Aku Almaira, Nyanyu Almaira Rahmadhani. Jangan mengira aku lahir dibulan suci ramadhan ya, karena itu salah besar. Aku dapat nama Rahmadhani dari gabungan nama kedua orang tuaku. Mama Rahma dan Papa Dhani, jadilah Rahmadhani. Tapi keluarga dan sahabatku lebih suka memanggilku Al atau Cek Al, singkat padat dan jelas kata mereka. Ck memangnya aku berita yang memberikan informasi sehingga punya slogan singkat, padat dan jelas. Ups lupakan masalah singkat, padat dan jelas karena aku juga menyukai panggilan Al untukku.
Sekarang kita lanjut bahas nama yang ada didepan Almaira. Nyanyu, ini bukan nama melainkan gelar kebangsawanan yang ada didaerahku, khususnya untuk keturunan asli orang-orang suku Palembang. Walau Nyanyu adalah kasta keempat atau yang terakhir tapi tetap ada kebanggan bisa menggunakan gelar itu. Penting? Untuk zaman modern sekarang gelar itu tidak begitu penting, tapi bila ada acara penting, nama itu akan sangat berarti.
Kita lupakan masalah nama, aku bercerita seperti itu hanya untuk mengusir rasa bosan karena harus menunggu. Menunggu adalah hal yang sangat tidak aku sukai sejak dulu. Namun demi membuat nama usaha kerajinan kain tradisional milik mama bisa go internasional, maka dengan toleransi yang sangat tinggi aku berdamai dengan kata menunggu.
Dan disinilah aku menunggu bersama kakak kesayanganku dan kedua sahabatku. Menunggu rombongan yang lain yang akan terbang ke negara kincir angin bersama kami.
"Kak benaran, Kak Rendy sama aku yang berangkat ke Belanda?" tanyaku tidak yakin satu bulan yang lalu, saat mama Rahma memberitahu kalau aku dan kak Rendy akan terbang ke Belanda.
"Kenapa bukan mama aja yang pergi?" tanyaku.
"Mama harus menemani papa, ada acara penting diperusahaan khusus direktur cabang seluruh Indonesia"
Kalau itu tugas negara, mama tidak mungkin tidak ikut. Tugas negara bukan berarti papa Dhani pejabat negara ya, itu salah besar. Tugas negara adalah kata ganti yang aku gunakan untuk tugas penting papa. Papaku karyawan perusahaan swasta terbesar di Indonesia, karena dedikasi yang tinggi ditambah kejujuran dan kesetiaanya pada perusahaan maka papa Dhani, papaku tersayang mendapatkan posisi sebagai direktur cabang Palembang sejak dulu sampai saat ini.
Tadi aku sempat bilang kalau aku menunggu bersama kakak dan dua sahabatku, ya aku memiliki dua orang sahabat, yang pertama namaya Elisya Aurora. Kami bersahabat sejak TK, sejak TK sampai sekarang sekolah menegah atas. Kami selalu satu sekolah dan satu kelas, bisa dibayangkan bagaimana dekatnya persahabatan kami? Ketika aku dan El, nama panggilan untuk Elisya duduk dibangku sekolah menengah pertama. Seorang Rangga Abdoelah ikut bergabung dalam persahabatanku dan Elisya. Kenapa si Doel, nama panggilan untuk Rangga yang aku dan Elisya sematkan padanya, diterima jadi sahabat?
Ceritanya panjang tapi aku singkat saja ya. Pertama karena dia baru pindah dari Jawa. Kedua dia masih punya hubungan saudara dengan Elisya. Ketiga tempat tinggal kami berdekatan. Itulah mengapa dia bisa bergabung dengaku dan Elisya, walau masih banyak alasan lain tapi untuk sementara itu saja yang aku beritahukan.
Sekarang jadilah kami trio Al, El, dan Doel, kata Danu adikku nama kami kayak nama anaknya artis, hehehe.
