Printer berbunyi nyaring meramaikan suasana pagi yang sepi di kantor. Secarik kertas HVS ukuran F4 keluar perlahan dari dalam mesin itu. Agnia baru saja print out laporan stock periode on hand dari sistem. Ia memegang tanggung jawab untuk mengurus stock gudang dan ATK. Laporan hasil print out itu lalu diambilnya dan ia segera ke gudang.
Ruang produksi di dalam sana masih sepi. Belum ada aktivitas produksi sama sekali. Beberapa karyawan gudang sudah datang dan tampak bersantai. Pak Hadi selaku asisten manager gudang sedang duduk di kursinya memeriksa laporan produksi kemarin yang tertumpuk di meja.
Agnia lalu membuka pintu dan menutupnya kembali. Kemudian menghampiri atasannya dan berdiri menghadap Pak Hadi.
“Ini laporan stock periode hari ini Pak,” kata Agnia sambil menyodorkan laporan itu ke Pak Hadi. Pria berusia 42 tahun itu lalu menoleh ke laporan tersebut. Mengambilnya dengan santai dan memeriksanya.
“Oke,” kata Pak Hadi singkat.
"Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu," titah Pak Hadi.
"Baik Pak," jawab Agnia sambil berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
Sementara di ruangan lain, Pak Adi Purnama selaku direktur di kantor itu sedang melihat laporan keuangan bulan ini. Alangkah terkejutnya saat Pak Adi melihat bahwa pendapatan bulan ini sangatlah berkurang.
"Bagaimana ini, jika terus-terusan seperti ini perusahaan ini akan gulung tikar," gumamnya yang terlihat frustasi.
"Ayah kenapa?" tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruangan tersebut, yang ternyata anaknya sendiri Cahya Purnama.
"Ini nak, kamu lihat laporan ini!" Pak Adi langsung menyodorkan laporan itu pada Cahya.
"Apa? Kenapa laporan bulan ini bisa turun sangat drastis! Kalau begini perusahaan kita bisa bangkrut yah!" tegas Cahya yang tak kalah terkejutnya dari Pak Adi.
"Itulah yang sedang ayah pikirkan nak, jika terus-terusan seperti ini bisa-bisa perusahaan kita gulung tikar. Bagaimana kalau kamu ayah jodohkan dengan anaknya Pak Arga Wijaya, investor terbesar kita. Pasti perusahaan kita akan stabil lagi," tegas Pak Adi.
"Apa yah? Dijodohkan?" tanya Cahya yang menautkan kedua halisnya.
"Iya nak, ayah tahu pasti kamu akan setuju dengan rencana ayah ini kan?" Pak Adi sangat percaya diri jika Cahya pasti akan menuruti keinginannya.
"Baik yah jika itu bisa membuat ayah bahagia," lirih Cahya.
"Ini juga untuk kebaikanmu nak," Pak Adi berusaha menenangkan Cahya dan mengusap punggungnya.
Tanpa membuang waktu, Pak Adi langsung menghubungi investor tersebut yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
📱"Halo Ga selamat siang?"
📱"....................................."
📱"Baik kalau begitu besok aku akan berkunjung ke rumahmu bersama keluargaku."
📱"..................................."
"Ayah sudah bicara dengan teman ayah, dan besok kita langsung ke rumahnya," jelas Pak Adi.
"Baik yah!" jawab Cahya singkat.
Keesokan harinya.
"Bu Ayo kita sudah terlambat!" Pekik Pak Adi kepada istrinya Sinta Nurmala.
"Iya Pak sebentar lagi," teriak Bu Sinta dari arah kamar yang masih mengenakan hijabnya.
"Ayo Pak!" ajak Bu Sinta.
"Mari nak," ajak Pak Adi kepada Cahya yang sudah sejak tadi menunggunya di ruang tamu.
Mereka segera bergegas menuju kediaman rumah Pak Arga Wijaya yang sebelumnya sudah membuat janji.
Dengan kecepatan penuh Cahya melajukan kendaraannya. Di jalan begitu ramai kendaraan berlalu lalang. Akhirnya setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam, tibalah Cahya dan keluarganya di kediaman Arga Wijaya.
