Sore hari saat matahari hampir tenggelam, seorang kakek dan cucunya sedang duduk disebuah taman didepan sebuah rumah yang begitu besar dan mewah.
Mata sang kakek nanar menatap kosong kedepan, ketika menceritakan kepada cucu disampingnya sebuah kebenaran yang selama bertahun-tahun disimpannya rapat rapat, sang cucu hanya bisa diam dalam kebingungan, air matanya mulai menetes.
"Rea, bawa kembali kakakmu, hanya itu usaha terakhir untuk menyelamatkan nyawa ayahmu!"
"Kakek, apa kakak tau kalau dia masih punya keluarga selain ibunya?"
"Entahlah, mungkin ibunya sudah memberitahu kebenaran nya, tapi kakek tidak yakin"
"Apakah selama ini kakek dan ayah sama sekali tidak pernah mencari keberadaan kakak?"
"Tidak pernah, kakek hanya tau dia seumuranmu, dan ibunya bernama Maya, satu bulan semenjak kejadian itu Maya bak hilang ditelan bumi, nenekmu sakit karena ayahmu mendadak pergi meninggalkan rumah, saat ayahmu kembali kerumah seorang diri, penyakit nenekmu sudah sangat parah"
"Lalu apa ayah sama sekali tidak pernah membahas tentang tante Maya?"
Pria tua itu menggeleng
Flash back on
"Farhan, Papa sama sekali tidak akan merestui pernikahan kamu dengan Maya, meskipun kamu sudah menikah dengan dia, sampai matipun papa tidak akan merestuinya"
Lelaki paruh baya itu melempar sebuah vas bunga ke arah anak semata wayangnya hingga pecahannya berserak dilantai. suasana malam itu benar-benar mencekam.
Mata wanita disamping Farhan sudah basah, tangan nya gemetar.
"Papa, aku mencintai Maya, kami sudah menikah, tidak mungkin papa menyuruh kami berpisah, dan sekarang Maya sudah mengandung anakku, cucu papa"
"Omong kosong apa itu???"
Pria itu melempar lagi sebuah foto keluarga dimeja, berserak, retak seperti hubungan mereka.
Flash back off
Gadis itu memandangi wajah orang yang dicintainya melalui kaca ruang ICU, benar, ayah nya sedang terbaring sakit, pria itu membutuhkan transplantasi ginjal sesegera mungkin. Ayah yang tidak pernah sayang kepadanya, yang diapun tidak tahu alasan kenapa selama ini ayah nya tidak pernah sayang kepadanya.
HP Rea berbunyi, ada chat masuk dari orang yang dia harap bisa menjaga ayahnya saat ini, tapi malah entah kemana rimbanya.
"Re, apa rencana kakekmu sekarang?"
"Mama di mana? ayah masih belum sadar"
"Mama sedang ada pemotretan di Paris, jaga dirimu, jika om Andi datang menemuimu jangan menandatangani apapun tanpa persetujuan Mama, OK"
"Memang om Andi mau aku tanda tangan apa?"
"Sudah jangan banyak tanya, kamu belum ngerti masalah orang dewasa. Mama Cinta kamu (emoji Cinta)"
Meskipun tidak mendapat cinta dan kasih sayang dari ayahnya, setidaknya Rea mendapat cukup cinta dari kakek dan mamanya. Meskipun dia tau diluar sana mamanya yang seorang model dan artis ternama tidak pernah mempublikasikan bahwa dia sudah menjadi istri seorang pengusaha kaya raya dan mempunyai seorang anak, tapi tidak penting bagi Rea, baginya yang terpenting adalah kasih sayang dan cinta dibalik layar, tidak perlu dipertontonkan diatas panggung.
Gadis itu berjalan menyusuri lorong rumah sakit, sampai didepan lobi rumah sakit mobil dan sopir sudah menunggunya. Pak Rahmat sang sopir membuka pintu mobil untuk nona nya.
"Nona, tadi tuan besar pesan, saya harus mengantar nona ketempat Pak Andi"
"Untuk apa pak?"
"Tuan tidak memberi tahu saya nona," jawab pak Rahmat.
Akhirnya gadis itu pergi ke tempat yang sopirnya sebutkan tadi, dengan sebuah tanda tanya besar di kepalanya.
Mobil yang membawa Rea berhenti disebuah rumah yang cukup besar, tetapi tidak lebih besar dari rumah kakeknya yang dia tinggali.
Didepan pintu Rea disambut cowok yang tergila-gila pada nya sejak kecil.
"Leaaaaa..."
Wajah Rea cemberut, namun memasang muka imut menggemaskan, sampai cowok didepannya tersenyum sendiri melihat gadis dihadapannya.
