Chapter 1
“Atas dasar apa aku harus menikah dengan Hans? Aku tidak
mau, jangan paksa aku untuk melakukan hal-hal yang tidak aku sukai lagi, aku
memang cucu mu tetapi itu tidak bisa menjadi alasan untuk mu selalu memaksaku,
aku sudah muak dengan semua ini!” kata Alin sambil berteriak kepada seorang
pria tua yang merupakan kakek kandungnya.
“Aku telah menyelamatkan nyawa mu, dan aku hanya ingin yang
terbaik untuk mu apakah salah seorang kakek yang ingin segalanya sempurna untuk
cucunya? Dan kamu malah mengatakan bahwa aku memaksa mu?” tanya kakek Gu.
“Tetapi aku tidak bahagia dengan semua yang kamu lakukan
untukku, aku tidak mencintai Hans, sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau
ataupun setuju untuk menikah denganya!” kata Alin dengan emosi.
Kakek Gu melayangkan telunjuknya ke arah Alin dengan marah.
“ Aku tidak peduli dengan semua ocehan mu, setuju ataupun tidak kamu akan tetap
menikah dengan Hans, dia adalah pria yang pantas dan cocok untuk mu, tidak
seperti ayah mu yang hanya seorang budak pemerintah bahkan ibu mu harus hidup
menderita denganya,”
Alin mengeratkan kepalan tanganya hingga tubuhnya bergetar,
dia tidak bisa menerima setiap kali kakeknya menghina ayahnya yang seorang
tentara di kemiliteran.
“ Jangan kamu hina ayahku dengan mulut kotor mu itu, ayahku
lebih hebat dan lebih luar biasa dari orang tua yang pemaksa seperti mu! Sudah
cukup bagi mu mengekang hidupku dan ingat aku tidak pernah meminta mu untuk
menyelamatkanku dari kejadian waktu itu, selama ini aku telah mematuhi mu dan
melakukan semua yang kamu inginkan dan sekarang tidak lagi!” kata Alin yang
sudah kehilangan kesabaranya sejak tadi.
Sejak selesai makan malam Alin dan kakeknya berdebat sengit
perihal lamaran Hans untuk Alin. Hans adalah cucu dari sahabat dekat kakek Gu,
dia juga adalah teman masa kecil Alin, mereka tumbuh bersama. Namun Alin tidak
pernah menaruh rasa ataupun memiliki perasaan cinta untuk Hans, dia hanya
menganggap Hans sebagai kakaknya tidak lebih.
Hans adalah seorang pria tampan blasteran dengan mata hazel
dan juga rambut pirang ikal yang membuatnya terlihat sexy dan menggoda. Namun
sifatnya sangat tempramental, arogan, dan tidak mau mengalah kepada siapapun,
dia hanya akan bersikap lembut dan baik hanya di hadapan Alin saja, meski
begitu Alin tentu saja mengetahui sifat asli dari Hans.
Alin menolak mentah-mentah lamaran dari Hans yang membuat
kakeknya murka, Alin masih bisa menahan semua perlakuan paksa dari kakeknya
kecuali perihal hidupnya di masa depan. Apalagi ini masaalah hati dan cinta,
dia tidak bisa menerima pemaksaan lagi, cukup sudah! Saatnya untuk Alin melawan
dan memperjuangkan haknya, karena keras kepala dan pemberontakan Alin, kakek Gu
memutuskan untuk mengurung cucunya itu di kamar dan menjaganya dengan ketat.
Mau tidak mau Alin harus menikah dengan Hans, memikirkan
semua itu membuat Alin pusing dan marah, hingga malam itu penyakitnya kambuh,
Alin terjatuh ke lantai tak sadarkan diri dengan darah mengalir dari hidung dan
mulutnya. Mengetahui hal itu, kakek Gu buru-buru mengangkat Alin ke tempat
tidurnya dan segera memanggil dokter Bill untuk datang ke mansionya, beliau
lupa akan penyakit yang di derita Alin sejak tragedi yang terjadi di masa lalu,
karena emosi beliau melupakan segalanya dan sekali lagi dia menyakiti cucunya.
