Seorang gadis sedang membersihkan sebuah apartemen mewah. Dia adalah Karina Oktavia. Gadis cantik yang merantau dari Lombok ke ibu kota untuk mengadu nasib.
Karina tinggal di gang Kamboja. Lingkungan yang terkenal dengan prostitusi di segala penjuru. Namun Karina bukan salah satu dari mereka. Dia Bekerja menjadi karyawan hotel sebagai petugas kebersihan. Selain bekerja di hotel, Karina juga mengambil pekerjaan serabutan. Contohnya seperti membersihkan apartemen seperti saat ini.
Dengan sedikit kemampuan bela diri yang pernah ia pelajari di sekolah menengah pertama ia gunakan sebagai pertahanan diri untuk tinggal di lingkungan yang sering diberi label negatif oleh masyarakat.
“Hah...akhirnya selesai juga. Setelah ini aku bisa pulang dan tidur sepuasnya. ” Karina menghela napas lega. Peralatan kebersihan yang tadi ia pakai segera ia kembalikan ke tempatnya semula setelah memastikan semua pekerjaan nya selesai. Ia tidak boleh membiarkan pelanggannya kecewa dengan pekerjaannya.
“Nyonya Siska, saya sudah selesai membersihkan semuanya.” Ucap Karina pada seorang wanita yang duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselnya.
Wanita yang dipanggil nyonya Siska itu segera mengalihkan pandangannya dan mengedarkannya di seluruh ruangan. Ia mengangguk puas. Apartemennya sudah terlihat bersih kembali.
Siska adalah wanita karir. Jadi dia tidak memiliki waktu untuk membersihkan apartemen yang dia tinggali dengan suaminya beberapa bulan ini. Jadi ia terbiasa memanggil Karina untuk membersihkan apartemen miliknya ini setiap dua hari sekali sesuai jadwal sift Karina di hotel.
“Baiklah Karina. Kamu boleh pulang. Ini sudah malam.”
“Iya nyonya. Saya permisi.” Siska mengangguk. Karina segera keluar dari apartemen mewah itu.
Karina memijat tengkuknya yang terasa pegal sambil terus berjalan. Ketika hampir tiba di dekat lift, seseorang menabrak dirinya.
“Maaf.” Seorang laki-laki yang menabraknya jatuh di belakangnya. Karina yang kaget segera membalikkan tubuhnya.
“Tuan Bisma apa yang terjadi?” tanya Karina cemas melihat Bisma yang terlihat dalam keadaan yang tidak baik. Wajah kakak Nara itu terlihat sangat merah. Karina mengira jika pria itu sedang demam.
Bisma yang mendengar suara yang ia kenal segera menatap gadis yang ia tabrak.
“Karina tolong aku.” Tanpa menunggu jawaban, Bisma segera mendorong Karina masuk ke dalam salah satu apartemen setelah membuka kunci apartemen tersebut.
Karin tidak bisa melawan apa yang dilakukan Bisma padanya. Panik dan juga takut.
“Tuan Bisma apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!” teriak Karina saat Bisma mendorongnya jatuh di atas ranjang dan mengungkungnya.
**
Keesokan harinya, Karina yang baru saja terbangun dari tidurnya dengan tubuh yang terasa remuk. Perlahan ia menggeliatkan tubuhnya. Rasa nyeri segera menyengat dari pusat inti daerah pribadinya.
Bisma yang telah mengambil keperawanannya tidur dengan pulas di sampingnya. Dengkuran halus terdengar di tengah kesunyian yang ada. Seketika ia mengingat kejadian buruk yang menimpanya semalam.
Air mata Karina seketika mengalir. Karina menekuk lututnya dan menangis dia atasnya. Ia menangisi nasibnya. Menangisi hilangnya keperawanan dengan cara yang salah. Menangisi mahkota berharga yang selama ini ia juga dengan segenap jiwa raganya untuk suaminya kelak. Sekarang hancur begitu saja.
Bisma yang mendengar suara tangis Karina segera terbangun. Ia juga mengingat kejadian semalam yang telah mereka lalui.
