NovelToon NovelToon

Hope Love In The Forest

⌑ Episode 1 ⌑

Matahari menyingsing perlahan cahaya nya melalui celah pepohonan yang dedaunan nya berembun, binatang kecil telah memulai aktivitasnya, disebuah hutan jauh dari hiruk-pikuk perkotaan berdirilah sebuah rumah yang dihuni gadis cantik berambut pirang dengan iris berwarna coklat, senyum indahnya menyamai bunga yang sedang bermekaran.

Kaki telanjangnya menyusuri hutan rumput basah itu menyapa telapak kakinya , rambut pirangnya dikepang kesamping, senyuman nya terlihat ketika burung-burung berkicau, tangannya menenteng sebuah baki dari rotan. Si gadis langkah nya dipercepat ketika matanya melihat jamur pinus yang tumbuh disekitaran hutan, mengambil nya dan memasukkannya ke dalam keranjangnya, dan gadis itu mencari lagi sayur dan buah yang tumbuh dihutan ini.

Matanya lagi berbinar ketika melihat buah apel yang tumbuh subur buahnya berwarna merah itu membuat ia tergiur ingin segera mencoba nya.

Meski disatu pohon itu buahnya banyak gadis itu tak mengambil semua hanya beberapa yang ia ambil agar binatang lain dapat juga memakan buah manis ini, gadis itu menggosokkan kulit apel ke dress yang ia kenakan dan melahap buah segar itu. Sungguh perhatian nya dan baik hati, gadis ini bernama Vivian dia tinggal dihutan sendirian tanpa kerabat.

Kesendirian nya itu membuat ia menjadi orang anti social, sulit bergaul, kini umurnya menginjak 25 tahun, dan tinggal dihutan sudah 10 tahun, binatang kecil adalah temannya dan sayuran buah yang ia temukan dihutan itulah yang ia makan. Padahal gadis ini sangat cantik kulitnya mulus dan seputih susu, jika ingin makan daging sebulan sekali Vivian pergi ke kota membeli keperluan mandi, dan lain-lain dan bagaimana dia bisa membeli itu padahal ia tidak bekerja, Vivian memburu gingseng liar, akar kecil yang sepanjang 7 centi pun sudah mendapat uang banyak terlebih dia tidak membutuhkan banyak keperluan karena dia hidup sendiri.

Dengan membawa baki ditangan nya Vivian memetik beberapa bunga untuk dibawa nya pulang, kaki nya berjalan menuju rumahnya, rumah sederhana yang terbuat dari batuan alam yang nampak sudah lama namun tidak terlihat karena didepannya terdapat tumbuhan bunga yang Vivian tanam untuk mempercantik rumahnya.

"Ini sudah kering dengan baik" menyingkirkan buah kesemek kering yang digantung.

Rumah dua lantai itu dari depan terlihat tua, namun jika didalamnya lantainya terbuat dari kayu berwarna coklat serta perabot cocok dengan lantai yaitu putih, Vivian mengambil vas berisikan air dan memasukkan beberapa tangkai bunga yang ia petik tadi.

Meski jauh dari perkotaan hidup Vivian lebih bahagia karena tidak harus hidup dalam bayang-bayang kedua orang tua nya yang telah tiada terkadang mampir dalam mimpi buruknya.

Rumah Vivian dilengkapi listrik seperti rumah pada umumnya, Vivian gemar membaca jadi rumah nya terdapat rak buku besar bahkan saking tak muat ia menumpuknya, selain mencari ginseng Vivian adalah seorang penulis bergenre Thriller yang bahkan jauh beda dari tampilan wajah nya yang manis.

Menuang teh nya sambil membaca buku nya didekat jendela, jika musim dingin suhu sangat dingin menusuk jangan ditanya ia memiliki perapian sendiri bukanlah penghangat listrik, namun itulah menariknya dari rumah ini.

"Hari ini aku harus menulis lanjutan cerita yang kubuat" monolognya sambil membuka perhalaman bukunya.

Vivian hanya penulis biasa untuk mengisi waktu luang nya, dan itu membuatnya senang.

(Ditempat lain di jam yang sama)

Seorang pria bertato ditangan kanannya itu nampak berfikir keras, alisnya berkerut, otot tangan yang menonjol itu terlihat gagah.

