NovelToon NovelToon

My Possessive Cat Girl

Tercebur ke Danau Galaksi Lain

Seorang gadis bermuka kusut tengah menyangga dagunya dengan telapak tangannya. Poni sepanjang alisnya sedikit memperbaiki wajah kusutnya, setidaknya ia masih terlihat manis.

"Oke ... jadi sekarang bagaimana, Ting Er."

"Tamat ya riwayatmu?" tanyanya pada dirinya sendiri. Matanya sama sekali tak menyiratkan cahaya, ia hanya terus menatap pada laptopnya.

"Aku tidak tahu kenapa harus ada tes bahasa Inggris di prodi bahasa Mandarin. Argh ...!" teriaknya kesal sambil menggebrak mejanya. Mungkin setiap pengunjung kafe terkejut dan menatapnya tak suka padanya sekarang.

Tampaknya nilai test bahasa Inggris sebagai syarat kelulusan yang terpampang di layar laptop gadis itu kurang, bahkan sangat kurang untuk memenuhi standar kelulusan.

Ting Er belum pernah setertekan ini sebelumnya. Padahal ia sangat mahir berbahasa Mandarin dan berhasil mendapatkan banyak perhatian dosen-dosennya selama satu semester awal ini.

Selain kegagalan nilai tes bahasa Inggrisnya, ia juga baru saja kalah dari seorang teman perempuan bernama Margaretha dalam sebuah lomba kecil-kecilan milik universitas.

Ting Er cukup perfeksionis selama ini. Ia selalu bermimpi menjadi orang yang sempurna, memiliki nilai bagus, tubuh yang bagus, kulit yang bagus, dan masih banyak lagi. Memang kenyataannya ia selalu menonjol dan terkemuka selama ia masih duduk di SD, SMP, dan SMA. Sayangnya ia lupa, bahwa selalu ada langit di atas langit.

"Padahal nilai bahasa Inggrismu selalu 100 waktu SMA kan Net?"

Suara itu memecah kegelapan di atmosfer kepala Ting Er. Dan ya, nama Indonesia gadis ini adalah Shanette. Ting Er adalah nama mandarin buatannya sendiri semenjak ia masuk program studi bahasa Mandarin.

"Ruben?" Ting Er menoleh.

"Nggak usah khawatir. Tahun depan kalau dicoba lagi pasti bisa," Teman laki-laki itu tiba-tiba muncul di kafe dan menyemangati Ting Er.

Ting Er tersenyum kecut. Lagi pula semangat itu tidak ada gunanya. Ruben yang sombong itu pasti sudah lulus test bahasa Inggris dengan nilai terbaik.

"Aku pergi," Ruben melambaikan tangannya.

"Hati-hati," Ting Er berbasa-basi. Namun setelah laki-laki itu berbalik, senyum Ting Er menghilang.

Jika dapat didiagnosa, mungkin saat ini Ting Er sedang mengalami ketidakstabilan mental. Setelah kembali pulang dan mencoba belajar bahasa Inggris pun, sampai mendengarkan penutur bahasa Inggris di youtube saja sudah membuatnya muak, menyerah.

Belum lagi saat teringat akan kejadian memalukan disaat lomba. Ia terlalu gugup hingga melupakan semua susunan kata-katanya pada waktu wawancara hari itu. Banyak kekacauan dan ocehan ngawur yang membuatnya tak bisa lupa hingga menangis saat ini.

"Kedepannya ... kalau aku terus seperti ini. Bagaimana bisa lulus dengan baik?" tangisnya.

Orangtuanya sudah begitu berharap padanya. Tekanan tugas akhir semester, ingatan akan lomba memalukan, dan nilai tes bahasa Inggris membuatnya berfikir yang tidak-tidak.

"Kalau saja aku punya uang, aku bisa keluar dari semua ini. Lalu makan, tidur, liburan, iya kan Tuhan?"

"Aku lelah ..." tangisnya lagi.

"Kalau aku belajar di liburan semester ini, harus belajar yang mana dulu? Bahasa Mandarin? Lalu bagaimana bahasa Inggrisku? Liburannya juga singkat. Tuhan, Engkau tahu juga kan kalau tempatku kuliah ini agak kejam? Liburnya hanya dua atau tiga minggu," omel Shanette alias Ting Er. Ia berbicara sambil menatap langit-langit kamarnya sendiri.

