"Hey...apa matamu sudah buta!Lihatlah pakaianku basah semua." ucap pria itu menjeling memandang gadis berhijab putih itu dengan tatapan yang tajam.
"Maaf Pak,aku tidak sengaja.Tadi,aku lagi minum.Eh,tiba-tiba bocah di belakangku menabrak.Jadi,basah deh bajunya.Sini Pak,biar aku bersihin." ucap Zia sambil mengambil jilbabnya untuk membersihkan jas Zian yang sudah di tempeli jelly.
"Jangan lakukan itu.Aku tak sudi,tangan kotormu itu menyentuh jas mahalku ini."
Zia hanyak menunduk mendengar hardikan pria di depannya.Selama ini Zia tak pernah melihat pria ini berada di sekolahnya.Namun hari ini,dia muncul bersama satu pria yang memakai pakaian yang sama sambil menahan tawa melihat ulah Zia yang tak sengaja menyiram air di baju Bosnya yang galak itu.
"Hey,mengapa kau menertawakanku?Mau ku pecat?" ancam Zian lalu membuka jas dan menyerahkan kepada pria di sampingnya beranjak meninggalkan Zian yang sudang mematung.
Pria itu bernama Arkan asisten Zian sekaligus sahabatnya.
"Kau yang sabar.Bosku itu emang seperti itu.Tapi,dia baik kog.Sebentar lagi,dia pasti memanggilku."
"Satu"
"Dua"
"Tiga" ucap hitungan Arkan
"Arkaaan,mari makan siang di luar.Rasanya perutku sudah mintak di isi." teriak Zian memutar tubuhnya menghadap Arkan yang sedang berbisik pada Zia.
Zia berlari dan tak sanggup berdiri lama melihat Zian.Wajah Zian menyeramkan untuknya.Zian terlihat garang meskipun wajahnya tampan dan mengiurkan.
"Eh,Zia.Pasti kamu di marahi sama pria tadi." ucap Lely teman sebangkunya.
"Iya.Pria itu siapa?Zia menghadap Lely.Zia yakin,Lely pasti tahu siapa pria itu.Secara Lely sudah lama menimba ilmu di sini.Sementara Zia,anak pindahan dari sekolah seberang sana.
"Dia itu Pemilik sekolah ini.Semua orang takut padanya.Dia orangnya disiplin,dan tegas.Jika siswa melakukan kesalahan yang fatal.Dia tak segan-segan mengeluarkan-nya tanpa belai kasihan."
Zia membulat mata dan menyentuh dadanya.Zia tak menyangka pria tadi pemilik sekolah tempat ia menimba ilmu.Zia mulai memikirkan nasip dirinya.Ulahnya tadi sudah membuat pria itu marah besar dan menghardiknya.
Bunyi alarm pulang tiba.
Semua murid berhamburan keluar menuju pagar sekolah.
Zia dan Lely berjalan beriringan sambil bercerita masalah tugas sekolah.
Seorang pria sedang berdiri di pagar sekolah sambil memandang Zia yang sudah mulai menuju ke arahnya.
"Hey kau.Kemari!" Zian melambai tangan pada dua siswi itu.
Zia dan Lely saling memandang satu sama lain.Sementara Zia sudah memasang wajah ketakutan pada sosok pria di depan-nya.
'Mati aku.Kalau sampai dia memanggilku,bisa-bisa runyam masalahku.' gumam batin Zia
"Saya" ujar Lely sambil menunjuk jari ke arahnya
"Bukan,tapi sebelahnya." ucap Zian lalu menyuruh Lely meninggalkan Zia.
Zia melangkah dengan lambat.Rasa takut mengelambui pikiran kecilnya dan memikirkan bibinya pasti akan memarahi jika dia pulang terlambat.
"Nih,jasku tadi.Aku mau kau mencucinya dengan bersih dan wangi.Ingat!Bau wanginya harus sesuai parfum kesukaanku.Kalau tidak sesuai,kau lihat saja apa balasannya." tegas Zian beranjak meninggalkan Zia yang hanya mengangguk sambil memegang jas Zian yang kotor itu.
Zia beranjak meninggalkan sekolah bergegas menuju rumahnya.Zia berjalan kaki di pinggir jalan sembari memikirkan jas yang di pegang ini.
