Hallo readers, ini novel ketiga author ya, semoga kalian bisa menikmati ceritanya, selamat membaca.
...❤️❤️❤️...
Kalian tidak bisa atau tidak akan bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada kalian hari ini, kemaren atau besok. Kalau biasanya bertemu jodoh itu diawali dengan adegan yang romantis ala-ala film India. Tapi enggak dengan Ara dan Radith.
Mutiara Ramadhani atau yang biasanya akrab dipanggil Ara kalau lagi di rumah sama emaknya, teman-temannya, dan saudaranya. Cukup. Adalah anak tunggal dari seorang janda bernama Ibu Mia. Usianya 18 tahun dan dia baru lulus dari SMA.
Pagi ini Ara terburu-buru menuju ke kampus di mana ia diterima. Ini hari pertama ia mengikuti OSPEK. Tapi sepertinya jalan menuju ke kampus tidaklah mulus.
Brak
Ara menghentikan motornya. Ia melihat bagian depan motornya menabrak mobil yang ada di depan. Mungkin ia terlalu bersemangat hari ini.
"Mati gue," wajah Ara berubah cemas. Ia sangat ketakutan karena merasa bersalah sudah membuat body belakang mobil yang ia tabrak jadi penyok.
Lalu seorang cowok tampan membuka jendela mobilnya. "Sial," umpat Radith yang menyadari mobilnya ditabrak.
"Kenapa bro?" tanya Didu, teman Radith yang duduk di sampingnya itu.
Cowok tampan dan tinggi itu mulai turun dari mobil kemudian berjalan ke arah Ara.
"Mati gue mati gue yang punya mobil turun," panik Ara sehingga ia berusaha kabur. Akhirnya ia mulai menyalakan mesin motornya. Namun, Radith berhasil mencegah kepergian Ara.
"Heh, cewek sialan, mau kabur kemana lo?" bentak Radith. Tangannya memegang bagian depan motor matic milik Ara.
Didu menyusul dari belakang lalu berhenti di samping Radith. "Cantik juga bro ceweknya," puji Didu saat mengamati wajah Ara meskipun cewek itu masih memakai helm di kepalanya.
"Hush," tangan Radith meraup muka Didu.
"Gue gak kan kabur, lagian bukan salah gue kalau elo yang ngerem mendadak," Ara berbalik menyalahkan Radith.
"Cih malah nyalahin orang lagi," Radith mencebik kesal.
"Makanya pakai helm yang kacanya terang jangan yang gelap, jadi pandangan lo gak kabur," sindir Radith.
"Ck, gue udah telat nih, elo maunya kek gimana?" ketus Ara.Ia gelisah saat melihat jam yang melingkar yang di tangannya. Ia tidak mau telat datang di hari pertamanya di kampus.
"Ganti rugi," jawab Radith singkat.
"Berapa?" tanya balik Ara.
"Lima belas juta," Radith asal ucap.
"Gila lu ndro," jawab Ara slengekan yang membuat Didu tertawa mendengar ocehan Ara.
Radith menyentil kening Ara. "Aw sakit bego," geram Ara dengan mengerucutkan bibirnya.
"Mobil gue bonyok gini lo liat nih, nih," tunjuk Radith pada bagian mobilnya yang habis ditabrak oleh cewek cantik di depannya itu.
"Gue gak punya uang sebanyak itu, nih nyicil," Ara mengeluarkan uang lembaran merah dari sakunya kemudian memberikannya pada Radith.
"Apaan nih? Buat jajan gue aja kurang kali," kata Radith.
"Sombong amat," gerutu Ara.
"KTP lo mana?" tangan Radith menadah ke depan Ara.
"Buat apaan?" tanya Ara sambil mengerutkan keningnya.
"Buat jaminan biar elo gak lari dari tanggung jawab," jawab Radith.
"Hello, emangnya gue ngehamilin lo gitu, tanggung jawab segala," kata Ara sambil membuka dompetnya.
"Nih," Ara memberikan kartu identitasnya kepada Radith. Radith pun menerimanya.
"Hp lo mana?" tanya Radith.
"Gue gak punya hp," ketus Ara.
"Jangan bohong lo," tak mau berlama-lama akhirnya Radith mengambil pulpen yang ada di sakunya kemudian menulis nomor di tangan halus milik Ara.