"Tolong lah ... beri aku dua puluh miliar saja! Aku pasti akan bahagia. Berhenti melakukan semua kebodohan ini, hidup, dan melayaniMu. Ya?" pinta gadis itu sungguh-sungguh.

"Aku hanya tidak ingin mengecewakan orangtuaku hiks ..." Ia berusaha menangis mencari belas kasihan, mana tahu Tuhannya mau memberinya dua puluh miliar.

Setelah berlama-lama menangis, Ting Er membuka ponselnya untuk menonton drama di youtube. Namun di beranda malah muncul updatean video terbaru pendeta favoritnya.

Tanpa sengaja video itu terputar. Sayangnya Tuhan benar-benar menjawabnya dengan ucapan seorang hambaNya lewat video itu.

"Kebanyakan orang ingin sukses, namun tidak mau membayar harganya,"

Jleb.

Singgungan itu benar-benar tepat sasaran, "Aku tahu. Tapi aku sudah berusaha. Dan aku ini mudah insecure..." elak Ting Er.

"Terserah saja. Huuuhu ..." Ia menutup ponselnya, dan menangis lagi.

"Tidak ada yang memahamiku, tidak ada ..." imbuhnya sambil menangis lebih kencang lagi.

"Yah, seorang gadis memang seperti itu ya," Mungkin malaikat penjaga gadis itu sedang mengomel demikian.

"Kalau-kalau waktu bisa berhenti. Atau, pokoknya bawa aku pergi dari sini!" teriak Ting Er sambil merengek. Anak tunggal perempuan yang sangat dimanja, rewel, bossy, dan perfeksionis ini seketika kehilangan jati dirinya.

"Aku lelah di bumi ini ..." lirihnya sambil meredam suaranya dengan bantal, atau orangtuanya akan terbangun mendengar tangisnya.

Tiba-tiba seperti ada seseorang yang mendorong tubuhnya, jika diperkirakan ia akan jatuh dari kasur ke lantai jika tidak berhasil menahan.

"Aaaa!!!" teriaknya spontan.

"Jebyur!!"

"Aaaa ...!" teriaknya sekali lagi karena kaget dengan suhu dingin air yang ia masuki.

"Tolong! Gulp!" teriaknya lagi. Ia terus berusaha berenang meski nyaris sia-sia.

"Siapa disana!" bentak seorang laki-laki dengan pakaian penjaga.

"Seorang gadis?" lirih seorang pemuda tegap yang berdiri di sebelah penjaga tadi.

Pemuda itu langsung mengusap-usap air matanya dan tersenyum senang entah mengapa. Ia berlarian ke arah danau, lalu menolong Ting Er dengan memegang tangannya.

"Bao Bao! Bertahan!" serunya.

"Pangeran, Anda sedang apa disana?! Mungkin saja dia adalah penyusup! Dia jatuh dari atas pohon Celudak di atas sana!" kata penjaga itu setengah berteriak sambil menunjuk ke arah pohon besar di tepi danau.

Ting Er dapat merasakan dengan jelas genggaman tangan pemuda yang dipanggil sebagai pangeran itu. Pegangannya sangat erat, telapak tangannya yang besar dan otot yang sedikit kuat itu mampu menarik tubuhnya keluar dari danau itu.

"Hahh ..." Ting Er megap-megap sibuk mengambil udara sebanyak yang ia bisa.

"Bao Bao, kau baik-baik saja?"

Pria yang menolongnya barusan menatapnya dengan wajah cemas, "Kamu pasti kedinginan."

Ting Er tidak merespon, ia hanya menatap mata jernih dan rahang indah pemuda itu, hingga tiba-tiba pandangannya mengabur.

"Bao Bao!"

"Siapa dia? Apa Tuanku Pangeran mengenalnya?" Penjaga pribadi pangeran itu ketakutan dan bertanya dengan sangat serius.

"Tidak. Tapi dia itu pasti Bao Bao,"

"Bao Bao? Pangeran, itu pasti hanya dongeng. Kucing Tuan sudah tiada, dan dia tidak akan kembali dalam wujud manusia,"

"Tidak. Aku mempercayai dongeng itu. Kucing perempuan yang tiada disaat bulan purnama sempurna akan kembali kepada pemiliknya dalam wujud bidadari yang turun dari langit. Tidak kah kamu lihat sendiri tadi dia terjatuh dari langit?"

"Pohon celudaknya ada di sana, padahal dia terjatuh disini. Itu sangat jauh! Dan dia tercebur ke danau, tepat pada saat aku menutup kuburan Bao Bao dengan tanah. Bukannya begitu?" imbuh pangeran bernama asli Chuan Yun itu.