"Apes,apes,kenapa aku harus bertemu dengan-nya?Jas ini lagi,pake di suruh cuci segala.Mana aku gak punya uang lagi." gerutu Zia menggantung jas di pundaknya.
Sesampai di Rumahnya terlihat Bibi Rani sedang berdiri berkacak pinggang menunggu Zia pulang.
"Hei,Zia!Dari mana saja kau?" Bik Rani menjewer telinga Zia.
"Ampun Bik,ampun!" Zia meringis menahan sakit sembari memegang telinganya yang sudah memerah.
'Apa salahku?Mengapa semua orang jahat padaku.' gumam Zia,setitik air mengalir dari bola matanya tanpa suara.
Zia mengganti pakaian lalu menuju ke dapur.Terlihat cucian sudah menumpuk dan piring kotor bertata rapi di baskom.
Zia menghela nafas berat bergegas memulai pekerjaan dengan Bismillah.Setelah melakukan pekerjaanya.Zia merasa lapar dan membuka tudung yang tempat biasa bik Rani meletakkan makanan.
"Cuma Nasi?Padahal waktu aku mencuci piring ada lauk ikan.Masak ikannya sudah habis?"ucapnya lalu mengisi nasi di piringnya.
Zia mengisi nasi putih di piring lalu menaburkan garam di atasnya.Dia teringat pesan almarhumah ibunya." Zia,kita harus bersyukur.Apapun yang masuk ke mulut kita,itulah rezeki kita.Meskipun hanya nasi doang." nasehat ibunya,kata semangat yang ia pegang sampai sekarang.
'Zia kangen Ibu..' gumam batin Zia mengingat kenangan indah bersama Ibunya.
Manik mata Zia berkaca-kaca kemudian dirinya baru teringat pada jas milik Pak Zian.
"Ya ampun.Jasnya mana?Bukan tadi aku jemur di situ.Kenapa sekarang tidak ada?" Zia menggaruk kepalanya yang kebingungan.Zia tak mampu membayangkan kalo Mr.Arrogant itu tahu jasnya hilang pasti Zia sudah di sembur dengan semburan air liurnya.Belum lagi ucapan pedasdan seenak jidat tanpa memikirkan perasaan dirinya.
Hari ini,Zia tak begitu semangat pergi ke sekolah.Pikiran-nya sudah melayang tak karuan memikirkan nasipnya yang akan datang.
Kini,dia sudah sampai di gerbang.Terlihat seorang pria berkacak pinggang menunggu kedatangan dirinya.
Zia terus saja melangkah sambil menutup sebagian wajahnya dengan buku.
"Hei,kau!Mana jas aku?" Zian menengadah tangan sambil melirik Zia yang menutup wajahnya dengan buku sambil menunduk.
'Sepertinya,anak ini mau aku kasih kejutan.' gumam batin Zian memikirkan cara agar Zia bisa berbicara.
Zian mengambil paksa buku dan terlihat wajah Zia yang sudah berkaca-kaca menahan air matanya.
"Mana jasku,hah?"
"Maaf,jasmu hilang.Tapi,beneran.Aku tidak bohong.Kemarin aku mencucinya namun saat aku ingin mengangkat jemuran-nya tapi malah hilang.Aku mohon!Kasih aku waktu.Aku janji,akan menggantinya." ucap Zia dengan suara yang serak.Zia tak tahu,dengan cara apa agar Zian percaya padanya.
"Oihh,kau bilang ganti?Apa kau tak tahu berapa harga jas itu?Jas itu pemberian dari nenek ku.Aku tak mau tahu,kau harus menggantikan-nya dengan jas yang sama.Camkan itu?Sekarang pergi sana masuk!Sebentar lagi bel masuk berbunyi." cetus Zian beranjak meninggalkan Zia menuju ruangan-nya.
Sesampai di ruangan-nya,Zian melihat laporan keuangan di sekolahnya.Kepala sekolah menyerahkan beberapa laporan serta nama murid yang belum membayar tunggakan sekolah.Salah satunya adalah Ziana.
Zian menyuruh seseorang untuk memanggil murid yang belum membayar tunggakan sekolah.Semua murid sudah masuk dan keluar dari ruangan Zian.Sementara Zia lebih memilih urutan terakhir karna takut.
"Ziana,masuk!"
Ceklek
"Silahkan duduk!"
