"Arjuna, Aku mencintai Juna, Nasa,"
"Si*al, apa kau tahu Nasa, anak teman Mama Karin mungkin lebih baik dari pada diri mu, Dia selalu dapat nilai sempurna, Mama yakin jika peringkat umum mu turun, dan Karin mengejar posisi mu, di mana wajah Mama bakal di tarok Nasa!"
"Papa kecewa dengan mu Monalisa"
"Haduh, queen kita ini ga ada bersyukur nya, Monalisa martin Lu itu udah sempurna, nilai kepentok dikit aja Lu tangisin? Lu caper atau baper,"
......................
...GRUP SMA GARUDA...
A:Eh tau ga sih kata nya ada anak SMA kita meninggal.
B:Serius Lu siapa?
C:Siapa oy..
D:Astaga siapa sih,,
A:Itu katanya anak unggulan yang selalu juara umum.
^^^Lu kalo ngomong jangan main-main: Juna^^^
......................
"Aku mencintai mu Juna! ini mungkin terdengar egois tapi bisakah kau juga mencintai ku," lirih gadis itu dengan tangis yang mengalir di mata nya yang sendu.
"Monalisa apa maksud mu dengan egois? Aku juga mencintai mu Nasa! maka dari itu bertahan lah di sisi ku lebih lama lagi," ujar pria itu menggenggam tangan gadis itu dengan erat.
......................
Hei, Namaku Monalisa Martin. Nama yang cantik bukan? sama seperti orang nya haha, Aku bukan menyombong kan diri tetapi mereka bilang itu kepada ku. Kisah ku ini adalah kisah cinta pertama dan mungkin saja kisah cinta terakhir bagi ku, Aku mencintai seseorang di posisi yang salah, Aku mencintai Juna sahabat dekat ku Arjuna Rafael. Pria tampan dan baik hati, Kita juga memiliki teman dekat satu lagi bernama Jesi Albora. Jesi juga adalah gadis yang sangat cantik dan baik hati.
Lama perasaan ini ku pendam, hingga akhirnya Aku harus berusaha menghapus nya dan memilih antara cinta atau sahabat?
Hari itu di mulai hari di mana seharus nya aku tidak pernah menanyakan kepada Jesi siapa pria yang Dia sukai, hari di mana penyesalan terbesar ku muncul.
Siang di ruangan kelas musik
Seorang gadis cantik sedang memainkan biola nya, gadis itu tersenyum gembira, karena hanya dengan musik dan biola Dia bisa melepaskan kedua beban yang memberati pundak nya, dan hanya diwaktu seperti ini pula Dia bebas berekspresi, seorang gadis yang duduk di kursi menatap gadis yang bermain biola yaitu Jesi teman baik ku, Jesi memiliki kulit eksotis tetapi banyak pria yang mengincar diri nya. Setelah beberapa saat memainkan biola nya Monalisa atau yang akrab disapa Nasa, itu duduk di samping Jesi.
"Musik yang bagus Nasa, Kau tidak pernah membuat suara yang mengecewakan," ujar Jesi tersenyum kepada Ku.
Hembusan angin memasuki celah-celah jendela dari ruangan musik itu, Aku memandang keluar ruangan yang memperlihat kan siswa lain nya sedang berolahraga di lapangan sore ini, Aku tersenyum lalu menatap Jesi.
"Terimakasih Jes," ucap Ku menatap bola mata Jesi dengan senyum yang terus terukir di bibir Ku.
Saat ini tatapan Ku memang mengarah keluar, tetapi pikiran beralih ke sosok pria yang selalu menemani hari-hari Ku, senyum nya terus terukir dibenak Ku hingga membuat Ku lupa dengan waktu jika terus memikirkan nya.
"Jesi, apa Kau memiliki pria yang Kau sukai?" tanya Ku kepada gadis itu.
Jesi hanya diam tanpa menatap Ku, Dia menunduk sambil memainkan jari nya dengan bingung, gadis itu terlihat sangat malu ketika Aku menanyakan hal yang mungkin Dia pendam sendiri tanpa ingin mengungkap kan nya kepada orang lain. Aku menatap lucu wajah nya yang terlihat memerah karena malu.
