NovelToon NovelToon

Mafia Tampan Menyukaimu

Pembantaian

Pee Pee Township salah satu kota di Amerika Serikat, berada di tepi sungai Pee Pee Creek adalah tempat kelahiran Axel Matthew. Pria dengan tubuh tinggi yang mempunyai mata tajam dan hidung mancung serta bentuk rahang yang tegas membuat pria yang akrab di panggil Axel ini sangat terkenal di kalangan para remaja.

Saat ini Axel berumur 15 tahun, umur yang masih kecil bagi seorang pemuda untuk ikut menanggung beban yang sedang dihadapi keluarganya.

Di kota Pee Pee terdapat sekelompok Mafia yang diketuai oleh Eric Clover, dan saat itu keluarga Axel terjerat hutang dengannya. Keluarga Axel sangat miskin dan tak kunjung membayar hutang itu kepada Eric membuat Eric geram dan langsung menyambar ke kediaman keluarga Axel dengan membawa beberapa bawahannya.

Eric Clover adalah Boss Mafia yang cukup bengis, dia tanpa ragu akan menembak bahkan menusuk orang-orang yang menentangnya apalagi sampai merugikannya.

Contohnya seperti sekarang, Eric marah karena keluarga Axel tidak lekas membayar.

GUBRAK.

Lino salah satu bawahan Eric mulai melempar-lempar barang yang ada di kediaman Josh, yang tidak lain adalah Ayah Axel.

"Cepat bayar hutang kalian sialan" maki Eric kepada Josh.

"Kami tidak mempunyai uang tuan, tolong beri kami kesempatan" Josh berlutut memohon ampun kepada Eric.

Eric geram, dia menghisap rokoknya sebentar kemudian berkata "Aku tidak peduli, sudah berapa kali aku memberi kalian kesempatan tapi selalu tidak ada hasilnya"

"Tapi kami benar-benar tidak memiliki uang, Tuan" Josh kembali mengatakan jawaban yang sama.

"Pukul dia, tidak ada gunanya dia hidup, sia-sia saja Aku meminjamnya uang kepadanya" Eric memerintah bawahannya untuk menghajar Josh.

Bug.

Axel kecil marah melihat Ayahnya dipukuli oleh orang-orang asing itu. Saat Axel kecil ingin menghampiri Ayahnya, Ibunya menahannya dan menyuruhnya untuk kabur bersama Keara Adiknya.

"Tidak Ibu, Axel tidak mau pergi" ucap Axel.

"Tidak Nak, kamu harus selamat, bawa pergi Adikmu. Tolong jaga dia" seru Marissa sambil mengunci pintu rumahnya agar Axel bisa kabur lewat jalan rahasia yang berada di dalam rumahnya.

Anak buah Eric menatap curiga dengan gerak-gerik Marissa, benar saja dua anak itu sedang berusaha untuk kabur.

Dor.

Satu tembakan dari Eric mengenai jantung Marissa.

"AKKHH" Marissa merintih kesakitan.

"Kalian harus selamat anak-anakku, dan hiduplah dengan bahagia" cicitnya lalu menutup matanya untuk selamanya.

Tapi Eric tidak tinggal diam membiarkan kedua anak itu melarikan diri begitu saja.

"Kejar kedua anak itu, mereka pasti belum jauh dari sini" perintah Eric kepada bawahannya.

Eric melirik Josh yang sedang ketakutan, ditodongkannya pistol itu ke pelipisnya dan...

Dor.

Peluruh itu menempus kepala Josh, darah mengalir begitu banyak. Tapi Eric belum puas.

Dor... Dor... Dor...

Kaki, tangan, perut ditembaknya lagi. Eric sangat kejam.

Bagitu Josh tewas, Eric langsung mengeluarkan smirknya, semua yang melihatnya pun akan bergidik ngeri.

Apakah ada orang yang bisa melawan Eric?

Sementara itu masih ada Axel dan Keara yang masih berusaha kabur dari kejaran bawahan Eric.