Zia memperhatikan ruangan dan meja pemilik sekolah ini yang terlihat rapi dan berkelas.
'Jadi,namanya ZIAN AAZRAQI ADZRANI.' gumam batin Zia lalu memandang Zian yang sudah memegang selembar kertas.
Zian menyerahkan selembar kertas untuk di tanda tangan.
"Cepat tanda tangan!Itu surat bahwa kami tidak bisa memberi waktu lagi.Sudah enam bulan kau telat membayarnya.Dengan terpaksa kami mengeluarkan kamu dari sekolah.Itu sudah menjadi peraturan dari sekolah ini." tegas Zian lalu menyerahkan pena untuk di tanda tangan.
"Apa tidak ada dispensasi lagi?" rayu Zia mencoba agar Zian memberinya kelonggaran waktu untuk melunasi tunggakan SPP nya.
"Tidak.Ini keputusan sudah bulat.Jika aku memberi kamu waktu lagi,nanti apa kata orang?Aku tidak tegas pada peraturan yang berlaku sejak dulu.Sekali lagi maaf." tegas Zian sambil menatap pintu agar Zia keluar dari ruangan-nya.
Zia tak tahu harus berucap apa.Sejak orang tuanya meninggal akibat kecelakaan itu hidup Zia sudah berubah.Zia hanya bisa pasrah pada jalan takdir yang ada.Zia sadar,Bibik dan Paman-nya juga susah,mana bisa menanggung biaya pendidikan-nya.
Zia tampak murung menuju ke kelas.Dia tak mampu berucap.Menjadi yatim piatu bukanlah kehendaknya justru itu suratan yang meski dia terima dengan lapang dada.
Sepulang sekolah Zia menemui bibiknya.Bibiknya sedang santai sambil menonton televisi.
"Assalam mu'alaykum." sapanya lalu membuka sepatu dan meletakkan di tempatnya.
"Wa'alaykum salam,nah ambil ini!"Rani melempar tas tepat di depan-nya membuat Zia kaget lalu menyentuh dadanya.
Zia mengambil tasnya dan memandang bibinya dengan rasa tak percaya." Bibi,mengusirku?Salah aku apa?" Zia bertekuk lutut sambil memegang kedua kaki bibinya memohon agar Rani tidak mengusirnya.
"Sekarang kau pergi dari sini.Aku sudah tak membutuhkanmu lagi.Asal kau tahu,aku sengaja tidak membayar iuran sekolahmu supaya kau di keluarkan dari sekolah.Dengan begitu,aku tak perlu repot-repot menghabiskan uang membiayai sekolahmu.Pamanmu juga sudah memutuskan jadi TKI dan sudah berangkat tadi pagi." cetus Rani lalu mengarah jari ke luar untuk mengusir Zia.
Zia menangis dan beranjak meninggalkan rumah bibinya.Zia bingung mau tinggal di mana.Hari ini benar-benar hari menyedihkan untuknya.Dua kejadian tak terduga terjadi padanya.Tumpahan air mata mengalir deras dari pelupuk mata bercoklat bening ini.
Zia berlari mencari tempat berteduh karna kala itu hujan begitu deras.Pakaian seragam sekolah masih melekat di tubuhnya.Dia hanya menggumam menahan air mata yang sedari tadi menetes tak berjeda.
'Zia tak kuat menjalani ini semua.Zia takut,takut ada orang jahat.' gumam batin Zia sambil memeluk tubuhnya yang kedinginan.
Zia terduduk menukuk lutut.Matanya tak mampu menatap ke depan karna takut.Kelap kelip kilat serta gemuruh menghiasi suasana yang mencekam itu.Zia mengangkat kepala saat hujan sudah berhenti menyisakan setetes demi setetes air jatuh membasahi bumi.
Zia melanjutkan perjalanan dan baru teringat pada liontin miliknya.Dia mencari-cari liontin peninggalan almarhumah Ibunya.Ada sedikit bahagia terukir dari bibir ranumnya.
"Alhamduillah.Terima kasih ya Allah." Zia bergegas bangkit dari duduknya menuju ke tokoh perhiasan yang tak jauh dari posisinya.
Sebenarnya berat untuk menjual liontin peninggalan almarhumah Ibunya.Tapi Zia tak punya pilihan.Pilihan mempertahankan atau melepas paksa sebuah hiasan kecil yang begitu bermakna melekat di jiwa.