Sebelumnya, Bisma sedang menghadiri acara perjamuan bisnis dengan rekan bisnisnya. Awalnya ia tidak merasa ada yang aneh. Namun setelah ia minum wine yang disiapkan oleh kliennya untuk merayakan kerjasama mereka, Bisma merasa ada yang aneh dengan dirinya.
Andi yang saat itu mendadak pulang terlebih dahulu membuka kesempatan untuk kliennya untuk menjebak Bisma.
Dengan sekuat tenaga Bisma berusaha keluar dari ruang perjamuan. Segera menghindar dari niat buruk kliennya itu.
Saat ia berusaha kabur dari pengejaran, Bisma segera menaiki taksi dan pulang ke apartemen pribadinya. Ia tidak mungkin pulang ke rumah dengan keadaan seperti itu. Saat ia sedang tertatih berjalan, ia tidak sengaja menabrak Karina. Dan tanpa sadar mendorong Karina ke dalam apartemen miliknya dan melakukan hal yang tidak pantas pada teman adiknya itu.
Saat ini ia sadar. Perasaan bersalah langsung menjalar di hatinya. Di pandangnya gadis yang sedang menangis di sampingnya. Yang ia yakini juga dalam keadaan telanjang sama seperti dirinya.
“Maafkan aku Karina.” Tidak ada jawaban. Hanya isak tangis yang terdengar. “Semalam aku tidak berniat melakukan nya. Seseorang memberiku obat.” Jelas Bisma.
“Dengarkan aku. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan menikahimu.” Lanjut Bisma serius sambil memandang lekat Karina. Ia juga tidak menyangka semua ini terjadi.
“Anda kira dengan anda menikah dengan saya semua akan selesai? Tidak!? Semua tidak akan pernah kembali seperti sedia kala. Bahkan jika anda menikahi saya. Lalu apa? Tidak ada apa-apa diantara kita. Dengan anda menikah dengan saya apa anda pikir pernikahan ini akan membuat saya bahagia?” Karina menatap nyalang Bisma. Semua berakhir untuknya. Bagus seorang gadis sepertinya, hilangnya mahkota seperti kehilangan nyawa.
“Aku tahu ini tidak akan membantu. Tapi semua terjadi karena aku. Jadi biarkan aku bertanggung jawab. Aku akan memberi semua yang kamu butuhkan.”
“Anda pikir aku wanita seperti apa? Aku tidak membutuhkan uang anda.” Teriak Karina keras. “Mulai sekarang jauhi saya. Jangan pernah menunjukkan wajah anda di depan saya.” Ujar Karina lirih. Perlahan ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Dengan tertatih Karina berjalan menuju kamar mandi sambil memunguti pakaian miliknya yang terserak di lantai.
Bisma menatap Karina dengan terapan yang tidak bisa dijelaskan. Semua yang terjadi bukan keinginannya. Semua terjadi begitu saja. Perasaan semalam yang ia rasakan benar-benar tidak bisa ia lawan. Dorongan hasrat yang ia rasakan tidak bisa ia tahan.
Apapun yang terjadi, semua sudah terjadi. Apa yang ia rusak tidak pada gadis itu, ia tidak bisa mengembalikannya barang sedikitpun. Jadi ia pikir dengan ia menikahinya, setidaknya ia akan mengurangi beban yang ditanggung gadis itu.
Bisma turun dari atas ranjang. Memakai pakaian yang ia ambil dari dalam lemari. Duduk di atas ranjang menunggu gadis yang ia rusak semalam. Bisma melihat darah yang ada di atas sepray. Ia terkejut tidak menyangka jika gadis ini memang benar-benar masih seorang gadis setelah tinggal begitu lama di daerah yang buruk.
Tak lama kemudian, Karina keluar dari dalam kamar mandi dengan memakai bathrobe sebagai atasannya. Pakaian yang semalam ia pakai sudah tidak dapat digunakan. Kemeja santai itu sudah tidak memiliki satu kancing pun. Bahkan pakaian dalamnya sudah tidak berbentuk. Hanya celana jins nya yang masih bisa dia gunakan.