"Tidak usah di--"
Perkataan Ku terpotong saat Jesi menjawab pertanyaan Ku tanpa ragu, sambil tersenyum mengembang ke arah Ku.
"Arjuna, Aku mencintai Juna, Nasa," lirih gadis itu menatap diri Ku.
Arjuna? Apa maksudnya, Aku yang mendengar jawaban Jesi langsung terdiam, Aku tidak bisa berkata-kata seketika dada Ku sakit dan pasokan oksigen terhenti, keringat mengalir di dahi Ku, ingin rasa nya Aku menangis, dada Ku terasa sangat sesak ketika Dia mengatakan mencintai sosok yang sudah lama juga Aku cintai, hari ini di mulai di mana hubungan Ku dan Jesi mulai meregang, tetapi Aku tetap menjaga baik hati nya. Aku menatap manik mata Jesi lalu membalas sambil tersenyum.
"Juna? Haha ternyata pria nakal itu, Dia itu sangat bodoh, Jesi sebaik nya Kau hati-hati jika Dia menyakiti Mu, katakan padaku!"
Aku memang mengatakan itu, tetapi seolah-olah perkataan Ku sangat berbanding terbalik dengan apa yang Aku rasakan, Aku tidak ingin berbohong, tetapi Aku tidak ingin membuat Jesi merasa sakit hati, Juna, Siapa yang Kau cintai?
"Terimakasih Nasa," ucap Jesi memeluk ku dengan erat.
"Sama-sama Jesi,"
"Nasa, apa kau juga memiliki orang yang Kau cintai?" tanya Jesi kepada ku.
Ingin sekali Aku mengatakan bahwa Aku mencintai sosok pria hebat yang selalu menemani ku dalam suka dan duka sejak kami kecil yaitu Arjuna, tetapi itu tidak mungkin, Aku menepis semua itu hanya demi Jesi.
"Tidak Jes, Aku tidak menyukai siapa pun," ucap Ku.
"Sayang sekali, padahal Kau sangat cantik Nasa, semua pria mengilai Mu," kata Jesi yang kagum kepada ku.
Tidak peduli sebanyak apa pria mencintai Ku, jika orang yang Aku cintai tidak bisa sama sekali Aku gapai itu sungguh membuat ku sangat sedih.
"Apa Kau Lupa? Aku ini si gila belajar," ujar Ku sambil tertawa kepada Jesi.
"Nasa Kau benar, Kau selalu saja seperti itu, Juna sangat khawatir kepada Mu, karena melihat Mu yang terus berusaha agar jadi seseorang sempurna dalam akademik maupun non akademik, kenapa harus seperti itu Nasa, Aku juga sangat khawatir," ucap Jesi menunduk sedih.
"Aku menyukai pelajaran Jesi, jangan mengkhawatirkan diri ku," ucap Ku menepuk bahu nya.
Andai mereka tahu, masalah Ku, Andai mereka tahu derita Ku, andai dunia tahu rasa sakit Ku, menjadi seorang anak tunggal dari Lucas Martin, dan Anatasya Martin menjadi sebuah beban yang amat berat di pundak Ku, sosok sempurna menjadi tuntutan bagi masa depan Ku, mengusai berbagai hal adalah kewajiban ku sebagai anak tunggal pengusaha keluarga Martin yang terkenal di Ibu kota, Aku membenci nya sangat membenci nya, tetapi ketika Aku mendapatkan nilai sempurna, mereka tersenyum kepada Ku, mereka memuji Ku, perasaan Ku menjadi hangat.
Brak..
Jendela ruangan musik dibuka paksa dari luar oleh seseorang, pria itu menatap kanan dan kiri seolah-olah mengendap-endap, pria itu menahan satu tangan nya dan melompat masuk ke ruangan itu, di saat Aku dan Jesi sedang terdiam, pria itu tersenyum dengan baju kotor dan wajah babak belur nya, lagi? seperti nya Dia lagi-lagi membuat Ku sangat khawatir.
"Apa kau membuat masalah lagi!"
Aku memperingati Juna dengan tatapan kesal Ku, pria itu hanya mengaruk tengkuk belakang kepala nya sambil tersenyum kepada Ku, Dia melewati Jesi dan duduk di samping Ku sambil tersenyum, Juna menggenggam tangan Ku lalu berkata.