Dengan langkah yang berat,Zia menyerahkan perhiasan itu dengan harapan untuk bisa menyambung hidupnya.Zia berjalan berkeliling mencari rumah sewa yang murah sesuai dengan uang yang ada.Namun tak dia dapati.Dia mampir ke warung kecil untuk membeli minuman menghilangan tenggorakan yang sudah kering.Tubuhnya mulai merasa hawa yang berbeda.Hawa yang panas dan menampakkan raut wajah yang mulai memucat.Zia terus saja berjalan.Pandangan mata sudah mulai nanar dan gelap.Zia terjatuh tepat di seorang pria yang sedang fokus melakukan pekerjaannya sebagai mekanik.Pria itu bernama Zaid.Zaid bekerja sebagai mekanik di salah satu bengkel yang berada di daerah tersebut.
Melihat Zia terjatuh dengan berlari Zaid menyambutnya.Zaid membawanya ke ruangan istirahat tempat ia bekerja.Saat memandang Zia,Zaid merasa kasihan padanya.Zaid meminta bantuan kepada teman wanita yang kebetulan adik sepupunya bernama Mira.
"Mir,kamu tolong jagain dia ya?Karna aku harus melanjutkan kerjaanku yang belum selesai." Zaid meninggalkan Zia.Sementara Mira mengoles minyak kayu putih di hidung dan kaki agar Zia cepat siuman.
Sepulut menit kemudian....
Zia tersadar membuka perlahan matanya.Dirinya memandang langit kamar sambil mencoba bangun untuk besandar.Zia menatap Mira yang tersenyum padanya.
"Alhamdulillah kalo kamu sudah siuman.Ini aku buatin teh hangat.Minumlah!Agar tubuhmu gak kedinginan.Setelah itu kau makan lalu minum obat.Ku lihat wajahmu begitu pucat.Tenang saja,aku gak bermaksud apa-apa.Aku hanya ingin membantumu saja." ucap Mira menyerahkan teh hangat kepada Zia.Zia tak mampu berkata apa-apa.Hanya terlihat manik matanya berkaca-kaca.Zia merasa Allah sangat menyayanginya meskipun cobaan yang dia hadapi saat ini berat.Namun Allah masih mempertemukan dirinya dengan orang yang baik.
Mendengar obrolan Mira dan Zia.Zaid bergegas menuju ke ruangan istirahatnya.Wajahnya yang kusam dan berminyak serta terlihat goresan oli di tangan dan pakaiannya.Dia tersenyum memandang Zia yang sudah siuman dan Mira terkekeh melihat wajah Zaid yang sudah seperti orang latihan perang.
"Mengapa kau tertawa?"tanya Zaid kepada Mira yang sedari tadi menahan tawa yang akhirnya suara itu pecah menambah kekesalan Zaid pada Mira.
"Coba kau bercermin?Apa tak malu bertemu gadis tapi wajahmu blepotan." Mira mengarah cermin mini ke wajah Zaid.Zaid merasa malu karna Zia sempat tersenyum melihat reaksi Zaid saat bercermin.Dengan segera Zaid keluar menuju toilet untuk membersihkan wajahnya dengan sabun pencuci muka.
'Ya Allah.Ada apa denganku?Jantungku berdegup saat memandang gadis itu?" pikir Zaid dalam hati
Cukup lama Zaid menetral perasaannya saat menemui gadis kecil yang tingginya kira-kira 158 cm.Tapi Zia terlihat manis karna terdapat lesung pipit pada kedua pipi mungilnya.
Merasa sudah baikan,Zia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mencari rumah sewa untuk tempat menginapnya sementara.
"Makasih kamu sudah mau berbaik hati membantu aku.Semoga Allah membalas kebaikanmu.Kalau gitu,aku pamit dulu." Zia mulai melangkah keluar namun dia kaget karna di depan pintu sudah ada Zaid yang berdiri,mau masuk tapi ragu.
"Sama-sama.Tapi,kamu belum sembuh.Emangnya kamu mau ke mana?" tanya Mira mendengus melihat ulah Zaid yang hampir Zia terjungkal jatuh.Untung saja ada Mira menangkapnya.
Zaid memutar tubuh dan memilih duduk di luar.Jantungnya berdegup seperti ingin meraton.Zaid masih terdiam tanpa berbicara pada Zia.