Kembali ceritaku sebulan yang lalu, karena aku akan terbang ke Belanda selama satu minggu, mau tidak mau dan itu wajib maka aku harus mengabari kedua sahabatku. Tanggapan mereka yang sudah bisa aku duga sebelumnya, mereka ikut terbang bersamaku ke Belanda. Jangan ditanya kok bisa? biaya perjalananya bagaimana? Aku kasih tahu ya, kedua sahabatku itu anak sultan. Elisya papanya pemilik perusahaan exportir yang termasuk dalam perusahaan bonafit dinegara ini. Selain itu papanya Elisya juga bisnis batubara sama seperti ayah Rangga, pengusaha batu bara yang kesultannya tidak diragukan lagi.
Karena mereka anak sultan, jadi uang bagi mereka bukan hal yang sulit untuk didapatkan. Tapi bukan berarti mereka punya sifat sombong, karena mereka tidak pernah memperlihatkan kalau mereka orang yang punya. Karena itulah, aku yang hanya anak karyawan dan pengrajin merasa nyaman berada didekat mereka. Terutama aku juga sangat tahu bagaimana mereka dan keluarga mereka.
Disinilah sekarang Elisya dan Rangga ikut duduk bersamaku dan kak Rendy menunggu pengrajin dari daerah lain yang satu-satu mulai datang dan bergabung bersama kami.
Waktunya terbang, aku bersama rombongan sudah ada didalam pesawat. Waktu tempuh perjalanan cukup lama sekitar lebih kurang empat belas jam jadi aku manfaatkan sebaik mungkin untuk istirahat. Karena begitu sampai di Belanda, disana aku dan kakakku dibantu Elisya dan Rangga harus mendekor stand kami semenarik mungkin.
Aku mau cerita sebelum kalian bertanya, kenapa aku dan kak Rendy dikirim mama ke Belanda? Jawabnya adalah, usaha kerajinan milik mama dikirim oleh pemerintah daerah kota Palembang untuk mewakili Pemerintah Kota Palembag ikut dalam festival Tong Tong.
Festival Tong Tong adalah festival terbesar di dunia untuk budaya Indo (Eropa-Indonesia), diadakan setiap tahun di Belanda. Didirikan pada tahun 1959 menjadi salah satu festival tertua dan festival akbar terbesar keempat di Belanda. Festival ini dipandu oleh tiga food court populer, teater kuliner, banyak tempat dengan ukuran sedang sampai besar untuk penampilan seni, area workshop, area untuk kuliah dan wawancara, daerah pasar, serta area-area spesifik yang bagus untuk perdagangan barang dagangan.
Sudah tahukan tujuan aku ke Belada adalah memamerkan produk kerajinan yang dihasilkan dari rumah kerajian tradisional milik mamaku, berharap disana produk yang kami pamerkan bayak yang berminat sehingga kami bisa membawa pulang nama-nama buyer yang akan kerjasama dengan usaha kerajinan mama.
Ini pengalaman pertamaku ikut pameran produk kerajinan mama diluar negeri, biasanya aku hanya membatu mama jaga stand pameran didalam kota atau di Jakarta, tentu saja dengan kedua sahabatku yang selalu ikut kemanapun aku pergi.
"Cuci mato Cek Al, pacak nyingok yang belagak" alasan Elisya mengapa dia mau ikut jaga stand. (cuci mata biar bisa lihat yang ganteng).
"Masih kecik la kanji kau ni" balasku waktu itu. (masih kecil kamu sudah genit). Ya, waktu itu kita masih sekolah menengah pertama, wajar kalau aku bilang masih kecil. Sekarang kami sudah kelas sepuluh, sebentar lagi naik ke kelas sebelas.
"Al" Elisya yang memanggilku, karena dia yang duduk disebelahku. Sementara Rangga duduk bersama kak Rendy.
Karena ini rombongan, udah bisa ditebakkan kalau pesawat yang kami tumpangi adalah kelas ekonomi, namanya juga gratisan hehehe. Ya biaya untuk ku dan kak Rendy gratis, sementara untuk Elisya dan Rangga pemerintah memberi keringanan dengan mengenakan biaya hanya separuh dari biaya normal. Semua papa Elisya yang mengurusnya karena selain pengusaha papa Elisya juga seorang anggota Dewan.
