NovelToon NovelToon

My Assistant Husband

Perkenalan Pemain

Vony Senja Adhitama.

Seorang gadis dengan perawakan tinggi 166cm, kulit putih bersih, rambut berwarna hitam pekat, sarjana S1 disalah satu kampus ternama membuat Vony menjadi salah wanita tipikal yang sangat di idam-idamkan pria zaman sekarang apa lagi pengusaha sukses. Tapi siapa sangka putri satu-satunya keluarga Adhitama itu memiliki sifat yang sedikit resek membuat pria manapun yang mencoba mendekatinya selalu menjadi bahan kerjaannya.

Alan Wijaya Narendra.

Merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarga Narendra membuat Alan menjadi pewaris tunggal yang akan mewarisi semua perusahaan sang mama yang masih dipegang oleh sang ayah sampai sekarang. Di umurnya yang sudah sangat matang Alan seharusnya sudah mulai mengambil alih perusahaan utama yang di pegang oleh sang ayah seperti sahabatnya yang sudah menjabat menjadi CEO. Karena satu scandal membuat Alan harus pergi dari rumah dan memilih tinggal sendirian di apartemen miliknya. Berkerja menjadi asisten dari sang sahabat membutuhkan Alan mulai terbiasa tinggal jauh dari sang mama.

Anggara & Livia.

Ayah dan Mama Vony.

Erlad & Salma.

Ayah dam Mama Alan.

Aleta.

Sabahat Vony dan istri dari seorang Kenzou.

Kenzou.

Pengusaha muda sukses di negeri ini dan merupakan sahabat sekaligus atasan tempat Alan bekerja.

***

Di sini author perkenalkan dulu tokoh-tokoh yang akan terikat sampai akhir episode dan untuk toko tambahannya akan muncul sesuai giliran mereka masing-masing.

Sekian Terimakasih.

DELLINA♥️.

Pria Sombong

Melangkahkan kakinya dengan cepat seorang gadis menuju ruang CEO dengan perasaan senang terbiasa tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ia langsung masuk begitu saja menghampiri pria paruh baya dengan kaca mata putih yang melekat diwajahnya.

"Ayah!" panggil Vony dengan gembira.

Anggara menghela nafas sabar saat sang putri selalu melakukan kebiasaannya masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu beruntung ruangannya sepi tak ada klien seperti biasa. "Ada apa?" tanya Anggaran tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

"Vony bawa kabar baik buat ayah" melangkah mendekat Vony berdiri disamping kursi kebesaran Anggara.

"Apa?"

"Vony baru saja dapat proyek baru" ucapnya kegirangan.

"Proyek besar?" tanya Anggara memastikan walau dirinya yakin proyek yang di dapatkan putrinya bukanlah proyek besar.

Seketika senyuman Vony sedikit luntur tapi mengingat proyek yang ia dapatkan tak terlalu kecil patutlah untuk di banggakan. "Ti-tidak, tapi Vony berhasil mendapatkan proyek tersebut dengan mudah, jadi gimana Vony sudah bisa jadi CEO bukan?" tanya nya penuh harap.

Mendengar pembahasan yang mulai mengarah pada jabatan Anggaran melepas kaca matanya menatap Vony yang tengah tersenyum dengan sangat lebar. "Ayah sudah bilang bukan kalo kamu mau jadi CEO kamu harus bisa mendapatkan proyek dari perusahaan besar!"

Senyuman diwajahnya benar-benar sirna sekarang berganti dengan dengusan kesal dari mulutnya. "Kalo aku tidak bisa juga dapat proyek itu bagaimana?"

"Mau tidak mau kamu tidak akan menjadi CEO, dan suami mu nanti yang akan menganti posisi ayah"

"Kalo dia juga tidak bisa mendapatkan proyek dari perusahaan-perusahaan besar seperti harapan ayah bagaimana?" ujar Vony tak ingin kalah begitu saja.

"Ayah tidak terlalu bodoh untuk mencarikan mu pria yang pintar dalam berbisnis" ucap Anggara kembali mengerjakan laporan di mejanya.

"Yah jangan gitu dong-" perkataannya terputus saat ponselnya berdering. "Siapa sih!" merogoh tasnya dengan kesal Vony membaca nama panggilan masuk.

Ibu Negara

Tak ingin mendapatkan omelan karena terlalu lama mengangkat Vony langsung menggeser tombol berwana hijau.

