NovelToon NovelToon

SALAH PENGANTIN

BAB 1

"Halo?"

Seorang wanita nampak duduk dengan rambut acak-acakan di sebuah ruangan kecil yang berantakan.

Wanita itu asyik mengorek emas di dalam hidungnya seraya menempelkan ponsel kecil ke telinga cantiknya.

"Rose, kau ada dimana? Kau masih hidup, kan?"

Terdengar suara cemas seorang wanita yang mengkhawatirkan sang teman yang kini tinggal di sebuah rumah kecil dengan kondisi mengenaskan.

"Kau mendoakanku cepat mati?!" cibir wanita bernama Rose itu dengan sinis.

"Mana mungkin aku seperti itu! Aku hanya ingin memastikan keadaanmu.." ujar Greta, teman Rose yang tengah duduk manis menerima perawatan mahal di salon mewah.

"Kau ingin memastikan apakah aku sudah mati atau belum? Sayang sekali aku harus mengecewakanmu. Aku masih hidup dan aku baik-baik saja! Sekalipun aku mati dan menjadi hantu, aku tidak akan lupa untuk menggentayangimu!"

"Rose kau jahat sekali!"

"Kau yang jahat, dasar teman tidak tahu diri! Kau pasti sekarang sedang bersantai di salon mahal, kan?! Temanmu sedang terdampar di gua, tapi kau masih sempat merawat rambut dan kuku-kukumu itu?!"

Tebakan Rose selalu saja tepat sasaran.

Greta hanya bisa tersenyum, menampilkan cengiran kuda yang tak dapat dilihat oleh kawan baiknya itu.

"Kau sendiri yang memberikan voucher perawatan gratis padaku, tentu saja aku tidak boleh menyia-nyiakannya!" bela Greta.

"Dasar lintah! Benalu! Kepala toge! Kentang burik!" pekik Rose melampiaskan kekesalannya pada sang teman.

Wanita itu membanting ponselnya dan kembali berguling di lantai dengan malas. Rose meraih dompetnya dan menghitung uang recehan yang masih dia punya.

"Seribu.. dua ribu.. tiga puluh ribu.. aku masih bisa hidup sampai hari ini. Tapi bagaimana aku bisa hidup esok hari?" gumam Rose frustasi.

Joanna Rose, adalah seorang model terkenal.. setidaknya sampai beberapa hari yang lalu sebelum hidupnya hancur dan menjadi gelandangan.

Semua ini terjadi karena beredarnya foto-foto tak senonoh dirinya bersama beberapa pria yang tersebar luas ke kalangan publik.

Hanya dengan satu lembar foto saja, karir gemilang Rose menghilang dalam sekejap berubah menjadi malapetaka yang menyebabkan hancurnya dunia bersinar yang sudah ia bangun selama bertahun-tahun.

Wanita malang itu langsung menjadi bulan-bulanan publik, hingga ia harus kehilangan banyak job sampai akhirnya agensi yang menaunginya memutuskan untuk membatalkan kontrak kerja dengannya.

Tak hanya sampai disitu, beberapa perusahaan yang sempat memakainya sebagai model, juga meminta ganti rugi dengan jumlah yang cukup besar.

Harus menghindar dari amukan massa serta melarikan diri dari rentenir, membuat hidup Rose terlontang-lantung selama beberapa minggu terakhir.

Kini wanita itu terpaksa harus berdiam diri di wilayah terpencil untuk menyelamatkan diri dari ketidakadilan dunia yang sudah berlaku kejam padanya.

"Orang-orang bodoh itu, bisa-bisanya tertipu dengan foto palsu!" gumam Rose seraya melirik ke arah surat kabar yang memuat berita mengenai dirinya.

"Dasar otak udang!"

Rose merobek-robek surat kabar itu dengan geram dan menginjak-injak serpihan kertas itu dengan semangat.

"Lihat saja nanti! Aku akan membuktikan kalau aku tidak bersalah! Aku akan menghajar semua wartawan licik yang sudah membuat berita palsu ini!" pekik Rose di dalam ruangan kecilnya.

"Hei! Biasakah kau diam! Ini bukan hutan!"

Seorang tetangga menggedor-gedor pintu rumah Rose dan siap menyiramkan seember air pada penghuninya, jika wanita itu tidak bisa berhenti berteriak.

Wanita cantik berambut panjang itu segera menutup mulutnya begitu ia mendapat teguran dari tetangga menyebalkan.

"Sial! Rumah ini terlalu kecil untukku!"

Rose menjambak rambutnya dengan frustasi seraya berguling-guling di lantai yang dingin.

Wanita yang hidup sebatang kara itu tak memiliki rencana lain, selain mencari biaya untuk bertahan hidup.

Rose sudah kehilangan seluruh hartanya untuk membayar hutang. Kini wanita itu hanya memiliki sebuah mobil tua yang sengaja tidak ia pertahankan sebagai alat untuk melarikan diri dari kejaran penagih hutang.

***

"Nasi satu bungkus."

Rose merogoh kantongnya untuk mengambil uang recehan yang ia punya.

Wanita itu nampak mencolok dengan masker, kacamata hitam, topi serta syal yang bertengger di leher jenjangnya.

Mantan model itu nampak seperti buronan mencurigakan yang tengah melarikan diri dari kejaran polisi.

"Lauk?" tanya penjual makanan di warung yang disambangi oleh Rose.

"Emm, sambal gratis, kan?" tanya wanita itu tanpa tahu malu.

"Sambal gratis."

"Apalagi yang gratis? Air mineral gratis, kan?" tanya Rose lagi.

"Air mineral gratis."

"Kuah sup? Kuah sup juga gratis, kan?"

Penjual di warung itu mulai kesal mendengar Rose yang terus meminta makanan gratis darinya.