Ting... tong...
Pak Adi langsung memijit bel rumah Pak Arga. Tak berapa lama, datanglah seseorang membukakan pintu gerbang.
"Dengan Pak Adi Purnama?" Sapa seorang security sambil menggeser gerbang rumahnya.
"Iya betul," jawab Pak Adi.
"Silahkan anda sudah ditunggu oleh tuan di dalam," ucap security itu sambil mempersilahkan masuk.
"Baik terima kasih," Pak Adi berlalu dan keluar dari dalam mobil beserta Cahya dan juga istrinya.
"Hai, Adi apa kabar?" tanya Arga yang memang sudah menantikan kedatangan sahabatnya Adi sejak masih kecil dulu.
"Hai, apa kabar juga kamu!" jawab Pak Adi dengan sumringah dan langsung memeluk sang sahabat.
"Jeng apa kabar?" sapa Bu Hana yang langsung menghampiri Bu Sinta.
"Kabar baik, jeng sendiri gimana?" tanya Bu Sinta yang langsung memeluk hangat Bu Hana.
"Oiya, perkenalkan ini anak kami namanya Agnia Mufida," Pak Arga memperkenalkan.
"Sepertinya aku pernah lihat dia. Tapi dimana ya? Bukannya dia karyawan di bagian gudang ya?" gumam batin Cahya bermonolog.
Ehem.. ehem..
Pak Adi berdehem seolah sedang batuk.
"Kenapa cantik ya? Sampai bengong begitu liatinnya," goda Pak Adi yang melihat Cahya tak berkedip melihat Agnia.
"Mmhh, enggak Pak. Anu.." Cahya menjadi salah tingkah gara-gara ucapan ayahnya sendiri.
"Ayah tahu, kamu pasti berfikir jika kamu pernah melihat dia ya?" tebak Pak Adi mencoba menerka.
"Kok ayah bisa tahu?" tanya Cahya sambil menautkan kedua halisnya.
"Iyalah ayah tahu, orang dia memang lagi magang di perusahaan kita kok," jelas Pak Adi.
"Pantas saja, aku seperti sudah melihat dia. Tapi ga tau dimana,"
Semua orang tertawa mendengar penjelasan Cahya.
Ada rasa bahagia yang terpancar dari dua keluarga tersebut.
"Ayo perkenalkan, diri kamu?" tunjuk Pak Adi pada Cahya.
"Saya Cahya," lirih Cahya yang langsung menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
"Saya Agnia Mufida," jawab Agnia yang menyatukan kedua tangannya.
Cahya yang sudah terlanjur menyodorkan tangannya cepat-cepat menarik tangannya kembali karena malu.
"Maaf nak Cahya, Agnia memang begitu. Dia tidak mau bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrimnya," jelas Pak Arga.
"Tidak apa-apa Pak, saya mengerti," jawab Cahya sedikit canggung dan menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Ngomong-ngomong silahkan duduk! Masa iya mau berdiri terus," timpal bu Hana mempersilahkan.
"Mba Sum, tolong ambilkan makanan dan minuman!" teriak Bu Hana yang memanggil asisten rumah tangganya.
Tak lama datanglah Mba Sumi yang membawa beberapa minuman dan makanan ringan.
"Silahkan di minum Pak, Bu," tawar Mba Sum.
"Iya mba, makasih," jawab Bu Sinta.
"Jadi bagaimana dengan rencana kita Di?" tanya Pak Arga.
" Apa anakmu mau ga?" tanya Adi lagi.
"Begini Agnia, Ayah dan om Adi sudah berencana untuk menjodohkan kalian berdua. Apa kamu bersedia?" tanya Pak Arga pada anaknya.
"Apa? Di jodohkan? Ya kalau aku terserah Ayah saja," jawab Agnia sambil menunduk karena malu.
"Tuh kan di, jadi kita sepakat ya?" tegas Pak Arga.
"Pastinya, Cahya juga pasti mau. Agnia kan cantik," goda Pak Adi.
"Ish, ayah apaan sih!" timpal Cahya yang merasa malu karena ulah ayahnya.
"Nah kalau kaya gini kan enak, kita sama-sama sepakat ya," timpal Pak Adi.