...Call On...

|"Halo ma"

^^^"Sayang mama tadi sudah kirim daftar belanjaan bulanan, jadi sebelum pulang mampir dulu ke mall"|^^^

|"Memang mama kemana?"

^^^"Cari calon mantu"|^^^

...Call off...

Mematikan sambungan telefon secara sepihak Vony sudah sangat malas saat mamanya membicarakan calon mantu dan tiba-tiba saja perasannya mulai tak enak. Menepis segala kemungkinan gaib dari pikirannya Vony menatap Anggara yang masih fokus pada pekerjaannya.

"Mama tadi telfon suruh Vony belanja, jadi Vony belanja dulu sebelum belahan hati papah marah-marah" meraih tangan Anggra Vony mendaratkan ciuman ringan pada punggung tangan pria paruh baya tersebut.

"Hmm" jawaban singkat, padat, dan jelas yang sudah mengandung airti diperbolehkan.

Memutar bola matanya malas Vony melangkah keluar dari ruangan Anggara berjalan keluar dari dalam perusahaan dengan perasaan sedikit kesal, mengendarai mobilnya memecah kemacetan di siang hari Vony menuju mal terdekat.

"Kenapa sih Ayah gak ngasih aja posisi CEO itu kaya Aleta, dulu tanpa ada syarat dirinya langsung di suruh ambil alih perusahaan ayahnya tapi begonya tuh anak malah buka restoran sendiri lagi, dan sekarang gue yang harus susah-susah cari proyek sana sini mana kerja sama perusahaan besar itu kan gak mudah" omel Vony sepanjang perjalanan.

Memarkirkan mobilnya di parkiran khusus mobil Vony mengayunkan kakinya masuk ke dalam mall. Mendorong troli yang baru saja ia ambil mulai menyusuri lorong demi lorong memasukan beberapa barang belanjaan ke dalamnya dan sesekali Vony mengecek sekali lagi daftar pesanan sang mama di layar ponsel.

Raw...

Sebuah bunyi notifikasi khusus yang Vony berikan untuk sang mama dengan bunyi dinosaurus.

...Chat Messenger (Ibu Negara)...

|"Sayang jangan lupa beli buah sama Vitamin, tadi mama lupa tulis."

^^^"Iyah ma..."|^^^

|"Satu lagi."

^^^"Apa?"|^^^

|"Calon mantu mama jangan lupa di bawa sekalian."

^^^"Tukang parkir mau?"|^^^

|"Boleh asal tampan"

Membaca pesan terakhir yang dikirimkan sang mama Vony menghela nafas panjang, sudah puluhan kali sang mama berbicara soal calon mantu, calon mantu dan calon mantu. Bahkan Livia puluhan kali juga mencoba mengenalkannya dengan berbagai pria dari kalangan atas dari dokter, arsitektur, CEO muda, bahkan sangking inginnya sang mama memiliki calon mantu fotonya sampai di unggah ke media sosial dengan caption Dicari calon mantu buat anak gadis saya!.

Ingin rasanya Vony lenyap saja di dunia ini dari pada harus segitunya ia dipandang oleh sang mama sebagai orang yang tak laku-laku. Mengerakan tangannya di layar ponsel Vony membalas pesan sang mama dengan pesan singkat seperti yang diajarkan sang ayah.

...Chat Messenger (Ibu Negara)...

^^^"Hmm"|^^^

Melanjutkan langkahnya menuju deretan buah yang nampak sangat segar-segar, Vony memasukan beberapa jenis buah kedalam troli tanpa sengaja matanya menangkap satu kotak Stroberi yang tersisa dengan perasaan senang saat mendapati buah kesukaannya.

Hendak meraih kotak tersebut bersamaan dengan seseorang yang juga ingin mengambilnya.

Mengikuti arah tangan kekar yang memegang tangannya Vony menatap wajah seorang pria dengan kaca mata hitam yang terpasang di wajahnya membuat pria itu terlihat tampan.

"Maaf ini saya dulu yang lihat" meraih kotak Stroberi dari tangan Vony dan berniat pergi.

Melihat pria itu akan melangkah pergi Vony menahan pundaknya. "Enak aja!, ini saya dulu yang ambil!" ucap Vony merampas kembali kotak Stroberi dari tangannya.

"Anda bisa memilih buah yang lain, dan biarkan buah itu untuk saya!"