“Bajuku tidak dapat dipakai lagi.” Ucap Karina canggung sambil memegangi bathrobe yang ia kenakan. Bisma kembali berdiri dan berjalan menuju lemari. Ia mengeluarkan sebuah kaos berwarna putih polos dan memberikan nya pada Karina.
“Tidak ada pakaian wanita di sini. Itu adalah kaosku. Mungkin kebesaran. Tapi lebih baik daripada memakai pakaian itu.” Ucap Bisma sambil menyerahkan kaosnya. Tanpa menjawab Karina meraihnya dan berbalik kembali ke kamar mandi. Bisma juga kembali duduk di atas ranjang yang kini berantakan.
“Duduklah sebentar Karina.” Ucap Bisma saat melihat Karina yang baru saja keluar dari kamar mandinya.
Wanita itu terlihat cantik dengan wajah yang polos tanpa riasan sedikit pun. Kaos milik Bisma yang jelas kebesaran membuat tulang selangka yang indah terekspos. Berhias bercak merah yang terlihat di sekitarnya. Apalagi gadis itu tidak memakai bra, membuat pucuk gunung kembarnya membentuk gambaran cetakan kecil di balik kaos.
Meskipun Bisma tidak sepenuhnya sadar semalam, ia mengingat bagaimana yang dia rasakan semalam. Setelah melihat tampilan Karina pagi ini, tidak bisa ia tidak teringat kembali bentuk indah lekuk tubuh Karina.
“Ehm. Duduklah. Kita perlu bicara.”
Bisma berdehem untuk menghilangkan pikiran kotornya.
Karina patuh dan duduk di sofa yang agak jauh dari Bisma. Gadis itu juga sudah berpikir jernih saat ini. Dan ia merasa dirinya dan Bisma perlu membicarakan semua yang telah terjadi.
“Sebelumnya aku benar-benar minta maaf untuk kejadian semalam.” Bisma menghela napas. “Aku benar-benar tidak sengaja.” Ia memandang Karina yang tidak bereaksi sedikit pun. “Seperti yang aku katakan tadi, aku ingin mempertanggung jawabkan perbuatanku padamu.” Ucap Bisma serius. Setelah ia berpikir ia hanya menemukan solusi ini untuk situasi yang mereka alami ini.
Karina mengambil napas dalam-dalam sambil menutup matanya. Ia sedang mengumpulkan kekuatan nya.
“Semua yang terjadi adalah nasib yang harus aku jalani. Aku sudah menerimanya. Meskipun sulit, aku akan menerimanya. Tapi untuk masalah menikah aku tidak setuju.” Karena menatap Bisma serius.
“Dengarkan aku Karina, aku ingin mempertanggung jawabkan perbuatanku. Aku akan memberikan kompensasi untukmu. Dengan menikahimu.”
“Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Aku ingin dalam hidup ini hanya akan menikah satu kali.”
“Aku bisa berjanji padamu Aku tidak akan menceraikan mu.”
“Tuan Bisma, menikah membutuhkan dua orang yang saling mencintai, sedangkan kita tidak memiliki itu. Jika sebuah pernikahan dilakukan tanpa cinta, tidak akan ada kebahagiaan. Semalam, anggap saja itu hanya sebuah kecelakaan. Jangan berpikir lagi untuk bertanggung jawab. Anggap saja tidak terjadi apa-apa di antara kita.” Karina bangun dan keluar dari apartemen tanpa mengatakan apapun.
*
*
*
Hai hai! Akoh kembali lagi dengan cerita baru. Karena banyaknya yang tanya-tanya siapa jodohnya Bisma, ini akoh buatin ceritanya.
Akoh buat di buku baru dengan judul baru biar sesuai dengan ceritanya 😚
See you...
Like, vote. Dan Favorit in novel terbaru akoh EA. Komen-komen juga bebas. Tapi jangan yang nyakitin hati yaa... Hati akoh selembut kapas dan sehalus sutra.🥰😂
Waktu berlalu tak terasa. Baik Bisma maupun Karina sudah mulai melupakan apa yang terjadi pada mereka malam itu.