"Sialan lo emang tangan gue kertas apa, main corat-coret aja," kata Ara.
Radith tidak menanggapi ocehan Ara. Ia pergi begitu saja setelah menulis nomor hpnya. Bersama dengan Didu, Radith melajukan mobilnya kencang. Ara hanya bisa melihat kepergian Radith sambil mengumpat.
"Huh dasar cowok belagu," kesal Ara.
"Waduh kayanya udah telat nih," Ara buru-buru menyalakan mesin motor matic miliknya kemudian ia bergegas menuju ke kampus.
Saat Ara tiba di pelataran parkir kampus, ia seperti melihat mobil yang tidak asing baginya.Ia pun berpikir sejenak.
"Ni kan mobil yang habis gue tabrak," Ara sengaja berhenti di samping mobil yang ia maksud.
"Heh ngapain lo?" teriak salah seorang mahasiswa senior pada Ara.
"Ada apa nih?" tanya Radith yang menyusul dari belakang.
"Elo," ucap Ara dan Radith bersamaan sambil menunjuk ke arah satu sama lain.
"Perasaan gue gak enak nih," batin Ara.
"Sialan kenapa bisa satu kampus segala sih?" umpat Radith dalam hati.
"Hey bukannya kamu anak cewek yang habis nabrak mobil Radith ya," sambar Didu saat melihat Ara.
"Bener-bener cantik," sepertinya mata Didu silau saat melihat Ara tanpa helm.
Rambutnya yang hitam panjang sedikit curly membuat tampilan Ara begitu sempurna di mata cowok. Ditambah lagi postur tubuh yang ramping dan tinggi semampai membuat penampilan Ara bagaikan idola. Belum lagi kulitnya putih, beuh sayangnya tumpangannya hanya motor matic buntut. Namun, meski berasal dari keluarga miskin, Ara berhasil memasuki kampus bergengsi di kotanya saat ini.
Ara masuk Universitas itu melalui jalur beasiswa. Ia banyak mendapatkan prestasi melalui olahraga taekwondo yang ia geluti dari SMP. Tidak sedikit piala dan piagam yang ia dapatkan. Selain itu prestasinya di bidang akademik juga tak kalah jago. Ara selalu mendapatkan beasiswa semasa ia bersekolah di sekolah menengah.
Ia selalu berusaha mendapatkan beasiswa dengan tekun belajar akan dapat meringankan beban ibunya, apalagi sepeninggal Sang Ayah. Ibu Mia hanya bekerja sebagai buruh cuci keliling. Meski begitu Ara tidak pernah malu dengan pekerjaan ibunya.
Sebenarnya saat ia akan meneruskan kuliah ke perguruan tinggi Sang Ibu melarang. Namun, Ara dapat meyakinkan tekadnya itu dengan mendapatkan beasiswa masuk perguruan tinggi. Bu Mia tidak bisa lagi melarang keinginan Ara meneruskan pendidikannya.
"Masuk lo," perintah Radith sebagai senior Ara di kampus. Ia juga bertanggung jawab dalam pelaksanaan OSPEK tahun ini.
Ara pun bergegas untuk bergabung dengan mahasiswa baru lainnya di lapangan. Untungnya kejadian pagi ini tidak membuat Ara telat datang ke kampus. Ia sudah mempresiksi kemacetan di hari Senin tapi ia tidak menyangka akan ada kejadian yang menimpanya. Meski begitu ia datang sepuluh menit sebelum acara OSPEK dimulai.
"Hai gue Lulu," sapa Lulu saat bertemu dengan Ara.
"Gue Mutiara panggil aja Ara," Ara membalas dengan senyum.
Tanpa disadari seseorang memperhatikan Ara dari jauh. Melihat senyuman Ara yang manis hatinya merasa leleh.
"Hei bro lo ngelamunin apa sih?" tanya Didu yang kepo sambil menepuk bahu temannya itu.
...***...
Hai readers ku tercinta jangan lupa bagi likenya ya dears. Thank you 😘
"Selamat pagi," Radith menyapa seluruh peserta OSPEk yang hadir di lapangan terbuka dengan suaranya yang maskulin.