"Apa" jawabku.
"Kalau nanti aku ketemu cowok boleh ya aku pacari selama disana"
"What" aku terkejut dengan permohonan Elisya.
Bukan tanpa sebab aku terkejut, karena kami sudah punya janji sejak sekolah menengah pertama kalau kami tidak akan memikirkan cinta atau punya pacar sampai kami lulus sekolah menengah atas. Jadi untuk permohonanya saat ini benar-benar tidak kusangka.
"Kau nak minta digoco samo Doel yo" ( kamu mau minta dipukul sama Doel ya ) jawabku.
Elisya hanya menampilkan gigi putihnya yang rapi.
"Bercanda Cek Al, yang ada kamu duluan yang di taksir cowok ganteng" dia terkekeh tanpa dosa. Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
...Bila Aku Jatuh Cinta...
...💐💐💐🌹🌹💐💐💐...
Almaira
Selisih waktu enam jam lebih awal di Indonesia membuat kami tiba di Belanda tepat pukul 19.10 waktu setempat. Sedangkan di Indonesia saat ini pukul 01.10 dini hari. Karena itu membuatku dan yang lain cukup merasa lelah walau dipesawat kami hanya duduk dan tidur.
Keluar dari pintu kedatangan, kami diminta naik bus yang sudah disiapkan panitia dari KBRI yang akan langsung membawa kami ke hotel untuk makan malam dan istirahat.
"Akhirnya bisa meluruskan pinggang" sorakku yang langsung merebakan tubuh ini begitu masuk kekamar hotel.
Sebelas dua belas denganku Elisya juga melakukan hal yang sama. Rasanya sudah ingin memejamkan mata kalau saja tidak ada kewajiban yang harus aku lakukan. Aku menguncang tubuh Elisya yang matanya sudah terpejam.
"El, jagan tidur dulu. Kita belum sholat Isya"
"Hem" ternyata dia belum tidur.
"Ayo" ajakku sambil menariknya untuk duduk.
Akhirnya kami bergantian membersihkan diri dikamar mandi dan menjalankan kewajiban kami sebagai muslim.
Baru saja mataku akan terpejam, terdengar suara pintu kamar kami yang diketuk.
"Hohoho, siapa sih yang mengetuk pintu" kesalku.
"Dor" Rangga mengagetkanku begitu pintu kamar ku buka.
"Doel" teriakku sambil memukul bahunya. Sementara dia puas menertawakanku.
"Awas saja tunggu pembalasanku" dia semakin tertawa mendengar aku mengerutu. "Benar-benar harus di beri pelajaran nih bocah tengil" batinku sambil menyeringai.
"Eits, rencana apa yang ada di otakmu Al?" tanyanya saat melihat seringaiku yang seakan membuat rencana jahat untuknya.
"Hahaha" sekarang aku yang menertawakannya. Entahlah melihat wajahnya yang ketakutan membuatku ingin tertawa.
"Jangan balas yang aneh-aneh Al" pinta Rangga memelas. Bukan tanpa alasan dia memohon, karena aku pernah membalas kejahilannya yang membuat dia tidak bisa melupakannya. Almaira gitu lho.
"Mangkonyo jangan galak jahil jadi wong, kalu aku tadi jantungan cak mano cubo?" ( makanya jangan suka jahil jadi orang, kalau aku tadi jantungan gimana coba?).
"Maaf Cek" ucapnya sambil menangkupkan kedua telapak tangannya didada.
"Ado apo kesini?" Elisyah yang bertanya, ternyata dia sudah ada dibelakangku.
"Di ajak kak Randy makan di bawah"
Akhirnya kami bertiga turun keresto yang ada dihotel ini. Suasana ramai, hampir semua orang-orang Indonesia yang berpartisipasi dalam Festival Tong Tong. Kami langsung menghampiri meja dimana kak Rendy duduk menunggu kami. Begitu aku membaca nama hotel yang ada di table, aku baru menyadari kalau ini adalah hotel milik keluarga Harley.