Tetapi setelah kejadian itu, ia mulai menjauhi Nara sebagai imbasnya. Ia bahkan tidak menghadiri undangan Nara untuk acara tiga bulan kehamilan sahabatnya itu. Sebisa mungkin Karina ingin menghilangkan kesempatannya untuk bertemu dengan Bisma.
Karina juga selalu bersembunyi jika dia tidak sengaja bertemu dengan Bisma. Bisa dibilang, setelah kejadian itu, Bisma dan Karina tidak pernah bertemu.
Selama satu bulan ini, Karina juga melakukan aktivitas nya seperti sebelumnya. Bekerja di hotel dan apartemen Siska sesuai jadwal.
Malam ini, Karina baru selesai membersihkan apartemen Siska dan bersiap untuk pulang. Ia sangat lelah hari ini. Setelah bekerja seharian ia masih harus bekerja di apartemen untuk segera melunasi hutangnya pada sahabatnya.
Meskipun sahabatnya tidak pernah menagih hutangnya, namun Karina tidak ingin berhutang Budi terlalu banyak pada Fania. Gadis itu juga sama dengannya, butuh uang.
Entah ini ketidaksengajaan atau memang takdir sudah mengaturnya, lagi-lagi Karina tidak sengaja bertabrakan dengan Bisma. Namun kali ini Bisma dalam keadaan sadar. Pria ini segera menangkap tubuh Karina yang limbung akibat bertabrakan dengannya.
Kedua orang yang terjalin itu saling memandang. Sorot mata penuh kejutan terlihat dari mata keduanya.
“Kamu...” belum sampai Karina menyelesaikan kalimatnya, matanya tiba-tiba terasa berat dan pandangan matanya menjadi gelap. Gadis itu pingsan.
“Karina! Karina! Bangun Karina! Apa yang terjadi padamu?” Bisma yang panik menepuk pelan pipi Karina, tetapi gadis di pelukan nya masih belum juga sadar.
Akhirnya Bisma memutuskan untuk membawa Karina ke rumah sakit. Laki-laki itu menggendong Karina masuk ke dalam lift.
**
Bisma duduk diam sambil memperhatikan gadis yang tertidur semalaman di atas ranjang pasien di depannya. Pikirannya masih kacau setelah mendengar penjelasan dokter yang menangani Karina tadi malam. Bahkan Bisma tidak bisa tidur semalam memikirkan hal ini.
Mata gadis yang ia perhatikan akhirnya mulai bergetar. Tangan di balik selimut juga mulai bergerak. Dengan perlahan bergerak ke atas. Memegangi kepalanya dengan pelipis yang mengernyit.
“Sssht.” Karina mendesis saat rasa pusing menyerang di kepalanya. Ia memijitnya pelan. Tenaganya terasa habis sekarang. Bahkan untuk membuka mata saja ia seperti sudah tidak memiliki tenaga.
Setelah beberapa lama, pusing di kepalanya berkurang. Ia membuka perlahan matanya dan menatap langit-langit putih di atasnya. Karina mengedarkan pandangannya. Ia terkejut saat melihat Bisma duduk di sampingnya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Tuan Bisma.” Karina hendak bangun namun segera dilarang oleh Bisma.
“Berbarihlah dulu. Tubuhmu masih lemas.” Ucap Bisma khawatir. Karina patuh dan kembali berbaring.
“Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku ada di sini?” Tanya Karina heran. Seingatnya semalam saat ia akan pulang setelah selesai membersihkan apartemen Siska. Dan ia tidak sengaja bertabrakan dengan Bisma. Setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi.
“Tadi kamu pingsan di apartemen. Kamu hamil.” Ucap Bisma lirih.
Mendengar ucapan Bisma, Karina tanpa sadar mengelus perutnya. “Apa kamu bilang? Aku hamil?” Karina memandang Bisma penuh tanya.
“Iya. Kamu hamil anakku.”
“Bagaimana ini mungkin?” air mata menetes dari mata Karina. Ia sudah menerima apa yang terjadi padanya. Tapi kenapa semua menjadi di luar kendalinya? Jika ia hamil anak Bisma, bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya?