"Kalau begitu aku minta nasi satu bungkus, air mineral satu botol besar, kuah sup satu mangkok besar, dan sambalnya, boleh aku minta semuanya?" tanya Rose dengan wajah tak berdosa.

"Astaga, orang gila dari mana ini?!" batin pemilik warung kecil itu mulai frustasi mendengar permintaan Rose.

Beruntung, pemilik warung itu berbaik hati bersedekah pada wanita miskin seperti Rose. Pemilik warung itu memberikan semua lauk yang tersisa pada Rose secara gratis.

"Ini semua untukku?" tanya Rose dengan mata berbinar melihat makanan satu kresek besar di hadapannya.

"Benar. Selamat menikmati.." ujar pemilik warung dengan ramah.

Rose menyambut haru bungkusan plastik besar itu dan berlari girang kembali ke rumah kecilnya. Sementara sang pemilik warung, segera menutup kedai kecilnya dan mengunci rapat-rapat pintu serta jendela warung kecil itu.

"Ayah! Kita harus segera pindah! Ada orang gila baru di lingkungan ini!" teriak ibu-ibu pemilik warung itu pada sang suami.

Rose menyantap semua makanan dengan rakus hingga habis tak bersisa. Wanita yang sudah resmi pensiun dari profesi model itu, tak harus bersusah payah lagi memperhatikan makanan yang masuk ke perutnya.

Rose tak lagi harus tersiksa dengan diet ketat dan terjebak pada daun-daunan yang tidak bisa membuatnya kenyang.

Meskipun hanya lauk sederhana dari warung kecil, tapi rasa lapar wanita itu dapat terobati dengan sukses dengan perut membuncit yang sudah penuh dengan kalori.

"Kenyang.." gumam Rose seraya bermalas-malasan di lantai, bak paus terdampar yang sesak nafas karena terlalu banyak mengonsumsi makanan.

Setelah berbaring sejenak, Rose bangkit dan segera mengemasi barangnya. Sudah waktunya wanita itu mencari tempat singgah lain sebelum ia ditemukan oleh rentenir yang masih mengejarnya.

"Saatnya mencari tempat baru.." ujar Rose penuh semangat.

Wanita itu masuk ke dalam mobil tuanya dan berkendara dengan santai menembus kegelapan malam. Sesekali wanita itu menguap dan bersenandung kecil untuk menutupi rasa takutnya yang tengah berkendara seorang diri di tempat yang sepi nan gelap.

"Tempatnya gelap sekali.." gumam Rose merinding.

Wanita itu celingukan dan terus melirik ke kanan kiri, mencari pengendara lain yang mungkin juga melewati jalan sepi itu. Sayangnya tidak ada satupun orang yang lewat, tidak ada satupun lampu penerangan jalan dan tidak ada satupun bangunan berdiri di sepanjang jalan yang dilewati oleh Rose.

"Tempat menyeramkan apa ini?! Aku tidak berencana melakukan uji nyali!!" pekik Rose seraya membanting setir, mengubah arah dan mencari jalanan yang ramai.

Wanita itu mulai melajukan mobil dengan kecepatan tinggi di tengah malam yang gelap itu.

Saat Rose tengah melaju kencang, tiba-tiba sebuah cahaya menyilaukan bergerak mendekat ke arah kendaraannya. Rose tersenyum lega, akhirnya ia menemukan pengendara lain yang melintas di jalan yang sama dengannya.

Wanita itu mulai menurunkan kecepatan kendaraan tuanya, namun naas.. sebelum wanita itu berhasil berkendara normal kembali, mobil yang ditumpangi oleh Rose tiba-tiba hilang kendali dan menabrak pembatas jalan hingga meluncur bebas, terperosok ke jurang yang dalam.

BRUAKK!!

Tak berselang lama kemudian, rongsokan tua itu meledak dan hancur berkeping-keping bersama dengan sang pemilik yang masih terjebak di dalam mobil.

Gelap dan sunyi. Rose mencoba berlari kesana-kemari, mencari jalan keluar dari kegelapan yang mengerubutinya.

"Tempat apa ini? Apa aku sudah mati?" gumam Rose.

Wanita itu terus berlari, mencoba mencari secercah cahaya yang bisa kembali menuntunnya kembali ke dunia.

"Bukankah aku terlalu muda untuk mati? Aku bahkan baru berusia dua puluh tiga tahun. Aku juga belum menikah. Aku belum sempat bertemu artis idolaku. Aku juga masih memiliki banyak hutang! Siapa yang akan melunasi hutang-hutangku nanti?!" oceh Rose panjang lebar di tempat gelap nan sunyi itu.

"Rose.." panggil seorang wanita pada Rose.

Wanita itu berlari girang menghampiri seorang wanita yang memanggilnya.

Terlihat seorang wanita berbadan gempal tersenyum tipis padanya dan menggenggam erat jemari mantan model itu.

"Aku selamat! Apa kau tahu dimana pintu keluarnya?" tanya Rose dengan antusias.

"Pintu keluarnya ada di sini.." ujar wanita gemuk itu menunjuk dirinya sendiri.

Rose nampak bingung dan celingukan mencari pintu yang dimaksud oleh wanita berbadan lebar itu.

"Joanna Rose.. maukah kau membantuku?" tanya wanita gemuk itu.

"K-kau mengenaliku? Apa kau salah satu hatersku?"

Rose melepas tangan wanita gemuk yang masih mengait di jarinya. Wanita itu berjalan mundur beberapa langkah, menjauh dari wanita gemuk yang mengetahui nama lengkapnya itu.

"Kau masih ingin kembali, kan?"

"K-kembali apanya?" tanya Rose balik dengan tergagap.