"Dia tidak akan menandatangani nya? Kau sudah yakin?" Tanya nya dengan marah.

"Iya, mungkin anda akan sulit untuk bertemu dengan nya" ucap nya pria berjas tersebut adalah informan nya.

"Sial, Giselle mengkhianatiku" geramnya.

Dia adalah seorang mafia Justin Jung asal korea yang menetap diitalia, kesal karena beberapa anak buahnya ditangkap saat melakukan tugasnya, dan persembunyiannya akan ketahuan lambat laun oleh Chris saingan bisnisnya.

"Kau boleh pergi" usirnya.

Membereskan pakaiannya ke dalam koper dan tas, lalu mendengar derittan kecil pintu. Tanpa tahu Justin beberapa orang datang yang memegang senjata, mereka menyelinap ke dalam rumah Justin. Mengendap-endap saat mereka sampai didepan kamar, membuka paksa kamar tersebut namun hasilnya nihil tidak ada seorang pun didalamnya.

"Dia kabur!! Cepat cari dia!" Perintah pemimpim tersebut. Dan para anak buahnya langsung mencari keberadaannya.

"Kurasa dia lewat jendela" teriak salah satu anak buahnya melihat jendela yang terbuka.

BRAKK

Lemari dibuka paksa oleh Justin dan menembaki penyusup ke rumahnya, dan terjadilah baku tembak, Justin yang lincah menembaki mereka.

SHUNGG.. CAB

SHUNGG..CAB

Justin menembakkinya, darah pun memuncrat kemana pun, dan suara pistol terakhir.

"Tinggallah dineraka" suara beratnya.

SHUKK

Setelah kejadian tersebut, Justin pergi ke bandara ia akan berangkat ke Seoul, namun pergi tanpa membalas dendam bukanlah tradisinya, Justin menutup ponselnya, ditempat lain yaitu tempat organisasi milik Chris meledak dan terbakar.

Justin menelfon nya dengan tatapan dinginnya pandangannya melihat kearah pesawat yang akan ditumpanginya.

"Lain kali, aku akan meledakkan rumahmu serta kau didalamnya, jangan mencariku hubungan bisnis ini telah berakhir" menutup ponselnya lalu membuangnya ke tempat sampah sebelum pergi naik pesawat.

Pesawat pun lepas landas terbang melewati samudra, awan putih yang terlihat cantik karena pantulan sinar matahari.

*

*

Dihutan tempat Vivian tinggal, jam sudah menunjukkan pukul 6 sore ia biasanya akan bersiap kan makan malam, namun langit nampak terlihat menghitam mendung, jika hujan akan sangat dingin malam tiba, sebelum itu terjadi Vivian akan menaruh beberapa kayu bakar yang ia temukan untuk kehangatan.

Bandara incheon Justin sudah sampai ia mendorong koper nya, dan menaiki taksi, sadar sejak dia turun dari pesawat ada beberapa orang mengawasinya.

Sampai mobilnya melewati terowongan Bucheon mobil taksi masih melaju sedang tak lama di dekat persimpangan mobil taksi itu berhenti, karena ada yang ingin menaikinya.

Sadar beberapa orang yang mengikuti Justin ia telah kehilangannya, mereka pun memeriksa mobil taksi tersebut dan tidak ada Justin didalamnya.

"Penumpang sebelumnya dimana?" tanya mereka dengan nada tinggi.

"Aku sudah menurunkannya tadi" ucap polos pengemudi taksi tersebut.

"Eishh... Cari dia!" perintahnya.

"Dia pasti lari kearah hutan, karena hanya itu jalan persembunyian yang aman" pikir pemimpin geng tersebut.

Dan benar, Justin dengan perlahan menuruni bukit dihutan, dengan susah payah ia melarikan diri lalu di sela-sela semak ia bersembunyi.

Bahkan untuk menutupi penyamarannya ia memotek batang kayu berdaun dan menyelipkan nya dibaju belakangnya.

"Aishh.. Aku berharap tidak ada ular saja" rutuknya menutupi wajahnya dengan beberapa helai daun.

Dan mereka yang mencari kehutan mencari hingga kelelahan, dan matahari juga hampir terbenam.