"Pagi," jawab serempak para peserta yang hadir tak terkecuali Ara.
"Selamat datang di Universitas ini, hari ini adalah acara untuk penyambutan mahasiswa dan mahasiswi baru yang berhasil masuk ke sini. Seperti tahun-tahun sebelumnya acara ini dikenal dengan nama OSPEK jadi agar acara yang akan diadakan selama tiga hari ke depan berjalan dengan lancar kami mohon kerjasamanya. Oke tidak perlu panjang lebar lagi selanjutnya hari pertama kita akan berkenalan satu sama lain. Saya serahkan kepada para mahasiswa senior untuk memimpin pelaksanaannya," Radith mengakhiri pidatonya dengan baik.
"Dia siapa sih?" tanya Ara sambil berbisik kepada Lulu.
"Elo gak tahu ya, itu kan Radithya Ramadhan ketua BEM di sini, dia juga salah satu mahasiswa senior di kampus ini," terang Lulu panjang lebar kali tinggi.
"Oh," jawab Ara singkat.
"Pantes belagu banget," umpat Ara dalam hatinya.
"Lo tertarik ya sama dia?" goda Lulu sambil menyenggol bahu Ara.
"Heh kalian yang berisik sendiri maju!" perintah salah seorang mahasiswi senior yang menunjuk ke arah Ara dan Lulu.
"Elo sih berisik banget," Ara memarahi Lulu.
"Ya maap," Lulu berjalan sambil menunduk. Ia merasa bersalah telah membuat para senior memanggil dirinya dan Ara maju ke depan.
"Perasaan gue gak enak nih?" batin Ara melihat para seniornya yang terlihat garang.
"Cepat sedikit jalannya, lamban amat kaya keong," bentak salah seorang mahasiswi senior.
"Yang penting bukan keong racun," kesal Ara sambil berbicara sendiri namun sangat pelan agar yang lain tidak mendengar.
Ara dan Lulu berdiri berdampingan menghadap ke mahasiswa lainnya.
"Heh kamu kenapa tidak membawa papan nama seperti yang lainnya," Putri menegur Ara karena tidak membawa kelengkapan OSPEK.
Ara meraba dadanya. "Mampus gue kenapa bisa lupa,"batin Ara mengerutuki dirinya sendiri.
"Maaf kak ketinggalan di tas," Ara membuat alasan padahal ia tidak tahu dimana ia menaruh papan nama yang seharusnya digantung di lehernya.
"Ambil," bentak Putri.
Ara cepat-cepat berlari menuju ke tas yang ia taruh di bawah pohon.
"Gue naruhnya dimana sih," Ara tak juga menemukan papan namanya meski ia sudah mengeluarkan isi tasnya.
"Elo nyari ini?" Radith membawa papan nama bertuliskan nama Mutiara Ramadhani.
"Ia itu punya gue ko bisa ada di elo? Ow gue tahu pasti elo sengaja ngambil punya gue kan biar gue dihukum, hanyo ngaku lo!" Ara berusaha menyambar papan nama miliknya yang ada di tangan Radith tapi tidak berhasil.
"Balikin gak!" bentak Ara.
"Kalau gue gak mau elo mau apa?" goda Radith.
"Sialan lu balikin sini," Ara masih berusaha meraih barang miliknya itu.
"Bayar dulu hutang lo!"
"Ia nanti gue bayar, cepet balikin sini," semakin Ara ingin meraihnya Radith semakin menaikkan papan nama itu sampai Ara terjatuh. Namun tubuhnya berhasil ditangkap oleh Radith.
Blush
Jantung Ara berdetak kencang saat tangan Radith memegang bahunya. Pandangan mereka terkunci sesaat. Radith menyadari bahwa wajah Ara merah merona karena malu. Lalu ia sengaja melepaskan tangannya sampai membuat Ara terjatuh.
Bruk
"Aw sakit," Ara memegangi pantatnya yang sakit saat menyentuh tanah.
"Nih papan nama lo sana balik lagi ke lapangan," titah Radith pada Ara.
Lalu Radith meinggalkan Ara sendirian. Sementara itu Ara berlari lagi ke lapangan setelah mendapatkan apa yang ia cari.
"Ngambil gitu doang lama amat," geram Putri yang lama menunggu kehadiran Ara.