"Nasa, Aku tahu kau marah tapi maafkan Aku Cantik," rengek Juna kepada Ku.
Seperti ini ini lah Juna yang Aku kenal, sifat yang kekanak-kanakan jika berhadapan dengan Ku, dan menjadi bersikap dewasa Jika berusaha membela Ku di depan semua orang, Aku mencintai sosok Juna yang seperti ini, tetapi sekarang Aku bimbang, harus memilih cinta atau sahabat?
......................
...Sesakitnya hati yang paling tersakiti, lebih sakit hati Monalisa....
...-Monalisa-...
Aku menatap Juna yang mengatupkan kedua tangan nya memohon kepada ku agar Aku tidak memarahi diri nya, Aku hanya bisa tersenyum lucu menatap pria itu, lalu tersenyum.
"Baiklah, lain kali ingat belajar lah dari kesalahan mu Arjuna Rafael!"
Aku berbicara tegas kepada pria itu, bagaimana pun Aku tidak ingin Dia terkena masalah di sekolah, Aku hanya bisa sebatas ini memperingati nya karena jika lebih Aku lebih paham posisi ku dari pada orang lain.
"Juna, Nasa, Aku pamit yah bel pulang sudah berbunyi,"ucap Jesi dengan wajah gugup nya.
Aku sangat paham gadis itu pasti sangat malu ketika sudah mengatakan kepada ku siapa pria yang Dia cintai, kami baru membicarakan itu dan Juna juga langsung mendatangi kami setelah membicarakan diri nya.
"Aku tidak menyukai gadis itu!"kesal Juna menatap kepergian Jesi.
Sorot mata Juna tidak lepas dari Jesi yang keluar ruangan musik, memang Juna berkata jujur tidak menyukai Jesi, sebenarnya Jesi adalah sahabat yang Aku kenal semenjak SMA ini, sedangkan Aku dan Juna sudah kenal sejak kami bayi dahulu, ini semua salah ku di saat Jesi masuk diantara kami menawarkan diri sebagai seorang teman akrab dan Aku menyambut nya dengan senang, tetapi Juna sangat marah kepada ku karena Dia tidak ingin ada orang lain ketika kita selalu bersama.
"Apa kau masih kecewa padaku?"ujar ku menatap wajah tampan pria itu.
"Aku sangat kecewa pada mu, tapi mana mungkin Aku tidak memaafkan sahabat cantik ku ini," ujar Juna mencubit hidung mancung ku sambil tertawa.
"Sakit Juna," ujar Ku cemberut menatap pria yang masih tersenyum tulus menatap diri ku.
"Ayolah tuan putri, sebaiknya kita pulang" ujar Juna menarik tangan ku keluar dari ruangan musik.
Kami selalu seperti ini hingga semua orang tidak heran lagi melihat tingkah kami seperti orang pacaran itu, Jesi juga mengetahui nya tetapi Dia tidak pernah menanyakan sekali pun kepada Ku, Juna juga tidak mempermasalah kan nya, apa Dia juga menyukai ku? Itu tidak mungkin, Aku hanya berpikir seperti itu agar Aku menjadi lebih baik.
Saat ini kami sudah di parkiran sekolah, Juna mengeluarkan motor sport nya, Juna menepuk-nepuk kursi di belakang itu seolah-olah membersih kan dan memberikan tempat duduk terbaik untuk ku.
"Baiklah tuan putri, mau kah kau pergi dengan pangeran dengan kuda besi ini" ucap Juna dengan wajah serius nya.
"Dengan senang hati pangeran" ucap ku membalas candaan Juna.
Ekspresi nya sungguh terlihat lucu, Aku hanya bisa tertawa sambil mengangguk dan naik ke atas kuda besi sang pangeran idaman ku itu, Arjuna menarik lengan ku untuk memeluk pinggang nya dari belakang, Dia menatap ku dari sebalik helm itu sambil tersenyum.
"Nah kalo begini kan enak," ucap Juna.
Juna menjalankan motor nya membelah jalanan kota yang ramai di siang itu, perasaan nyaman dan tenang saat memeluk bahu lebar pria itu sungguh membuatku betah ingin berlama-lama bersandar kepada diri nya. Saat ini motor Juna sudah berhenti di depan rumah ku, karena rumah kami berada di komplek rumah mewah bersampingan.