"Mau lari kemana lagi kalian, mau menurut atau mati sekarang ditanganku" Ucap salah satu bawahan Eric.

Axel menarik Keara untuk bersembunyi dibelakang punggungnya.

Eric yang sudah sampai disana pun bersorak. "Wow, cukup pemberani. Jika kamu mau menjadi bawahanku akan ku biarkan kau hidup"

"Jangan harap, aku akan membunuhmu sialan" seru Axel.

"Besar sekali nyalimu" ucap Eric dengan nada mengejek. "Seret adiknya, kita jual ke rumah bordil" dengan sigap bawahan Eric menarik Keara.

"Lepaskan Keara" Axel maju dan mengigit tangan Eric.

"Sial, kau tau apa yang sedang kau lakukan" Eric murka. "Dasar cari mati! tembak saja adiknya itu"

Dor.

Keara terjatuh membuat Axel histeris "Kejam sekali kalian, aka..." mulut Axel di bungkam oleh Eric, Axel merontah tapi dia hanyalah bocah kecil, tenaganya tidak sebanding dengan Eric. Kemudian Eric memukul leher belakang Axel hingga membuat Axel pingsan lalu membawanya ke Markas.

Menurut Eric, Axel akan berguna baginya suatu saat nanti, itu sebabnya Eric tidak membunuh Axel. Itung-itung sebagai bayaran uang yang di pinjam keluarga Axel dan Axel yang harus membayar itu dengan bekerja kepada Eric.

Axel menyerjapkan matanya, suasana saat dia terbangun begitu asing, jelas karena ini bukanlah rumahnya "Eughhh, aku dimana?" matanya melirik kesana dan kemari. Tempat ini begitu luas ada banyak senjata dari mulai pistol, pisau, kapak, serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan.

Tangan dan kaki nya terikat dengan keadaan duduk dibangku, Axel berusaha keras melepaskan ikatannya tapi itu tidak mudah. Dia tidak mempunyai cukup tenaga, dia belum makan seharian ini, ikatan tali ini juga sangat keras dan kencang. Axel hanya bisa pasrah daripada membuang sia-sia tenaganya.

BRAK.

Pintu terbuka menampakan sosok Eric, tentu saja itu membuat Axel kaget dan kembali teringat akan kedua orang tuanya bahkan Adeknya Keara yang dibunuh di depan matanya.

Axel yang tadinya tenang pun mulai berontak kembali, bangku yang didudukinya bergoyang dan oleng hingga terjatuh.

"Hei, kenapa kau bersemangat sekali" ucap Eric sambil terkekeh.

Axel berdecih, jika mulutnya tidak diperban mungkin Axel akan memaki-maki Eric.

Eric menghampiri Axel, badanya membungkuk lalu melepaskan perban yang menutup mulut Axel "Jadilah anak buahku maka nyawamu akan selamat" seru Eric.

"Aku tidak mau, lebih baik kau bunuh saja aku sekarang, Aku tidak takut" tantang Axel kepada Eric.

"Jangan harap aku akan membunuhmu, mau tidak mau kau harus menuruti semua perkataanku, sial" maki Eric mendengar penolakan dari Axel sambil menendang perut Axel dengan bengis.

Ikatan tali sudah dilepaskan, Eric memegang dagu Axel "Jika kau berani mati dihadapanku sekarang akan kebunuh semua keluargamu"

Hahahaha, tawa Eric menggema di dalam ruangan itu.

"Kejam" Axel mengertakan giginya, amarahnya kembali naik dan Axel bertekat akan membunuh Eric.

Sudah tiga hari berlalu, Axel masih belum terbiasa melakukan pekerjaan yang menurutnya hina ini. "Aku harus kuat" Axel kembali menyemangati dirinya untuk tetap tegar.