"Hei!!! Berhenti mencari, besok kita lacak kembali ponselnya" perintah pemimpin tersebut.

Dirasa sudah aman Justin mulai keluar dari persembunyiannya, ia menuruni bukit kembali untuk menemukan jalan besar ia harus berjalan di hutan yang hampir malam.

Sampai pada 100 meter matanya melihat sebuah mobil melewati jalan tersebut.

"Hhhh... Karena ini lah aku tidak suka naik gunung" lenguhnya.

Dan tiba-tiba..

TESS.. TESS.. BRESSSS..

Hujan turun membasahi hutan tersebut, Justin segera mendekati jalan tersebut sambil tangannya diatas kepalanya.

"Kenapa harus hujan" rutuknya lagi.

Sebuah cahaya mobil dari arah kirinya, iris matanya mengecil dan mobil itu berhenti.

Beberapa orang memakai jas hitam turun ditengah hujan tersebut. Melihat itu Justin menunjukkan smirk nya.

"Aaaa... Chris yang mengirim kalian?" tebak Justin.

Namun bukan belas kasih yang mereka tunjukkan melainkan mengeluarkan pistol dan menodongkan nya ke arah Justin.

Secepat kilat peluru dilontarkan.

DOOORRR

SHUAAKK

Darah me muncrat dibagian perutnya, tubuhnya merasakan sakit luar biasa dan terhuyung kebelakang.

⌑ Episode 2 ⌑

Tubuh basah terkena hujan dengan berlumur darah, sebelum tubuh nya jatuh mengenai aspal basah satu peluru bersarang di bahunya.

DOORR..

SHUKKK

Tembakan tersebut membuat nya terhuyung kebelakang dan jatuh ke aspal.

Mereka pria berjas hitam langsung menghampiri Justin yang tergeletak dan melemparnya ke dalam jurang 10 meter.

Tubuh Justin berguling-guling kesana kemari, merasakan ngilu sekujur tubuhnya karena luka oleh ranting pohon yang mengkoyak kulitnya, bahkan batu sebesar kelapa dilewatinya karena tak bisa berhenti.

Pelipis nya juga berdarah sampai ia berhenti berguling, namun ia hampir tak sadarkan diri. Kalau seperti ini akan ditemukan mayat tak dikenali.

Setelah geng berjas tersebut memastikan Justin sudah hampir cidera fatal mereka pun pergi, dan melanjutkan jalannya dengan mobilnya.

Justin seketika tak sadarkan diri, bau amis darah menyengat dari tubuh nya, kemeja putih yang ia kenalan warnanya telah berubah merah.

Ditempat lain dijam yang sama yaitu rumah Vivian, hujan mengguyur mulai terasa dingin ia membuat teh sambil menutupi tubuhnya dengan selimut tebal diruang santai.

Tepat saat sunyi malam tersebut kupingnya mendengar suara tembakan yang terdengar jauh.

"Barusan yang kudengar, pistol. Aa.. Pasti ada yang berbu-- tidak malam ini hujan, hewan pasti semua mencari tempat teduh, tapi kalau yang diburunya bukan hewan lain lagi cerita, mereka memburu manusia" monolog Vivian yang mengeratkan selimutnya.

Menolehkan kepalanya keluar jendela yang dilihatnya hanya hitam gelap disertai suara hujan.

*

*

(Pagi🌄)

Matahari perlahan menyingsing, sinarnya masuk ke sela-sela rumah Vivian, ia terbangun karena kicauan burung dan seperti rutinitas lainnya ia merenggangkan tubuhnya yang kaku sambil menghirup udara pagi.

"Pagi yang indah.." monolog nya melihat pemandangan hijau didepan matanya.

Pagi ini Vivian mulai aktivitas nya, dengan membawa baki rotan yang tenteng menuju hutan.

"Aku ingin roti diatasnya telur ceplok dan madu.. Hmm.. Apa disini ada buah??" Vivian terus mencari buah disekitaran hutan.

Vivian mengambil beberapa buah persik yang ia masukkan dalam baki rotan nya.

Sampai kakinya tiba di sebuah sungai geumsan yaitu sungai berbatu air nya sangat jernih.