"Kembali ke kehidupan yang kau inginkan.."

"Memangnya kau tahu bagaimana kehidupan yang ku--"

Belum sempat Rose menyelesaikan ocehannya, wanita gemuk di hadapannya mendadak menghilang secara tiba-tiba dari hadapannya.

"Kau mau kemana?!" pekik Rose masih dengan mata tertutup.

"Nona? Nona sudah sadar?"

Seorang wanita paruh baya bergegas mendekati Rose begitu wanita itu membuka mata.

Rose mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan asing yang ia tempati. Wanita itu nampak bingung dirinya sudah berada di dalam ruangan penuh obat, padahal baru sedetik yang lalu ia berada di tempat yang sepi nan sunyi bersama wanita berbadan gemuk.

"Tempat apa ini? Apa aku sudah mati? Apa ini neraka?" batin Rose bingung.

Manik mata wanita itu tertuju pada seorang pria berbadan tegap yang menatapnya lekat-lekat. Pria berkulit putih dan berparas tampan itu mendekat ke arah Rose dengan wajah datar nan dingin.

"Siapa orang ini? Apa malaikat pencabut nyawa setampan ini?!" batin Rose semakin mengada-ada.

"Bagus kau sudah sadar. Katakan pada ayah kalau aku sudah menunggumu semalaman." ujar pria itu dengan ekspresi datar.

"Aku mempunyai istri lain yang harus kuurus. Bi Sri akan menjagamu di sini."

Pria itu mengambil jas yang tersampir di bangku dan bergegas pergi dari ruangan pasien itu.

Rose yang masih belum menyadari situasi, hanya bisa menatap pria itu dengan wajah bodoh tanpa bisa membalas ucapan pria bernama Wildan itu.

"Tuan Muda pasti lelah sudah menunggu Nona semalaman. Saya akan menemani Nona di sini," ucap Bi Sri membuyarkan lamunan Rose yang masih mematung menatap ke arah Wildan penuh tanda tanya.

"Nona? Nona apanya? Apa neraka memiliki pelayanan khusus?!" gumam Rose pelan.

"Apa ini penginapan sementara sebelum aku dilempar ke neraka? Sampai kapan aku bisa menikmati fasilitas mewah ini?" tanya Rose.

"Hm? Apa maksud Nona?" tanya Bi Sri bingung.

"Apa aku boleh meminta makanan?" pinta Rose dengan wajah memelas.

"Tentu, Nona."

Bi Sri menghidangkan makanan rumah sakit yang sudah tersaji di atas nakas. Wanita paruh baya itu mengambil sendok dan siap melayani sarapan pagi sang Nona Muda.

"Hanya makanan rumah sakit? Tidak bisakah aku mendapat makanan lain?" tanya Rose agak memaksa.

"Ini diet khusus untuk Nona. Dokter tidak memperbolehkan Nona mengonsumsi makanan sembarangan." nasihat Bi Sri.

"Astaga, diet apanya?! Aku sudah bukan model lagi! Lagipula aku harus mengisi banyak tenaga sebelum aku melakukan perjalanan ke neraka! Tidak bisakah aku mendapat jamuan terakhir yang mewah?!" protes Rose.

"Apa yang terjadi dengan Nona? Apa Nona demam lagi?"

Bi Sri meletakkan tangan di dahi Rose untuk memeriksa suhu tubuh wanita itu.

"Nona, bagaimana kalau saya panggilkan dokter? Tunggu sebentar." imbuhnya.

"Dokter apanya? Memangnya siapa yang sakit di sini?! Aku sudah mati, untuk apa masih butuh dokter?!" racau Rose semakin membuat Bi Sri khawatir.

"Apa Nona mengalami gangguan otak? Kenapa dari tadi Nona terus mengocehkan hal-hal aneh?!" batin Bi Sri semakin cemas.

"Boleh aku meminjam ponsel?" tanya Rose.

"Tentu, Nona."

Rose mengambil ponsel yang disodorkan Bi Sri dan tidak sengaja melihat wajahnya dalam pantulan layar benda mati itu.

"Wajah bengkak siapa itu?!" gumam Rose heran.

Wanita itu mengotak-atik ponsel yang bukan miliknya dengan ekspresi takjub.

"Ponselnya keren sekali! Ponselku saja tidak semahal ini.." gumam Rose seraya berdecak kagum.

Bi Sri berdiri di pojokan menunggu dokter dengan tubuh gemetar ketakutan. Wanita paruh baya itu merasakan gelagat yang aneh dari sikap Nona Muda yang selama ini dia layani.

"Kameranya pasti canggih,"

Rose mengotak-atik kamera dan hendak berpose mengenakan ponsel mahal pinjaman yang ia bawa.

Aahhhh!!

Wanita itu langsung membanting ponsel ke lantai begitu ia melihat wajah asing yang tertangkap di kamera.

"Wajah siapa itu?! Itu bukan wajahku!!" pekik Rose dengan suara bergetar.

"Nona, tolong tenang--"

"Berikan aku cermin! Cepat!" teriak Rose pada Bi Sri.

Wanita paruh baya itu segera mengambil cermin kecil dan menyodorkannya pada Rose.

Wanita berusia dua puluh tiga tahun itu terkejut bukan main saat mendapati wajah dan tubuhnya yang berbeda drastis. Tubuh langsing mantan model itu kini mulai melebar, bersemayam di tubuh gemuk wanita yang sempat bertemu dengannya sebelum ia terbangun di ranjang rumah sakit itu.

Wajah cantiknya kini juga berubah, berganti menjadi wajah wanita gemuk yang ia temui sebelumnya.

"Apa yang terjadi denganku?!" pekik Rose tak percaya.

Brukk!!