Eric yang melihat Axel bekerja dengan benar pun tidak merasa curiga, Eric beranggapan mungkin Axel sudah pasrah dengan nasibnya dan itu sangat menguntungkan baginya. Transaksi Sabu-sabunya akan berkembang semakin pesat dengan adanya kehadiran sosok Axel.

Axel sangat pandai menyembunyikan perasaannya, diam-diam tanpa sepengetahuan dari Eric dia berlatih bertarung, dan menembak saat Eric dan para bawahannya tidak ada di Markas.

Axel mengeluarkan smirknya, tatapannya penuh kebencian "Tunggu saja pembalasanku" ucapnya sambil menghajar kembali samsak tinju di depannnya.

Tugas Pertama

Axel Matthew menjalani kehidupan seperti di neraka, dunia gelap membuatnya sadar bahwa siapa yang kuat maka dialah yang berkuasa.

Bagaimana pun juga dia harus bisa melampaui Eric. Saat sedang berjalan di pinggiran kota, ada orang yang tidak sengaja menabrak bahu Eric.

"Sial, siapa yang berani menabraku" maki Eric kepada seorang Kakek yang menabraknya tadi.

"Ampun Tuan, saya tidak sengaja" Kekek itu sangat ketakutan.

"Axel tembak Kakek itu" suruhnya kepada Axel.

Saat itu Axel hanya diam saja, bagaimana bisa dia membunuh orang yang tidak bersalah.

"Cepat" Eric kembali menyuruh Axel.

"T-tapi" Jawab Axel terbata-bata.

"Brengsek, Aku suruh tembak ya tembak. Ini misi pertamamu" tegasnya kepada Axel.

Eric memberikan pistol kepada Axel, membuat Kakek itu ketakutan dan terus memohon. Axel tidak tega, tanganya gemetar hebat tapi bagaimana pun dia harus tetap menembak Kakek itu jika tidak Axel dan seluruh keluarganya yang tersisa yang akan mati ditangan Eric.

Dor.

Bunyi tembakan yang pistolnya berhasil menembus jantung Kakek yang berada di hadapannya. Jantung Axel berdetak kencang, matanya memerah dan terus memandangi telapak tangannya. Dia baru saja membunuh orang yang tidak bersalah.

Axel mengepalkan tangannya, berusaha menyembunyikan ketakutannya.

"Kerja bagus Axel" Eric menepuk punggung Axel.

Axel geram melihat kelakuan Eric, tidaklah ada sisi kemanusiaan dalam dirinya. Kenapa begitu mudah menghilangkan nyawa manusia. Jika begini terus Axel khawatir dia tidak akan sanggup, ini baru tugas pertamanya setelah menjadi anak buah Eric dan dia sudah nembunuh satu orang tidak bersalah.

Setelah Kakek itu meninggal, Eric menyuruh salah satu bawahan untuk membereskan mayatnya lalu bawahan yang tersisa melanjutkan perjalanan bersama Eric menuju tempat biasa ketika mereka ingin melakukan transaksi ilegal.

Umumnya tempat transaksi akan berubah-ubah untuk mengecoh sekelompok polisi yang mengincar mereka, tentu saja itu untuk menjaga agar mereka tetap aman. Dan kali ini lokasi transaksi berada di pelabuhan dekat laut, adapun jika situasi tidak memungkinkan dan terkepung polisi mereka bisa melarikan diri melalui jalur laut mengunakan kapal.

Selama diperjalanan mata Axel merekam jelas bagaimana keadaan disetiap sudut pelabuhan dan bagaimana proses transaksi penyelundupan itu berlansung. Axel kecil sangat pintar hanya sekali melihat saja dia langsung faham.

Axel mengetahui bahwa Eric tidak akan mungkin melakukan tranksasi dengan adil. Dari pihak seberang sudah melempar barang yang diinginkan Eric, memeriksa apakah barang yang diinginkan Eric sesuai dengan keinginnya atau tidak, dibukalah koper yang ternyata berisi senjata terbaru yang dibuat secara khusus dengan beberapa barang lainnya.