"Kenapa tidak anda saja yang mengambil buah lain?, kenapa harus saya?"

Bukannya menjawab pria tersebut melirik jam di pergelangan tangannya.

"Sok sibuk!" cibir Vony.

"Saya tidak punya banyak waktu, berikan buah itu kepada saya sekarang juga" pintanya sedikit memaksa.

Merasa pria ini mulai memaksakan kehendaknya sendiri, Vony maju satu langkah melayangkan tatapan menantang pada pria di hadapannya tanpa rasa takut sedikitpun.

"Memang anda siapa?, anak pak Jokowi sehingga saya harus memberikan buah ini untuk anda?"

Melihat keberanian wanita di hadapannya pria tersebut melepaskan kaca mata hitam miliknya. Vony yang melihat pria itu semakin tampan saat tidak ada penghalang di wajahnya membuat matanya enggan berkedip walau sedetik saja.

Melipat kaca matanya dan memasukan kedalam saku, Alan menatap wajah Vony yang malah membulatkan matanya dengan sangat lebar. "Nona tidak lucu bukan kalo kita berdebat disini hanya karena satu kotak Stroberi?, maka dari itu biar saya memberikan anda uang dan anda bisa memberikan buah itu untuk saja" merogoh kantong jasnya Alan mengeluarkan sejumlah uang menyodorkannya pada Vony.

Melihat itu dahi Vony menimbulkan garis halus. "Apa maksud anda?"

"Saya mau buah itu karena saya tidak memiliki banyak waktu lagi, seseorang sudah menunggu kedatangan saya"

Vony terdiam melihat uang dan wajah pria dihadapannya secara bergantian. Melihat gadis itu hanya diam saja Alan bisa menebak jika uang yang ia sodorkan pasti kurang. "Apa segini kurang buat anda?" tanya Alan yang sudah menambahkan nominal uang ditangannya.

Masih tak ada jawaban dari Vony Alan menggeleng kepalanya saat gadis itu ternyata matre juga, pikirnya. "Ok, kalo kurang saya masih bisa menambahkan lagi"

Menyodorkan uang yang sudah ditambahkan menjadi tiga kali lipat dari nominal awal kini uang itu berada tepat didepan wajah Vony. "Apa segini cukup?"

Melihat kesombongan pria itu tangan Vony yang sudah terkepal sejak tadi semakin terkepal dengan sangat kuat karena merasa direndahkan dengan ucapan itu. Mengarahkan tangannya Vony menepis tangan Alan yang memegang sejumlah uang ke atas membuat uang berwarna merah tersebut bertebaran di udara. Orang-orang yang tadinya berjalan kesana kemari menghentikan langkah saat melihat adegan hujan uang tersebut. Sedangkan Alan tertegun dengan perbuatan Vony yang sangat berani melakukan hal tersebut dihadapan umum, awalnya Alan berfikir gadis itu akan mengambil uang yang ia berikan tapi semuanya berada diluar pikirannya.

Vony mengangkat kotak Stroberi ditangannya tepat di depan wajah Alan. "Anda ingin buah ini bukan?"tangan dan langsung menaruh secara kasar pada dada bidang pria itu. "Ambil!, tapi jangan pernah anda melakukan hal rendahan seperti itu kepada siapapun termasuk saya!, karena di dunia ini tidak semuanya bisa dibeli pakai uang!"

Setelah mengatakan hal tersebut Vony mendorong trolinya menuju kasir meninggalkan Alan yang masih berdiri di tempat. "Hitung semua belanjaan saya!" perintah Vony pada karyawan yang ada di kasir dan berniat pergi.

"Nona tunggu dulu" cegah karyawan tersebut.

Vony yang sedang dalam mode kesal mengentikan langkahnya. "Apa!" tanya nya galak.

"Anda belum membayar barang belanjaan anda" ucap karyawan bersamaan dengan Alan yang sudah berdiri di barisan belakang membuat Vony mengumpat dalam hati.

Mengambil kartu debitnya dari dalam tas Vony menaruhnya- kasar dengan menatap Alan yang menunjukan ekspresi biasa-biasa saja. "Ini kartu debit saya,pinnya 123****. Setelah selesai antar ke mobil saya secepatnya!"