Rose ambruk dengan sukses di ranjang pasien yang ia tempati. Wanita malang itu tak sadarkan diri karena terlalu terkejut dengan hal aneh yang terjadi pada dirinya.

Bi Sri semakin kalang kabut memanggil dokter begitu ia melihat sang majikan kembali tak sadarkan diri. Ruangan pasien VIP itu kembali ramai riuh dengan dokter dan perawat yang berlalu-lalang hendak menyelamatkan pasien Nona Muda yang sudah kehilangan jiwa itu.

***

Bersambung...

Visual

...Female Lead...

...Joanna Rose...

...Male Lead...

...Wildan Anantha...

BAB 2

Begitu sadarkan diri, Rose terus diam tak bersuara dan duduk bersimpuh di lantai dingin tepat di pojokan kamar pasien.

Wanita itu masih belum bisa menerima kenyataan kalau ia kini harus menjalani hidup sebagai orang lain, bahkan bersemayam di tubuh yang bukan miliknya.

"Apa ini hukuman untukku?" gumam Rose dengan wajah murung.

"Dokter, apa Nona benar-benar baik-baik saja? Semenjak Nona sadar, Nona selalu mengatakan hal-hal yang aneh dan kini Nona juga bersikap aneh." ujar Bi Sri semakin cemas.

"Kondisi fisik dan mentalnya bagus. Mungkin Nona hanya sedikit terguncang saja setelah mengalami beberapa operasi sekaligus." terang dokter.

"Kapan Nona bisa pulang?"

"Kondisi Nona sudah cukup baik. Nona sudah bisa kembali pulang ke rumah kapanpun," ungkap dokter.

"Dokter yakin Nona baik-baik saja? Kenapa Nona terlihat seperti orang depresi begitu?" tanya Bi Sri dengan mata berkaca-kaca.

Dokter dan asisten rumah tangga itu menatap iba pada Rose yang terus menjedotkan kepala ke tembok untuk menjernihkan otak.

Rose hampir kehilangan kewarasannya karena kejadian aneh yang baru saja menimpanya. Wanita itu terus melafalkan mantra aneh, berharap ada ilmu sihir yang bisa ia gunakan untuk kembali ke tubuh aslinya.

"Apa yang sudah terjadi pada tubuhku?!!" teriak Rose seperti pasien rumah sakit jiwa.

"N-nona.. makan dulu sarapannya," bujuk Bi Sri takut-takut.

"Kau, ibu tua! Siapa nama wanita ini?" tanya Rose seraya melempar tatapan tajam pada Bi Sri.

"Astaga! Apa Nona amnesia?!" jerit Bi Sri dalam hati.

"N-nona, silahkan habiskan sara--"

"Aku tanya siapa nama wanita ini?!" bentak Rose.

"Jo-joanna Rose. Itu nama Nona. Nona tidak lupa, kan?" ujar Bi Sri penuh hati-hati.

"Cih, apa-apaan ini?! Namanya sama dengan namaku?! Wanita gendut, kau sengaja menjebakku?!" omel Rose seraya menjambak rambut wanita yang menjadi tempat jiwanya bersemayam.

"Nona, tolong jangan sakiti diri Nona sendiri."

Bi Sri mencoba menghentikan aksi anarkis Rose yang menyakiti tubuhnya sendiri.

"Ibu tua, apa aku terlihat cantik?" tanya Rose dengan air mata berlinang.

"Tentu saja, Nona. Nona Rose adalah putri tercantik keluarga Danuartama."

"Kau memujiku karena aku majikanmu! Kau tidak lihat perut buncit ini?! Aku sudah terlihat seperti gajah hamil!" cibir Rose.

"Jangan berkata seperti it--"

"Kau tidak lihat leher ini?! Lipatannya berlapis-lapis lebih banyak dari lipatan kue lapis!"

"Nona--"

"Kau juga tidak lihat lengan dan paha ini?! Aku bisa menjadi kasur empuk karena bantalan lemak ini!"

Rose terus saja mengoceh, mengomentari penampilan tubuh yang ia gunakan.

"Nona, dokter sudah memulai program diet sehat untuk Nona. Sebentar lagi--"

"Sebentar lagi apa?!"

"Nona.."

Bi Sri menghampiri Rose dan memeluk putri majikannya itu.

"Operasinya sudah berjalan lancar. Sekarang Nona harus fokus menurunkan berat badan agar tubuh Nona semakin sehat." nasihat Bi Sri.

"Apa aku dirawat di sini karena penyakit yang disebabkan oleh obesitas?" tanya Rose mulai berbicara normal.

"Begitulah, Nona. Sebaiknya Nona beristirahat saja. Saya akan memberitahu Tuan Wildan kalau Nona sudah diperbolehkan pulang." ujar Bi Sri.

"Siapa itu Wildan?" tanya Rose mengerutkan kening.

"Ya Tuhan, ada apa dengan Nona Rose?!" batin Bi Sri makin khawatir melihat Rose yang nampak seperti orang bingung dan tidak mengetahui apapun mengenai dirinya sendiri.

"I-itu suami Nona. Pria yang tadi di sini bersama Nona." terang Bi Sri.

"Maksudmu, pria yang tampan seperti aktor tadi?" tanya Rose seraya membulatkan mata lebar-lebar.

"B-benar, Nona."

"Bagaimana bisa si gendut ini mempunyai suami yang tampan? Apa suaminya buta?!" ujar Rose tak percaya.

Bi Sri hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan nyeleneh dari Nona Muda yang ia layani itu.

***

"Sudah siap, Nona?" tanya Bi Sri.

"Sudah." jawab Rose singkat.

"Sebentar lagi Tuan Wildan akan datang menjemput."