Eric tersenyum tipis, matanya menyiratkan tatapan licik lalu memberi kode kepada bawahnya dengan lirikan mata.

"Kerja bagus. Aku suka barangnya" begitulah ucap Eric ketika puas dengan hasil transaksinya.

Pihak seberang pun menagih uang yang harusnya Eric bayar, 500 milyar adalah jumlah yang sangat setimpal untuk mendapatkan senjata kualitas super.

"Bukanya kalian yang memberikan ini padaku" Eric kembali mempermainkan mereka.

"Jangan bercanda Eric, bukannya kau sudah mendapatkan senjatanya. Cepat berikan uangnya atau serahkan kembali barangnya padaku sekarang" Asosiasi senjata itu geram, dia di tipu.

Hahahaha, tawa Eric menggema diantara desir suara ombak.

"Kembalikan barangnya. Heh, jangan bercanda" tiba-tiba Eric mengeluarkan pistol dari balik setelan jas yang dia kenakan.

"Barang yang sudah berada di tanganku tidak akan perna aku berikan kembali, hahaha dasar bodoh" ucapnya lagi dengan tawa mengejek.

Sementara itu sekelompok asosiasi senjata itu beringsut ketakutan karena Eric sudah menjebaknya, Eric sudah merencanakan semua ini. Tidak ada jalan untuk mereka kabur.

"Eric, kau jangan keterlaluan" ucap Kepala Asosiasi senjata.

"Banyak omong" Eric bersiap untuk menembak.

Dor... dor... dor...

Keadaan disana sangat ribut, suasana pelabuhan yang sunyi merekam jelas apa yang sedang terjadi sekarang. Bunyi suara tembakan yang begitu keras terus terdengar disana.

Sungguh malang nasib sekelompok pedagang senjata itu. Bukannya untung karena menjual senjata tapi justu nyawa mereka yang hilang karena senjata Eric. Sangat ironi sekali.

"Hahahaha, sangat menyenangkan" begitulah ucapnya ketika sudah membunuh mereka, Eric sangat puas karna hasrat membunuhnya sudah terlaksana.

Axel terheran "Apa dia sudah gila"

Bagaimana Axel tidak berfikir seperti itu, karena perilaku Eric memang sungguh keji, setelah membunuh orang umumnya orang akan gemetar seperti yang terjadi padanya barusan tapi Eric justru tertawa matanya menyiratkan kebahagiaan. Axel sangat muak dengan Eric, jika dia memaksakan diri melawan Eric sekarang mungkin dia sendiri yang akan mati.

Berusaha keras Axel untuk menahan semua rasa jijik pada dirinya, dia masih merasa berdosa karena membunuh seorang kakek, berbeda dengan Eric yang seperti orang gila yang haus darah.

Transaksi yang terhitung lancar karena Eric tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun untuk sebuah senjata kualitas super, Eric juga sangat puas karena sudah lama tidak membunuh dan hari ini dia berhasil melakukannya.

Mereka pun pergi meninggalkan pelabuhan dan kembali menuju markas, Axel merasa lelah setelah melakukan transaksi kemudian tertidur di tetumpukan barang tidak terpakai di gudang, Axel terus memandangi tangannya sesekali mengertakan giginya membali. Kemudian dia bangun dan.

BRAKKK.

Axel meninju tembok, tangannya berdarah. Dia bertekat harus menjadi lebih keji daripada Eric, jika dia masih mempunyai rasa bersalah dan bayang-banyang ketakutan ketika membunuh orang bagaimana dia akan menghadapi sosok Eric. Axel takut mungkin dia akan ragu-ragu untuk membunuh Eric.

Tapi bagaimana Axel akan menanganinya, bagaimana pun hati nuraninya masih ada. membunuh orang adalah tindakan yang salah, bahkan penjahat sekalipun hanya akan di adili lewat jalur hukum pengadilan bukan langsung di tembak mati begitu saja.