"Aku ingin makan udang" melihat aliran sungai.

"Tidak ada apa-apa" cemberut nya.

Sambil mencuci beberapa buah yang ia dapatkan, Vivian mencuci tangannya namun saat itu ada yang aneh dengan aliran sungai yang melewati tangannya.

Berwarna merah darah, melewati tangannya sangat kental, matanya hanya melihat darah tersebut.

"Darah Rusa kah.." pikir Vivian.

Ia pun bangkit dan berjalan ke hulu sungai dibalik bebatuan besar matanya melihat seorang pria yang sedang terluka darah nya mengalir itulah yang darah Vivian lihat.

Pria itu sekarat, dengan luka di perut, dan pundak wajahnya pucat, keadaannya memprihatinkan.

Vivian yang baik pun memopoh tubuh pria asing tersebut ke rumah nya, dan meletakkannya disofa miliknya.

Melihat seksama apa yang terjadi dengan pria asing ini, Vivian memeriksa denyut nadinya.

"Dia hampir mati" monolog nya lalu meletakkan kembali tangan pria tersebut.

SREEEKKK..

Vivian merobek kemeja pria sekarat ini, dan terlihat darah yang terus mengalir dari perutnya yang terluka.

"Dia kehilangan banyak darah" gawat Vivian.

Vivian mengambil semua yang dibutuhkan, anestesi, alat jahit, kain kasa, serta betadine untuk lukanya.

Dengan telaten Vivian mengobatinya menyiramnya dengan antibiotik untuk membersihkan lukanya, menyuntik anestesi.

"Aku harus membedah nya supaya tahu letak peluru nya menembus"  dengan terpaksa Vivian menyayat kulit dan menjepit beberapa daging agar terlihat peluru nya.

KLAK

Satu peluru dari perut nya sudah terangkat, masih ada satu lagi.

Setelah selesai mengeluarkan peluru tersebut, Vivian menjahit luka nya, bahkan ia memperban dengan hati-hati.

Tak lupa Vivian memberikan cairan infus, dan pereda rasa sakit.

2 jam kemudian Vivian memegang dahi pria tersebut, merasakan demam ditubuhnya.

"Sudah kuduga pasti dia akan demam" ujar nya dan segera menyuntikkan penurun demam pada selang infus nya.

Hingga malam tiba namun pria ini belum juga bangun, dan Vivian selalu mengecek nya agar tahu jika obat nya benar-benar bekerja atau tidak.

2 hari telah berlalu namun pria ini belum juga membuka matanya, Vivian pun selalu melakukan rutinitas paginya, hari ini dia pergi ke mart pada jam 5 pagi, untuk mendapat daging segar, karena jalur hutan tidak semudah jalanan kota.

Jam 7 pagi, matanya terbuka saat mendengar kicauan burung, melihat langit-langit yang terasa asing baginya.

Justin mendudukan dirinya perlahan karena merasakan denyutan dibagian yang sakit.

"Aaggh.. Aku dimana??" mengernyit saat melihat keadaan rumah yang kosong. Melihat infus annya telah habis ia mencopot sendiri.

Berdiri melihat beberapa bingkai foto diatas perapian yang dipajang, seorang wanita asia yang berambut pirang. Itulah yang dipikiran Justin.

"Apa dia yang menyelamatkan ku?" gumam nya melihat foto tersebut.

Justin melihat keluar jendela terlihat disana adalah pepohonan yang rindang, sadar ia masih dihutan, merasa curiga bagaimana bisa dihutan ada sebuah rumah.

Dengan terpogoh-pogoh Justin mengambil pisau dapur yang diletakkan pemiliknya.

Tak lama di luar Vivian sampai ditangannya ada daging kambing mentah untuk dibuatnya makanan yang enak.

Saat masuk Vivian melihat pria itu sudah bangun dan ia berdiri dekat meja makan.

"Siapa kamu?" tanya nya.

"Bukankah seharusnya aku bertanya itu? Aku yang menyelamatkanmu" santai Vivian yang menaruh daging tersebut untuk siap diolah.

Vivian menaruh jaketnya dan siap mengolah dagingnya, namun ia sadar dengan pisaunya tidak ada ditempatnya.

"Katakan" menoleh menunggu jawaban dari pria itu.