"Oke, selamat sampai tujuan tuan putri,"ucap Juna menurunkan ku di depan rumah.
"Terimakasih Juna," ucap Ku berlalu pergi.
"Sama-sama, ciuman selamat tinggal," ucap Juna menunjuk pipi nya.
Aku hanya tersenyum kembali melihat tingkah kekanak-kanakan nya itu, Aku menuruti keinginan nya karena memang kami sering berciuman pipi dan itu tidak masalah bagi keluarga kami.
Cup..
Aku mencium pipi Juna, pria itu tersenyum senang lalu melambaikan tangan nya menuju rumah nya, begitu pun dengan ku yang memilih langsung masuk ke rumah yang selalu ingin ku tinggali ini dan pergi jauh.
"Nona, Nyonya dan Tuan" ucap Bibi Elin menatap diri ku dengan wajah ketakutan nya.
Aku yang baru masuk ke dalam rumah itu hanya merasa bingung, dan tentu saja senang mendengar kabar dari Bibi Elin bahwasan nya kedua orang tua ku sudah pulang.
"Apa Mama dan Papa sudah kembali dari Prancis?" tanya Ku antusias langsung berlari menaiki tangga menuju kamar mereka berdua.
Aku berlari dengan tergesa-gesa dan ingin memperlihatkan piagam kejuaraan balet tingkat nasional ku kepada mereka berdua, tetapi saat Aku ingin menarik gangang pintu tersebut, Aku mendengar Mommy dan Dady saling berteriak satu sama lain dari dalam kamar.
"Kau berbohong, dasar laki-laki bajingan"umpat Mama
"Aku tidak berbohong, Kau sudah salam paham sayang!"teriak Papa kepada Mama.
"Jangan bicara seperti itu lagi, Aku melihat dengan mata kepala Ku sendiri, Kau mencium nya! Pria jahat, kita sudah membangun rumah tangga ini cukup lama, Apa yang ada di otak mu itu!!!"teriak Mama mengeluarkan suara bergetar nya.
Aku yang berdiri di luar hanya bisa menutup mulut menahan tangan, apa maksud dengan semua perkataan Mama itu, tidak mungkin bukan Papa seperti itu, keluarga kami memang jarang berinteraksi satu sama lain karena Mama dan Papa fokus pada bisnis mereka, tetapi Aku yakin Mama dan Papa saling mencintai walaupun itu tidak terlihat secara nyata.
Prank..
Suara benda jatuh dari kamar membuat ku, terpaksa mendorong pintu itu dengan kuat dan menatap dengan kaget saat Mama terus melempari barang kepada Papa.
Papa hanya bisa menghindari barang kasar dan berat yang di lempar Mama, Aku berusaha sebisa ku menahan tangan Mama agar tidak terus melempari papa dengan barang tersebut.
"Mama jangan seperti ini hiks hiks, tenang lah Mama,"ucap Ku menahan tangan Mama agar tidak melemparkan barang yang lain nya.
"Pergi Nasa, jangan ganggu ini urusan kami!" bentak Mama menatap ku dengan tajam.
Aku hanya bisa terus menangis dan memohon kepada Mama untuk berhenti hingga akhir nya Mama murka dan mendorong ku hingga terjatuh lalu kepala ku terbentur hebat ke sudut meja kayu yang ada di kamar Mama dan Papa secara kasar.
"Akh sakit" ucap Ku berusaha berdiri.
Penglihatan ku terasa buram sedikit demi sedikit, Papa dan Mama yang melihat Ku langsung berhenti dan menghampiri diri ku yang tergeletak tanpa bisa berbicara, Aku berusaha berkata-kata tetapi itu tidak bisa tersampaikan, suara Mama dan Papa semakin kian sayu dan perlahan menghilang dari pandangan Ku.
Pov Author
"Nasa bangun Nasa!" ucap Mama Monalisa membangunkan anak nya itu.
"Ini semua salah mu, kenapa kau mendorong Nasa!"teriak Papa Monalisa menatap tajam istri nya.