"Maaf kak," Ara ketakutan sehingga ia menundukkan kepalanya.
"Kamu lari keliling lapangan sebanyak dua puluh kali!" perintah Putri sebagai hukuman untuk Ara.
"What? saya doang nih kak?" tanya Ara memastikan dengan menunjuk dirinya sendiri.
"Ia kan kamu yang melanggar,cepetan!" kata Putri.
Ara mulai berlari keliling lapangan sendirian. Sedangkan mahasiswa lain dipindahkan ke aula kampus.
"Loh loh yang lain mau kemana?" Ara hendak bergabung dengan mahasiswa lain tapi dilarang oleh Putri.
"Gila tu cewek, galak amat," gerutu Ara sambil melihat ke arah Putri.
"Apa lihat-lihat?" ancam Putri.
"Put, lo ngikut ke aula deh biar gue aja yang jagain," Radith menggantikan Putri mengawasi hukuman yang sedang dijalani oleh Ara.
Setelah selesai dua puluh kali putaran Ara pun menjatuhkan badannya ke tanah. Ia tidur telentang di atas tanah sambil ngos-ngosan.Keringat janga ditanya ia sudah seperti orang habis mandi badannya sampai basah.
Lalu seseorang memberikan minuman botol kepada Ara. "Nih minum!" Ara bangkit dan meraih botol yang diberikan oleh Radith.
Ia meneguk air seperti orang yang tidak minum selama seminggu.
"Ah seger banget," tanpa melihat ke arah Radith. Ara hendak melangkahkan kakinya menuju ke aula dimana mahasiswa baru lainnya dikumpulkan.
"Cih tidak tahu berterima kasih," kesal Radith.
"Makasih," ucap Ara dengan wajah datar sambil berjalan saat mendengar perkataan Radith.
"Hei tunggu," Radith menghentikan langkah Ara.
"Jadi kapan kamu akan bayar hutangmu?" tanya Radith pada Ara.
"Ya elah gak sabaran banget, dari tadi pertanyaannya itu mulu, tenang aja kali gue akan bayar tapi ya nyicil," jawab Ara santai.
"Nyicil berapa kali?" tanya balik Radith.
"Meneketehe, tergantung gaji gue nanti," kata Ara membuat Radith kesal.
"Gue butuh kepastian," bentak Radith.
"Ahahaha lo kaya lagi nembak gue aja minta kepastian, sabar kali gue aja belum punya kerjaan, tapi lo tenang aja habis ini gue akan langsung cari kerja biar elo gak nagih terus kaya debt collector," ucap Ara.
"Sialan lo nyamain gue sama debt collector," geram Radith.
"Ya habisnya baru juga sehari udah ditagih mulu, gue kan kesel jadinya," Ara mengerucutkan bibirnya.
"Heh yang harusnya kesel tu gue karena elo udah bikin mobil kesayangan gue penyok bego," Radith mengetuk kepala Ara dengan pulpen yang ia bawa sedari tadi.
Setelah capek berdebat keduanya menuju ke aula dimana peserta OSPEK tahun ini berkumpul.
"Akhirnya selesai juga acaranya," Ara bersyukur telah melalui hari pertamanya di kampus.
"Mobil lo dimana Ra?" tanya Lulu.
"Gue pake motor," jawab Ara.
"Hah setahu gue yang bisa masuk sini anak-anak orang kaya," terang Lulu.
"Gue bukan anak orang kaya Lu, gue masuk sini lewat jalur beasiswa," kata Ara.
"Oh hebat banget lo Ra, salut gue sama elo," Lulu terlihat haru mendengar penjelasan Ara.
"Habis ini elo mau kemana?" tanya Lulu.
"Pulanglah gue capek habis dihukum dua puluh kali putar lapangan sama si nenek sihir,"
"Ya udah elo pulangnya hati-hati ya Ra kalau lagi naik motor jangan ngebut. Gue balik duluan," pamit Lulu sambil melambaikan tangan ke arah Ara.
Sebenarnya Ara berniat mencari pekerjaan setelah keluar dari halaman kampus. Ia harus punya penghasilan agar bisa membayar ganti rugi yang diminta Radith.