Pria itu terdiam menyembunyikan pisau dapur itu dibalik tubuhnya.

"Kau tidak memiliki nama?" tanya lagi Vivian.

"Baiklah lupakan nama, toh kita tidak akan bertemu lagi" ucap Vivian yang menatap pria didepannya.

"Atau kau akan menusukku dengan pisau di belakang mu? Ingatlah aku sudah bersusah payah menyelamatkanmu" santai Vivian mendekati pria tersebut.

Justin merasa wanita ini adalah baik-baik yang menyelamatkan dirinya, akhirnya ia menurunkan tangannya dan memberikan pisau tersebut pada pemiliknya.

"Aku Vivian, aku sudah lama tinggal disini" ungkapnya sambil mengambil pisau, lalu ia memotong daging nya.

"Apa yang terjadi padaku?" tanya nya.

"Kau tidak ingat? Bagaimana kau bisa berakhir tertembak?" tanya Vivian.

"Bukan itu, kau menemukanku?" ujar nya.

"Aku menemukanmu dekat batu di sungai geumsan" jelas Vivian ia kembali mengolah daging kambing itu.

"Kau seorang dokter?" tanya nya.

Vivian menghentikan gerakkan nya menoleh.

"Kenapa aku harus mengatakan nya padamu?" tak ingin menjawab.

"Kau tampak terampil dengan pisau" terangnya.

Vivian hanya diam dan melanjutkan masakannya.

15 menit kemudian sup kimchi ditambah daging kambing, dan beberapa lauk disajikan dimeja.

"Makanlah, aku membeli daging kambing yang mahal untukmu" ucap Vivian yang menyuap sesendok nasi, biasanya ia sarapan roti kali ini tidak papa.

"Kenapa kau sangat baik padaku?" tanya nya.

"Bukan untuk mu, tapi untukku" singkatnya.

Justin masih belum puas dengan pernyataan tersebut.

"Jika kau mati dekat dengan rumahku,  itu akan sangat merepotkan karena polisi akan mencurigai ku, dan mengintrogasi disekitaran rumah" jelas Vivian yang saat itu pernah mengalami nya.

Justin mengulum bibirnya mengerti dan mulai memakan sarapannya.

"Kau pasti lapar, sudah tiga hari kau tidak bangun, tidur terus" pungkas Vivian.

"Makanlah daging nya, kemarin itu kau banyak kehilangan darah" Vivian menaruh daging kambing diatas nasi milik pria itu.

Justin pun hanya menurut dan memakan daging tersebut.

"Apa kau gengster, atau semacamnya?" ceplos Vivian membuat tenggorokan Justin mengering seketika.

'Apa dia tahu sesuatu?' Batin Justin yang menatap wanita didepannya.

⌑ Episode 3 ⌑

Justin mengulum bibirnya sebelum menjawab, sedangkan Vivian sambil makan menunggu jawaban.

"Kenapa kau berpikir begitu?" tanya pelan Justin.

"Hanya menebak, luka karena tembak bukan orang biasa, bukan begitu?" santai Vivian ia sudah sering melihat pemburu yang terluka karena hewan yang diburu, atau terluka karena jatuh.

Ini pertama kalinya menemukan dengan luka tembak tak hanya sekali tembakan bahkan dua dan ajaibnya dia masih selamat.

Justin lagi-lagi tak bisa mengatakan siapa dirinya, ia tak ingin wanita penolongnya takut karenanya.

"Kau tidak takut tinggal disini?" tanya Justin.

"Manusia lebih menakutkan dari hewan buas disini" singkatnya lalu makan lagi bahkan Vivian memuji masakannya karena daging yang empuk.

"Kau benar" pelan Justin yang ikut makan.

Selesai makan Justin berkeliling rumah tersebut melihat banyak sekali buku, tentang kedokteran, matematika, hukum, bahkan mitos sekalipun semua ada.

"Kau suka membaca buku?" tanya Justin melihat begitu banyak macam buku.

"Aku punya banyak waktu luang, untuk membaca dan menulis" ucap Vivian menaruh kue Madeleine yang baru matang dari oven.

"Kau penulis rupanya" cicit Justin.

"Jadi beginilah kau bisa mengobati ku?" tanya lagi Justin.

