waktu bertemu kembali dengan wanita yang ia cintai. Niken adalah cinta pertama dan terakhir untuknya.

Apakah ini adalah pertanda bahwa Tuhan memberikanku kesempatan untuk meminta maaf dengan tulus kepadamu. Batin Hans. Dengan keadaan mata yang tertutup bola mata Niken bergerak, jari jemarinya pun bergerak pelan, Niken membuka mata pelan-pelan. Ia terkejut ketika ia melihat seorang lelaki ada disampingnya.

"Nuguseyo..?" Ujar Niken menggunakan bahasa Korea yang artinya 'siapa kamu?'

"Naega Hans-ibnida." Balas Hans. Niken mendesah panjang. Jantungnya bergetar dengan cepat. Tiba-tiba tangannya berkeringat. Nafasnya terengah-engah. Ia merasa sangat terkejut bertemu kembali dengan Hans dalam keadaan seperti ini.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Hans cemas ketika melihat Niken penuh dengan keringat saat ia terbangun. Hans segera memencet tombol panggilan. Tidak lama kemudian dokter dan perawat datang ke ruang pemeriksaan. Setelah diperiksa, Hans diberikan resep obat untuk membantu masa pemulihan Niken.

"Kamshahamnida." Hans membungkukkan badannya sebagai rasa hormat kepada orang yang lebih berpengalaman dalam bidang kesehatan. Ia kembali keruang rawat menemui Niken. Kedua mata mereka bertemu. Hans merasa canggung begitu pun dengan Niken.

"Uhmmm, apa kata dokter?" Lirih Niken.

"Dokter bilang kau masih harus dirawat. Aku tadi ke apotek, mereka memberikan resep obat untuk pemulihanmu." Jelas Hans. Glekk. Niken menelan ludah.

"Uhmmm, boleh aku bertanya." Balas Niken.

"Apa?"

"Bagaimana kau tahu aku mengalami kecelakaan?" Tanya Niken sambil mengernyitkan dahinya.

Hans menatap Niken dengan tajam. "Jung Il-Nam dan Kang So-Ra menghubungiku. Dia menanyakan apakah aku mengenalmu atau tidak. Lalu aku datang dan aku bilang ya, aku mengenalmu." Jelas Hans.

"Eee, Il-Nam hanya mengatakan itu saja kepadamu?" Kata Niken. Hans mengangguk.

Tok tok tok, seorang perawat mengetuk pintu, Hans mempersilahkan perawat itu masuk.

"Ini ada makanan dan pakaian pasien. Silahkan menggunakan baju tersebut. Tolong bantu istrinya ya pak." Kata perawat itu. Glekkk. Niken dan Hans menelan ludah.

"Istri?" Niken mengernyitkan dahinya. "Apa maksud perawat itu?." Ujar Niken sambil memandang Hans.

Hans terdiam, "aku yang mengatakan kepada mereka bahwa kau adalah istriku." Jawab Hans dengan santai.

"Ccch, dasar buaya." Ketus Niken sambil menyunggingkan bibirnya.

Hans memandang dengan kesal.  "Mworago...?" Tanya Hans.

"Aniya... Amugutdo aniya." Jawab Niken dengan cepat.

"Kalau kau tidak ingin aku membantumu. Cepatlah pulih. Aku tidak mau membuang-buang waktuku dengan merawat wanita sepertimu." Tukas Hans.

Niken menelan ludah. "Waeyo? Kenapa dia jadi berubah seperti itu." Batinnya.

"geureomyeon wae nareul dobgo sipseubnikka? Nan gwaenchanha. Jeongmal jeongmal gwaenchanha." Jawab Niken dengan menggunakan bahasa korea, berharap bahwa lelaki itu tidak mengerti apa yang ia katakan.

"Geureseo? Pergilah ke kamar mandi dan pakai bajumu sendiri." Balas Hans. Niken mengerjapkan mata tak percaya.

"Kau... Kau mengerti apa maksudku?"

"Waeyo? Kau pikir aku tidak pandai berbahasa korea. Nilai bahasaku lebih baik dari pada dirimu." Ketus Hans sambil berjalan menuju pintu.

"Ehhhh, aku tidak bisa berdiri Hans." Niken mencemaskan dirinya sendiri.

"Kau mau aku yang melepaskan bajumu?" Hans menyunggingkan bibirnya.

"Yaaakkk." Niken merapatkan kedua bibirnya. "Hemmmh, bisakah kau membantuku." Tukas Niken dengan nada terpaksa. Hans menghembuskan nafasnya. Pertemuan yang tak disangka-sangka.

***

Niken bermimpi. Mimpi yang indah bersama ayah, namun tiba-tiba mimpi indah itu berubah menjadi mimpi yang sangat buruk. Sehingga perasaan cinta, kasih dan sayang yang ia tujukan untuk sang ayah berubah menjadi kebencian. Niken mulai menunjukan ekspresi yang berbeda kepada ayahnya.

Suatu ketika Reno sedang berdiri dibibir pintu, tangannya terlentang menyambut putrinya yang cantik jelita, "Niken..." Niken berusia 6 tahun saat itu dan dengan gembira ia sambut kedatangan ayahnya. Reno memeluk anak keduanya itu dengan mesra. Penuh kasih sayang layaknya seorang ayah kepada putrinya. Namun beberapa bulan kemudian, sifat Niken berubah. Pandangan terhadap ayahnya pun berubah. Pandangan benci, dendam, dan marah sangat tampak sekali dari ekspresi wajahnya.

Ada alasan mengapa ia menunjukan sikap dingin terhadap Reno. Alasan yang membuatnya merasa takut berhadapan dengan sang ayah. Seringkali Niken merajuk minta ikut pergi bersama sang ibu. "Jihan suruh nginep dirumah ya. Biar Niken ada teman." Ujar ibunya. Tapi Niken menggelengkan kepala, semakin ia mengingat kejadian memalukan itu semakin membuat Niken menderita.  "Kalau Niken tidak boleh ikut, Niken nginep di rumah nenek aza." Ujar Niken, hampir membuat sang ibu marah saking jengkelnya.

Niken juga pernah dibawa ke psikolog, karena selalu merasa ketakutan. Sehingga ia didiagnosa mengalami depresi. Niken selalu takut melihat ayahnya, ia juga pernah berteriak saat sedang belajar dikelas. Semenjak itulah Niken merasa bahwa semua lelaki yang ada di dunia ini jahat. Tapi Pak Ramzi kakeknya Niken membuat dirinya merasa berbeda dari sang ayah. Hanya kepada kakeklah Niken mampu merangkul dan mampu percaya. Ia selalu menghindari lelaki yang mencoba mengejek dan melakukan jahat kepadanya. Bersama sang kakek ia merasa tenang, aman dan nyaman. 

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!