Beberapa menit kemudian, pintu ruangan pasien yang ditempati Rose terbuka lebar. Pria bernama Wildan masuk ke ruangan itu, namun pria yang disebut-sebut sebagai suami Rose itu datang dengan menggandeng seorang wanita cantik di depan Rose.

"Apa-apaan ini?! Ibu tua ini bilang kalau si tampan ini adalah suami si Gendut. Kenapa pria ini malah menggandeng wanita lain?!" batin Rose bingung.

"Rose.. kau terlihat lebih sehat. Sepertinya kau benar-benar sudah membaik. Jadi, kau tidak perlu terus-terusan mencari perhatian dari suamiku, kan?" sindir wanita bernama Rumi itu.

"Apa maksudmu?!"

Rose melangkah mendekat ke arah Rumi dan melotot pada wanita cantik itu.

"Rose!" bentak Wildan pada Rose yang tiba-tiba melotot ke arah Rumi.

"Kenapa?! Kau tidak suka aku melotot pada simpananmu?!" sindir Rose pada Wildan.

"N-nona pasti sudah lelah. Mari pulang sekarang," ajak Bi Sri mencoba melerai.

"Ada apa denganmu?! Berani sekali kau melotot pada Rumi?!" omel Wildan.

"Memangnya kenapa aku tidak boleh melotot padanya?! Aku punya mata!" seloroh Rose dengan berani.

"Apa-apaan kau ini?! Kau berani menjawab sekarang, hah?!"

Wildan menatap tajam ke arah Rose dan hampir saja melayangkan tamparan ke pipi chubby istrinya itu.

"Tuan.." pekik Bi Sri mencoba menghentikan Wildan yang sudah bersiap memukul wajah Rose.

Wildan tersadar seketika dan menurunkan tangannya sebelum ia gelap mata.

"Kenapa tidak jadi?! Pukul saja! Pipi ini penuh dengan lemak! Kau hanya akan memukul gumpalan lemak!" ujar Rose dengan suara meninggi.

"Bi Sri, ada apa dengannya? Apa otaknya bermasalah?!" tanya Wildan merasa janggal dengan sikap Rose yang tidak biasa.

"Lebih baik kita pulang sekarang. Nona Rose membutuhkan istirahat," saran Bi Sri.

Wanita paruh baya itu menuntun Rose keluar dari gedung rumah sakit dan masuk ke mobil yang berbeda dengan sang suami.

Wildan dan Rumi berkendara di satu mobil, sementara Rose dan Bi Sri masuk ke mobil yang dikendarai oleh supir.

"Ibu tua, kau bilang pria tadi adalah suamiku. Kenapa dia membawa wanita lain?!" tanya Rose.

"Emm, itu.. apa Nona tidak ingat apapun? Wanita yang datang bersama Tuan Wildan tadi adalah istri dari Tuan Wildan." jelas Bi Sri.

"Istri?! Maksudmu aku bukan istri satu-satunya dari pria itu?!" tanya Rose agak terkejut.

"Em, Nona sendiri yang mengijinkan Tuan Wildan menikah lagi." terang Bi Sri takut-takut.

"Apa wanita gendut ini bodoh?!" gerutu Rose kesal.

"Jadi aku istri ke berapa?" tanya Rose.

"Nona adalah istri pertama dari Tuan Wildan. Nona tidak ingat dengan pernikahan Nona?"

"Hm? A-aku sepertinya agak linglung. Mungkin ini karena aku terlalu memakan banyak obat," ujar Rose asal.

Setelah beberapa saat berkendara, mobil yang mereka tumpangi akhirnya sampai di sebuah kediaman mewah nan luas.

Rose melongo dengan sukses, menatap bangunan berkilau yang berdiri kokoh di hadapannya.

"Apa ini rumah si gendut itu?! Si Gendut itu adalah putri dari konglomerat?!" jerit Rose dalam hati dengan girang.

Supir yang menjalankan mobil, segera membukakan pintu untuk Rose dan menuntun Nona Muda itu masuk ke dalam istana mewahnya.

Di depan pintu besar kediaman itu sudah nampak seorang pria tua bersama wanita paruh baya yang menyambut hangat kedatangan Rose.

"Rose, Sayang.." wanita paruh baya bernama Helena itu memeluk erat sang putri kesayangan yang sudah kembali ke rumah.

"Siapa lagi ini?!" batin Rose bingung.

"Cucuku.."

Kini giliran pria tua di samping Nyonya Helena yang mendaratkan pelukan pada cucu satu-satunya itu.

Wildan bergegas menghampiri Rose dan menggandeng tangan istrinya itu. Rumi yang berjalan di belakang Wildan, hanya bisa berdecak kesal melihat sang suami yang nampak mesra dengan istri pertama.

"Lepaskan tanganmu!"

Rose menarik tangannya dengan kasar dan menatap tajam pada sang suami.

"Kau ini kenapa?! Kau ingin menunjukkan hidupmu yang menderita pada keluargamu?!" bisik Wildan geram.

"Ada apa dengan kalian? Kalian bertengkar?" tanya Nyonya Helena.

"Tidak, Bu. Kami baik-baik saja."

Wildan merangkul pundak sang istri dan menarik tubuh gempal Rose masuk ke dalam rumah terlebih dulu.

"Wil, bisakah kau tidak membawa tamu tak diundang ke sini?! Pantas saja Rose marah!" omel Nyonya Helena.

"Benar, Wil! Untuk apa kau membawa wanita ini ke sini?!" sahut Nyonya Grace yang juga datang berkunjung ke rumah besan untuk menjenguk sang menantu yang baru saja keluar dari rumah sakit.

Wildan yang menerima omelan bertubi-tubi, hanya bisa menahan diri dan terpaksa meminta istri keduanya untuk menunggu di dalam mobil.