Sebenarnya kakek Gu sangat mencintai Alin, namun
bayang-bayang putri tercintanya memilih pergi dari sisinya hanya karena seorang
pria yang berprofesi sebagai tentara membuat hatinya mengeras, dia tidak ingin
cucunya sama seperti ibunya, dia ingin yang terbaik untuk cucunya. Menikah ataupun
memiliki hubungan dengan seorang penegak hukum/aparat hukum adalah hal paling
dilarang di keluarga kakek Gu, karena keluarga ini adalah keluarga mafia yang
sangat berpengaruh dan disegani oleh banyak orang di negara itu, dari segi
profesi, itu tentu adalah hal yang sangat berlawanan, apalagi ayah Alin adalah
seorang tentara pasukan khusus yang sering melakukan misi dan banyak membunuh
serta membinasakan banyak kelompok mafia.
Hal itu yang membuat kakek Gu sangat membenci sosok ayah
Alin ini, ditambah kakek Gu menyaksikan
sendiri bagaimana putri yang dia besarkan dengan sangat baik dan selalu berkecukupan, harus hidup menjadi
orang biasa dan pas-pasan, yang dulunya tinggal di rumah mewah kini hanya
menempati rumah dinas yang sederhana dan kecil menurut ukuran kakek Gu. Beliau
tidak ingin cucunya mengalami hidup yang seperti itu di masa depan karena hanya
Alin lah penerus garis keturunanya.
Ketika datang lamaran untuk cucunya dari seorang yang sama
derajatnya dan juga dari keluarga mafia, kakek Gu bersikeras agar Alin menikah
dengan pria itu. Namun beliau lupa jika hal itu akan menyebabkan penyakit
cucunya kambuh dan sekarang Alin terbaring dengan kondisi yang mengkhawatirkan
dan sedang ditangani oleh dokter Bill, tragedi yang menewaskan ayah Alin waktu
itu telah meninggalkan trauma mendalam bagi dirinya.
Bukan hanya mental dan psikisnya yang terkena dampak, tapi
juga sangat berpengaruh bagi kesehatan Alin, sejak saat itu Alin tidak boleh
terlalu tertekan ataupun merasakan emosi yang berlebihan, akibatnya tubuhnya
akan menjadi lemah dan juga jantungnya akan berdetak dengan cepat lalu
tiba-tiba berdetak lemah yang mengakibatkan Alin langsung tidak sadarkan diri
dengan darah mengalir keluar dari hidung ataupun mulutnya, namun kakek Gu
sering lupa dan tanpa sadar selalu menekan Alin dan membuatnya sangat marah dan
juga kesal.
Kondisi Alin saat ini terjadi untuk yang kesekian kalinya,
tetapi kakek Gu tetap akan menikahkan Alin dengan Hans, beliau tidak Ingin
cucunya kelak memilih suami yang tidak layak apalagi sama seperti ayahnya yang
seorang tentara. Kakek Gu akan menunggu sampai Alin sembuh dan membujuknya lagi,
malam itu beliau menuggui Alin bersama dokter Bill sampai pagi.
Semburat cahaya jingga terlihat di cakrawala langit, pagi
telah menyapa dengan segala keindahan dan keagunganya, tak membutuhkan waktu
lama agar sang matahari menampakkan dirinya, Alin terjaga dari tidurnya dan
sayup-sayup mendengarkan pembicaraan antara kakeknya dan juga dokter Bill.
“ Tuan besar apa tidak sebaiknya anda menuruti kemauan nona
Alin? Kondisi nona semakin memburuk dibandingkan dengan yang sudah-sudah, saya
khawatir jika nona tidak akan bertahan jika penyakitnya kambuh lagi tuan,
kasihanilah nona, sekali saja tuan besar mendengarkan dan memenuhi permintan
nona,” kata dokter Bill yang sangat prihatin dengan Alin.
Kakek Gu hanya menggeleng, “tidak! Pernikahan ini harus
terlaksana apapun yang terjadi, ini adalah kesempatan bagi cucuku untuk
mendapatkan suami sebaik Hans, aku yakin jika Hans bisa menjaga Alin dengan baik
dan membuatnya selalu bahagia.”
“Tapi saya khawatir itu akan semakin memperburuk kesehatan
nona Alin,” kata dolter Bill dengan ekspresi cemas.