"Ibuku seorang dokter bedah, sewaktu umurku 6 tahun ibuku mengajariku meski hanya teori, begitu dia tidak ada aku hanya membaca dari buku" terang Vivian.

Justin merasa sedih merasakan kedua orang tuanya wanita ini tidak ada.

"Maaf aku tidak tahu--" merasa bersalah.

"Tak apa, aku sudah sering mendengarnya" senyum sekilas.

"Kau tidak bersekolah?" tanya tiba-tiba Justin yang sedikit menyinggung.

"Aa.. Hanya saja tidak ada foto kelulusan mu. Tidak perlu kau jawab" ungkap Justin yang merasa tak enak.

Vivian menoleh ke arah pria ini, dan melihat foto yang dipajang.

"Tentu saja sekolah tapi saat aku SMA aku dirundung, aku memutuskan keluar tapi.. Komite sekolahan mengetahui nya aku dipanggil kembali untuk bersekolah, dan teman yang merundungku pindah sekolah" jelas Vivian sambil memakan cemilan dan membaca buku.

"Saat kelulusan, aku tidak datang" singkat tidak ingin bercerita lanjut.

"Itu keberuntungan yang emas" pungkas Justin.

"Namaku.. Justin Jung" lanjut lagi.

"Kau dari luar negeri?" tanya Vivian.

"Hm.. Italia" ucap nya.

"Lalu namamu Vivian? Apa artinya?" tanya Justin.

"Entahlah.. Ibuku yang menamai ku begitu" ucap Vivian.

Justin hanya mengangguk, ia menoleh ke jendela sekilas hanya terlihat pepohonan biasa, namun jika dilihat baik-baik jauhnya 70 meter dari rumah tersebut ada 3 penembak jitu disana yang berbaur dengan pepohonan.

Justin melebarkan matanya, berusaha tenang.

"Ada apa?" Vivian mengikuti tatapan Justin.

Namun ia tak melihat apapun, hanya pohon biasa.

"Merunduk" ucap pelan Justin.

"Eh? Apa maksudmu?" bingung Vivian.

Saat peluru dilontarkan dari jauh.

"Sekarang!!!" teriak Justin yang ikut berjongkok melindungi tubuhnya.

Diikuti Vivian berlindung dibalik pantry dapur nya sambil menutup kedua telinganya.

Dan benar hujan peluru datang bertubi-tubi.

SHUNGG..

SHUNGG..

Karena peluru tersebut, keadaan rumah berantakan, saat peluru menembus kasur dan bantal isinya keluar, begitu saat mengenai buku, buku tersebut menjadi rusak karena bolong, piring yang dipajang juga kena sasaran pecah dan tak beraturan.

PYAAARRR

"Siàl! Dia pakai peredam" pekik Justin yang bersembunyi dari peluru.

"Apa??!!" tanya Vivian sambil teriak.

"Pe re dam!" jawab Justin sedikit berteriak karena brisik akibat peluru terus ditembakkan.

Karena Justin kemari dia telah membuat Vivian menjadi sasaran juga.

Vivian melihat perut Justin yang mengeluarkan darah, karena ia banyak bergerak, pasien luka tembak tidak boleh banyak aktifitas selama seminggu karena jahitan nya belum benar-benar kering.

"Darah.." lirihnya.

"Eisshh" Justin menggerakkan giginya sambil memegang perutnya.

Tanpa mereka ketahui penembak jitu tersebut semakin mendekat ke rumah tersebut, saat ia menghentikan tembakan mereka berjalan.

"Mereka berhenti" cicit Vivian.

"Ssshhh" Justin menyuruhnya diam ia merasakan mereka perlahan kemari.

Penembak jitu tersebut memang sedang mendekat, namun tiba-tiba..

CAAB

Satu penembak jitu tumbang karena tertembak dibagian dada nya. Dua penembak jitu lainnya merasa bingung dari mana asal peluru tersebut.

Didalam Justin juga bingung mendengar mereka kenapa saling menembak, ia pun memberanikan diri mengintip jendela.

CAAAB

CAB

Dua tembakan berhasil melumpuhkan penembak jitu tersebut, Justin melihatnya mereka tumbang dan darah pun sudah berserakan disana.