“Tentu saja karena kita pernah melakukan itu.” Dengan kesal Bisma menatap Karina. Mereka pernah melakukan itu. Jadi untuk apa Karina merasa heran jika ia hamil anaknya?
“Maksudku kita hanya melakukannya sekali. Bagaimana bisa hamil begitu saja?”
“Jadi kamu mau kita melakukan berapa kali lagi untuk membuatmu hamil?” tanya Bisma geram.
“Bukan begitu maksudku. Dasar kamu mesum!” teriak Karina frustasi. Wajahnya memerah. Ia tidak bermaksud berbicara seperti itu. Tapi ia melihat wanita di lingkungannya melakukan itu selama ini sampai tidak terhitung lagi dan mereka tidak hamil. Kenapa dia melakukan itu hanya sekali dan langsung hamil?
“Kamu sudah hamil. Tidak ada cara lain lagi selain kita harus menikah.” Ucap Bisma serius.
“Tapi kita tidak saling mencintai.”
“Dengarkan aku Karina, kali ini kamu tidak boleh egois. Apa kamu mau anak ini lahir tanpa ayah?” Karina mengelus perut rata miliknya. Ia sampai melupakan jika saat ini di dalam rahimnya ada nyawa lain yang sedang tumbuh.
“Tapi...”
“Tidak ada kata tapi Karina. Sebelum perutmu itu semakin besar, kita harus menikah.”
“Aku tidak pantas menikah denganmu. Aku hanyalah seorang gadis miskin yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Kamu tidak perlu menikah denganku.”
“Jika aku melakukan itu, aku adalah laki-laki yang paling tidak bertanggung jawab. Aku dididik untuk selalu bertanggung jawab atas semua perbuatanku. Aku tahu ini berat untukmu. Aku juga. Tapi kita harus mencobanya.” Ucap Bisma serius. Ia memberanikan diri meraih tangan Karina dan menggenggamnya.
“Kita akan menikah demi anak ini. Yakinlah Aku akan memperlakukan mu dengan baik. Tapi jika kamu merasa tidak bahagia hidup bersamaku atau kamu menemukan laki-laki yang kamu cintai, aku akan melepaskanmu.”
“Baiklah. Tapi bagaimana dengan Tante Nadia dan om Nathan? Mereka akan menilaiku gadis yang tidak baik.”
“Aku mengenal mereka. Setahuku mereka tidak akan menilaimu seperti itu. Justru Mereka akan melimpahkan semua kesalahan ini padaku. Jadi kamu tenang saja.”
“Tapi..”
“Sudah aku bilang tidak ada kata tapi. Kamu sudah setuju. Setelah kondisimu pulih, aku akan membawamu menemui papa dan mama.” Ucap Bisma lembut. Karina mengangguk setuju.
Keduanya kembali diam. Bisma menarik dirinya dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Membiarkan Karina sendiri memikirkan apa yang ia ucapkan tadi.
Keheningan keduanya terpecahkan ketika pintu diketuk seseorang. Dokter Kania dan seorang perawat masuk ke dalam ruangan setelah dipanggil Bisma ketika melihat Karina sudah jauh lebih tenang. Karina butuh pemeriksaan yang lebih menyeluruh.
“Selamat pagi Karina.” Sapa dokter muda yang cantik itu.
“Selamat pagi dokter.” Karina ikut tersenyum saat melihat senyum hangat sang dokter.
“Apa yang kamu rasakan pagi ini? Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?” tanya dokter itu sambil memeriksa kondisi Karina.
“Tidak ada dok. Hanya saja tadi pusing saat bangun. Tapi sekarang sudah sedikit reda.” Jawab Karina.
“Ooh. Itu normal. Sekarang saya akan memeriksa bayi yang ada di dalam kandungan mu.” Dokter Kania mengangguk dan menyingkap baju Karina. Mengoleskan krim di atasnya dan menggerakkan alat khusus di permukaan perut Karina.