Sejak saat itu mereka mulai mempersiapkan pernikahan keduanya.
Beberapa minggu sudah berlalu, keluarga Cahya dan Agnia masih sibuk mempersiapkan pernikahan mereka. Mulai dari menyewa gedung, catering, bahkan wedding organizer sudah mereka persiapkan. Hampir 90% persiapan itu akan selesai. Besok adalah hari dimana Cahya dan Agnia akan meresmikan hubungan mereka.
"Bagaimana dengan acara besok, aku jadi gugup," ucap Agnia saat melihat dirinya dicermin.
Tok... tok...
"Agi, kamu sedang apa nak?" tanya Pak Arga yang sedang mengetuk pintu. Agi adalah panggilan kesayangan ayahnya.
"Iya yah, sebentar," Seketika ketukan pintu itu membuyarkan lamunan Agnia dan ia bergegas ke arah pintu untuk membukanya.
Ceklek...
"Silahkan masuk yah!" ajak Agnia.
"Kamu sedang apa nak?" tanya Pak Arga.
"Aku tidak sedang apa-apa yah, silahkan masuk!" ajak Agi.
"Bagaimana dengan acara besok nak? Apa kamu sudah siap?" tanya Pak Arga
"Iya yah.."jawab Agi singkat.
"Ayah berharap kamu akan bahagia nak, ayah yakin Cahya adalah pria yang baik, karena ayah sudah mengenal kedua orang tuanya sangat lama. Mereka berasal dari keluarga baik-baik," jelas Pak Arga.
"Iya ayah, insyaallah agi siap," jawab Agnia
"Kalau begitu, aya keluar dulu nak. Masih banyak yang harus ayah kerjakan," pamit Pak Arga yang berlalu keluar kamar.
Meski sebenarnya Agnia ingin menolak, akan tetapi Agnia tidak bisa membantah perintah orang tuanya. Sebenarnya Agnia ingin menyelesaikan dulu kuliahnya, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sementara di tempat lain, Cahya juga memikirkan hal yang sama.
"Apa bener gw besok mau nikah?" celoteh Cahya bermonolog.
Cahya sendiri bahkan masih tidak percaya jika besok ia akan segera menikah. Semua yang terjadi diluar dugaannya. Sebenarnya Cahya juga masih belum siap untuk menikah, namun ia juga tidak bisa menolak permintaan ayahnya, karena sekarang perusahaan yang ia miliki sedang tidak baik-baik saja.
Jika ia tidak mengikuti saran ayahnya, mungkin perusahaannya akan gulung tikar. Sejak pukul empat pagi suasana di hotel itu sudah ramai. Beberapa karyawan tampak sibuk menyiapkan acara untuk hari ini. Para tamu undangan sudah mulai berdatangan satu persatu.
Suasana di hotel itu tampak ramai. Akhirnya acara yang ditunggu-tunggu datang juga. Kedua belah pihak keluarga Pak Adi dan Pak Arga semuanya sudah lengkap. Inti acara pun akan segera di mulai untuk melakukan ijab qobul.
Walaupun sedikit grogi, tapi Cahya berhasil mengucapkan ijab qobul itu dengan lancar.
"Selamat kini kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri, semoga rumah tangga kalian menjadi keluarga yang sakinnah, mawwadah dan warohmah. Silahkan sekarang suami mencium kening istri, dan istri mencium tangan suami," ujar Pak penghulu setelah menikahkan mereka.
"Aamiin.." semua serentak mengucapkan aamiin sebagai pertanda jika mereka kini sudah sah menjadi sepasang suami istri. Saat mereka sah Agnia baru keluar dari kamarnya. Semua mata tertuju pada pengantin yang baru saja keluar. Betapa cantik dan anggunnya melihat pengantin wanita itu mengenakan kebaya berwarna pink serasi dengan kerudungnya yang dihiasi mahkota.
"Wah, pengantinnya cantik sekali ya,"
Terdengar suara bisikan-bisikan tamu yang terpukau melihat kecantikan Agnia. Begitu pula dengan Cahya yang terpesona melihat kecantikan Agnia, ia begitu berbeda dari yang kemarin ia lihat.