Melihat gadis itu berjalan menjauh Alan tak habis pikir bisa-bisanya ada wanita seperti itu di dunia ini. "Dasar wanita aneh"

Memastikan semua barang belanjaannya sudah masuk kedalam bagasi Vony melajukan mobilnya meninggalkan parkiran dengan perasaan yang semakin kesal menuju rumahnya.

Memarkirkan mobilnya di halaman rumah Vony mengayunkan kakinya masuk kedalam rumah membiarkan satpam dan art yang membawa barang belanjaannya masuk. Baru saja kalinya menginjak anak tangga suara merdu sang mama memanggilnya dari arah belakang.

"Kamu susah pulang?" Tanya Livia berjalan ke arah sofa di ikuti Vony dari belakang.

"Iyah" jawabannya malas.

Merasa sikap Vony yang berbeda sebelum berangkat kerja tadi Livia melayangkan pertanyaan. "Anak mama kenapa? ada masalah?"

Vony menggeleng malas, menyandarkan punggungnya ke badan sofa ia menatap lurus kedepan. "Gak ma, cuma lagi banyak kerjaan aja di kantor" bohong Vony yang tak mungkin mengatakan bahwa dirinya tengah kesal dengan sifat sang Ayah dan pria yang sangat menyebalkan tadi.

"Mama besok ikut ke pernikahan Aleta?" tanya Vony menatap sang mama yang tengah menatap layar televisi.

"Ikut, siapa tau habis dari situ gantian kamu yang nikah"

Vony memutar bola matanya malas mendengar Livia yang mulai membicarakan soal pernikahan, yang selalu ia hindari selama ini.

"Nanti malam kamu ada acara?" tanya Livia menatap Vony yang meraih cemilan dari atas meja.

"Enggak" jawab Vony singkat tanpa menaruh curiga.

"Nanti malam kamu pergi ya sama anak teman mama"

Uhuk...uhuk...uhuk...

Meraih gelas minuman milik Livia, Vony meneguknya sampai tandas tak tersisa. Sedangkan Livia malah menatapnya dengan tatapan penuh harap.

"Ma..."

"Sekalian kan kamu juga belum cari kado buat Aleta besok, sekalian mama nitip" potong Livia saat putrinya mulai mengeluh.

"Kenapa gak suruh papah saja?" tanya Vony kesal.

"Papa kamu sibuk dan papa juga sudah izinin kamu pergi sama anak teman mama" ucap Livia bangga.

Sejak kapan sang papah memberikannya izin pergi dengan pria pilihan mama?, yang ada sang papah selalu membiarkan apa yang ingin dilakukan Livia kepadanya pergi dengan pria-pria itu, terutama kencan buta yang selalu di rencanakan sang mama secara sepihak.

"Dan kamu harus tau sayang kalo dia itu merupakan CEO di perusahaan Ayahnya, udah ganteng,baik, CEO lagi, paket lengkap dalam satu orang" ucap Livia kegirangan.

Mendengar pujian yang dilayangkan sang mama untuk pria yang belum ia temui saja dirinya susah bergidik ngeri sendiri. Entah kenapa mau setampan apapun dan sebaik apapun pria yang dipilihkan sang mama untuknya sampai sekarang ia tak tertarik sedikitpun dengan salah satu diantara mereka.

"Kamu mau kan pergi sama dia?, sekalian makan malam"

"Kalo mama aja yang gantiin Vony gimana?, tiba-tiba badan Vony capek banget" ucap Vony mengusap tengkuknya sendiri.

"Jangan kebanyakan drama!, intinya nanti malam kamu harus pergi sama dia titik!"

"Disini yang sebenarnya belum nikah itu aku atau mama sih?, kenapa mama selalu ngebet banget bawaannya kalo bahas calon mantu"

"Tapi ma-" ucapan Vony terjeda saat Livia sudah mengeluarkan tatapan mautnya andalannya yang mau tidak mau harus ia turuti.

"Iyah, nanti malam Vony pergi!" memilih mengiyakan ucapan sang mama dirinya memilih mengalah dari pada harus berdebat satu minggu tujuh malam dengan Livia yang akan jadi pemenangnya.

"Nah gitu dong baru namanya anak mama" menepuk pelan pipi sang putri Livia tersenyum senang.

"Vony ke kamar dulu mau istirahat" bangkit dari duduknya Vony berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

Merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan kasar Vony menghentak-hentakkan kakinya kesal. "Kapan sih mama berhenti jadi mak comblang, lama-lama aku suruh papah buka biro jodoh juga kalo kaya gini"

"Apa gak segitu lakunya gue di mata mama?" menghela nafas panjang Vony memejamkan matanya sebentar.