"Arkan, kalau kamu ga manggil namaku dengan benar, aku ga bakal balas chat kamu selamanya"
Jawaban Rea cukup membuat cowok itu takut.
"Galak bener sih kayak singa"
"Arkan sudah jangan jahilin Rea kayak gitu"
Laras ibunda Arkan keluar dari dalam rumah langsung memeluk Rea.
"Bagaimana kabarmu?" sambil mengusap lembut punggung gadis itu.
"Baik tante"
Aneh memang, dia tidak pernah mendapat pelukan hangat dari orang yang disayanginya, tapi Laras yang hanya merupakan sahabat dari mamanya selalu memeluknya setiap mereka bertemu.
"Om udah nunggu kamu di ruang kerja nya, naiklah! biar Arkan anterin kamu, tante siapin makan siang ya, nanti kita makan bareng" ucap Laras sambil mengusap rambut Rea.
"Terima kasih tante," Jawab gadis itu
Arkan mengantar Rea keatas menuju ruang kerja papa nya. Saat menaiki anak tangga Dia ingin menanyakan jawaban atas pertanyaannya ke Rea kemarin, tapi urung dilakukan, melihat wajah Gadis itu yang meskipun masih bisa tersenyum tapi tetap terlihat banyak pikiran.
Arkan mengetuk pintu ruang kerja papa nya, terdengar sahutan dari dalam.
"Masuk!"
Arkan membukakan pintu untuk gadis disampingnya. Rea masuk kedalam, kemudian Andi menyuruh anaknya meninggalkan mereka dan menutup pintu.
"Mereka mau ngomongin apa sih, serius banget," gumam Arkan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Hi reader 💕
Terima kasih banyak ya udah mau mampir kesini mohon maaf jika tulisannya masih kurang rapi karena aku baru mulai nulis, tapi aku usahain buat edit setiap chapter yang udah aku tulis biar lebih enak dibaca.
Dan maaf juga kalau setiap bab nya cuma dikit karena aku bukan penulis profesional, kadang masih ngerasa susah untuk mengelaborasi cerita.
Jangan lupa tekan 💗 LOVE
Tinggalkan LIKE dan KOMEN dibawah 👇
VOTE jika kalian mau aja, aku bukan pemburu dollar disini tapi alangkah baiknya kita saling menghargai.
Yang paling penting buat aku adalah kalian mau mengikuti cerita ini.
Thanks a Ton
Diruang kerja Andi suasana hening, Rea masih berdiri didekat pintu, kemudian Andi mempersilahkan gadis itu untuk duduk di sofa.
"Apa Mamamu menghubungi?," tanya laki-laki itu.
"Tadi mama cuma kirim pesan, dia tidak menelpon," jawab Rea
"Apa yang mama mu bilang?" Andi tersenyum simpul seolah tau apa yang Lidia katakan ke anak perempuannya itu.
"Dia hanya menanyakan kabar ayah, memberi kabar kalau masih sibuk pemotretan di Paris"
"Om pikir mama mu menyuruhmu untuk tidak menemui om"
"Deg...... " Dada Rea tersentak
"Dari mana Om Andi bisa tau apa yang mama bilang ke aku tadi? apa alasan mama melarang aku untuk menemui om Andi, sepertinya mama lebih takut sama om Andi dari pada kakek dan ayah" pikir Rea
Laras sudah masuk ke dalam ruang kerja suaminya, meletakkan segelas jus untuk Rea dan secangkir teh untuk laki-laki yang sudah memberikannya dua orang anak itu.
"Terima kasih tante" Rea tersenyum kearah Laras kemudian melihat jus didepannya, ingin segera meraih gelas itu dan meminumnya, tapi dia sungkan.
Laras masih berdiri lalu membelai rambut Rea lembut dari belakang ,sambil melihat ke arah suaminya, perempuan itu menggelengkan kepala, Andi terlihat hanya mengganguk menggunakan kedua matanya.
" Rea, Om diminta mencari tau informasi tentang kakakmu oleh Pak Heru, kakekmu"
" Apa om sudah tau dimana kakak?"
" Dia sekarang ada dikota XX"
"Lalu kenapa om tidak langsung membawa nya kemari, kenapa kakek meminta aku harus mencari dan membujuknya? bukankah lebih mudah untuk om langsung menemuinya dan meminta dia untuk memberikan ginjalnya untuk ayah?"
Nafas Rea tersengal, dia meluncurkan kalimat sepanjang itu tanpa jeda, sepertinya beban dipikirannya sedikit berkurang.
Andi berdiri dari sofa menuju bagian depan meja kerjanya, membelakangi gadis itu, mengetuk-ngetuk meja dan bergumam dalam Hati.