Menjadi Jahat

Kebebasan yang selalu di inginkan Axel akhirnya terwujud, Eric menyuruh Axel untuk berada di markas selama dirinya pergi untuk melakukan transasi yang cukup besar kali ini, Eric tidak ingin Axel mengacau lalu memutuskan untuk meninggalkannya di markas dengan beberapa pengawal saja.

Sontak Axel kegirangan dalam hatinya, ini kesempatannya untuk kabur. Axel menghitung berapa penjaga yang di perintahkan untuk menjaganya serta stategi apa yang akan dia gunakan untuk kabur dari tempat terkutuk ini.

Axel mengetuk-ketukan jarinya di meja tempat dia duduk sekarang, kembali melihat jam dinding. Tepat pukul 22:00 para penjaga itu sudah mengantuk, melihat tidak ada perlawanan dari Axel, dua orang dari mereka memilih tertidur tersisa satu penjaga yang masih terjaga.

Mark salah satu penjaga yang masih terjaga itu pun geram, dipikiranya enak saja mereka tidur sedangkan dirinya masih terus berjaga.

"Sial, bangun kalian. Boss menyuruh kita untuk menjaga anak itu agar tidak kabur" murka Mark pada kedua temannya itu.

"Anak itu juga mungkin sudah tidur, sial. Kau pikir aku tidak butuh tidur kau saja sana bergaja semalaman" ucapnya tidak terima.

Mark memikirkan kembali ucapan temanya itu, benar juga kata Daren temanya. Lagian apa yang bisa dilakukan bocah kecil itu pikirnya dalam hati dan memutuskan ikut terlelap bersama-sama.

Axel kembali memantau situasi dan melihat apakah tiga penjaga itu masih memantaunya tidak dan mereka tertidur.

"Sempurna aku akan kabur sekarang juga sebelum mereka terbangun" ucap Axel pelan.

Dibukalah pintu itu dengan hati-hati, Axel tak lupa membawa satu senjaga untuk berjaga-jaga selama di luar. Tidak ada yang tahu apa yang akan menimpahnya nanti dan dia hanya berhati-hati, tidak ingin mati konyol sebelum berhasil membunuh Eric.

Sejauh ini Axel berhasil mengendap-endap sampai di tembok belakang markas yang menjulang tinggi. Bagaimana Axel akan melewatinya jika dia pergi melalui gerbang depan itu sama saja bunuh diri karena di depan masih terdapat beberapa pengawal yang di tinggalkan Eric.

Axel melihat sekitar dan melihat ada tangga mencoba mengangkatnya, diletakannya tangga itu untuk memanjat melewati tembok. Kaki Axel mulai melangkah dengan pasti, kini Axel sudah berada di puncak tembok sekarang, tapi bagaimana caranya untuk turun. Axel terlalu takut untuk melompat.

Axel kebingungan, "Bagaimana ini, tidak ada waktu lagi"

"Siapa itu" seru salah satu Penjaga.

Benar saja atraksi kaburnya ketahuan. Tanpa pikir panjang Axel memejamkan matanya dan langsung melompat kebawah.

Bug.

Untungnya Axel hanya mendapat sedikit luka lecet, tidak ada luka yang parah, Axel kemudian berlari dari kejaran para penjaga yang ada di Rumah Eric.

Malam yang sunyi berubah menjadi ricuh akan suara Penjaga yang meneriaki nama Axel.

"Sial, dia kabur"

"Berhenti"

"Berhenti disana atau saya tembak"

Axel mempercepat laju larinya lalu memasuki kawasan hutan. Cukup aman untuk Axel bisa bersembunyi di dalam hutan banyak, pepohonan disana ditambah gelapnya suasa sangat memungkinkan jika Axel bisa bersembunyi dengan aman disana.

Bergegas mencari tempat persembunyian, Axel memutuskan untuk bersembunyi dibalik pohon besar yang cukup rindang. Axel masih terengah-engah saat para penjaga Eric berhasil memasuki hutan Axel menahan nafasnya. Para penjaga melewati Axel, mereka tidak mengetahui bahwa Axel berada di balik pohon itu.