Bisma yang tanpa sengaja melihat kulit putih mulus perut Karina segera memalingkan wajahnya. Adegan satu bulan yang lalu kembali bermain di pikirannya. Perut itu adalah perut yang sama yang pernah ia nikmati Sebelumnya. Dan sekarang melihatnya lagi tiba-tiba saja ia ingin kembali menyentuh dan membelainya.
Lamunan Bisma buyar saat mendengar suara dokter Kania yang menjelaskan kondisi bayi mereka secara umum. Bisma mengalihkan pandangannya pada layar hitam putih yang menampilkan gambar bagian dalam rahim Karina.
Tanpa sadar jantungnya berdegup dengan kencang saat melihat sebuah titik kecil yang ada di tengah. Perasaan haru bercampur dengan rasa tidak percaya di dalam hatinya. Rasa bahagia juga muncul tanpa ia duga. Ia tidak menyangka jika ia akan menjadi seorang ayah dari bayi yang masih berbentuk bulat kecil di dalam layar itu.
“Bayinya tumbuh sehat. Usianya empat Minggu saat ini.” Dokter Kania menutup kembali baju pasien Karina.
“Terima kasih dokter.”
“Sama-sama. Kamu kelelahan sehingga pingsan malam tadi. Usahakan untuk mengurangi aktivitas selama awal kehamilan ini. Masa trisemester awal adalah masa yang rawan. Mohon dijaga baik-baik dan mohon diingat untuk mengurangi frekuensi berhubungan.”
Mendengar pesan dokter Kania, dua orang yang baru saja memutuskan untuk menikah itu memerah. Meskipun mereka tidak saling mencintai, tetapi mereka sudah melakukan hal yang lebih dari saling mencintai. Tanpa sadar keduanya saling memandang dan gurat kemerahan semakin terlihat jelas.
Dokter Kania yang mengira keduanya adalah pasangan suami istri yang sedang malu-malu hanya tersenyum di dalam hati. Ia ikut bahagia melihat pasangan suami istri yang romantis seperti itu.rekuensi berhubungan.”
Mendengar pesan dokter Kania, dua orang yang baru saja memutuskan untuk menikah itu memerah. Meskipun mereka tidak saling mencintai, tetapi mereka sudah melakukan hal yang lebih dari saling mencintai. Tanpa sadar keduanya saling memandang dan gurat kemerahan semakin terlihat jelas.
Dokter Kania yang mengira keduanya adalah pasangan suami istri yang sedang malu-malu hanya tersenyum di dalam hati. Ia ikut bahagia melihat pasangan suami istri yang romantis seperti itu.
*
*
*
Terima kasih sudah mampir 😘
Dukung karya akoh dengan cara:
Like 👍
Favorit ❤️
Vote 🤩
Dan juga melalui komentar yang membangun 🥰
Keesokan harinya, Karin sudah diperbolehkan untuk pulang. Bisma menjemput Karina untuk dibawanya bertemu dengan Nadia dan Nathan. Mereka memutuskan untuk segera mempercepat pernikahan demi anak mereka.
Sepanjang perjalanan, keduanya diam. Karina menautkan kedua tangannya di atas pahanya. Bisma sesekali melirik gadis yang sedang gelisah itu.
“Nanti kamu diam saja. Biarkan aku yang berbicara.” Ucap Bisma ketika mereka hampir sampai. Karina hanya bisa mengangguk sebagai respon.
Jujur saja, meskipun ia sudah memantapkan hati untuk pernikahan ini, tetapi jauh di dalam hatinya ia masih belum siap menerima status baru sebagai seorang istri. Terlebih lagi istri dari Bisma yang sama sekali tidak ia cintai.
Bisma membukakan pintu untuk Karina. Juga membantu Karina keluar dari dalam mobil. Bisma sangat berhati-hati untuk urusan Karina yang tengah hamil anaknya.
Nadia dan Nathan yang sedang duduk menonton televisi di ruang keluarga terkejut saat melihat kedatangan Bisma dan Karina. Terlebih melihat tangan keduanya saling tertaut. Pasangan yang sudah udzur itu saling menatap heran.
“Pa, ma ada yang perlu kami bicarakan.” Ucap Bisma serius. Ia mengajak Karina duduk.