"Kenapa kamu tidak berfikir, kalau kamu anak Farhan kenapa kamu tidak bisa mendonorkan ginjalmu untuk nya? oh...Bahkan aku hampir lupa, apakah kau itu anak Farhan atau bukan"
Andi tersadar mengingat gelengan kepala istrinya dibelakang Rea tadi. Kemudian berbalik menatap ke arah gadis itu.
"Rea, kakakmu sekarang bukan orang yang dengan mudah bisa kakekmu bawa kesini dan memaksa nya untuk mendonorkan ginjalnya"
"Kenapa seperti itu?," tanya Rea heran
Gadis itu bingung, kenapa hal seperti ini harus dia yang melakukan, padahal hal lain dapat dengan mudah diselesaikan laki-laki dihadapannya saat ini.
"Karena ibu kakakmu, sekarang sudah menikah dengan seorang jaksa yang luar biasa, tidak mudah untuk om bahkan kakekmu menyentuhnya"
Andi melanjutkan kalimatnya "Hanya kamu yang bisa melakukan ini Re,"
"Apa om sudah gila?"
Tanpa sengaja kalimat itu meluncur dari mulut Rea, membuat orang yang dari tadi menguping pembicaraan mereka dari luar terhenyak kaget
Flash back on
Laras menutup pintu setelah mengantar minuman ke ruang kerja suaminya tadi. Anak bujangnya masih berada didekat pintu penasaran menanyakan apa yg papa dan orang yg disukainya bicarakan didalam.
"Kamu ga latihan basket siang ini?"
"Ga mah, males," Jawab nya singkat
" Ya udah kamu sekarang bantuin mama sana jagain Aryan, bibi sibuk bantu mama masak soalnya," perintah Laras sambil berlalu meninggalkan anak bujangnya yang kepo berdiri didepan pintu sedari tadi.
"Aryan udah 7 tahun mah, masa main juga musti di jagain?"
Laras hanya melambaikan tangannya tanpa menengok kebelakang kemudian menggerakkan jari telunjuknya, membuat tanda untuk Arkan agar pergi dari posisinya sekarang. Tapi dasar Anak baru gede yang super kepo, ia tetap tidak bergeming.
"Dasar Rea, beraninya bilang papa gila, aku saja ga berani," gumam Arkan sampai teriakan dari mamanya membuat dia tersadar.
"Arkaaannnn... turun!"
Cowok itu baru beranjak dari depan pintu dan turun setelah diteriaki, melewati mamanya yang sedang sibuk menata meja makan, sambil berkata lirih
"Rea Sudah gila"
Arkan membuat tanda miring dengan Jari telunjuknya di keningnya.
"Dia ngatain papa gila," lanjutnya.
"Husss" hardik Laras ke anaknya yang sudah berlalu keluar pintu menemui adik yang diminta mamanya untuk dia jaga tadi.
Laras menghentikan sejenak aktifitas nya menata meja makan, memandang ke lantai atas kearah ruang kerja suaminya. Berharap suaminya tidak mengucapkan kalimat yang tidak perlu diucapkan ke gadis itu.
"Rea sudah sangat kesepian selama ini, jangan sampai Mas Andi menambahi beban kesedihan anak itu dengan mengatakan hal yang tidak perlu dia tau sekarang"
Masih didalam ruang kerja Andi,
"Om tidak gila Rea, tapi om berfikir ini jalan satu-satu nya, apa kamu ingin ayahmu mati tanpa kita berusaha sama sekali untuknya?"
"Om..." suara Rea meninggi, menandakan tidak suka dengan kalimat yang baru saja diucapkan Andi.
"Maka ini Jalan yang harus kita pilih , mencari donor ginjal tidak gampang Re, bahkan kamu saja tidak bisa, apa kamu lupa hasil pemeriksaanmu terakhir kali?"
Benar dia pernah kerumah sakit untuk menjalani serangkaian test, tapi entah untuk apa, dia pun tidak begitu paham, mungkin sekarang dia mengerti, test itu pasti untuk mencari tau apa dia bisa menjadi pendonor ginjal untuk ayahnya.
"Bahkan meskipun kamu mau, kamu tidak bisa Re," ucap Andi.
"Jadi aku harus menemui anak itu dan membujuknya untuk kesini dan mendonorkan ginjalnya? begitu maksud om? ini ga masuk akal banget, apa om pikir anak itu akan dengan sukarela mendonorkan ginjalnya untuk ayah? Bahkan mereka saja tidak bertemu lebih dari puluhan tahun," Rea mengeluarkan argumen yang ada di kepalanya untuk menjawab pertanyaan laki-laki itu.
