PROLOG
Ayu memejamkan matanya sesekali mendesis saat merasakan hawa panas pada tubuhnya. Sungguh sial baginya sebab hari itu Mita tidak berkerja karena suatu hal.
"Ada apa Ay?" Tanya Farel tersenyum, menatap wajah Ayu yang terlihat memerah.
"Tidak ada apa-apa Mas." Jawabnya sesekali mengusap tengkuknya. Bibirnya di rapatkan untuk menahan desisan.
"Kamu pulang bersama siapa Ay?"
"Saya akan menghubungi Suami saya." Setelah membereskan gelas. Ayu bergegas berjalan menuju belakang untuk mengambil tasnya.
Karena tubuh yang tidak terkontrol, membuatnya beberapa kali menabrak pegawai lain yang juga berniat untuk pulang.
Aku harus menghubungi Mas Dika. Kenapa aku ingin melakukan itu!! Apa yang terjadi padaku?
Bruuuuuuukkkkk!!!!
Tubuh Ayu terkulai di lantai ketika tidak sengaja dia menabrak Sam. Segera saja Sam duduk berjongkok untuk menolong Ayu sambil mengulurkan tangannya.
"Maaf." Ucap Sam tertahan. Warna merah pada wajah Ayu sangat di kenali mengingat perburuan cinta yang sudah sejak lama terjadi.
Obat perangsang..
"Tidak apa Mas. Saya yang salah." Cepat-cepat Ayu berdiri lalu masuk ke ruangan karyawan untuk mengambil tas.
Dengan sengaja Sam mengikuti dan berdiri di ambang pintu ruang karyawan.
"Ayo cepat angkat Mas." Eluh Ayu mengusap-usap seluruh tubuhnya dengan tangan kirinya.
📞📞📞
"Ya ada apa?
"Mas tolong jemput aku. Sssssssssssssssttttt.. Panas sekali.
"Tidak bisa. Bukankah aku sudah bilang ada rapat malam ini.
"Tolong Mas. Rasanya panas sekali. Mungkin karena aku terlalu lama tidak kau sentuh.
Kewarasan Ayu terbabat habis akibat obat perangsang yang mulai menjalar. Dia yang tidak tahu menahu soal itu, mengira jika apa yang di rasakan karena Dika sudah lama tidak menyentuhnya.
"Kau bilang apa.
"Jemput aku. Beri aku sebuah sentuhan malam ini, tolong!
"Kau sedang bicara apa sih? Apa kau sekarang benar-benar gila! Aku sibuk! Besok kita bicara di rumah!
Tut... Tut... Tut...
📞📞📞
"Ah Tuhan!!!" Eluh Ayu mencengkram erat ponselnya seraya mengigit bibir bawahnya.
Sam yang masih mengintai, cepat-cepat bersembunyi ketika mendengar derap langkah kaki seseorang.
Siapa yang memberi Ayu obat seperti itu..
Farel keluar dari lorong dan langsung masuk ke dalam ruangan karyawan untuk menemui Ayu. Dia mengira jika Cafe sudah benar-benar sepi sehingga Farel mulai melancarkan rencana bejatnya.
"Kau sedang tidak sehat. Biar ku antarkan pulang." Tawar Farel melirik ke bagian dada Ayu. Dia sangat menyukai bentuk tubuh Ayu yang padat berisi.
"Tidak Mas terimakasih." Sebisa mungkin Ayu menolak keinginan untuk menuntaskan hasrat yang membara. Dia berjalan tertatih melewati Farel yang kembali menghadang langkahnya.
Jangan di cegah! Aku sudah tidak tahan! Aku kenapa!!
Ayu berdiri terpaku. Tangannya terus saja mengusap seluruh tubuhnya. Dia berusaha menghilangkan hawa panas yang tidak kunjung meredah.
"Aku tahu kamu kesepian Ayu. Biar ku bantu menuntaskannya."
Tentu saja kewarasan Ayu terkoyak ketika dengan sengaja Farel membuka sedikit kemeja dan memperlihatkan apa yang ada di dalam.
Apa aku semurah ini? Tapi aku ingin itu...