“Kamu tahu sendiri identitas dari keluargaku, hidup
keluargaku keras dan penuh dengan ancaman kematian, aku ingin seseorang yang
aku percayai menjaga cucuku satu-satunya, kekhawatiranku lebih besar
dibandingkan dengan siapapun, sudah jangan membujukku lagi! Aku sudah
memutuskan pernikahan Alin dan Hans akan dilaksanakan seminggu lagi, sekarang
rawat cucuku dengan baik!” perintah kakek Gu dengan wajah serius dan kemudian
keluar dari kamar Alin.
“Hmm sepertinya
keputusan kakek sudah bulat, tetapi sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau
menikah dengan pria kasar seperti Hans, jalan-jalan satu-satunya aku harus
kabur dari sini, kebetulan aku sudah lulus dari kuliahku,” batin Alin yang
berpura-pura masih tidur.
Alin telah memantapkan hatinya untuk segera sembuh dan menyusun rencana untuk kabur dari rumah kakeknya. Kalaupun dia belum sembuh sepenuhnya dia tetap akan pergi dari rumah yang selama ini telah mengurungnya dan membatasinya. Alin telah kehilangan semua haknya untuk mengatur kehidupannya sendiri semenjak dia menginjakkan kakinya di rumah itu 10 tahun yang lalu.
Alin sangat merindukan ayahnya yang telah meninggal saat tragedi mengerikan yang terjadi dimasa kecilnya. Alin tidak begitu mengenal sosok ibunya karena beliau meninggal beberapa hari setelah melahirkan Alin karena pendarahan pasca melahirkan. Dia hanya mengingat wajah ibunya dari sebuah foto saat ibunya tengah \ mengandung dirinya.
Tiga hari sejak dia tak sadarkan diri karena penyakitnya kambuh, Alin sudah tidak sabar lagi untuk segera meninggalkan rumah itu. Kakek Gu juga telah mulai mempersiapkan acara pernikahan yang akan dilaksanakan 2 hari ke depan. Hans dan juga keluarganya juga telah mengjenguknya serta mengucapkan selamat untuk Alin yang akan menjadi istri Hans. Dia tidak berkata apapun hanya menampilkan ekspresi datar, yang membuat kakenya memperingatkanya lewat tatapan mata, tetapi Alin tidak peduli.
Sore itu, Alin akan menjalankan rencananya untuk kabur, dia meminta izin kepada kakeknya untuk berjalan-jalan di taman belakang mansion yang menampilkan pemandangan danau indah dan juga terhubung dengan hutan. Alin akan melarikan diri melewati jalur hutan karena itu adalah satu-satunya jalan bagi dia bisa bebas dari rumah itu dan tentunya tidakada penjaganya. Kakek Gu tidak menaruh curiga terhadap Alin bahkan beliau beranggapan bahwa mungkin cucunya sedang bosan dan ingin menghirup udara segar.
“Terima kasih kek,” kata Alin sambil berlalu menuju taman.
Dengan mengenakan dress sepanjang lututnya dan juga sweeter berwarna hitam, Alin berjalan ditemani oleh seorang pelayan dan 3 bodyguard. Alin memikirkan bagaimana cara untuknya mengalihkan perhatian dari ke empat penjaganya itu. Akhirnya Alin mempunyai ide sederhana, dia memerintahkan pelayannya untuk membawakan nasi dan juga lauk pauk sementara ke 3 bodyguardnya dia suruh untuk mengambilkan kursi santainya beserta meja yang berada di sekitaran kolam renang. Hal itu dia lakukan untuk mengulur waktu agar dia bisa berlari ke arah hutan.
“Tapi nona tuan besar memerintahkan kami agar tidak meninggalkan nona sendiri,” kata salah satu bodyguard.
“Tenang saja, aku tidak akan kabur, sudahlah cepat kerjakan perintahku nanti keburu malam, aku ingin menikmati suasana sore dengan makan di pinggir danau,” kata Alin dengan enteng.
Mau tak mau mereka melaksanakan perintah dari Alin, sementara itu dia bergegas untuk lari ke arah hutan. Alin berlari dengan sangat kencang, hingga hari semakin gelap ketika dia sampai di tengah hutan yang rimbun. Ada perasaan takut yang menggelayut di hatinya. Namun keinginanya untuk bebas dari cengkraman kakeknya membuatnya sedikit lupa akan situasi berbahaya yang akan dia alami di hutan tersebut.