Hewan Peliharaan Tempatku Curhat

Sementara penjaga pribadi pangeran ke tiga bernama Si Mu itu hanya dapat menggaruk belakang telinganya frustrasi.

"Si Mu, cepat panggilkan tabib! Aku akan membawanya ke kamarku terlebih dahulu!" perintah Chuan Yun.

"Baik Tuan!" Ia menjawab dengan tegas siap sedia, kemudian berlari masuk ke istana.

"Meskipun tampaknya jenius dan pandai, Pangeran Chuan Yun benar-benar mudah dibodohi mitos .... Tapi sebenarnya gadis itu tadi dari mana?" gerutunya.

Lama-lama ia menjadi takut sendiri. Sepertinya perkiraan Tuannya itu tidak salah. Gadis itu memang terjatuh dari langit tepat pada saat bulan purnama.

Sementara Chuan Yun masih menepuk-nepuk pipi Ting Er berusaha membangunkannya. Karena putus asa, ia pun langsung menggendongnya ala gendongan pengantin dan berjalan tergesa-gesa menuju kediamannya.

"Tuan ... ada apa ini?" beberapa pelayan wanita berlari dan berkumpul mendekati Chuan Yun karena penasaran dengan gadis yang ada dalam gendongannya.

"Tuan? Anda basah kuyup ..." sedang yang lainnya lebih mengkhawatirkan Chuan Yun sendiri.

Setelah meletakkan tubuh Tian Er di atas kasurnya, ia langsung menoleh ke arah salah satu pembantu wanitanya, "Kau! Cepat ganti pakaiannya agar ia tidak masuk angin!"

"Ah, baik!" jawabnya dengan refleks karena kaget.

Namun setelah kebingungan membuka lemari pakaian dan mencari pakaian perempuan, ia langsung teringat kalau di kediaman ini tentu saja tidak ada pakaian perempuan.

"Tuan ... maaf. Tapi disini tidak ada pakaian perempuan,"

"Tidak masalah, pakaikan pakaianku untuknya. Saat ini yang terpenting adalah kesehatannnya!"

"Ah ba- baik Tuan," pelayan wanita kembali tergagap. Ia dengan siap sedia melaksanakan perintah Tuannya.

"Tunggu apa lagi?!" marah Chuan Yun.

"Ep. Eh, tapi Tuan. Saya tidak bisa mengganti pakaian Nona ini jika Tuan masih ada di dalam ruangan ..." pelayan itu memperingatkan dengan nada tanpa dosa.

Chuan Yun sampai tersentak sendiri karena baru menyadari kebodohannya. Ia masih mengira gadis yang terbaring itu adalah hewan peliharaannya sendiri, Bao Bao.

Pria malang itu buru-buru keluar dari kamar dengan wajah memerah, tiba-tiba tubuhnya jadi hangat sendiri tanpa alasan.

"Ah, Tuan. Tuan. Ini adalah tabib Leng. Hamba sudah membawanya," tiba-tiba Si Mu datang membawa tabib paruh baya bernama Fang Leng bersamanya.

"Iya tunggu sebentar. Xia Xu sedang mengganti pakaian Bao Bao yang basah," jawab Chuan Yun dengan suara yang hampir tak terdengar karena kepalanya menunduk. Sepertinya ia masih malu hanya karena kejadian canggung barusan.

Tak lama setelahnya, pintu kamar pun terbuka.

Chuan Yun langsung cepat-cepat menggiring tabib laki-laki itu untuk masuk bersamanya.

"Cepat, periksa dia! Tadi dia tenggelam dan tidak sadar!" perintah Chuan Yun.

Tabib Fang Leng langsung menyentuh pergelangan tangan Ting Er dan merasa-rasakan nadinya. Kemudian mengecek suhu tubuhnya dengan menempelkan punggung tangannya pada dahi dan leher Ting Er.

"Tidak apa-apa Yang Mulia. Gadis ini hanya terkejut dan terkena demam karena suhu danau yang sangat dingin di malam hari. Apa lagi saat ini sedang musim dingin. Pernafasannya juga baik-baik saja, saat tenggelam gadis ini tidak sampai menghirup air ke paru-parunya," terang tabib Fang Leng dengan nada menenangkan.