Sementara itu Arjuna yang ingin datang ke kamar Monalisa mendengar teriakan di kamar Mama dan Papa Monalisa, dengan kaget Arjuna langsung mengendong Monalisa dan membawa nya ke rumah sakit.
"Tante, Om sebaiknya langsung bawa ke rumah sakit,"ucap Juna dengan wajah khawatir nya.
"Baiklah Juna, Kau urus nanti kabari Tante dan Om,"ucap kedua orang tua Monalisa yang hanya tetap duduk di kamar itu.
......................
...Sekeras apapun aku berusaha,...
...ada beberapa hal yang tak dapat aku usahakan....
...-Monalisa-...
Pov Arjuna
Tik.. tik.. tik..
Suara jam terdengar jelas di ruangan sepi ini, Aku mengegam tangan mungil gadis cantik yang selalu menemani ku ini, wajah cantik nya terlihat pucat, Aku hanya bisa berdoa agar Dia bisa baik-baik saja, kekhawatiran ku ini sudah sangat melebihi perasaan sebagai seorang sahabat.
"Monalisa bangunlah, pangeran sangat sedih harus melihat tuan putri nya seperti ini,"ujar ku dengan suara lirih di ruangan rumah sakit itu.
Setelah beberapa jam setelah kejadian dan malam pun datang, Monalisa mengerakan jari nya saat ini Aku langsung memanggil dokter untuk menuju ruangan Monalisa.
"Kondisi nya sudah baik-baik saja, cukup di rawat beberapa hari lagi dan baru bisa pulang,"ucap dokter yang berperawakan tinggi berambut putih itu.
"Baik dok, terimakasih"ucap ku tersenyum kepada dokter.
Dokter pun pergi dari ruangan, sementara itu Monalisa hanya diam tanpa ada satu patah kata yang keluar dari mulut nya, Aku paham betul Dia pasti saat ini menghrapkan orang lain yang mengegam tangan mungil nya, wajah pucat dan sendu itu membuat hati ku kian teriris melihat nya.
"Nasa, mau makan buah tidak?"tawar ku membuyarkan lamunan gadis itu.
"Juna Mama sama Papa mana?"tanya Monalisa kepada ku.
"Mereka berangkat tadi sore ke jerman, kata nya ada beberapa urusan yang harus diselesaikan,"ujar ku menatap wajah kecewa gadis cantik itu.
"Begitu yah,"lirih nya hanya membuang muka.
Pov Monalisa
Aku terbangun di rumah sakit dengan luka yang sudah di perban pada kepala, seseorang yang Aku harapkan hadir menjaga dan merawat ku tidak ada di sisi ku, mereka lebih memilih meninggalkan ku bersama orang lain, sepenting itu kah bisnis? Apa anak mereka tidak ada harga nya di mata kedua nya, Aku sangat kecewa, sungguh kecewa. Tapi Aku tidak kecewa sedikit pun kepada Juna yang menjaga ku, Aku hanya berharap mereka mendampingin di masa-masa tersulit bagi ku.
"Juna terimakasih yah Selalu jaga Nasa, cuman Juna yang selalu peduli sama Nasa,"ucap ku lirih kepada pria tampan itu.
Juna mengegam tangan ku dengan erat lalu mengelus pipi ku yang pucat, di mata ku semua itu adalah ketulusan yang sangat Aku syukuri, sosok Juna yang selalu hadir di setiap saat.
"Nasa, sama-sama, Gua juga melakukan ini karena Gua sayang sama Lu Nasa,"ujar Juna menatap ku dengan senyum nya.
"Juna kenapa sih Mama sama Papa Nasa ga peduli sama Nasa?"tanya ku kepada Juna mengharapkan jawaban yang mungkin membuat ku lega.
"Nasa, Nyokap sama Bokap Lu bukan nya ga peduli, cara mereka memberikan kasih sayang mungkin terlalu jauh berbeda dengan orang lain, mungkin sedikit terlihat mengacuhkan tetapi mereka berdua sayang dengan cara mereka sendiri sama Lu,"ucap Juna menjelaskan semua itu.
"Begitu yah Juna, Nasa jadi lebih lega dengerin omongan Juna, oh iya Juna kalo mau pulang gapapa kok, Nasa sendiri di sini aja,"ucap ku kepada Juna takut merepotkan pria tampan itu.