“Kalian berpacaran? Kami tidak masalah. Ia kan pa?” Nadia menyimpulkan apa yang dilihat.
“Benar. Kami merestui kalian.” Nathan mengangguk setuju.
“Karina gadis yang baik. Kami sangat beruntung mendapatkan menantu sepertinya.” Mendengar pujian Nadia, Karina merasa bersalah dan semakin menundukkan kepalanya.
Nadia melihat reaksi Karina yang terlihat aneh. “Eh? Kenapa Karina terlihat sedih? Apa kamu memaksanya menerimamu?” Nadia menatap Bisma penuh tanya.
“Ma, pa. Kami bukan pacaran. Kami mau menikah. Karina hamil.”
Senyum Nadia dan Nathan luntur seketika. Mereka bahagia jika Karina dan Bisma menikah. Tetapi Karina hamil sekarang. Mereka bingung untuk menanggapi hal ini.
“Pa, ma maafkan Bisma. Bisma mengecewakan mama dan papa. Aku akan bertanggung jawab pada Karina. Aku ingin segera menikahinya.” Bisma berkata serius. Ia menggenggam kembali tangan Karina yang sempat ia lepas.
“Jika kalian berdua ingin menikah seharusnya bilang lebih awal. Bukannya membuat kesalahan yang begitu besar ini.” Nathan menatap kedua orang muda di depannya dengan kecewa. Jika keduanya saling mencintai dan ingin menikah ia tidak akan melarangnya, kenapa harus berbuat sampai sejauh ini?
“Karina beritahu kami apa yang terjadi sebenarnya.”
“Malam itu aku diberi obat oleh seseorang. Karena itulah aku tidak sadar melakukan itu pada Karina.” Bisma menatap Karina penuh penyesalan. “Jadi semua ini salahku. Kalian boleh membenciku. Tapi aku mohon izinkan kami menikah.” Ucap Bisma serius.
“Huft. Meskipun kami sangat kecewa pada kalian, kami tidak mungkin tidak membiarkan kalian menikah. Kesalahan ini juga bukan sepenuhnya merupakan kesalahan kalian. Yang lebih penting, semakin lama anak di perut Karina akan semakin besar. Jadi sebelum itu terjadi kalian harus sudah menikah.” Kata Nathan menatap Karina dan Bisma bergantian.
“Terima kasih pa. Ma. Tapi kami ingin pernikahan ini tidak perlu ada pesta yang meriah. Cukup dengan mengesahkan pernikahan kami saja.” Ucap Bisma seperti yang dia bicarakan dengan Karina Sebelumnya.
“Kenapa?” tanya Nadia dan Nathan bersamaan.
“Kami memiliki perjanjian. Jika suatu hari nanti kami tidak bahagia dengan pernikahan ini, kami akan bercerai.”
“Kalian ini benar-benar! Belum menikah saja sudah memikirkan untuk berpisah. Sudahlah terserah kalian. Aku lelah. Lakukan saja apa yang ingin kalian lakukan!” Nadia berdiri dan segera naik ke atas. Bisma dan Nathan memandang kepergian Nadia dengan sendu.
“Papa juga tidak bisa berkata apa. Lakukan seperti kata kalian. Tapi papa akan memberi nasihat pada kalian, sebuah pernikahan dilakukan untuk menyatukan dua orang yang berbeda. Bukan dua orang yang sama. Perbedaan dalam sebuah hubungan itu sudah biasa, jadi sebisa mungkin harus membiasakan diri untuk saling mengerti dan memahami. Apalagi kalian akan menjadi orang tua, demi anak kalian, kalian harus berusaha untuk bersatu.” Nathan pergi setelah menyelesaikan kalimatnya. Ia segera masuk ke dalam kamar. Ia yakin jika Nadia sudah menunggunya di dalam.
“Tante Nadia dan om Nathan kecewa pada kita.” Ucap Karina akhirnya.
“Jangan banyak berpikir. Ini hanya sementara. Lama kelamaan mereka akan memaafkan kita.” Ucap Bisma tenang. Karina menganggukkan kepalanya.