"Nanti dia akan siuman sendiri. Sebaiknya sekarang diselimuti dengan selimut tebal. Setelah ia bangun nanti, beri makan bubur hangat dan susu hangat,"

"Hamba akan membuatkan dan mengirimkan jamu obat untuk demamnya. Hamba permisi dulu," Fang Leng berpamitan hingga menundukkan tubuhnya dengan rasa hormat.

"Terimakasih Tabib Leng. Syukurlah dia baik-baik saja," Chuan Yun tersenyum lega.

"Tuan. Tuan yakin gadis ini adalah kucing jingga yang nakal itu?" Si Mu masih tidak percaya. Ia menyenggol pundak tuannya beberapa kali untuk bertanya.

"Tck. Berhenti menyenggolku."

"Aku tidak ragu. Dia pasti Bao Bao. Tunggu saja sampai dia siuman, dia pasti mengingatku."

"Jika kau masih tidak percaya, coba bawakan makanan kesukaannya kemari. Aku yakin dia akan cepat bangun setelah mengendus aromanya,"

Si Mu terkekeh melihat keseriusan Tuannya saat berbicara, "Baiklah Tuan, tolong jangan marah begitu. Hamba akan menyiapkannya ..."

Disaat penjaganya itu pergi, Chuan Yun tampak sibuk menatap wajah Ting Er dan menyentuh pipinya. Ia mengagumi bulu mata lentik dan ujung mata panjang ala korea milik Ting Er. Juga bentuk tubuhnya yang begitu ramping, kaki mungil, kuku merah muda, jari yang lentik, dan kulit kuning gandum yang mulus.

"Dia benar-benar Bao Bao," lirih Chuan Yun saat membayangkan kembali tubuh sempurna dan bulu jingga bersih kucingnya.

"Aku tahu Bao Bao. Kau tidak akan tega meninggalkanku sendirian," Chuan Yun malah terisak sambil terus mengajak Ting Er bicara.

"Hanya kau temanku satu-satunya. Selama ini hanya Bao Bao seorang yang memahami aku," tangis Chuan Yun lagi.

Pelayan-pelayan wanita yang mengintip dari luar itu langsung bergosip dengan tanggapnya. Tentu saja mengenai rumor tekanan yang dialami seorang pangeran tampan mereka yang jenius tetapi sulit bergaul itu.

"Siapa sangka kucingnya benar-benar bisa menjadi seorang gadis?" bisik yang satu.

"Aku tahu itu hanya mitos yang dibuat-buat oleh seseorang," jawab temannya.

"Tapi mitos itu sudah dipercaya turun-temurun. Meski banyak yang menyangkalinya. Siapa tahu ada wanita yang tergila-gila dengan pangeran Chuan Yun dan memanjat ke pohon celudak lalu terjun ke danau?" tebak yang satu lagi.

"Itu mungkin saja. Tapi bagaimana bisa gadis itu tahu kapan kucing Tuan Muda akan meninggal?"

"Mungkin dialah yang meracuninya," jawab enteng seorang wanita berpakaian apik. Ia lewat dengan memegang semangkuk olahan pakan kucing kesukaan Bao Bao.

"Biar aku yang membawa makanan ini untuk kucing jadi-jadian itu," katanya sambil tersenyum meremehkan.

"Putri Lin?" Puluhan pelayan wanita yang bergerombol dan bergosip barusan itu langsung terdiam dan menundukkan kepalanya karena takut.

Zi Lin adalah saudara sepupu Chuan Yun dari garis keturunan ibu. Itu artinya mereka tidak satu marga. Dan kenyataan bahwa ia adalah keponakan permaisuri, tak ada satu orang pun yang berani berbuat masalah dengannya.

Sebenarnya orangtua Zi Lin berniat menjodohkan gadis itu dengan Chuan Yun. Alasan paling logisnya adalah karena pangeran Chuan Yun adalah pangeran terpandai dan terhandal dalam strategi perang maupun urusan administrasi kerajaan. Meskipun ia adalah putra ketiga dari permaisuri, ia sangat berpotensi menaiki tahta karena kehebatannya itu. Oleh karena itu mereka berusaha keras memasukkan Zi Lin ke sekolah istana untuk mendekatkan Chuan Yun dengan Zi Lin.

Dengan begitu Zi Lin diberi kediaman khusus di sekitar istana selama ia menjalankan pendidikannya di istana. Dengan alasan persaudaraan, ia sering mampir ke kediaman Chuan Yun dan berusaha menarik hatinya selama empat hari terakhir ini.