Perlahan tangan Ayu terangkat dan hendak menyentuh dada bidang Farel. Tapi sebuah tangan menghantam tubuh Farel hingga terpelanting membentur loker pegawai.
Braaaakkkkk!!!!
"Keji sekali kau Farel!!!" Teriak Sam geram." Kau yang sudah membuatnya seperti ini!!" Ayu hilang kesadaran ketika punggungnya tersentuh dada bidang Samuel.
Telinganya mendadak tuli seakan naffsunya sudah benar-benar mengelabuhi otak dan tubuhnya.
"Panas sekali. Ini benar-benar tidak nyaman. Tolong aku." Ucap Ayu di sela deru nafas yang memburu.
Kedua tangannya menggalung erat pada pundak Sam dengan bibir setengah terbuka. Dia mulai mengecup dan mencumbui leher di hadapannya tanpa perduli dengan pemiliknya.
🌹🌹🌹🌹🌹
Ingin tahu kelanjutannya?
Dukung cerita ini😁🙏
Adegan di atas akan hadir di salah satu bab..
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
🗡️AWAL KERETAKAN RUMAH TANGGA 🗡️
Baru saja Ayu akan menempel bokongnya di sofa, suara ketukan pintu membuatnya mengurungkan niat.
Ayu bergegas berdiri untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya dirinya saat mendapati Bu Erna, mertuanya berdiri di balik pintu tersebut.
"Bu Erna. Ada apa ya?"
"Sini dulu Ay." Pergelangan tangan Ayu di tarik lalu di giring menuju salah satu kursi kayu yang ada di depan.
"Sebenarnya ada apa Bu." Bergegas saja Bu Erna duduk seraya memandangi Ayu dari atas sampai bawah.
Padahal sudah pernah ku peringatkan..
"Begini Ayu. Ini masalah lama." Ujarnya tertahan seakan merasa tidak enak ketika akan berbicara.
"Masalah lama?" Ayu semakin di liputi kegelisahan dengan fikiran yang langsung tertuju pada Dika, Suaminya.
"Ibu lihat kamu kok tidak berubah sama sekali." Ayu terdiam sesaat, menunduk seraya memandangi tubuhnya yang memang semakin berisi akhir-akhir ini." Sudah kamu minum obatnya?" Imbuh Bu Erna bertanya.
"Saya takut minum obat seperti itu Bu. Apalagi harganya murah."
"Walah, daripada Suami kamu kabur dengan wanita lain." Sontak Ayu melebarkan matanya.
"I ibu bicara apa." Ayu tersenyum aneh. Dia menyadari perubahan sikap Dika yang semakin dingin padanya.
Padahal jika di lihat. Tubuh Ayu tidak seberapa gemuk bahkan bisa di bilang masih cukup enak untuk di lihat.
Namun berbeda dengan Dika yang menyukai wanita kurus bak artis wanita Korea. Bagi Dika, Ayu sudah tidak nyaman untuk di lihat bahkan dia mulai merasa bosan ketika menyadari tubuh Ayu yang semakin lebar.
"Ibu bukan sekedar bicara Ayu. Ibu itu tahu bagaimana selera Suami mu."
"Iya Bu. Tapi obat itu terlalu berbahaya. Saya sudah pernah meminumnya. Reaksinya sangat tidak nyaman Bu."
"Itu terserah kamu. Ibu cuma mau kasih saran agar rumah tangga kalian baik-baik saja." Seakan mendapatkan firasat. Hati Ayu mendadak tidak baik dan langsung di liputi kekhawatiran." Ibu tadi bertemu Dika dengan teman kerjanya. Ibu sih tidak yakin kalau mereka punya hubungan tapi tebakan Ibu seperti itu." Sontak Ayu memasang wajah panik.
"Mas Dika?"
"Ya Dika Suamimu."
"Di mana Ibu bertemu dengannya."
"Waktu Ibu ke pasar tadi."
"Terus Ibu tegur?"
"Ibu biarkan saja." Ayu terdiam sesaat. Dia masih berfikir positif tentang apa yang Bu Erna ceritakan.
"Kenapa tidak di tegur? Bisa saja itu bukan Mas Dika."