Tak lama ada pria berjas hitam terlihat menyingkirkan penembak jitu tersebut.

Tok Tok

Seseorang mengetuk pintu, membuat Vivian dan Justin terdiam mematung.

"Ini aku" ujar pria dibalik pintu tersebut.

Justin pun membuka pintunya ternyata dia adalah anak buah nya, yang berada di Korea.

"Maafkan kami--" ucap pria itu baru setengah namun Justin memberikan tatapan seperti tidak ingin membicarakan itu.

"Masuklah" ucap Justin.

Vivian lebih terkejut lagi saat keadaan rumahnya sangat berantakan, seperti ada angin topan melanda disini.

Buku nya nampak rusak karena peluru tersebut. Vivian melihat buku kesayangan nya.

"Buku ku" sedih nya.

"Kami sudah membereskan nya, disini sungguh tidak aman, kami akan membawa anda ke tempat yang lebih aman" usul pria berkas tersebut.

"Dimana?" tanya Justin.

Vivian sibuk dengan keadaan rumahnya karena sangat berantakan dan langsung membenarkan barang yang berjatuhan.

Justin merasa khawatir jika meninggalkan wanita ini, takutnya mereka akan mengubah sasaran dan ikut menjadi masalah.

"Aku minta maaf dengan keadaan rumahmu" sesal Justin yang ikut memungut beberapa pecahan piring.

"Siapa orang-orang tadi? Kenapa mereka menembaki rumahku?" tanya Vivian menatap Justin.

"Sekali lagi aku sungguh minta maaf" enggan menjawab.

"Kita harus cepat ke tempat yang aman" ujar pria berjas.

"Apa kau ingin ikut denganku?" tawar Justin.

"Tidak, ini rumahku, aku akan tetap disini" tolak Vivian.

Vivian tidak ingin pergi karena ini adalah salah satu peninggalan kedua orang tuanya untuknya.

"Kita pergi.. Bos" ajak pria berjas tersebut.

Justin berpikir lama, ia merasa akan tidak nyaman karena meninggalkan rumah dalam keadaan berantakan, karena ini sebab dirinya lah diselamatkan oleh wanita ini.

"Disini.. Bantu dia membenarkan rumahnya" pinta Justin.

"Tidak ada waktu Bos" ujar nya.

"Pergilah, sepertinya temanmu sangat tidak sabaran" ucap Vivian sambil membenarkan perabot nya.

"Kalau begitu beritahu aku jika kau akan baik-baik saja" pungkas Justin.

"Aku punya telfon" singkatnya memberikan nomor nya.

"Baiklah.. Vi.. Terima kasih" ucap Justin dengan tulus.

Vivian menatap pria ini.

"Aku akan menelfonmu" ungkap nya.

Vivian hanya mengangguk, lalu Justin meminta dompet pria berjas tersebut memang temannya.

"Ini aku tinggalkan beberapa dollar untukmu" ucap Justin.

"Untuk memperbaiki keadaan rumahmu, atau membeli sesuatu, aku tahu kau pasti membutuhkannya" lanjut Justin.

Vivian hanya mengangguk kemudian Justin pun pergi dari rumah pondok milik Vivian tersebut.

***

Karena kaca pecah Vivian melapisi dengan bubble wrap untuk menahan dinginnya, dan membuang barang yang sudah tak berbentuk.

"Ternyata banyak barang yang harus dibuang" ucapnya menggeret sampah keluar rumah ditaruh nya dekat kayu bakar.

Vivian melihat bunga yang hampir hancur, melihat nampak menyedihkan.

TOK TOK

Suara ketokkan pintu terdengar.

(Di tempat lain)

Yaitu sebuah rumah mewah yang penjagaan yang super ketat.

"Anda baik-baik saja?" tanya Cleo pria berjas tadi.

"Hm.. Bagaimana mereka bisa menemukanku?" Justin berpikir keras.

"Lalu mereka akan tahu jika anda masih hidup" pungkas Cleo.

Justin nampak khawatir terlihat dari raut wajahnya.

"Ada apa?" tanya Cleo.

"Aku hanya khawatir, bagaimana jika mereka akan mengincar Vivian??" pungkas Justin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!