Alin terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dengan keadaan yang berantakan, gelap, sunyi, dia kelelahan dan juga tubuhnya yang masih lemah membuatnya berjalan dengan sempoyongan. Alas kakinya telah hilang entah kemana yang mengakibatkan kedua kakinya terluka dan berdarah. Dia tidak peduli yang terpenting segera menemukan jalan raya dan dia akan segera bebas dari kakeknya.
Dia ingat jika di belakang hutan tersebut ada sebuah jalan yang menuju ke ibu kota, walau hanya jalan pintas yang jarang dilalui, Alin berharap dia bisa mendapat tumpangan. Waktu menunjukkan pukul 19.30, tubuh Alin sudah tak mampu lagi bertahan, perlahan-lahan pandanganya menjadi kabur dan akhirnya gelap. Karena cahaya yang minim, Alin terjatuh dan menggelinding dari tebing yang tidak begitu tinggi dan tak sadarkan diri.
Dari arah berlawanan terdapat mobil jeep militer yang melintas, mobil itu mengerem dengan tiba-tiba karena sang sopir melihat seorang gadis yang terjatuh dari tebing di sisi jalan. Sontak saja hal itu membuat penumpang di belakang terkejut dan mengumpat.
“Sial! Apa yang kau lakukan hah?” bentak seorang pria tampan dengan seragam militer.
“M-maaf kapten, saya tidak sengaja, em saya juga terkejut karena ada seoarang gadis yang terjatuh dari tebing dan dia terkapar di jalan,” kata sang sopir takut sambil menunjuk seorang gadis yang berada di jalan.
“Alah cuma modus, mungkin dia adalah komplotan perampok yang sedang beraksi, mana jalanannya sepi lagi,” kata pria itu cuek dan tidak peduli.
“Tapi sepertinya bukan kapten, lihat ada darah yang menggenang di sekitar kepalanya kapten,” kata sopir itu.
Pria itu pun keluar dari mobilnya dan memeriksa keadaan gadis itu, dan benar saja, dia melihat Alin dengan kondisi terluka parah. Akan tetapi pria itu malah tercenung memandang wajah Alin, dia seperti mengenal wajah itu. Namun dia tersadar dari lamunannya ketika sopirnya memegang pundak pria itu dan segera membawa Alin masuk ke mobil.
Mobil itu melaju menuju ke ibu kota, sepanjang perjalanan pria tersebut menatap lekat wajah pucat Alin. Dia seperti sedang mengingat sesuatu dan kemudian dia tercengang.
“Apakah itu kamu Alin? Kamu masih hidup?” katanya lirih.
Matanya berkaca-kaca mendapati teman masa kecilnya kini berada dipangkuanya, dia tak menyangka jika Alin ternyata masih hidup. Dia juga bertanya-tanya mengapa kondisi Alin seperti ini, apa saja yang sudah dialami gadis itu. Semua pertanyaan yang terpendam kini berputar-putar kembali dikepalanya tanpa mendapat jawaban. Sepuluh tahun sudah dia mengira jika Alin telah tiada, dalam kurun waktu itu hatinya seperti mati dan membeku.
Sejak dia mengira Alin telah pergi, pria itu berubah menjadi sosok yang dingin dan juga sulit didekati, dia berlatih dengan gila dan tidak mengenal kata menyerah. Namun hal itulah yang mengantarkanya menjadi sosok kapten yang disegani dan juga ditakuti oleh banyak orang. Kejadian masa lalu telah menjadikan hatinya tanpa rasa, dia menjadi tidak mengenal rasa kasihan dan iba serta tanpa ampun menggempur musuh-musuhnya.
Dia tidak akan pernah lupa ketika jenderal favoritnya dan juga putrinya, Alin meninggalkanya saat mereka diserang oleh sekelompok mafia. Rumah mereka habis terbakar dan juga meledak akibat bom yang dipasang oleh kawanan mafia tersebut. Jadi ketika dia mendengar ataupun mendapat misi untuk membinasakan mafia, dia akan berubah menjadi sangat brutal, sadis, serta kejam.
Dialah kapten Kenzo, seorang pria tampan dengan mata hitam jernih dan pandangan tajam membuatnya digilai banyak tentara wanita di pangkalan markas komando militer tempatnya berada. Dengan tinggi 188 cm dan juga otot-otot kekarnya membuat tampilannya semakin sempurna, sungguh ciptaan tuhan yang tiada duanya. Dia adalah kapten militer paling muda dan berbakat sepanjang sejarah kemiliteran, Kenzo masuk ke militer sejak usianya menginjak 12 tahun. Segudang prestasi dan juga penghargaan telah menghiasi sepanjang karir tentaranya hingga saat ini.