Mengingat nama Harley, aku jadi rindu papa Dhani. Kok bisa? ya bisa, karena papa Dhani jadi direktur cabang perusahan Harley yang ada di Palembang. Selain Papa Dhani aku juga ingat seseorang yang harus aku lupakan, karena harus aku lupakan jadi kita lupakan saja.
"Kak" panggilku pada kak Rendy. Dia mengalihkan matanya yang sedari tadi menatap layar pipih smart phonenya jadi melihat kearahku.
"Ini hotel keluarga Harley?" tanyaku. Kak Rendy mengangguk.
"Hebat ya" aku mengucapkan kekagumanku.
"Apanya yang hebat?" tanya kak Rendy yang sepertinya biasa saja menanggapi kekagumanku.
"Keluarga Harley, sampai bisa buka cabang disini" jawabku apa adanya.
"Dek... dek" Kak Rendy geleng-geleng kepala. Kenapa dia? Apa aku salah?
"Tuan Harley itu asli orang Belanda, jadi wajar kalau mereka punya hotel disini" Ho..ho..ho... enam belas tahun kenal keluarga Harley aku baru tahu tentang kenyataan ini.
"Pantas saja dia tampan, ternyata Indo" pikirku. Hus kok aku jadi mikirin si tampan sih, dia orang yang harus aku lupakan. Terlebih lagi tahu kalau dia blesteran, patas saja selerahnya seperti artis dan foto model yang jadi pacarnya. Tuh kan jadi mewek kalau ingat kenyataan doi sudah punya pacar.
Lupakan Almaira, lupakan. Ingat janji tiga sahabat. Untung saja tidak ada yang tahu kalau aku menyukai dia, jadi aman dari amukan El dan Doel.
"Ngapo kepala kau Cek?" eits kok Elisya nanyain kepalaku. (kenapa kepalamu cek?)
"Ngapo memangnyo kepala aku?" tanyaku yang memang tidak mengerti.
"Nah dak sadar, geleng-geleng dewek. Sampe-sampe makanan la didepan mato dak tejinggok" (wah tidak sadar, sampai makanan sudah ada di hadapan tidak terlihat).
Aku hanya bisa menyengir kuda, menutupi rasa bersalahku. Ini gara-gara dia, lagi-lagi dia. "Forget it" ucapku dalam hati.
Aku dan Elisya kembali masuk kekamar dan kali ini kami benar-benar langsung terlelap dan pergi ke alam mimpi. Semoga saja mimpi bertemu dia. Doa apa itu? Ralat, ganti doanya. Semoga saja ketemu lagi dengan dia. Aduh... kok jadi tambah ngarep sih, katanya forget it. Al... Al..
Pagi-pagi kami sudah diarea festival, ini sungguh pengalaman baru yang tidak bisa dilupakan. Ternyata banyak sekali yang berpartisipasi dalam festival ini. Dua jam kami mendekor stand berukuran tujuh kali lima, besar ya? itu ukuran stand keseluruhan untuk provinsi, sementara untuk barang-barang kerajinan Mama, kami mendekor seluas dua kali dua saja.
Sore ini pembukaan, semua sudah rapi dan siap untuk di promosikan. Semoga saja menghasilkan seperti harapan mama. Kak Rendy membelikan makanan untuk kami makan siang, kami makan di dalam stand karena tidak mungkin barang yang sudah dipajang kami tinggakan begitu saja, bisa-bisa habis tak bersisa dengan kata lain hilang dibawa orang.
Ponselku berbunyi, ternyata kak Rendra, kakakku yang menghubungi. Oh ya sekedar informasi kak Rendy dan kak Rendra itu anak kembar, kak Rendra yang lahir lebih dulu sepuluh menit dari kak Rendy. Jadi kak Rendra adalah kakakku yang tertua.