"Wil.." panggil Rumi dengan wajah memelas.

"Bu, bolehkah aku mengantar Rumi pulang dulu?" ijin Wildan pada ibu mertua.

"Wil, istrimu baru keluar dari rumah sakit. Sedangkan wanita itu memiliki kaki dan tangan yang sehat! Siapa yang lebih membutuhkan perhatian di sini?! Kalau kau ingin mengantar wanita itu, silahkan saja! Tapi jangan lagi berani kembali ke rumah ini!" ancam Nyonya Helena.

Nyonya Grace yang melihat kemarahan sang besan, segera mendekat ke arah ibu dari Rose itu dan mencoba menenangkan ibu mertua putranya.

"Nyonya Helena, tolong maklumi ucapan Wildan. Bocah itu memiliki dua istri. Wildan akan menginap di sini, tolong biarkan dia mengantar istri keduanya pulang." ujar Nyonya Grace.

"Terserah kau saja!"

Nyonya Grace menggandeng tangan sang anak dan mengantar putri semata wayangnya itu masuk ke kamar.

Tuan Danuarta, kakek dari Rose hanya berdehem pelan dan melirik sinis ke arah cucu menantunya tanpa mempersilahkan besan maupun cucu menantunya masuk.

"Wil, apa yang kau lakukan?!" omel Nyonya Grace geram seraya memukul-mukul punggung sang putra.

"Sudah, Bu! Jangan di sini!" lerai Tuan Nantha, ayah dari Wildan.

"Kau juga wanita tidak tahu malu, untuk apa kau ikut kemari, dasar pengganggu!" teriak Nyonya Grace pada Rumi.

Rumi hanya menundukkan kepala tanpa berani melihat ke arah sang ibu mertua. Wanita itu sibuk mengumpat dalam hati, merutuki keluarga istri pertama dari sang suami yang sudah menginjak-injak harga dirinya.

"Ibu, jangan seperti itu pada istriku!"

Wildan menghampiri sang istri dan mendekap erat istri keduanya itu.

"Rumi! Pulang sana! Jangan lagi menunjukkan wajahmu di rumah ini!" bentak Nyonya Grace.

"Wildan, cepat masuk!"

Kini giliran sang ayah yang ikut turun tangan, menyeret sang putra untuk segera masuk ke kediaman besan.

"Ayah, bagaimana dengan istriku?!"

"Wil, aku bisa pulang sendiri." ujar Rumi dengan wajah memelas.

Wanita itu pergi meninggalkan kediaman keluarga Rose dengan mata berkaca-kaca menahan tangis.

"Awas kau, Rose! Dasar si gendut sialan!" umpat Rumi pelan.

"Rumi! Tunggu,"

Wildan mengejar sang istri dan tidak menghiraukan omelan dari kedua orang tuanya.

Sementara, Rose menatap drama suami dan istri kedua itu dari jendela kamarnya dengan ekspresi datar. Ditemani oleh sang ibu, Nyonya Helena menepuk pundak sang putri pelan dan mencoba menghibur anak semata wayangnya itu.

"Rose, kau baik-baik saja, kan?" tanya Nyonya Helena.

"Kenapa aku harus tidak baik-baik saja?" jawab Rose cuek.

"Jangan berpura-pura lagi, Rose! Kenapa kau masih saja bersikeras mempertahankan rumah tanggamu? Biarkan saja pria sial itu bangkrut dan jatuh miskin! Ibu akan mencarikan suami lain untukmu," tawar Nyonya Helena.

"Aku boleh bercerai darinya?" tanya Rose dengan wajah polos.

"Apa?"

"Kalau begitu, aku akan menceraikan pria brengsekk itu sekarang juga!" ujar Rose berapi-api.

"Ada apa dengan anak ini?" batin Nyonya Helena bingung melihat sikap lembut anaknya, tiba-tiba berubah drastis.

"Rose, apa badanmu masih tidak enak? Bagaimana kalau minum teh hangat?" tawar Nyonya Helena.

"Tentu. Bolehkah aku meminta makanan juga?" pinta Rose dengan mata berbinar.

"Rose, kau terlihat ceria sekali hari ini. Ibu benar-benar senang melihatnya.."

Nyonya Helena memeluk haru sang putri yang memancarkan aura yang lebih cerah dari biasanya.

***

Bersambung...

BAB 3

Nyonya Grace dan Tuan Nantha duduk di sofa ruang tamu besan mereka dengan wajah cemas. Manik mata mereka terus menatap ke arah pintu, berharap sang putra segera kembali sebelum kemarahan Nyonya Helena semakin memuncak.

"Ayah, cepat hubungi bocah nakal itu!" pinta Nyonya Grace semakin panik.

"Sebentar, Bu. Wildan pasti sedang berada di jalan. Kita tunggu saja sebentar lagi." ujar Tuan Nantha mencoba menenangkan sang istri.

"Ehem.."

Tuan Danuartama menyambangi ruang tamu, menyapa ayah dan ibu mertua dari cucu kesayangannya.

"Kalian masih di sini?" sindir Tuan Danuartama.

"Paman, jangan seperti itu padaku!" protes Nyonya Grace.

"Grace, aku tidak akan bersikap dingin padamu kalau putramu tidak berulah!"

"Paman, kita sudah seperti keluarga, kan? Paman sudah mengenalku sejak kecil. Paman tidak ingin menjadi keluargaku lagi?" ujar Nyonya Grace memelas.

"Kalau begitu ajari putramu dengan baik. Kalau bukan karena cucuku yang begitu menyukai putramu, aku tidak akan mengijinkan putra brengsekmu itu untuk menjadi menantu di keluargaku!"

"Paman!" rengek Nyonya Grace pada Tuan Danuartama.

"Ibu.."