Ayahnya juga adalah seorang tentara dengan pangkat jenderal waktu Kenzo masih kecil, ayah Kenzo dengan Ayah Alin adalah sahabat ketika mereka berada di pelatihan tentara sewaktu muda dulu. Ayah Kenzo telah pensiun sejak ayah Alin meninggal dan memilih meneruskan bisnis keluarganya di ibu kota. Karir tentaranya kini dilanjutkan oleh putra keduanya. Kenzo.
Sementara itu.
Kenzo dan supirnya telah sampai di depan sebuah rumah sakit dan segera menggendong Alin menuju ruang IGD. Dokter yang berjaga di IGD segera melakukan tindakan medis terhadap Alin. Sementara itu Kenzo menunggu di depan ruangan dengan gelisah dan juga baju yang berlumuran darah. Sang sopir terkejutmelihat kaptenya begitu cemas karena seorang wanita. Ini adalah yang pertama kalinya. Siapa wanita itu? Apakah dia gadis yang ada di foto yang selalu kapten bawa? Wajahnya agak mirip sih walau yang di foto adalah gadis kecil. Semua pertanyaan berkecamuk dipikiran sang sopir.
Bersambung.
Sebenarnya malam itu, Kenzo ada acara makan malam bersama keluarganya dan juga keluarga sahabat ayahnya. Entah tumben sekali mengundangnya makan malam, pasti ada yang ingin dibicarakan. Akan tetapi pertemuanya dengan Alin membuat Kenzo enggan untuk pulang ke rumahnya. Berkali-kali smartphonenya berdering tanda panggilan telefon masuk, Kenzo mengabaikanya. Pikiranya hanya tertuju kepada Alin yang kini berada di IGD.
“Kapten, tuan besar menelfon terus, bagaimana ini? Apa tidak sebaiknya kita pulang saja, toh gadis itu sudah ditangani dokter,” kata sang sopir.
“Aku tidak bisa meninggalkanya, tahukah kamu? Dia adalah gadis yang selama ini telah aku anggap tiada, dia
adalah gadis yang selalu di hatiku, mana mungkin aku melepaskan dia lagi,” kata Kenzo sambil matanya menerawang.
“Apakah gadis itu nona Alin?” tanya sopir tersebut.
“Ya, dialah Alin, entah apa yang dia alami selama ini, kondisinya memprihatinkan, kali ini aku tak akan pernah
melepaskan Alin lagi, sepuluh tahun sudah hatiku terasa mati karena kepergianya dan hari ini aku kembali hidup karena kehadiranya, jangan katakan kepada siapapun jika Alin bersama denganku, mengerti?” tanya Kenzo kepada sopirnya.
“Baik kapten!” seru sang sopir.
Pagi hari Alin telah dipindahkan ke ruang perawatan, sementara itu Kenzo pulang ke rumahnya sebentar untuk mengganti seragamnya yang berlumuran darah yang kini telah mengering. Kenzo memerintahkan
sopirnya untuk menjaga Alin semenetara dirinya pergi. Sesampainya di rumah dia mendapatkan tatapan tajam dari ayah dan juga ibunya.
“Dari mana saja kamu? Apa kamu lupa jika tadi malam ada janji makan malam dengan keluarganya Tania?” tanya ayahnya dengan marah.
“Apa ayah tidak lihat seragamku berlumuran darah? Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa hadir, memangnya ada apa tumben-tumbenya keluarga Tania makan malam di sini?” tanya Kenzo dengan santai.
“Kenapa seragamnya bisa berlumuran darah nak? Apa yang terjadi? Apa kamu terluka?” tanya ibunya cemas.
“Tidak ibu, semalam ada seseorang yang terlibat kecelakaan dan kebetulan Kenzo ada di sana, lalu Kenzo bawa dia ke rumah sakit.” Kata Kenzo berbohong.
“Kenapa kamu yang menolongnya? Bukankah ada banyak orang lain juga kan?” tanya ayahnya.