"Rea, kakakmu juga belum tentu bisa, tapi ayolah kita berusaha, demi kesembuhan ayahmu, ini jalan satu-satu nya, kita gunakan perasaan dekati dia dan dapatkan hatinya , bagaimanpun juga dia anak kandung ayahmu, jujur apa kamu tidak senang akan bertemu kakakmu? mengetahui bahwa kamu punya keluarga lain yang mungkin bisa sayang Sama kamu? " lanjut Andi
Gadis itu terdiam, mendengar kata keluarga dan sayang membuat dia sejenak berpikir, mungkin lebih baik jika menemukan kakaknya, dia akan punya saudara, dan jika ayahnya berhasil sembuh itupun karena usahanya, gadis itu selama ini hanya berharap ayahnya bisa menyayanginya.
"Jadi aku harus gimana om?"
"Kamu harus pindah ke kota XX, om akan siapkan semuanya, dan kamu akan om masukkan ke SMA yang sama dengan kakakmu agar kamu bisa lebih cepat menemukannya"
"Menemukan untuk meminta ginjalnya" gumam Rea Dalam hati
"Tapi aku masih heran, kenapa mencari seorang anak saja om tidak bisa?, sepertinya segalanya om bisa lakuin" tanya Rea penasaran.
"Ayah tiri kakakmu adalah jaksa yang terkenal tegas menindak setiap tersangka kasus kriminal, dia tidak pernah mau disuap, bahkan kasus korupsi terheboh dinegara ini, sebagai jaksa dia berani menuntut koruptor itu dengan hukuman mati, untuk itu dia menyembunyikan identitas keluarganya demi keamanan mereka, jika ayah tirinya tau aku atau kakek mu mencari anak itu, apakah dia tidak akan melakukan apa-apa?, mungkin dia akan langsung mengirim anak itu untuk bersembunyi lebih jauh"
"Tapi dari mana om tau anak itu ada di kota XX?"
"Om dapat info dari sahabat om kalau kakakmu bersekolah di salah satu SMA negeri disana, tapi om juga tidak yakin kakakmu sudah berganti identitas atau belum"
Rea mencoba mencerna kalimat om Andi kemudian memberi keputusannya
"Baik, aku akan nurutin semua yang om bilang kalau itu emang demi kesembuhan ayah"
Rea beranjak dari tempatnya duduk, rasanya lelah membicarakan hal yang masih tidak masuk akal untuknya, dia mengambil segelas jus didepannya, berdiri kemudian mengganguk ke arah pria didepannya, berpamitan untuk keluar dari ruangan itu.
"Jus nya aku bawa turun ya om, tadi tante Laras ngajakin makan siang juga" Rea tersenyum memikirkan mungkin saja Laras memasak makanan kesukaannya.
Lelaki yang diajak bicara cuma mengganguk tersenyum, berpikir bahwa gadis didepannya cukup bisa menguasai Perasaannya.
"Jangan pake sambal banyak banyak bisa sakit perut kamu nanti," ucap Andi seperti sudah bisa menebak apa yang dimasak istrinya karena Rea datang.
Sampai didepan pintu gadis itu sudah memegang handle, tapi ia berbalik lagi menanyakan pertanyaan yang seharusnya dia tanyakan sedari awal tadi.
"Om.. Kakak aku, laki-laki atau perempuan? " tanya Rea ragu
"Laki - laki," Jawab Andi singkat
Rea agak kaget, orang yang harus dia temukan ternyata seorang cowok, padahal selama tau kenyataan punya seorang kakak, dipikirannya adalah seorang kakak perempuan yang bisa dia ajak curhat dan jalan-jalan ke mall.
"Om tau siapa namanya??" lanjut Rea
" Langit Biru"
"Ayahmu pernah bilang nama itu akan diberikan kepada anaknya, karena saat meninggalkan Maya, dia belum melahirkan, tetapi mereka sudah tahu dari hasil pemeriksaan kalau anak dalam kandungan Maya adalah laki-laki," kenang Andi.
Gadis itu berbalik membuka pintu, menenggak jus ditangannya, dan bergumam dalam hati
"Nama yang unik"
Tapi kemudian Rea berbalik lagi membuat om Andi heran dengan tingkah gadis didepannya.
"Apakah namaku juga pemberian ayah?" tanya Rea penasaran, belum sempat om Andi menjawab pertanyaan darinya dia sudah menjawab pertanyaan nya sendiri.
"Mustahil, tidak mungkin"
Setelah keluar dari pintu, Rea masih berdebat dengan pikiran nya sendiri.
"Tentu saja dulu ayah pasti sangat mencintai tante Maya, sampai memberikan nama yang bagus ke calon anaknya, jika tidak ditentang kakek pasti mereka sudah hidup bahagia sekarang, tapi jika itu terjadi aku yakin aku bahkan tidak akan lahir didunia ini"
Gadis itu meniup poni diatas keningnya menggunakan hembuskan napasnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!