"Halo Kak, Assalamualaikum"
"......"
"Ok Kak"
Singkat padat dan berisi, kak Rendra kalau bicara seperti itu. Beda sama kak Rendy yang suka bercerita panjang kali lebar menjadi luas. Ok aku kasih tahu ya apa yang kak Rendra bicarakan padaku, dia memberitahuku kalau dia menyusul kami ke Belanda. Dasar aja dia iri sama aku dan kak Rendy, jadi dia menyusul dengan alasan mau membantu. Tapi tidak apa-apa, ini malah keuntungan buatku. Kok bisa? Bisa dong, soalnya ada dua pelindungku yang akan bayarin belanjaanku untuk oleh-oleh nanti. Itulah keuntungan yang aku dapatkan. Cakepkan.
Aku saudara perempuan mereka satu-satunya, tentu saja mereka selalu menuruti keinginanku. Selama ini seperti itu, tapi biar begitu aku tidak pernah menyusahkan mereka atau memiskinkan tabungan mereka untuk membelikan barang-barang yang aku inginkan. Begini-gini aku adik yang manis dan penurut buat mereka, karena itu mereka sangat menyayangiku. Karena terlalu sayangnya kemanapun diawasi oleh mereka, is ok. Aku malah merasa aman dan terlindungi.
"Kak Rendra mau nyusul ya Al?" pengagum berat Kak Rendra langsung berbinar mendengar kabar ini. Siapa lagi kalau bukan si Doel. Kok Rangga sih? jangan berpikiran yang aneh ya, Rangga cowok normal. Dia mengagumi kepiawaian kak Rendra bermain piano, yang selalu ditodongnya untuk jadi guru privat kalau kak Rendra lagi pulang ke Palembang.
Satu lagi informasi yang harus aku kasih tahu. Kak Rendra sekarang dia tinggal di Jakarta, kuliah di Universitas Indonesia jurusan kedokteran. Kerenkan kakakku yang satu ini. Kalau kak Rendy dia lebih suka ke dunia bisnis, jadi dia kuliah di Universitas Sriwijaya jurusan ekonomi bisnis.
Untuk hari ini cukup segini saja informasi yang aku kasih tahu, besok kita lanjut pertualangan kita di Belanda. Berharapnya besok akan lebih indah dari hari ini. Aamiin. Jangan lupa ikut mengaminkan doaku ya...
...Bila Aku Jatuh Cinta...
...💐💐💐🌹🌹💐💐💐...
Almaira
Dua hari berlalu. Alhamdulillah banyak pengujung yang suka dengan hasil kerajinan buatan mama Rahma. Ralat, kerajinan buatan karyawan mama. Ya, mamaku dibantu banyak karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Untuk membuat satu tenun ikat saja mama butuh bayak tenaga, dari yang memintal benang sampai yang menenunnya. Untuk kain songket juga sama, perlu banyak tenaga dan waktu untuk menghasilkan satu pasang kain dan selendang. Kain tradisional songket Palembang, kebanggaan orang Palembang. Karena prosesnya panjang dan lama, harganya tidak bisa murah, yaa sesuai hukum ekonomi saja. Ada rupa ada harga. Salah ya? hukum ekonomi itu bukanya ada permintaan maka ada penawaran. Betul nggak sih? Lupakan! Aku jurusan IPA jadi tidak begitu paham tentang hukum dagang.
Bay the Way, sekarang aku lagi ditinggal sama dua sohibku dan kak Rendy yang katanya beli jajanan. Al hasil tinggallah aku dan kak Rendra yang jaga barang-barang mamaku tersayang.
"Rendra"
Kak Rendra yang dipanggil kok aku yang deg degan ya? Aku memalingkan wajahku siapa yang memanggil Kak Rendra dan aku terkejut. Serius, aku terkejut. Doaku dimalam pertama tidur dinegara kincir angin ini terkabul. OMG
Bersorak sorailah jantungku melihatnya, pantas saja deg degan. Dia cowok yang diam-diam aku kagumi, dan ternyata dia sahabat kak Rendra. Bodohnya aku baru mengetahuinya.