"Subhanallah, dia cantik sekali. Apa benar itu Agnia?" gumamnya bermonolog.
"Dipersilahkan kepada pengantin wanita untuk mencium tangan suami, dan suami mencium kening istri," ujar penghulu yang mengulangi kata-katanya karena melihat Cahya yang masih memandangi Agnia.
"Ehem.. ehem.." suara deheman Pak Adi seolah mengejutkan Cahya yang sedari tadi terus memandangi Agnia.
Cahya mulai mengecup kening Agnia, dan dengan malu-malu Agnia meraih punggung tangan Cahya dan menciumnya.
"Selamat yak nak," ujar Pak Adi menghampiri anaknya dan langsung memeluk tubuh anaknya.
"Selamat nak, sekarang kamu sudah menjadi seorang suami," lalu berlanjut pada Bu Sinta yang sama-sama merangkul anaknya.
"Selamat nak, Cahya om titip Agnia ya! Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinnah, mawwah dan warrohmah." timpal Pak Arga yang langsung memeluk anaknya dan Cahya.
"Aamiin, siap om," Cahya mengacungkan jempolnya sebagai tanda setuju.
"Selamat sayang," lirih bu Hana dengan mata yang berkaca-kaca.
Semua orang yang melihatnya merasa terharu, bahkan ada di antara mereka yang sampai meneteskan air mata.
Tak terasa kini rangkaian acara pernikahan itu telah selesai dilaksanakan. Pak Adi merasa sangat bahagia karena akhirnya Cahya sudah menikah dengan anak dari sahabatnya Pak Arga. Itu artinya tidak ada lagi kecemasan yang selama ini ia pikirkan tentang perusahaannya, karena perusahaannya akan kembali normal.
Setelah semua orang pergi, Cahya dan Agnia bergegas ke dalam kamar hotel yang tidak jauh dari gedung tersebut.
"Ahh lelahnya hari ini," ujar Cahya yang langsung membaringkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk itu.
"Kamu ga mandi dulu mas?" tanya Agnia ragu.
"Aku ingin istirahat sebentar, kamu saja yang mandi duluan," jawab Cahya yang sudah berbaring diatas ranjangnya.
"Oke kalau begitu, aku dulu yang mandi ya," pamit Agnia sambil berlalu menuju kamar mandi.
Sekitar 5 menit lebih Agnia berada dalam kamar mandi, tubuhnya terasa lengket setelah seharian memakai baju kebaya. Setelah selesai mandi, Agnia segera melaksanakan sholat isya yang tadi terlewat.
"Mas, kamu mandi dulu sana. Trus sholat dulu biar tenang tidurnya," titah Agnia yang membangunkan suaminya.
"Iya, iya sebentar lagi," jawab Cahya malas karena ia begitu kelelahan setelah hampir seharian bersalama dengan para tamu undangan.
"Mas.. mas.." Agnia kembali membangunkan Cahya dan sedikit mengguncangkan tubuh Cahya karena ia masih belum juga terbangun.
"Iya.. iya aku bangun!" Pekik Cahya yang langsung bergegas ke kamar mandi.
Selesai mandi, Cahya juga segera mengerjakan sholat yang tadi tertinggal. Setelah mandi membuat keduanya menjadi lebih segar dan tidak ada lagi rasa kantuk yang tadi dirasakan Cahya.
Malam ini merupakan malam pertama bagi mereka, akan tetapi tidak seperti pasangan pengantin lainnya, tidak ada momen indah yang mereka lakukan. Mungkin karena mereka masih malu, dan baru beberapa kali bertemu sehingga timbul rasa canggung di antara mereka.
"Maafkan aku Agnia, aku masih belum bisa melakukan kewajibanku sebagai seorang suami," ucap Cahya membuka pembicaraan.
"Tidak apa-apa Mas. Agi paham, karena Agi juga belum siap," timpal Agnia yang sama-sama merasakan hal yang sama.
Sesuai kesepakatan mereka masih menunda acara malam pertama itu. Mereka sepakat untuk saling mengenal dan saling tahu satu sama lain. Tidak ada acara khusus, tidak ada momen khusus.