Mira mengandeng Zia keluar meninggalkan Zaid tanpa berkata apa-apa.
Zia terlihat senang karna Mira mengajak tinggal bersama.Di sini mulailah awal cerita Zia bersama Zaid.Zaid tinggal tak jauh dari rumah Mira,adik angkatnya yang judes itu.
Hari ini Zaid memilih tidak masuk bekerja.Dirinya tampil sekeren mungkin untuk menemui Zia di kediaman rumah sepupunya.Zaid berdiri cukup lama memandang Zia yang sedang menyapu di halaman.Zia yang baru menyadari ada yang memperhatikan dia,bergegas masuk ke dalam rumah.Sementara Mira tertawa mengejek Zaid dari kaca jendela kamarnya.
"Bang Zaid." teriak Mira sambil melempar topinya ke arah Zaid yang sudah berdiri lama di ujung sana.
Zaid menyambut topinya yang di pinjam Mira waktu kehujanan.Mira memandang Zaid dari atas sampai ke bawah lalu menertawakan Zaid.Zaid terlihat culun memakai kemeja mengancingkan sampai keujung leher serta rambut di sisir ke samping.
"Culun." Mira mengejeknya lalu membuka satu di kancing kemudian membenarkan rambutnya.
"Ini baru ganteng.Bentar aku panggil Zia dulu.Zia...." Mira menarik tangan Zaid menuju ke rumahnya.Terlihat Zia dengan jilbab lebar lalu tersenyum memandang Mira dan Zaid.
"Zia,ada yang ketemu sama kamu?"Mira melirik Zaid yang sedari tadi tersenyum tanpa berbicara sepatah apapun.
Tiga bulan Zia tinggal bersama Mira.Perlahan Zia sudah berubah penampilan menjadi wanita muslimah.Mengikuti kajian rutin yang di ada di kompleks rumah,menambah ketakwaannya pada sang kuasa.Hanya saja,Mira yang belum mengikuti jejaknya untuk berhijrah.Tapi,Zia tetap mendoakan yang terbaik untuk Mira agar suatu saat nanti mengikut seperti dirinya.
"Mas Zaid,tumben rapi,mau ke mana?" Setelah mengucapkan itu Zia membuang sampah di belakang rumah lalu membakar sambil bersih-bersih sisa sampah yang masih berserak.
Mira yang berstatus masih kuliah semester enam terkadang tak sempat membersihkan lingkungan rumahnya hanya terkekeh memandang Zia yang ringan tangan itu.
"Zia,buatin minum untuk bang Zaid.Kasihan dia dari tadi di kacangin." ucap Mira menemui Zia di belakang rumah.Zia meletakkan penyapu dan serok di samping rumah lalu menuju ke dapur untuk membuat minuman dingin yang kebetulan cuaca sedang panas.Zia membuat Nutrisari jeruk peras di tambah es batu yang menambah selera untuk meneguknya.
Zia meletakkan di atas mapan dan meletakkan minuman tepat di meja di mana Zaid dan Mira sedang berbincang masalah pribadinya.
"Mari minum." pinta Zia lalu duduk ikut berkecimuk dengan mereka.
Zia menuangkan air ke cangkir dan memberikan kepada Zaid dan Mira.
"Kalian bicara apa?Serius amat?"tanya Zia memandang sekitarnya.Sesekali mobil dan motor lewat di depan mereka.Rumah Zia memang begitu dekat dengan jalan.Jadi,wajar suara motor dan mobil menghiasi suasana di rumahnya.
Mira dan Zaid saling pandang.Sebenarnya kehadiran Zaid ingin melamar Zia menjadi istrinya.Namun Zaid ragu mengingat Zia masih muda untuk menikah.Takutnya,Zia menolak dengan alasan belum siap menikah.Zia memandang mereka saling menyenggol lengan satu sama lain.
"Sebenarnya ada apa mas Zaid?Raut wajah ketakutan gitu?"Zia melirik memandang Mira yang juga bingung cara mengutaranya.
"Yaudah.Kalo satu dari kalian gak mau bicara lebih baik Zia melanjutkan pekerjaan di dalam.Kebetulan pakaian mas Zaid sudah Zia setrika tinggal di bawa pulang." Zia mulai melangkah kaki menuju ke pintu namun dengan cepat Zaid memanggilnya.