Kak Rendra memperkenalkan aku padanya. "Eza" ucapnya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku.
Aku langsung menyambutnya dengan senang hati, baru saja aku mau menyebutkan namaku dia sudah kembali berucap.
"Kamu pasti Almaira, adik kesayangan Rendra" entah apa warna pipiku saat ini, yang jelas aku sangat bahagia karena dia sudah mengenalku lebih dulu selama ini, walau baru kali ini kami berkenalan secara resmi.
Aku mengagumi sosok Syahreza saat melihatnya untuk pertama kali di pesta pernikahan kakaknya. Waktu itu aku diajak papa dan mama hadir dipesta pernikahan putri pertama keluarga Harley. Aku terpesona dengan penampilannya, walau aku tahu dia mengandeng seorang wanita cantik yang seorang artis dan foto model. Sekedar mengagumi tidak lebih, apa lagi aku sudah terikat janji tiga sahabat untuk tidak memikirkan cinta sampai lulus sekolah dan diterima di universitas pavorit dinegara Indonesia tercinta.
"Ini barang-barang milik bu Rahma ya" suara seorang wanita menyapa kami.
Aku segera menarik tanganku yang masih setia dijabat oleh kak Eza. Malukan kalau kelihatan aku seneng banget dijabat sama dia, mau di letakkan dimana wajah ini. Memang wajah bisa dipindah? pertanyaan orang bodoh seperti aku yang lagi grogi. Lupakan hal konyol ini.
Ternyata suara indah itu milik bunda Aisyah, wanita hebat yang ada dikeluarga Harley. Dia kaya tapi penampilannya sederhana walau pakaian yang dikenakannya harganya selangit.
"Iya tante" Kak Rendra yang menjawab.
"Ini sicantik Almaira putrinya pak Dhani ya" duh senangnya dipuji cantik sama wanita cantik yang ada dihadapanku.
"Tante bisa aja, Tante Aisyah lebih cantik" pujiku tulus. Jujur aku sangat kagum dengan kecantikan bunda Aisyah. Dia itu.... wah deh pokoknya.
Ditengah perbincangan kami, siperusuh Elisya dan Rangga datang bersama kak Rendy dengan menenteng banyak jajanan khas Belanda.
"Ini kembaranya Rendra ya?" Bunda Aisyah menyapa Kak Rendy.
"Iya tante saya Rendy" Kak Rendy memperkenalkan dirinya.
Bunda menatap kedua sahabatku. Aku yang mengerti maksud bunda Aisyah langsung memperkenalkan mereka.
"Ini Elisya dan Rangga, Tante. Mereka berdua sahabat Alma. Kebetulan ikut bantu-bantu disini" ucapku.
Kedua sahabatku menunduk hormat pada bunda Aisyah yang dibalas senyuman olehnya. Duh bunda senyummu membuatmu semakin terpersona.
"Sudah jalan-jalan belum?" Bunda Aisyah bertanya pada kami.
Seperti ada yang mengkomando kami serentak menggelengkan kepala dan menjawab "Belum tante"
"Duh kasihan anak cantik bunda" Bunda Aisyah membelai rambutku. "Ayo ikut bunda, kita jalan-jalan" Bunda Aisyah menarik tanganku.
"Rendra sicantik sama temanya bunda ajak jalan-jalan ya, kasihan kalau disuruh jaga dagangan terus" ucap bunda pada kak Rendra.
Kak Rendra mengangguk memberi ijin "Silakan Bunda, kalau sama Bunda saya percaya. Kalau mereka hanya bertiga, takut hilang" jawab Kak Rendra. 'Ya ampun Kak Rendra, adikmu ini sudah besar'. Bunda Aisyah terkekeh mendengar jawaban kak Rendra.