Setelah mereka sepakat akhirnya mereka tidur. Agnia diatas ranjang, dan Cahya tidur diatas kursi panjang yang bersebrangan dengan ranjang Agnia.
Keesokan paginya.
"Selamat pagi Mas, kita sholat berjamaah yu!" sapa Agnia yang sudah terbangun lebih dulu dan membangunkannya untuk sholat bersama.
"Agnia? Iya Mas akan bangun," jawab Cahya dengan suara yang parau karena masih mengantuk.
Beberapa bulanpun berlalu, tak terasa sekarang usia pernikahan mereka sudah menginjak satu tahun lamanya. Kini mereka tinggal di rumah sendiri, hadiah pernikahan dari Pak Arga. Rumah yang cukup sederhana, namun terkesan mewah.
"Kamu sudah bangun mas?Aku sudah siapkan sarapan di meja. Kita sarapan dulu ya!" ajak Agnia setelah menyelesaikan masakannya.
"Iya sebentar, aku mau mandi dulu!" teriak Cahya dari dalam kamar. Setelah beres mandi, Cahya segera bersiap ke kantor.
"Ini mas, aku sudah menyiapkan makanan kesukaanmu." ujar Agnia yang langsung menyendokan nasi diatas piring beserta lauknya.
"Wah sepertinya enak," timpal Cahya yang langsung tergiur melihat makanan kesukaannya.
"Kamu kenapa tidak makan?" tanya Cahya heran melihat Agnia yang hanya memperhatikan Cahya saat makan.
"Aku belum lapar mas, nanti saja. Toh aku juga tidak akan kemana-mana," jawab Agnia.
Selesai menyantap makanannya, Cahya pun bergegas pergi ke kantor.
"Aku berangkat dulu ya!" pamit Cahya sambil berlalu keluar.
"Iya mas, ini tasnya!" Agnia memberikan tas yang dibawanya dan mencium punggung tangan Cahya sebelumnya.
"Agnia tunggu, cup... Aku pergi dulu ya assalamu'alaikum." pamit Cahya yang sebelumnya mengecup pucuk kepala Agnia.
Seketika Agnia terkejut karena untuk pertama kalinya Cahya mendaratkan kecupan sebelum berangkat bekerja. Perasaannya seolah bergetar, ada rasa malu sekaligus senang yang ia rasakan.
Sebelumnya Cahya tampak dingin, namun entah mengapa hari ini ada kehangatan yang mulai dirasakan Agnia setelah menikah. Mungkin karena kami sudah menjalani kehidupan bersama.
Seiring berjalannya waktu, mereka mulai memahami sifat mereka masing-masing. Cinta mulai tumbuh diantara mereka. Seperti pepatah jawa yang mengatakan, "Witing Tresno Jalaran Soko Kulino." Cinta itu hadir seiring berjalannya waktu dan seringnya mereka menghabiskan waktu bersama.
Setelah kepergian Cahya, Agnia melakukan rutinitas seperti biasa membereskan pekerjaan rumah. Mulai dari mencuci pakaian, mengepel lantai, bahkan pekerjaan kecil lainnya. Hampir seharian penuh ia membereskan rumah.
Tak terasa sore hari mulai menjelang, Agnia masih sibuk menyiapakan makanan di dapur.
Ting... tong...
"Assalamu'alaikum..." teriak seseorang dari luar.
"Tunggu sebentar," jawab Agnia dari dapur.
"Mas sudah pulang?" tanya Agnia yang langsung meraih tangan Cahya dan meletakan tangan Cahya di atas kepala Agnia.
"Aku siapkan makan dulu ya mas," pamit Agnia ke dapur.
"Iya, aku juga mau mandi dulu," timpal Cahya.
Tak berapa lama, Agnia beres menghidangkan makanannya di atas meja. Sebagai istri yang baik, Agnia mencoba untuk memberikan semua hal yang bisa ia lakukan untuk suaminya.
Setelah selesai Agnia bergegas untuk mandi.
Saat akan ke kamar mandi, Cahya yang sejak tadi memperhatikan Agnia merasa salah tingkah.
"Tunggu," cegah Cahya saat Agnia akan melangkah ke kamar mandi.