"Ibu itu merawat Dika dari kecil. Mana mungkin Ibu salah lihat." Ayu memalingkan wajahnya dengan hati yang bergemuruh. Tentu saja dia merasakan sakit luar biasa pada hatinya jika memang pengkhianatan Dika benar.
"Kalau Ibu yakin itu Mas Dika, kenapa di biarkan saja." Wajah Bu Erna berubah masam. Dia merasa tersinggung dengan jawaban Ayu yang seakan tengah menyalahkannya.
"Kalau sudah kejadian seperti ini, kamu menyalahkan Ibu. Padahal Ibu sudah memberikan peringatan."
"Sa saya tidak sedang menyalahkan. Bukankah itu perbuatan yang salah?"
"Ibu ke sini hanya sekedar memberitahu. Salah tidaknya itu urusan kalian berdua. Ibu tidak mau ikut campur terlalu dalam." Ayu mencegah kepergian Bu Erna dengan genggaman tangan.
"Ibu Mamanya Mas Dika. Saya mohon Ibu bantu saya mengingatkan Mas Dika jika memang apa yang Ibu lihat itu benar." Bu Erna tersenyum kecut. Dia menyingkirkan tangan Ayu dari pergelangannya.
Sejak awal pernikahan, sekalipun Bu Erna tidak pernah ikut campur dengan masalah rumah tangga anak-anaknya. Tapi terkadang sikap itu terlihat keterlaluan. Bu Erna kerapkali membiarkan anaknya berbuat semaunya dengan pasangannya masing-masing.
"Ibu sudah baik ya Ay! Ibu capek-capek ke sini hanya untuk memperingatkan mu. Untuk urusan selanjutnya, jangan libatkan Ibu dong!" Jawab Bu Erna kasar.
"Ibu kan sebagai orang tua..."
"Pokoknya Ibu tidak mau terlibat!!!" Sahut Bu Erna ketus. Bibirnya mengerucut dengan wajah garang menunjuk ke wajah Ayu." Kamu urus sendiri! Ibu mau pulang!" Bu Erna melangkah pergi meninggalkan pekarangan, meninggalkan Ayu dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Apa benar." Ayu masuk ke dalam rumah untuk mengambil ponsel. Bergegas saja dia menghubungi nomer kontak Dika.
📞📞📞
"Halo Mas.
"Ada apa?
"Kamu di mana?
"Tentu saja di kantor.
"Aku mau bicara sesuatu?
"Apa tidak bisa di rumah saja.
"Ini penting.
"Apa sih?
"Kamu berangkat kerja bersama siapa?
"Pertanyaan itu kau sebut penting!
"Tinggal menjawab saja.
📞📞📞
Panggilan langsung terputus begitu saja. Beberapa kali Ayu mencoba menghubungi Dika lagi namun nomernya sudah tidak aktif.
"Apa susahnya menjawab." Eluh Ayu bergumam. Menatap pantulan cermin yang memperlihatkan sosok dirinya.
Ponsel di tangannya di genggam erat. Ayu perlahan mendekat ke arah cermin seraya menatap lekat tubuhnya yang memang sudah jauh berubah.
"Aku yakin kamu hanya berteman saja Mas. Tidak mungkin kamu meninggalkan ku hanya karena hal ini."
Terbesit rasa ragu, sebab umur pernikahan keduanya sudah menginjak lima tahun. Seharusnya mereka sudah saling memahami walaupun keturunan belum Tuhan berikan.
Namun saat Ayu mengingat perubahan sikap Dika akhir-akhir ini. Membuatnya cukup percaya jika mungkin Dika memiliki wanita idaman lain di luar sana.
🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️
Dukung cerita ini dengan cara like vote dan share sebanyak-banyaknya..
Dika merasa kesal saat kepulangannya langsung di sambut dengan rentetan pertanyaan. Apalagi Ayu secara lancang mengambil ponsel miliknya.
"Sejak kapan?" Menunjukkan layar ponsel.
Ayu lupa kapan terakhir kali dia memeriksa ponsel milik Dika. Keduanya berjanji untuk saling percaya sehingga tidak pernah terlintas niat pada benak Ayu tentang sebuah kecurigaan.