Aku berjalan disamping bunda Aisyah yang tidak melepaskan lenganku dari cengkraman tangannya. coba tebak! Siapa yang berjalan disamping kiriku? jawabnya dia, dia pangeran tampan yang aku kagumi sayangnya sudah punya kekasih. Sementara kedua sahabatku mengikuti kami dibelakang.
Puas berkeliling, bunda mengajak kami duduk disebuah cafe untuk istirahat.
"Kalian mau pesan apa?" tanya bunda Aisyah.
Satu-satu kami memesan minuman yang kami inginkan. Kak Eza duduk disamping kananku sementara disisi kiriku ada Elisya dilanjut Rangga dan bunda Aisyah yang juga disamping Kak Eza. Kami duduk di meja bundar, jadi kami duduk mengikuti meja. Bisa dibayangkan bagaimana kami duduk. Ya kami duduk melingkar mengelilingi meja.
Elisya dan Rangga yang lebih banyak bicara, sementara aku seakan kehabisan kata-kata. Bukan apa-apa, aku benar-benar tidak bisa bersikap biasa-biasa saja terlebih lagi saat kak Eza tiba-tiba mengengam tanganku yang ada dibawah meja.
Deg. Jantungku berdetak kencang, senang tentu aku senang tapi aku segera sadar, aku tidak ingin terlihat murahan seenaknya saja dia menggengam tanganku. Aku menarik tangaku dan meletakkannya diatas meja. Kak Eza melihat kearahku, tapi aku pura-pura tidak tahu dan ikut menyimak pembicaraan bunda dan kedua sahabatku.
"Jadi kalian mau kuliah di Jakarta nih" tanya Bunda Aisyah.
"Iya tante" aku yang menjawab.
"Jadi karena itu kalian buat janji untuk tidak pacaran" tanya bunda lagi.
"Benar itu tan, kalau sampai ini cewek dua punya pacar Angga yang akan menyidangnya lebih dulu" jawab Rangga penuh semangat.
"Kamu melarang mereka dekat dengan cowok lain, tapi kamu puas pegang-pegang mereka" mau tahu siapa yang bicara. Itu kak Eza yang bicara. Nadanya sinis, kenapa dia?
"Kalau aku yang pegang nggak pake nafsu Kak, tapi untuk menjaga. Kalau cowok lain yang pegang udah jelas ada maksud lain" jawab Rangga. Skak mat kayaknya, karena kak Eza langsung diam. Walau sesaat.
"Aku merangkul Alma kayak gini juga nggak pake nafsu" Kak Eza tiba-tiba merangkulku.
"Karena aku melakukannya juga untuk menjaganya. Dia adik kesayangan sahabatku Rendra, sudah pasti jadi adik kesayanganku juga"
Puas sudah Kak Eza melambungkanku kelangit ke tujuh lalu menghempaskanku kedasar laut. Bagaimana tidak begitu, dia menyanjungku dengan sikapnya dan menjatuhkanku dengan ucapannya. Catat! Dia hanya menganggapku adik, sama seperti kak Rendra.
"Kak apa kamu tidak sadar membuatku kecewa" tapi aku hanya bisa meneriakinya didalam hati.
Kenapa juga dia tidak melepaskan rangkulannya pada ku, bahkan dia mengeratkannya sambil kembali menggengam tanganku. "Kak apa maksudnya semua ini?" aku ingin menanyakannya tapi entah mengapa mulutku seakan terkunci.
"Kalian ikut Bunda pulang ke Amsterdam ya" itu pertanyaan atau permintaan bun?
Oh iya, aku lupa. (tepuk jidat) Tong Tong ini diadakan di Den Haag ya. (Sekedar Informasi tambahan). Back to topic.
"Amsterdam tante?" Rangga yang bertanya.
"Iya. Kalau menunggu acara disini selesai, tidak ada waktu buat kalian jalan-jalan. Bunda mau ngajak kalian menginap di kediaman Harley. Mau ya?" Bunda Aisyah merayu. Rayuan maut ini namanya bun.
...Bila Aku Jatuh Cinta...
...💐💐💐🌹🌹💐💐💐...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!