“Ayah, Kenzo adalah seorang tentara, sesuai ajaran ayah harus selalu membantu setiap orang apapun situasinya,” jawab Kenzo enteng.
“Dan juga tidak ada keluarga yang dapat dihubungi jadi Kenzo bertindak sebagai walinya dan juga lukanya sangat parah,” sambung Kenzo.
“Oh ya sudah, ayah maafkan dan tentu ayah bangga dengan sikap tanggung jawab mu nak,” kata sang ayah.
“Em ayah belum menjawab pertanyaan Kenzo, katakan yah ada apa keluarga Tania kemari?” tanya Kenzo.
Ayah Kenzo menjelaskan jika kedatangan keluarga Tania membahas tentang pertunangan antara Kenzo dengan
Tania. sontak saja membuat Kenzo terkejut dan langsung menolak. Kenzo tidak bisa menerima pertunangan ini karena dia tidak mencintai Tania dan tidak suka dengan perilaku Tania. Apalagi kini Alin ada di sisinya, mana mungkin dia bertunangan dengan orang lain sementara cinta pertamanya kini ada di hadapanya.
Jawaban dari Kenzo membuat sanga ayah murka, beliau tidak habis pikir dengan putra ke duanya itu. Beliau tetap memaksa Kenzo untuk bertunangan dengan Tania, tetapi Kenzo tetap menolak dengan alasan ada yang lain di hatinya. Sang ayah menduga jika Kenzo belum bisa melupakan Alin, putri mendiang sahabat terbaiknya.
“Nak, Alin sudah tiada 10 tahun yang lalu, belajarlah untuk melupakannya, kejadian itu sudah sangat lama, nak ayah mohon lupakan dia, cobalah untuk membuka hati mu untuk yang lain, ayah mengerti jika kamu sangat mencintai Alin, tetapi ayah mohon sekali lagi untuk melupakannya, biarkan dia tenang di sana!” kata sang ayah.
Perkataan ayahnya membuat Kenzo marah dan beranjak dari duduknya tanpa kata-kata. Dia segera menuju ke kamarnya untuk mandi. Sifat dinginnya dia tunjukkan kepada orang tuanya, perkataan ayahnya membuatnya terluka. Tanpa sepatah kata Kenzo pergi kembali ke rumah sakit. Sang ayah hanya bisa menghela nafas dengan berat, sungguh luar biasa akibat dari tragedi waktu itu.
“Lihatlah sahabatku, putraku sangat mencintai putri mu, cintanya tak pernah padam padahal putri mu telah ada di sisi mu, aku harus bagaimana sahabatku?” gumam ayah Kenzo.
Sesampainya di rumah sakit, Kenzo memerintahkan sopirnya untuk pulang naik taksi, hari ini biar dia saja yang
menjaga Alin. Tak lupa dia juga membeli sarapan untuk dirinya dan sopirnya. Ah Alin? Dia belum juga membuka matanya, setelah Kenzo menghabiskkan sarapanya, dia mendekati Alin dan berbicara denganya.
“Alin akhirnya kita bertemu kembali, apa kamu ingat aku?” tanya Kenzo tanpa mendapat jawaban.
“Mulai hari ini tidak akan aku biarkan kamu pergi dari sisiku lagi, aku berjanji untuk selalu ada untuk mu,”
kata Kenzo lagi.
Setiap hari dia bolak-balik darimarkas militer ke rumah sakit yang jaraknya jauh. Penat dan letih tidak dia
hirukan demi bisa melihat wajah Alin. Lima hari sudah Alin belum sadarkan diri, dokter memberitahukan kepada Kenzo jika Alin mengalami trauma otak dan juga penyakitnya yang bertambah parah. Sejak hari itu, Kenzo tahu jika Alin menderita suatu penyakit yang akan membuatnya sesak dan tak sadarkan diri jika emosi berlebihan ataupun merasakan ketakutan dan panik yang luar biasa.
Akhirnya Kenzo memutuskan memindahkan Alin ke apartementnya yang berada dekat dengan markas militer. Dia juga menghubungi dokter keluarganya dan menyewa seorang perawat. Kenzo memperingatkan agar dokternya tidak memberitahukan jika ada seorang gadis di apartementnya kepada siapapun terutama keluarganya. Tentu saja dokter dan juga perawat sangat takut dengan peringatan dari Kenzo.