"Berapa password nya." Tanya Ayu semakin di liputi kecemburuan.
"Kembalikan. Kau akan sakit hati melihat isi di dalamnya." Jawab Dika dengan santai seakan wanita di hadapannya tidaklah berarti." Yang terpenting aku pulang ke rumah dan menemui mu. Tidak perlu terlalu ikut campur." Dika menyambar ponsel dari tangan Ayu.
"Apa itu berarti kamu menduakan ku Mas?"
"Tidak. Bukan menduakan. Istriku hanya kamu tapi.." Dika tersenyum tipis memperhatikan bentuk tubuh Ayu dari atas sampai bawah.
"Tapi apa?"
"Aku hanya merasa bosan padamu." Ayu mendorong kasar dada Dika hingga membuat tubuhnya bergeser ke belakang. Jawaban yang di dengar cukup memberikan bahwa Suaminya memang sedang bermain di belakangnya.
"Kamu pergi bersama wanita lain? Apa itu benar?" Tanya Ayu berteriak.
"Aku hanya sekedar bermain-main. Buktinya aku pulang ke rumah kan."
Hati Ayu seakan terhantam ketika dia mendengar serta melihat wajah Dika yang biasa saja. Seharusnya wajah itu berubah panik atau setidaknya menyesal. Namun kenyataannya, Dika menjawab itu seakan dia tidak melakukan kesalahan.
"Itu wajar menurut mu Mas?" Tanya Ayu dengan mata berkaca-kaca.
"Sangat wajar." Kaki Dika melangkah dengan sorot mata tajam ke arah Ayu. Matanya kembali menjelajahi tubuh Ayu seakan tengah mengejeknya." Tubuh mu sudah tidak sesuai dengan keinginanku. Bukankah aku sudah memintamu untuk mengurangi porsi makan mu?" Ayu menghela nafas panjang. Dia sudah melakukan perintah sesuai keinginan Suaminya. Tapi bentuk tubuhnya tidak bisa seramping dulu.
"Aku sudah melakukannya!"
"Omong kosong!" Dika menyentuh dahi Ayu dengan ujung telunjuknya." Kau seperti seonggok lemak yang berjalan! Aku bosan saat kau memakai daster ini." Menyentuh sebentar baju daster yang di gunakan Ayu.
"Aku akan merubah penampilan kalau kamu memang menginginkan itu. Tapi aku mohon jangan berhubungan dengan wanita manapun."
"Percuma saja jika bentuk tubuhmu masih sama!" Hati Ayu seakan tersayat, mendengar hinaan yang di dengar dari mulut Dika.
"Lalu apa yang harus ku lakukan? Aku sudah melakukan apa yang kamu mau. Aku bahkan makan satu hari dalam sehari. Tapi kamu lihat. Bentuk tubuhku masih tetap sama." Dika membuang nafas kasar. Perkataan dari Ayu semakin membuatnya tidak berselera. Dia menebak jika selamanya tubuh Ayu akan seperti sekarang dan tidak bisa kembali seperti dulu.
"Maksudmu ini permanen?" Ayu menggelengkan kepalanya pelan. Menatap Dika dengan mimik wajah tidak percaya.
"Lihat Mas." Ayu mengangkat dasternya dan memperlihatkan tubuhnya yang terlihat masih cukup bagus.
"Apa yang perlu ku lihat."
"Aku merasa ini masih normal."
"Normal?" Dika terkekeh dan kembali menatap tubuh Ayu." Aku jijik melihatmu! Kalau kau ingin aku bersikap seperti dulu, turunkan berat badanmu!!" Imbuh Dika setengah berteriak. Kakinya melangkah masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikan Ayu yang mulai terisak.
"Jijik? Astaga." Eluh Ayu mengusap kasar sudut matanya. Malam ini dia baru mengetahui alasan dari perubahan sikap Dika beberapa bulan terakhir.
Suaminya sudah tidak lagi menyentuhnya. Keduanya tidur satu ranjang dengan posisi saling membelakangi. Ketika Ayu berusaha menyentuh tubuh Dika, hanya penolakan yang di dapatkan.