"Tuhan turun kan lah jodohku secepatnya, kasihanilah hamba mu ini" ucap Vony frustasi.

***

Jangan lupa Like, Komen, Vote dan Beri Hadiah 🤗♥️

Kencan Buta

"Sayang" panggil Livia untuk kesekian kalinya saat Vony itu tak kunjung keluar dari dalam kamar padahal anak temannya sudah menunggu sejak tadi.

"Iyah ma, sebentar" teriak Vony dari dalam.

"Cepat keluar atau mama akan marah besar sama kamu!" marah Livia saat putrinya itu selalu seperti ini saat pria-pria pilihannya menjemputnya untuk berkencan.

Vony yang sudah siap sejak tadi memilih mengunci diri dari dalam kamar dengan mulut yang komat-kamit tak jelas. Rasanya sangat malas sekali harus bertemu dengan pria yang selalu gonta-ganti seperti ini, apa kata tetangga tetangga tentang dirinya?.

Menarik nafas panjang untuk menetralkan sifat kesalnya Vony meraih tas selempang berwarna hitam, berjalan kearah pintu kamar yang ia yakin sang mama pasti tengah menunggunya di depan kamar.

Tepat seperti dugaannya Vony melihat sang mama yang tengah berdiri di depan pintu dengan kedua tangan yang disilangkan didepan dada.

Menunjukan senyuman tanpa dosa khas dirinya kepada sang Livia, Vony berjalan keluar kamar mensejajarkan tubuhnya dengan wanita yang telah melahirkannya itu.

"Maaf ma tadi perut Vony tiba-tiba mules, dan sepertinya ini juga masih mules" Akting Vony memegang perutnya dengan menunjukan ekspresi kesakitan.

"Apa tidak ada alasan lain selain itu?" tanya Livia melayangkan tatapan tajam kepada sang putri saat alasan itu terus yang digunakannya.

Merasa Livia sudah tau akan aktingnya Vony kembali ke sifat semula. "Mama tau sendiri setiap Vony mau berkencan buta perut Vony mendadak mulas, apa mungkin itu tanda-tanda alam yang tidak menyetujui kencan buta ini?" ucapnya asal.

Livia yang semakin dibuat kesal oleh tingkah putrinya itu mendaratkan jewerana maut pada telinganya. "Ngeles terus kaya bajai, pantas saja kamu tidak cepat dapat jodoh seperti sahabatmu itu kalo kamu saja tidak mau mencoba berkenalan dengan laki-laki"

"Au,au, ma telinga Vony mau lepas" kata Vony kesakitan.

"Biar saja biar lepas sekalian nih telinga!" ucap Livia yang masih menjewer telinga Vony.

"Au, mama gak mau kan Vony nangis cuma karena jeweran mama dan Vony harus berdandan ulang lagi" mendengar itu Livia melepaskan jeweran nya. Mengusap telinganya yang terasa panas membuat gadis itu mengeluh manja.

"Sudah jangan banyak alasan lagi sekarang ayo turun!" menarik tangan Vony keduanya berjalan menuruni anak tangga menghampiri seseorang pria yang tengah duduk di sofa yang tengah melirik jam di pergelangan tangannya.

"Maaf nak Farhan menunggu lama" Ucap Livia tak enak hati telah membuat tamunya itu menunggu terlalu lama.

"Tidak apa-apa tante, biasa saja lagian saya rela menunggu lebih lama untuk anak gadis tante ini" ucap Farhan dari sebrang sofa yang tidak bisa memalingkan pandangan matanya dari Vony yang terlihat cantik walau baju yang ia gunakan biasa saja.

"Tunggu aja sampai tahun baru cacing!"

Merasa tak nyaman dengan tatapan pria tersebut pada dirinya Vony membuang pandangannya ke arah lain.

Melihat Vony yang membuang pandangannya Farhan memilih berpamitan. "Kalo begitu sebaiknya kita jalan sekarang saja takut pulangnya terlalu malam"

"Oh Iyah, lebih baik kalian berangkat sekarang saja" menyenggol bahu Vony yang duduk di sampingnya meminta agar putrinya itu segera berdiri.