"Kemana perginya anak itu" Daren sudah berkeliling hutan tapi tidak menemukan jejak Axel sama sekali.

"Dia pasti masih berada disekitar sini" ujar Lino kepada Daren.

"Bersembunyi dimana dia, jika bukan karena Tuan Eric. Akan kubunuh dia jika kita menemukannya sekarang" ucap Mark yang dari awal tidak menyukai Axel.

Ketiga penjaga itu masih terus mencari keberadaan Axel, saat situasi sudah aman Axel melanjutkan langkahnya tapi tanpa sengaja kakinya menginjak ranting kecil yang berserakan disana.

"Matilah aku" ucap Axel yang merasa situasi menjadi tidak mudah lagi.

"Suara apa itu" para Penjaga langsung menuju tempat suara itu berasal, mereka melihat sosok Axel yang sedang berlari tidak jauh dari lokasi bereka berdebat tadi.

"Sial, ternyata daritadi dia berada disana dan kita tidak mengetahuinya" seru Daren.

Mereka bertiga mengejar Axel, Lino yang dulu merupakan Atlet lari dengan cepat bisa menyusul Axel yang sudah berlari cukup jauh. Lino membidik Axel dan..

Dor

Sayang sekali tembakan Lino meleset, Axel berhasil menghindarinya. Jantung Axel berdebar kencang ketika hampir saja sebuah peluruh mengenai dirinya.

Axel sesekali memegang pistolnya dari balik baju yang dia kenakan. Ya, sebuah pistol yang disembunyikan Axel didalam sakunya saat dia kabur masih tersimpan dengan baik.

Saat terdengar tembakan lagi dari para Penjaga itu, Axel berhenti dan bersembunyi dibalik pepohonan, dia mengambil pistolnya. Axel mulai mengarahkan pistolnya kepada Lino yang menurutnya paling berbahaya tapi nyali Axel belum sebesar itu, tangannya gemetar hebat.

"Tidak, aku harus bisa" Axel meyakinkan hatinya bahwa dia pasti bisa, mereka penjahat dan pantas untuk dibunuh.

"MATILAHHH" teriak Axel begitu peluru dari pistolnya melesat cepat ke arah Lino.

Dor.

"Eugh" Lino mengerang ketika satu peluruh mengenai kaki kirinya.

Saat Lino hendak menempak peluruhnya juga terhadap Axel, tetapi Lino kalah cepat. Axel menembaknya lagi tepat di jantungnya.

Dor.

"Breng..." Lino hendak memaki Axel.

Bug.

Lino tewas, kata terakhir nya pun belum sempat terucap. Kaki Axel gemetaran dan situasi masih belum aman masih ada Mark dan Daren yang berhasil menyusul Axel. Mereka kaget melihat Lino terkapang dengan begitu mengenaskan disana.

Axel kembali membidik mereka dengan pistolnya.

"Sial, dia membawa pistol" ucap Daren.

Saat mereka hendak kabur, Axel sudah menekan pelatuknya. Peluruh melesat dengan cepat.

Dor… dor… dor…

Daren dan Mark tertembak, peluruh Axel menembus perut mereka berdua. Axel gemetar hebat, pistolnya terjatuh. Kakinya juga semakin lemas.

"Aku membunuh mereka, a-aku menjadi jahat" Axel masih syok dengan keadaan yang menimpanya. Dia merasa bersalah meskipun yang dia bunuh bukanlah orang baik, Axel tetaplah pria lembut terlebih usinya yang masih terbilang muda.

Sudah lumayan lama Axel terduduk disana, dia menghapus air matanya dan mengepalkan tangannya. Mengibas bajunya yang kusut dan kotor dan kembali melanjutkan perjalananya menjauh dari kota Pee Pee untuk menjelajah dan menjadi lebih kuat agar bisa mengalahkan Eric.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!