Akhirnya Bebas Dari Tekanan Bumi

"Uhuk uhuk!"

"Bao Bao!" cemas Chuan Yun begitu mendengar gadis kucingnya itu terbatuk-batuk.

Bersamaan dengan itu juga, perlahan kelopak mata tanpa lipatan khas asia Ting Er pun terbuka.

Orang pertama yang ia lihat adalah pemuda yang menyelamatkannya tadi. Selain itu, ada seorang wanita cantik lainnya yang berdiri di belakang pemuda yang menolongnya.

Senyuman tak mengenakkan dari wanita itu mengusik hati Ting Er. Namun pertama-tama yang harus ia ketahui adalah ...

"Aku dimana?!" teriaknya panik bersamaan dengan gerak cepatnya untuk duduk.

"Bao Bao tenanglah! Ini dirumahku,"

"Bao Bao, aku tidak menyangka kamu masih hidup!" Chuan Yun menangis dengan sungguh-sungguh sambil mendekap erat tubuh Ting Er.

Ting Er melebarkan matanya. "Bao Bao?" lirihnya pelan.

Apakah aku berpindah ke tubuh seorang gadis bernama Bao Bao? pikir Ting Er yang salah paham.

Apakah ini perjalanan waktu atau dimensi? Wah ...! Mata gadis itu tiba-tiba membulat berseri.

"Horeeeei ...! Aku nggak perlu ngerjain tugas kuliah lagi!" teriak Ting Er yang polos itu dengan bahagia.

"Kuliah?" celetuk puluhan pelayan wanita yang mendengarnya.

"Ah tidak tidak," Ting Er yang takut salah bicara itu menutup mulutnya sendiri.

"Hah apakah itu mungkin?! Bao Bao meninggal dan hidup lagi menjadi manusia? Kamu bohong ya?!" teriak seorang wanita lain dari luar istana. Dari suaranya sudah bisa ditebak kalau ia adalah seorang wanita tua.

Suara sepatu wanita tua yang khas tengah berlarian menuju kamar itu, "Bao Bao!!" teriaknya.

"Nenek Hwa?" Chuan Yun menoleh pada wanita tua itu dan ikut memeluknya. Nenek ini adalah pelayan yang telah mengabdi puluhan tahun sejak Chuan Yun dilahirkan oleh permaisuri. Nenek Hwa dan Si Mu adalah pelayan dan penjaga utama Chuan Yun sejak ia kecil.

"Bao Bao!! Kucingku sayang huuhuu ..." tangisnya.

"Kucing?" lirih Ting Er.

Ia nyaris berteriak panik dan melompat lincah dari kasur itu sambil menepis tangan-tangan yang merengkuhnya barusan. Gadis itu menatap ke cermin dengan mata membulat, lalu meneliti setiap inci tubuhnya dari atas ke bawah untuk memastikan tidak ada satu helai bulu kucing pun yang tumbuh di kulitnya.

"Oh mengagetkanku saja," desis Ting Er tak habis pikir.

"Ternyata aku manusia," gadis itu menghela nafas lega sekali lagi.

Melihat reaksi Ting Er saat ia bercermin dan menyebut dirinya manusia, Chuan Yun dan Nenek Hwa semakin yakin bahwa Ting Er adalah Bao Bao. Mereka berdua saling menatap dan mengangguk satu sama lain. Sementara pelayan-pelayan wanita yang tadinya kurang percaya itu ikut-ikutan mengangguk ketakutan.

"Bao Bao ... aku sudah membawakanmu makanan," Zi Lin tersenyum tak menyenangkan lalu menyentuh dagu Ting Er sambil menyodorkan sepiring olahan ikan.

Bao Bao menatap makanan berbau amis itu dengan heran, "Kenapa aku harus makan ini?"

"Itu makanan kesukaanmu sejak dulu Bao Bao. Apa itu kurang? Biasanya kamu minta terus sampai persediaan di dapur habis dalam seminggu. Hahaha," Nenek Hwa tertawa memecahkan suasana.

"Ini pegang sendoknya. Kamu bisa makan sendiri kan?" tanya Zi Lin dengan suara lembut.

Mungkin saja gadis bernama Bao Bao itu suka makan daging ikan yang amis. Seleranya aneh sekali.

Baiklah. Setidaknya supaya mereka tidak curiga aku bukanlah Bao Bao, aku harus memakannya dengan lahap.

Tapi ... siapa Bao Bao ini? Apakah aku seorang istri bangsawan laki-laki ini?