"Kenapa mas," tanya Agnia polos.
"Sini duduk dulu," pinta Cahya yang meraih tangan Agnia dan mendudukan Agnia di tepi ranjang.
Agnia pun mengekor, mengikuti langkah Cahya dari belakang.
"Agnia, apa kamu sudah siap sekarang?" tanya Cahya yang tiba-tiba ingin melakukan kewajibannya. Dia berfikir jika dia telah salah, belum melakukan kewajibannya sebagai seorang suami. Padahal selama ini Agnia selalu belajar untuk menjadi istri yang baik.
"Maksud mas?" tanya Agnia lagi yang masih belum mengerti maksud pembicaraan Cahya.
"Begini, apa sekarang aku boleh menyentuhmu?" tanya Cahya ragu.
"Boleh mas, sekarang kan kita sudah halal," jawab Agnia sedikit canggung.
Setelah menerima lampu hijau, Cahya mulai mendekati Agnia. Cahya mulai memegang tangan Agnia, mencumbu bibir ranum Agnia. Agnia yang baru pertama merasakan sentuhan itu merasa tak biasa. Ada rasa malu, namun lama kelamaan ia pun mulai terbawa suasana.
Semakin kesini, semakin Cahya ******* bibir Agnia. Tanganya menjelajah memegangi gunung kembar milik Agnia. Agnia mulai menikmati setiap aksi yang dilakukan suaminya. Hasrat Cahya seolah tak terbendung lagi. Cahya mulai menaikan level permainannya. Cahya sudah tidak sabar ingin merasakan, kenikmatan yang selama ini ia tunda.
"Agnia, tahan ya?" dengan sangat hati-hati Cahya mulai memasukan juniornya.
"Aw, sakit mas," Agnia merasakan sakit dan keluar darah segar karena ia baru melakukannya sekarang.
Perlahan tapi pasti, Cahya mulai memaju mundurkan miliknya. Agnia yang awalnya merasakan sakit, kini ia mulai menikmatinya. Hampir satu jam sudah mereka melakukan malam pertama yang seharusnya mereka lakukan sejak dulu.
Ada rasa sesal yang Cahya rasakan, " bodohnya aku kenapa tidak dari dulu aku lakukan ini," gumam batinnya ditengah-tengah permainan tersebut.
Setelah mencapai puncak kenikmatan itu, mereka pun tergulai lemas. Agnia yang tadinya akan mandi, mengurungkan niatnya untuk beristirahat sebentar. Begitupun dengan Cahya yang langsung tertidur setelah melaksanakan permainannya.
Setelah beberapa jam tertidur mereka pun terbangun dimalam hari. Entah mengapa rasanya Cahya ingin menambah hal yang tadi ia rasakan. Dengan seizin Agnia, Cahya kembali melakukan aksinya lagi. Namun kali ini Cahya yang memegang kendali. Setelah selesai mereka pun tergulai lemas dan tertidur hingga pagi.
Matahari bersinar begitu terangnya. Terdengar suara burung berkicauan. Agnia yang sudah terbangun sejak pagi sudah disibukan dengan berbagai pekerjaan rumahnya. Sementara Cahya sudah berangkat ke kantor sedari tadi.
Beberapa bulan pun berlalu, entah mengapa sudah beberapa hari ini Agnia sering merasa pusing dan mual di pagi hari. Agnia seperti tidak bersemangat. Rasanya selalu lemas. Karena pekerjaan rumah yang sudah menunggu, mau tidak mau membuat Agnia harus tetap menjalankan kewajibannya.
Meski dirinya merasa pusing dan sedikit lelah, akan tetapi Agnia mencoba mengerjakan pekerjaannya satu persatu. Tak terasa hampir seharian penuh Agnia mengerjakan pekerjaan rumahnya.
Namun karena kelelahan Agnia merasa sangat pusing.
"Aduh, kenapa dengan kepalaku ini. Kok tiba-tiba pusing sekali." gumamnya sambil memegangi kepalanya. Tak berapa lama akhirnya Agnia jatuh pingsan di dapur.
Beberapa jam kemudian Cahya baru pulang dari kantor.
Ting.. tong..