"Hari ini gue harus dapat kerjaan biar gue gak dikejar-kejar sama cowok sialan itu," Ara ngomong sendiri.
Setelah keluar dari halaman kampus Ara menghentikan motornya di depan orang jualan es tebu.
"Bang es tebunya dong satu bungkus," pinta Ara.
"Baik neng," Si abang mulai membungkus pesanan Ara.
"Makasih bang," Ara memberikan uang pas kepada penjual es tebu itu.
"Hah segernya," Ara menikmati tegukan es yang menyegarkan di tengah cuaca panas yang sangat menyengat. Ia masih duduk di atas motornya.
"Mau cari kerja ya neng?" Si abang penjual es tebu sok akrab.
Ara mengerutkan keningnya. "Dari mana tu orang tahu kalau gue lagi nyari kerja kaya dukun aja," batin Ara.
Setelah ia melihat seragam kemeja putih dan bawahan hitam yang ia pakai barulah ia menyadari apa yang dimaksud orang tersebut.
"Eh iya bang," jawab Ara sambil tersenyum.
"Mau cari kerja dimana neng?" tanyanya lagi.
"Belum tahu bang," jawab Ara sambil menyedot es tebunya.
"Coba aja ngelamar kerja di kantor-kantor gitu neng kan bayarannya lumayan," saran abang penjual es tebu.
"Yagh bang saya cuma lulusan SMA mana ada yang mau menerima," jawab Ara.
"Yagh neng sekarang kan main koneksi neng jadi pendidikan mah yang kedua,eneng kan cantik," kata Si Abang.
"Sialan ni Abang emangnya gue mau disuruh jual diri," batin Ara.
"Ah abang bisa aja, udah dulu ya bang mesti nyari kerjaan nih," pamit Ara meninggalkan Si Abang penjual es tebu.
Ara pun mulai muter-muter mencari pekerjaan. Namun sampai petang tiba ia belum juga mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Yang dimaksud adalah tidak berbenturan dengan jadwal kuliahnya.
"Udah adzan maghrib aja, mending gue mampir sholat di masjid itu dulu kali ya," kata Ara berbicara pada dirinya sendiri.
Lalu setelah Ara selesai sholat ia tidak sengaja bertemu dengan wanita yang berprofesi sebagai ojek online. Ara tahu saat wanita itu membawa jaket yang diletakkan di samping saat sholat.
Saat itu Ara memiliki ide untuk melamar sebagai ojol. "Gue tanya mbak-mbak itu kali ya, gue tunggu sampai dia selesai sholat dulu deh," kata Ara.
Setelah wanita yang di depannya itu membuka mukenanya, Ara mendekat kemudian ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Permisi mbak, saya Ara, saya boleh tahu gak gimana caranya mendaftar sebagai ojol seperti mbak?" tanya Ara dengan hati-hati.
"Oh kamu mau ngelamar jadi ojol?" tanya balik mbak-mbak itu.
"Kenalin nama aku Siti," Mbak Siti mengulurkan tangannya ke arah Ara dan Ara menyambut tangan Mbak Siti.
"Kenapa kamu pengen jadi ojol, jadi ojol tuh resikonya berat tahu kalau yang narik cewek," kata Mbak Siti.
"Iya mbak tapi saya butuh pekerjaan," kata Ara.
"Kamu udah lulus sekolah?" tanya Mbak Siti.
"Sudah mbak, saya juga kuliah," jujur Ara.
"Ow jadi kamu lagi nyari kerjaan buat bayar uang kuliah kamu ya?" Mbak Siti membuat kesimpulan sendiri. Ara hanya mengangguk. Padahal sebenarnya ia ingin mendapatkan uang untuk membayar ganti rugi mobil yang ia tabrak.
"Ini alamat kantor ojol mbak, kamu bisa datang sekarang kalau benar-benar butuh, tutupnya jam 7 malam," kata Mbak Siti.
"Makasih mbak," hati Ara gembira karena bertemu dengan orang baik seperti Mbak Siti.
Ara pun bergegas melajukan motornya ke kantor ojol. Tak lama kemudian Ara sampai di depan gerbang kantor ojol yang dimaksud.
"Mbak ada keperluan apa?" tanya seorang security yang bertugas.
"Saya mau melamar kerja pak di sini," kata Ara selesai melepas helmnya.