Rose muncul bersama sang ibunda, ikut menyapa ayah dan ibu mertuanya.

"Rose, kemari sayang.."

Nyonya Grace menyambut sang menantu dan duduk menempel pada wanita berbadan gempal itu.

"Kakek, aku tidak menyukai Wildan. Aku ingin mengakhiri semuanya." ujar Rose tegas.

"Aktingku seharusnya sudah bagus, kan? Aku bahkan belum pernah bersuami, tapi sekarang aku harus mengurus perceraian?!" batin Rose frustasi.

"Apa maksudmu, Rose?"

Nyonya Grace melempar tatapan tajam pada sang menantu.

"Wildan sudah memiliki istri. Untuk apa dia mengoleksi banyak istri?" sindir Rose.

"Astaga! Sejak kapan gadis ini pintar menyindir?!" batin Nyonya Helena terkejut.

"Kenapa Rose terlihat aneh sekali?!" batin Nyonya Grace keheranan.

"Rose, ayah tahu kau pasti kesal pada Wildan. Ayah akan memberi pelajaran pada anak itu. Tolong jangan berkata seperti itu," bujuk Tuan Nantha.

"Ayah, Ibu, maaf tapi aku sudah memutuskan untuk berpisah. Wildan juga menginginkan ini, kan? Aku akan mengabulkan permintaannya." ujar Rose sok bijak.

"Menginginkan apa, Sayang? Wildan sangat mencintaimu." ujar Nyonya Grace.

"Mencintai apanya? Kalau Wildan mencintaiku, dia tidak akan menikah lagi." balas Rose.

"Nyonya Grace, tolong terima keputusan putriku. Biarkan dia sendiri yang memilih jalan yang dia inginkan." dukung Nyonya Helena.

"Tolong bicarakan ini baik-baik dengan suamimu terlebih dulu, Rose." bujuk Nyonya Grace.

"Aku akan berunding dengan Wildan mengenai hal ini. Maaf sebelumnya, aku ingin beristirahat." pamit Rose segera melarikan diri sebelum ia salah bicara.

"Seharusnya aku tidak salah bicara, kan?!" batin Rose cemas.

Nyonya Grace dan Tuan Nantha menatap Rose dengan wajah memelas. Kedua orang tua dari Wildan itu hanya bisa menunduk setelah mendengar perkataan Rose.

Rose berlari kencang menuju kamar dan menutup pintu rapat-rapat.

Fiuh!

Wanita itu berkeliling kamar dan memeriksa barang-barang si Rose gendut, sang pemilik asli dari kamar yang Rose tempati.

"Album foto!"

Rose segera menyambar lembaran album berisi foto-foto Rose asli dan memeriksa dengan teliti wajah-wajah yang terpampang di foto tersebut.

"Jadi, pria tadi adalah Wildan. Suami si gendut. Kakek tua tadi adalah kakek si gendut. Kedua orang tua tadi adalah mertua si gendut. Dan wanita tadi.. juga istri Wildan."

Rose menatap foto pernikahan Wildan dan Rumi yang terpasang rapi dalam album foto besar itu.

Wildan dan Rumi menampakkan senyum bahagia, sementara Rose si gendut berdiri agak jauh dari pasangan pengantin dan berpose dengan kaku.

"Dasar pria brengsekk!" umpat Rose seraya menyobek-nyobek foto Wildan dan Rumi.

"Apa yang salah dengan hidup si gendut? Satu-satunya benalu di hidupnya hanyalah suami tidak tahu diri itu." gumam Rose kembali membolak-balikkan buku berisi foto-foto itu.

Wanita berbadan gempal itu terbaring di ranjang luas nan empuk dan berguling kesana-kemari, menikmati kasur lembut nan wangi yang sudah lama tidak ia jumpai.

"Punggungku rasanya nyaman sekali.." ujar Rose.

Setelah berminggu-minggu tidur tidak nyenyak di lantai dingin dan terus berlari kabur dari rentenir, akhirnya Rose memiliki satu hari tenang dalam hari-hari panjangnya yang melelahkan.

Meskipun kini ia harus terjebak dalam tubuh wanita lain, namun setidaknya ia masih diberi kesempatan untuk merasakan kehidupan yang menyesakkan.

***

Rose membuka mata dan mendapati dirinya kembali mengunjungi tempat gelap yang sepi nan sunyi. Tubuh wanita itu akhirnya kembali seperti semula, menjadi Rose mantan model yang cantik nan rupawan.

"Aku kembali ke tubuh asliku? Tempat apa lagi ini?!" gumam Rose mulai pusing.

"Rose.."

Rose gendut lagi-lagi muncul di tempat gelap itu dan menghampiri Rose cantik.

"Apa ini mimpi? Sepertinya aku mulai mengalami tidur panjang.."

Rose duduk selonjoran di lantai dingin seraya memperhatikan kuku-kukunya yang mulai rusak.

"Rose, kau boleh menganggap ini sebagai mimpi. Aku hanya akan hadir di dalam mimpimu." ucap Rose si gendut.

"Apa yang kau lakukan padaku, Gendut?! Aku mengalami mimpi buruk karenamu! Aku bermimpi aku hidup dalam tubuhmu. Aku bermimpi aku memiliki suami brengsekk dan rumah mewah. Benar-benar mimpi yang mengerikan," ujar Rose cantik.

"Itu bukan mimpi, Rose. Mulai saat ini, semua yang ada di hidupku akan menjadi milikmu.."

"Jangan bercanda, gendut!"

Rose kembali terbangun dan mendapati dirinya tengah terbangun di kamar mewah milik Rose gendut.

"Sial! Kenapa wanita itu terus menggentayangiku?!" keluh Rose mulai kacau.