"Agnia kemana ya? Kok lama amat buka pintunya?" gumam Cahya sambil memijit bel beberapa kali. Karena cemas Cahya mencoba membuka pintunya.
"Loh kok tidak di kunci?Agnia.. Agnia, kamu dimana?" pekiknya sambil mencari Agnia ke seluruh ruangan.
Seluruh ruangan telah Cahya susuri, namun hasilnya nihil. Namun ada satu ruangan yang belum ia datangi yaitu dapur. Dengan tergesa-gesa Cahya berlari menuju ke arah dapur, dan benar saja Cahya melihat Agnia tergeletak di dapur.
"Agnia.. Agnia, kamu kenapa?" teriak Cahya sambil mengguncangkan tubuh Agnia.
Tanpa berfikir panjang, Cahya langsung membawa Agnia ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit. Dengan kecepatan tinggi Cahya melajukan kendaraannya. Beberapa menit kemudian sampailah Cahya ke rumah sakit.
Cahya membopong Agnia ke dalam rumah sakit dan Agnia langsung di larikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).
"Tolong segera periksa istri saya dok. Saya menemukan istri saya sudah tidak sadarkan diri." ujar Cahya yang begitu cemas melihat keadaan Agnia.
"Baiklah tuan, silahkan anda tunggu diluar dulu." jawab dokter tersebut.
Tak berapa lama, dokter itu kelaur setelah memeriksa Agnia.
"Selamat tuan, anda akan menjadi seorang ayah! Istri anda hanya kelelaha." ujarnya.
"Apakah itu benar dok? Apa saya boleh menemui istri saya?" Cahya meminta izin karena tidak sabar ingin bertemu dengan Agnia.
"Silahkan pak! Saya permisi dulu!" dokter mempersilahkan dan pamit keruangannya.
"Terima kasih Agnia!" ujar Cahya yang baru saja masuk dan langsung menghampiri Agnia yang langsung memeluknya.
"Terima kasih untuk apa mas?" tanya Agnia yang menautkan kedua halisnya karena ia tidak mengerti.
"Kamu akan menjadi seorang ibu Agnia!" jelas Cahya.
"Apakah itu benar mas?" tanya Agnia lagi yang masih tidak percaya.
"Iya Agnia tadi dokter sendiri yang memberitahuku." jawab Cahya antusias.
Setelah dinyatakan sehat Agnia pun diizinkan untuk pulang, namun ia tidak boleh melakukan aktifitas yang berat.
Semenjak mengetahui Agnia hamil, Cahya menjadi lebih perhatian dan mulai menjadi suami yang siap antar jaga. Tentu Agnia merasa senang dan bahagia karena kehamilannya membuat hubungan Agnia dan Cahya semakin dekat.
Setiap hari Cahya selalu memberikan perhatiannya. Mulai dari bangun tidur, Cahya selalu membuatkannya susu untuk ibu hamil. Sebelum pergi ke kantor, Cahya selalu membereskan rumahnya terlebih dahulu. Hal itu ia lakukan agar Agnia tidak terlalu banyak mengerjakan pekerjaan rumah.
Selain itu melakukan pekerjaan rumah, ternyata Cahya juga piawai dalam memasak. Cahya menyiapkan sendiri makanan untuknya dan untuk Agnia. Dimasa kehamilan, Agnia harus banyak memakan makanan yang bergizi.
Agnia harus banyak makan dan buah. Setelah pekerjaannya beres, Cahya baru bersiap untuk pergi ke kantor.
"Terima kasih mas!" ujar Agnia yang langsung memeluk suaminya dari belakang.
"Terima kasih untuk apa Agnia?" tanya Cahya yang merasa terkejut karena Agnia tiba-tiba memeluknya.
"Terima kasih karena kamu sudah sangat perhatian dan sudah banyak membantu pekerjaan rumah." jelasnya.
"Ini sudah kewajibanku sebagai seorang suami Agnia. Jadi kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku." jawabnya yang langsung membalas pelukan istrinya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu ya.
Assalamu'alaikum.!" pamit Cahya yang terlebih dahulu mencium kening Agnia.
"Iya mas, wa'alaikummusalam warrohmatullohi wabarokatuh." jawab Agnia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!