"Zia,tunggu!Ada yang ingin aku sampaikan?"Zaid berjalan menuju ke tempat Zia berdiri.Zaid tak bisa lagi menahan hasrat untuk melamar Zia menjadi kekasih halalnya.Zia terlihat gugup saat Zaid memandang dengan tatapan tanpa senyum.
"Zia,mau kah menikah dengan mas?" Zaid mengoceh cincin dari saku kemejanya dan menyerahkan ke Zia.Zia hanya menunduk malu.Zia tahu,Zaid adalah sosok pria yang baik dan bertanggung jawab.Selama mereka kenal,Zaid tak pernah mengajak Zia berjalan berdua.Mereka hanya bertegur sapa jika bertemu lalu melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.
Zaid emang sengaja meminta Zia mencuci pakaiannya karna merasa kasihan pada Zia yang belum mendapatkan pekerjaan.Bahkan setiap bulannya Zaid memberi upah lebih dengan alasan untuk sekedar beli jajan.
Zia,gadis kecil berumur 18 tahun ini tidak bisa menolak niat baik Zaid.Zia tersenyum dan mengangguk.
"Bismillah....Zia terima mas." ucap Zia di iringi air mata mengalir di pipinya.Zia memandang Mira dan memeluknya.
"Sudah.Jangan menangis lagi.Akukan jadi sedih juga nih." Mira mengusap air mata Zia yang sudah keluar membasahi pipi gembulnya.
🌸🌸🌸🌸
"Saya terima nikahnya Ziana binti Ma'ruf dengan mas kawain sebentuk cincin emas,di bayar tunai." ucap Zaid dengan deretan peluh membasahi keningnya.
"Sah"
"Sah"
"Sah" ucap para saksi
"Alhamdulillah" ucap Zaid dengan senyuman yang begitu bahagia tiada tara.
Ziana dengan gamis putih umbrella menambah kecantikan.Gadis nan jawa ini begitu anggun dan cantik bak bidadari turun dari langit yang berjanji setia sehidup semati hingga ajal yang memisahkan mereka.Zia dengan mengukir senyum seindah mungkin duduk berhadapan dengan Zaid.Seorang pria yang baru saja menjadi kekasih halalnya.Zia begitu ragu dan malu untuk mencium tangan Zaid.Zaid tak berhenti memandang Zia yang baginya begitu cantik.Sepuluh menit barulah Zia bisa memegang tangan suaminya dan mencium pundak tangan Zaid.
Semua tamu datang silih berganti mengucapkan selamat dan do'a keberkahan untuk rumah tangga mereka.
"Selamat ya bang Zaid.Jangan lupa kasih aku keponakan." cetus Mira lalu meminta seseorang untuk memfotonya.
"Iya,makasih sudah mau datang.Dirimu kapan kayak abang dan Zia?"Zaid memandang Mira yang hanya menggeleng dan tersenyum.
"Santai saja bang.Mira lagi fokus kuliah."ucap Mira lalu meninggalkan Zia dan Zaid yang lagi berbahagia.
Acara usai dan kini yang tertinggal hanya pihak yang bersangkutan.Zaid yang memang sebatang kara tanpa ada orang tua segera masuk ke kamar untuk membersihkan diri.Seharian melayani para tamu terasa gerah dan hawa panas menyelimuti tubuhnya.
Zia sedang di sibukkan membuka hiasan sederhana yang menempel di hijabnya.Perlahan-lahan ia membukanya lalu meletakkan di meja rias.Zaid yang baru saja usai mandi terkejut melihat Zia berteriak.
"Mas,kalo setelah mandi tuh bawa baju.Aku kan malu ngelihatinnya.Kamu bertelanjang dada."ujar Zia menutup wajahnya dengan tangan.Zaid mendekat ke arahnya," harus di biasin dek,kan sekarang mas udah resmi jadi kekasih halalmu." ucap Zaid membuka tangan yang menutup wajah Zia.
"Ihhh,mas ini pergi sana pakai baju.Setelah itu bantu Zia bersihin di depan karna masih berserakan sampah.Zia juga sudah gerah,mau mandi." ucap Zia beranjak mengambil handuk dan tak lupa pakaiannya.Zia masih malu jika harus memakai pakaian di kamar ini.Harap maklum,pengantin baru.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!