Vony mengeleng pelan menatap Livia memelas, Vony sudah lebih dulu merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu bagaimana jika nanti harus bersamanya?. Melihat putrinya mengeleng Livia mencubit paha Vony membuat gadis itu mengaduh kesakitan.

Dengan perasaan malas Vony bangkit dari duduknya memilih berjalan lebih dahulu meninggalkan Farhan yang masih harus berpamitan kepada sang mama.

"Maklum anaknya lagi kumat" ujar Livia tersenyum kaku.

"Tidak apa-apa tante, kalo begitu saya pergi dulu" meraih punggung tangan Livia Farhan menciumnya singkat dan langsung berjalan tergesa-gesa keluar dari dalam rumah menyusul Vony yang keluar lebih dahulu.

Baru saja tangannya ingin meraih pintu mobil Farhan lebih dahulu membukakan pintu untuk dirinya. "Silahkan" ucap Farhan mempersilahkan Vony masuk.

"Terimakasih" balas Vony malas langsung masuk kedalam mobil.

Disepanjang perjalanan hanya Farhan yang terus bertanya ini dan itu tentang dirinya, bahkan pria itu dengan tidak tau malunya menanyakan ukuran baju yang ia gunakan sekarang.

"Apa benar dia seorang CEO?" ragu Vony saat pria disampingnya terus berbicara tanpa jeda dan anehnya bukannya berhenti saat ia tak menjawab pertanyaannya, pria itu melayangkan pertanyaan lain yang membuat kepalanya pusing. "Tapi kenapa sifatnya sama persis dengan penjualan baju ditanah abang"

"Apa kamu suka warna pink?" tanya Farhan menara Vony yang membuang pandangannya luar jendela.

"Tidak" jawabnya singkat.

"Kenapa?"

Melihat mobil Farhan sudah terparkir di parkiran Mal Vony memutuskan ucapan tidak berguna itu. "Sudah sampai sebaiknya kita segera turun dan mencari kadonya"

"Agar aku bisa segera pulang dan tidak lagi mendengar ocehan tidak jelas mu itu!" Keluar terlebih dahulu dari dalam mobil Vony meninggalkan Farhan.

Farhan yang ditinggal untuk kedua kalinya oleh gadis itu segara menyusul Vony yang sudah masuk kedalam Mal. Menyesuaikan langkahnya dengan Vony keduanya berjalan beriringan bak seorang kekasih dan itu membuat Vony ingin rasanya menendang pantat pria itu agar hilang dari hadapannya.

"Kamu mau beli kado apa?" tanya Farhan saat keduanya sampai di lantai dua yang menyediakan banyak pilihan dari baju, aksesoris sampai make up.

"Tidak tau" jawab Vony singkat mengedarkan pandangannya mencari hadiah apa yang pas untuk sahabatnya besok.

Masuk ke toko satu dan toko satunya Vony berusaha membuat Farhan merasa bosan , karena yang pernah ia praktekkan sebelumnya laki-laki akan cepat merasa bosan dan akan langsung marah-marah jika di ajak terus berjalan, tapi sepertinya hal itu tidak berlaku pada Farhan karena pria itu yang masih nampak bersemangat meski ia sudah keluar masuk lima toko.

"Tidak salah lagi Farhan bukan laki-laki!"

Merasa tak ada gunanya mengajak pria tersebut terus berjalan akhirnya Vony masuk ke toko perhiasan berniat membelikan sahabatnya sebuah kalung dan agar dirinya segera lepas dai Farhan yang selalu mengekori kemana saja ia pergi.

Setelah membayar miliknya Vony melihat Farhan yang juga membeli dua kotak perhiasan. "Kamu beli perhiasan?"

"Iyah, karena aku juga di undang ke pesta pernikahan tuan Kenzou"

Vony yang hampir melupakan Farhan juga seorang CEO yang pastinya diundang ke acara pesta sahabatnya besok mengiyakan ucapan pria tersebut dan melangkah keluar dari dalam toko perhiasan. Mengajak Vony untuk makan malam terlebih dahulu sebelum ia mengantarnya pulang membuat Vony memiliki ide licik yang terlintas di otak pintarnya.

Menyetujui ajakan Farhan membuat pria itu tersenyum senang, mengajaknya ke food court di lantai tiga Farhan memilih restoran yang terkenal akan kemahalan nya.

***

Jangan lupa Like, Komen, Vote, dan Beri Hadiah 🤗♥️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!