Wanita itu bangkit dari ranjang dan merasakan ada sesuatu yang berbeda dari tubuhnya. Rose melirik ke seluruh tubuhnya dan mendapati badan langsingnya telah kembali.

Wanita cantik itu berlari menuju cermin besar yang ada di kamar Rose dan berputar-putar di depan kaca seraya memencet-mencet bagian tubuhnya yang sudah kembali seperti sedia kala.

Bukannya merasa senang telah berhasil mendapatkan tubuh aslinya kembali, Rose justru semakin bingung dengan hal aneh yang terus terjadi padanya. Wanita itu bahkan mulai kesulitan membedakan antara mimpi dan kenyataan.

"Ada apa sebenarnya dengan tubuhku?!" pekik Rose gemetar ketakutan.

Pintu kamarnya langsung terbuka lebar begitu suara pekikan wanita itu menggema hingga keluar ruangan. Wildan muncul secara mendadak dari balik pintu dengan wajah bengkak memerah di kedua pipi.

"Siapa kau? Mana Rose?" bentak Wildan pada Rose yang kini berpenampilan langsing.

Rose nampak terkejut bukan main saat penampilan aslinya sudah ketahuan begitu cepat. Wanita itu menatap Wildan dengan tubuh gemetar dan tenggorokan yang tercekat.

Karena tidak tahu penjelasan masuk akal seperti apa yang harus ia berikan, Rose pun akhirnya memilih untuk melarikan diri lagi dari kenyataan.

"Aku tidak tahu!!"

Rose berlari menuju toilet dan mengunci diri di dalam bak mandi mewah itu.

"Hei! Siapa kau penyusup?! Dimana Rose?!"

Wildan berteriak dari luar dan menggedor-gedor pintu toilet dengan kencang.

Sementara, Rose di dalam kamar mandi sibuk memanjatkan doa dengan gemetar ketakutan, berharap keluarga Rose asli tidak akan mengirimnya ke jeruji besi.

Wildan menelisik ke seluruh ruangan dan mengedarkan pandangan ke tiap sudut kamar Rose untuk mencari Rose asli.

Wajah pria itu semakin panik dan gelisah karena ia tidak mendapati sosok Rose di kamar besar Nona Muda itu.

"Jika aku mengatakan pada Ibu kalau Rose menghilang, aku akan semakin dihajar!" gumam Wildan panik.

"Hei! Buka pintunya!! Kau kemanakan Rose! Cepat kembalikan Rose!"

Wildan kembali menargetkan Rose yang masih bersembunyi di dalam kamar mandi.

"Ya Tuhan, apa ini akan jadi hari terakhirku? Dasar si gendut sial! Kenapa dia mengembalikan tubuh asliku di saat seperti ini?!" keluh Rose.

Nyonya Helena yang mendengar keributan di kamar sang putri, segera menghampiri ruangan yang ditempati oleh putrinya bersama sang suami.

Tok..tok..

"Rose, kau baik-baik saja?" panggil Nyonya Helena cemas seraya mengetuk pintu kamar putrinya.

Wildan semakin kalang kabut mencari Rose gendut sebelum Nyonya Helena memaksa masuk ke kamar putri semata wayang wanita itu.

"Wil, kau ada di dalam, kan? Kau masih berbicara dengan putriku?! Cepat keluar!" giliran Wildan yang dipanggil oleh sang ibu mertua.

Wildan segera menata bantal dan guling, kemudian menutup benda empuk itu rapat-rapat dengan selimut. Suami dari Rose itu membuka pintu perlahan dan menyambut ibu mertua yang memanggil namanya dari luar kamar.

"Ada apa, Bu?" tanya Wildan setenang mungkin.

"Kalau sudah selesai bicara dengan Rose, cepat pulang sana! Kalian sebentar lagi akan bercerai. Sebaiknya mulai menjaga jarak dari sekarang." ujar Nyonya Helena.

"Aku belum sempat merundingkan apapun dengan Rose, Bu. Tolong beri kami waktu untuk berbicara." pinta Wildan.

"Mana Rose? Rose?"

Nyonya Helena mulai celingukan ke dalam kamar, mencari sosok putrinya.

"Rose.. Rose sudah tidur, Bu. Sepertinya dia lelah. Biarkan dia istirahat. Aku akan menemaninya malam ini," ujar Wildan seraya menunjuk ke arah ranjang yang sudah terpampang gundukan selimut berisi bantal dan guling hasil karya Wildan untuk mengelabuhi sang ibu mertua.

"Kalau Rose sudah tidur, lebih baik kau pulang saja!"

"Aku ingin menemani Rose, Bu? Boleh, kan?" pinta Wildan lagi.

Nyonya Helena segera meninggalkan kamar sang putri karena takut mengganggu istirahat Rose yang baru saja keluar dari rumah sakit.

Begitu Nyonya Helena pergi, Wildan kembali beralih pada Rose dan membuka paksa pintu kamar mandi.

Saat pintu kamar mandi terbuka, terlihat Rose cantik tengah duduk bersimpuh di lantai dengan mata tertutup. Wanita itu memaksakan diri untuk tidur agar ia bisa bertemu kembali dengan Rose asli.

Wildan yang melihat Rose tergeletak di lantai, mau tidak mau harus menunggu sampai wanita itu tersadar agar ia bisa menginterogasi penyusup itu.

Suami Rose gendut itu mengangkat tubuh langsing Rose cantik dan membaringkan tubuh seksi mantan model itu di sofa. Pria itu bahkan mengikat tangan dan kaki Rose dengan kencang, agar wanita itu tak dapat melarikan diri.

"Bagaimana bisa wanita ini masuk ke kamar Rose?" gumam Wildan bingung seraya menatap lekat ke arah wajah Rose.

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!