"Nasa Lu itu astaga, pangeran harus jaga tuan putri nya dong, ga keren kalo di tinggal,"ucap Juna bercanda kepada ku.
"Haha Juna selalu ngomong begitu, emang Juna mau punya Tuan putri kayak Nasa?"tanya Ku yang menjawab nya juga bercanda.
"Mau dong, Nasa kan cantik baik pintar, jago masak paket komplit kayak mie di kantin sekolah,"ujar pria itu tertawa manis di depan ku.
"Juna kalo ngomong paling benar deh,"ucap ku kepada pria itu.
Malam itu di lewati dengan canda dan tawa oleh Juna kepada ku, dan keesokan hari nya Juna harus pergi ke sekolah dan mengizinkan ku untuk beberapa hari untuk tidak masuk ke sekolah, Aku memilih pergi ke taman rumah sakit berjalan sendiri.
"Udara nya segar,"gumam ku menatap pemandangan yang ASRI itu.
Aku memilih duduk di sebuah kursi taman yang kosong, sambil menatap lurus ke depan memikirkan hal yang tidak penting dan sebagai nya, pikiran ku buyar saat sebuah notifikasi pesan terdengar dari ponsel mahal ku.
Tring.. tring..
Sebuah notifikasi pesan dari Mama yang langsung Aku buka dengan perasaan berbunga mengharap kan ucapan ke khawatiran atau pun ucapan semoga cepat sembuh kepada ku, tapi harapan cuman harapan Aku melihat pesan yang lagi-lagi menuntut ku untuk menjadi yang terbaik.
Mamaku yang cantik:
Jangan lama-lama di rumah sakit, bukan nya Mama tidak mampu membayar mu, tapi ingat kalo kau lama bisa-bisa kau akan ketinggalan pelajaran dan nilai mu rendah dan tidak sempurna, kau harus mendapatkan nilai sempurna Nasa, karena kau anak Mama, jadi cepat lah kembali ke sekolah!
Hiks.. hiks..
Tangisan ku terdengar tercekat di bagian tenggorokan, Aku berusaha agar tidak menangis dengan cara mencubit diri ku sendiri, tetapi rasa sakit bukan nya membuat ku berteriak tetapi sakit ketika tidak di pedulikan adalah yang paling membuat ku sakit saat ini, Aku hanya bisa menangis menatap keadaan hidup ku yang di lihat orang dari luar sebagai putri dan penerus konglomerat generasi ketiga yang kaya raya, tetapi di mata ku, Aku hanya sebuah alat yang mewujudkan harapan kedua orang tua ku itu.
"Mama, Papa kenapa harus Nasa yang menderita, apa Nasa saja yang terlalu berlebihan? Ini tidak sakit mungkin, benar Nasa cuman berlebihan menanggapi semua tekanan ini, maafkan Nasa Mama, Papa, Nasa masih banyak kurang nya"
Air mata sudah kering di pelupuk mata ku, tetapi luka yang tergores di hatiku setiap hari kian semakin banyak, mungkin hati yang ku miliki sudah membusuk karena luka yang tidak dapat terobati, Aku tidak bisa melampiaskan nya kepada orang lain, Aku menahan diri agar tidak terjebak hal buruk ketika Aku sedang terpuruk, Aku hanya bisa kembali kepada sang pencipta memohon sedikit perubahan takdir ku lebih baik lagi, apa tuhan bisa memenuhi ku, kata orang ujian yang di berikan sesuai dengan kemampuan mereka, tetapi Aku merasa ini sudah sangat sulit, seperti nya tuhan sangat membenci ku karena Aku hanya bisa terus mengeluh.
"Baiklahlah, seperti nya besok Nasa akan masuk sekolah saja" gumam ku pergi dari kursi taman itu menuju ruangan rumah sakit.
Saat Aku membuka pintu rumah saki itu, sebuah balon bertebangan di depan ku, seorang pria tersenyum memegang balon bertuliskan Cepat sembuh Tuan putri, ruangan itu di hias dengan banyak balon, dan banyak coklat yang Dia berikan, lagi-lagi hanya Juna yang bisa menepis rasa sakit ini.
......................
...Kau bagaikan penyembuh, dalam luka yang kian yang dalam....
...-Monalisa-...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!