Ting Er jadi banyak berfikir hingga ia menyentuh kepalanya sendiri dengan wajah kecut.

"Bao Bao, apa kepalamu sakit? Jangan khawatir, menjadi manusia itu tidak sulit. Nenek akan mengajarimu bagaimana caranya menggunakan sendok," Nenek Hwa tertawa sekali lagi.

Disusul pula dengan tawa renyah Chuan Yun dan Si Mu. Mereka mengira Ting Er kebingungan cara menggunakan sendok.

"Ah i-ini. Aku tidak bingung haha. Aku bisa makan sendiri," Ting Er segera menyahut piring itu dari Zi Lin.

Ia melahapnya perlahan.

Rasanya sangat gurih. Tapi amis seperti dicampur telur mentah! teriaknya dari dalam hati.

Tapi aku tidak bisa ketahuan! tegasnya pada diri sendiri, lalu melahap habis makanan itu sambil berdeham nikmat.

"Lihat, kamu makan dengan lahap lagi seperti biasanya. Apa masih ingin tambah?" tanya Nenek Hwa.

"Hehehe ti tidak. Aku masih sedikit kurang enak badan," Ting Er beralasan.

Ketika melihat Chuan Yun yang terdiam membeku sedari tadi tanpa mengucap sepatah katapun, Nenek Hwa jadi kebingungan.

"Yang Mulia Pangeran, Anda baik-baik saja?" tanyanya.

"Eh. Em ya ... aku hanya masih sedikit tak terbiasa melihat Bao Bao sebagai gadis seperti ini."

"Bao Bao. Apa kamu ingat. Siapa yang terakhir kali memberimu makan sampai kamu keracunan dan mati?" tanya Chuan Yun tiba-tiba.

Zi Lin yang ikut shock dan meyakini bahwa gadis di depannya adalah benar-benar Bao Bao pun ketakutan sendiri.

Jangan-jangan dia akan mengadu. batin Zi Lin.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Ting Er mulai putus asa menerka-nerka siapakah Bao Bao itu dan apa yang terjadi sebenarnya.

"Aku mati?" tanya Ting Er yang terlihat semakin bingung.

Kali ini ia tidak peduli siapa yang menjadi musuh Bao Bao di istana ini sebelumnya dan bagaimana bertahan hidup. Ia hanya ingin tahu, siapakah Bao Bao itu sampai-sampai disebut sebagai kucing dan dikatakan tak biasa dilihat dengan wujud manusia, kemudian juga baru saja mati.

"Kamu lupa ingatan?" Chuan Yun menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Aku ini siapa? Adikmu? Istrimu?" tanya Ting Er frustasi.

"Baiklah. Aku butuh waktu untuk membuatmu ingat," Chuan Yun menghela nafas pasrah.

"Zi Lin! Kembali ke kediamanmu!"

"Nenek Hwa dan penjaga atau pelayan lainnya juga segera tinggalkan kamar ini," perintah Chuan Yun.

Ting Er melotot.

Kita akan berduaan saja disini? Di- dia ini mau apa! teriak Ting Er dari dalam hati.

"Chuan Yun, apa kau yakin? Ini tidak dilegalkan dalam hukum. Kalian bukanlah suami istri yang bisa satu atap," Zi Lin berusaha protes karena merasa iri. Semua ini sangat tidak adil baginya.

"Dia peliharaanku. Jadi aku adalah majikannya. Dan dia adalah milikku," Chuan Yun dengan cepat memotong protesan Zi Lin dengan jawaban lugas.

"Peliharaan?" Ting Er ketakutan.

"Apakah aku ada di dunia siluman atau semacamnya? Se- sepertinya ada yang salah dengan dimensi lain ini. Istana ini juga tidak terlihat terlalu kuno," Ting Er meracau sendiri seraya mengedarkan pandangnya ke setiap sudut ruangan itu.

"Aa!" teriak Ting Er begitu Chuan Yun melayangkan tangannya kepadanya.

Ia kira ia akan dipukul. Tapi ternyata, tangan Chuan Yun mendarat tepat di atas puncak kepalanya dan mengusap-usap rambutnya dengan tatapan sayang.

"Bao Bao. Ingatkah kamu dengan elusan ini? Setiap aku lelah bekerja dengan urusan politik. Setiap kakakku memfitnah dan aku terkena masalah. Kamu selalu mengeong dan menghiburku," kata Chuan Yun. Si pangeran maniak kucing itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!