Satu bulan telah berlalu.
Dalam komanya Alin selalu mendengar suara seorang pria. Namun Alin tidak bisa membuka matanya ataupun
bergerak. Suara itu terus datang setiap hari, suara yang lembut dan terdengar familiar. Setiap hari Alin berjuang agar bisa membuka matanya, tetapi tubunya sepertin tidak berada di bawah kendalinya. Perasaan itu sangat menjengkelkan, dia sangat penasaran dengan pemilik suara lembut itu.
Akhirnya perjuangan Alin untuk sadar membuahkan hasil. Perlahan mata Alin membuka, mata itu mengerjap beberapa kali utnuk menyesuaikan dengan cahaya di sekitarnya. Pertama kali yang Alin lihat adalah seorang dokter berusia 50 tahun dan seorang perawat yag masih muda. Suara-suara yang samar masuk ke telinganya, dia belum sepenuhnya sadar. Tak lama dia melihat seorang pria tampan dengan seragam militer mendekatinya
dan memegang tanganya.
“Alin, Alin, kamu sudah sadar? Apa kamu ingat aku?” tanya Kenzo.
“S-siapa kamu? Aku tidak mengenal mu, t-tapi aku mengenal suara mu,” kata Alin dengan terbata-bata.
“Baiklah-baiklah nanti saja bahasnya, sekarang kamu sudah sadar, aku sangat bahagia sekali,” kata Kenzo.
Perlahan-lahan kesehatan Alin pulih, setiap pagi, Kenzo akan membawa Alin jalan-jalan ke luar. Menikmati
udara segar dan indahnya taman di samping bangunan apartement Kenzo. Saat Kenzo bekerja, Alin ditemani oleh perawat dan seorang pembantu rumah tangga. Malam harinya ketika Kenzo pulang, dia mendapati Alin tertidur di sofa ruang tamu. Seperti seorang istri yang tengah menunggu suaminya pulang dan malah ketiduran. Kenzo menggendong Alin ke kamarnya dengan tersenyum bahagia.
Di dalam kamar itu, Alin tidur di ranjang sementara Kenzo tidur di sofa. Dia masih tahu batasan dan bisa
mengendalikan diri. Walau bagaimanapun Alin bukan istrinya. Pagi harinya Alin terbangun lebih dulu dan melihat Kenzo tengah tertidur pulas meringkuk di sofa. Seketika Alin tersenyum, dia mengagumi sosok pria itu karena dia menghormati wanita.
“Alagkah beruntungnya yang akan menjadi istri tuan Kenzo di masa depan, hmm aneh tumben aku semalam tidak bermimpi bocah laki-laki dengan seragam tentara itu lagi,” katanya lirih.
Alin pun segera bangun dan bersuh-bersih. Kemudian dia menuju dapur dan mendapati bibi pembantu sedang
mencuci sayuran. Dia pun menjahili si bibi sampai terkejut, hampir saja sayuranya tumpah semua.
“Ih nona ngagetin bibi aja deh, untung nggak tumpah hahaha,” kata si bibi.
“Hehehe maaf deh, habis bibi serius amat cuci sayurnya,” kata Alin.
“Harus dong non, biar bersih, tuan muda itu gila kebersihan jadi nggak boleh ada yang kotor non,” kata si bibi yang sudah berumur setengah abad itu.
“Alin bantu masak ya bi, Alim mau buatin sarapan untuk tuan Kenzo,” kata Alin.
“Nggak usah non, nanti kecapean bibi takut dimarahi tuan muda nanti,”kata si bibi.
“Nggak bakalan, tuan muda masih tidur, udah sini biarAlin yang masak aja ya? Alin udah sehat kok, buktinya kakak perawat udah pulang kan kemarin?” tanya Alin.
“Ya udah deh bibi nggak bisa menolak permintaan non Alin, tapi hati-hati ya, sini biar bibi bantu juga,”
kata si bibi.
Akhirnya Alin memasak sarapan untuk Kenzo. Sementara itu, Kenzo ternyata telah bangun dari tidurnya ketika
Alin memandangi wajahnya. Dia juga mendengar perkataan Alin.Sudur bibirnya tertarik tipis. Dia juga sudah duduk di ruang makan ketika Alin berdebat dengan bibi. Sekarang hari-harinya mulai berwarna dan hidup kembali.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!