“Sebaiknya aku mengantarmu pulang. Kamu harus segera istirahat.” Karina mengangguk lagi. Ia juga masih merasa lemas.
Bisma membawa Karina pulang ke apartemennya. Tempat dimana semuanya bermula. Tapi daripada kembali tinggal di gang Kamboja, tinggal di apartemen Bisma jauh lebih baik.
“Kenapa kita kesini?” tanya Karina heran. Sepanjang jalan ia tertidur. Jadi dia tidak mengetahui jika Bisma membawanya ke apartemen pria itu.
“Mulai sekarang kamu tinggal di sini. Dengan keadaan mu saat ini kamu tidak mungkin lagi tinggal di tempat itu.” Bisma membuka pintu dan masuk. Mempersilahkan Karina duduk di ruang tamu.
“Karina, berhentilah bekerja.” Karina memandang Bisma ingin protes. Jika ia tidak bekerja dari mana ia mendapat uang untuk hidup dan juga membayar hutangnya?
“Kamu tenang saja. Aku yang akan memenuhi semua kebutuhan mu. Kartu ini pakailah untuk membeli segala keperluan mu. Di dalamnya ada cukup banyak uang. Aku akan mengisinya setiap bulan.” Bisma meletakkan kartu ATM di atas meja.
“Ini tidak perlu. Aku memiliki cukup uang di rekeningku.” Karina mendorong kartu yang baru saja di berikan Bisma.
“Uangmu simpan untuk kebutuhan mu. Selama kamu menjadi istriku aku yang akan menanggung semua kebutuhan mu. Jangan menolak.” Bisma kembali mendorong kartu itu mendekati Karina.
“Jangan salahkan aku jika aku menghabiskan uangmu.” Karina menyunggingkan senyum nya.
“Tidak masalah. Aku ingin tahu kemampuanmu menghabiskan uangku. Jangan bicara lagi. Aku akan menunjukkan ruangan di apartemen ini.” Bisma berdiri. Karina mengikutinya.
“Di apartemen ini hanya ada satu kamar. Aku tidur di mana?” tanya Karina setelah mereka selesai berkeliling apartemen. Apartemen ini cukup luas. Bahkan ada kolam renang pribadi, tetapi hanya ada satu kamar tidur. Ruangan-ruangan lain sudah digunakan untuk keperluan lain seperti ruang gym dan juga ruang kerja.
“Kamu bisa tidur di kamar. Setelah menikah nanti kita akan tinggal di sini. Aku bisa tidur di ruang kerja nantinya.” Jelas Bisma.
Bisma membuka pintu kamar. Mengajak Karina masuk. Karina mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kamar. Kamar luas dengan warna hitam dan putih yang dominan. Sebuah ranjang besar yang tidak asing lagi dengan itu. Hatinya sedikit berdenyut saat mengingat kejadian yang ia alami di atas ranjang di depannya.
Pandangan Karina tertuju pada dua buah tas yang sangat familiar untuknya. Dua buah tas itu adalah miliknya.
“Itu adalah barang-barang mu. Aku yang meminta seseorang untuk mengambil semua barangmu. Jika ada yang kurang, kamu bisa membelinya.”
“Terima kasih banyak.” Karina tersenyum dengan tulus. Senyum yang membuat wajah cantiknya semakin terlihat cantik. Bisma tanpa sadar mengelus rambut Karina seperti apa yang ia lakukan pada Nara dan Dini. Karena gerakan itu, dua orang yang ada di satu kamar itu terdiam. Mereka saling memandang dengan canggung.
“Maaf.” Bisma menarik tangannya.
“Tidak apa-apa.”
“Baiklah. Ini sudah larut, aku harus segera pulang. Aku sudah mengganti password apartemen ini dengan tanggal lahirmu. Besok aku akan datang lagi untuk memberitahu kapan tepatnya kita akan menikah.”
“Hem. Baiklah. Hati-hati di jalan.” Karina mengangguk. Kemudian mengantar Bisma keluar dari apartemen.
*
*
*
Terima kasih sudah mampir 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!