"Owh sebentar lagi tutup mbak, silahkan menemui pimpinan kebetulan masih ada di dalam," pak satpam bersikap ramah pada Ara lalu menunjukkan ruangan dimana Ara bisa menyerahkan lamarannya.
"Makasih pak," ucap Ara.
Setelah itu Ara diwawancarai oleh pimpinan kantor ojol tersebut. Ia berhasil melalui tes wawancara kemudian ia juga mendapatkan jaket dan helm karena sudah resmi bergabung sebagai ojol.
"Selamat ya mulai besok kamu bisa bekerja seperti yang lain," pimpinan Ara yang notabene perempuan itu menyalami Ara.
"Makasih bu," Ara mengulurkan tangannya.
"Alhamdulillah Ya Allah akhirnya aku dapat kerjaan, sekarang waktunya pulang," kata Ara.
"Gimana mbak, diterima?" tanya Pak Satpam.
"Diterima dong pak," kata Ara.
"Ya udah mbak mulai besok jangan lupa absen dulu ke kantor sebelum mulai ngojek ya," kata Pak Satpam mengarahkan.
"Ow gitu ya," Ara baru tahu.
"Iya, besok pagi juga jangan lupa bawa helm dan jaketnya," kata Pak Satpam yang usianya kemungkinan sepantaran dengan Ayah Ara.
"Siap bos," jawab Ara bersemangat.
Kemudian Ara pun pulang ke rumahnya.
"Assalamualaikum,Ara pulang," teriak Ara yang baru memasuki pintu.
"Waalaikumsalam,kok sampai malam banget nak?" tanya Bu Mia yang menyambut kepulangan anaknya.
"Ia bu biasa anak kuliahan memang gitu pulangnya gak tentu," bohong Ara pada ibunya.
"Tapi kamu gak macem-macem kan nak?" tanya Sang Ibu.
"Insyaallah gak bu," Ara mencoba menenangkan hati ibunya.
"Syukurlah, ibu harap kamu bisa menjaga diri nak," kata Bu Mia.
"Siap bos, bu Ara laper hari ini ibu masak apa?" tanya Ara.
"Ibu masak nasi soto kesukaanmu, ayo makan bareng," kata Bu Mia.
"Lho ibu belum makan?" tanya Ara.
"Belum, ibu nungguin kamu pulang," kata Bu Mia.
"Besok-besok kalau udah waktunya makan ibu makan aja dulu gak usah nungguin Ara ntar sakit maag lho,"
"Iya iya bawel," Ara dan ibunya menuju ke dapur mengambil makanan.
Keesokan harinya Ara mengikuti OSPEK hari kedua di kampusnya.Saat Ara baru turun dari motor seorang laki-laki yang tampan menghampiri Ara.
"Heh cewek udik gimana lo udah dapet kerjaan?" tanya Radith dengan suaranya yang maskulin.
Mendengar pertanyaan yang sama dari Radith, Ara merasa kesal. Ia menyipitkan matanya memandang tajam ke arah Radith.
"Udah, jadi elo tenang aja sebulan lagi gue bisa bayar cicilan pertama gue ke elo," ketus Ara menjawab pertanyaan Radith.
"Gak bisa mobil gue harus segera dibawa ke bengkel, gue mau uangnya sekarang," tangan Radith menadah namun Ara malah menepuk tangannya.
"Nglunjak ya lo, lo kira ini zamannya Bandung Bondowoso yang bisa bangun candi dalam semalam hah?" Ara menaikkan intonasi nada bicaranya.
Ara dan Radith saling menatap mata dengan tajam ke satu sama lain. Lalu Didu datang untuk melerai peretengkaran antara keduanya.
"Heh kalian ini kenapa sih tiap kali ketemu selalu bertengkar kaya Tom and Jerry," tanya Didu tidak mengerti dengan sikap mereka yang kekanakan-kanakan.
"Diam," ucap Ara dan Radith secara bersamaan.
"Kalau lo gak mau nuggu sampai gue gajian terserah, yang penting gue udah berusaha buat dapetin duit yang lo minta," geram Ara pada Radith.
...***...
Dukung terus karya author ya dears, kasih like sama hadiahnya jangan pelit kaya Radith.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!