Ayu berjalan masuk ke dalam kamar dan mendapati Dika yang tengah berbaring seraya bermain ponsel. Langsung saja Ayu mengambil ponsel tersebut dan tercengang saat dia membaca chat mesra serta foto-foto bagian inntim tubuh seorang wanita bernama Tania.
"Apa sih!" Dika mengambil lagi ponselnya.
"Siapa wanita itu!! Apa pantas dia berkirim foto sesuatu yang seharusnya di tutupi!!" Teriak Ayu geram. Hatinya seakan tercabik apalagi setelah melihat ekspresi Dika yang menanggapi kemarahannya tanpa rasa bersalah.
"Hanya sekedar foto. Aku belum pernah menyentuhnya." Ayu tersenyum getir. Kepalanya terasa meledak dengan hati teriris.
"Untuk apa dia berkirim foto itu Mas."
"Melihat sebelum membeli. Miliknya bahkan lebih bagus daripada milikmu." Lutut Ayu terasa lemas. Dia terduduk lemah di kursi rias miliknya." Namanya Tania, dia sekertaris baruku." Dengan santainya Dika membalas chat dari Tania padahal kini Ayu tengah menatapnya penuh air mata.
"Aku Istrimu Mas."
"Aku sadar kalau kamu itu Istri ku. Apa salahnya? Jabatan ku sekarang sudah bagus. Aku berjanji akan bermain-main saja. Kamu tetap satu-satunya Istriku sampai saat aku menemukan seseorang yang perfect."
"Hah apa?"
"Ya. Kalau aku menemukan orang yang tepat, kita bercerai." Ayu menguatkan diri untuk berjalan menghampiri.
"Kamu sadar sudah berbicara apa Mas! Kenapa tidak dari dulu saja sebelum pernikahan ini terjadi! Kamu fikir pernikahan ini main-main?" Dika tersenyum tipis tanpa menoleh dan tetap fokus pada ponselnya. Ayu yang merasa muak, langsung mengambil ponsel tersebut lalu melemparkannya ke sembarangan arah.
Praaaankk....
Dika berdiri cepat. Tangan kanannya terangkat dan secara refleks dia menampar pipi kanan Ayu keras.
Plaaaaaakkkkkk!!
Tubuh Ayu terhempas ke samping membentur meja rias. Dika menghela nafas panjang seraya menatap ke arah tangannya. Seakan tidak sadar, ada sesal terbesit meski dia tidak ingin mengakui kesalahannya.
"Itu ponsel mahal bodoh!!!" Teriaknya berjalan menghampiri ponsel yang sudah hancur.
Dia menamparku hanya karena ponsel. Tega sekali kamu Mas..
"Kau tahu berapa harga ponsel ini!!" Mengangkat puing-puing ponsel ke arah Ayu yang tubuhnya masih bergetar karena tamparan Dika dan ucapan kasarnya.
"Kamu lebih menyayangi ponsel itu daripada aku."
"Tentu saja!!" Sahut Dika cepat.
Ayu menyandarkan tubuhnya seraya tertunduk. Air matanya mengalir begitu saja hingga mengotori lantai kamar. Sekuat apapun doa berusaha untuk tidak menangis. Tapi perbuatan Dika malam ini terlalu menyakiti hatinya.
"Itu hanya ponsel yang bisa di beli." Dika menghampiri Ayu dengan wajah garang.
"Memangnya kau bisa membeli ini!!!" Meletakkan serpihan ponsel secara kasar di atas meja rias." Kau bahkan hidup dengan uang gaji ku!" Ayu mengusap kasar sudut pipinya untuk membersihkan sisa air mata. Dia mencoba menegakkan pandangannya ke arah Dika yang tengah menelannya dengan tatapan mata.
"Itu kewajiban mu Mas." Ucap Ayu menahan isakan.
"Dan kewajiban adalah mengganti ponsel ini!" Menunjuk kasar ke arah ponsel.
Ayu beranjak dari tempatnya sekarang, lalu membuka lemari yang terletak di sudut ruangan. Dia berniat mengambil uang simpanannya namun tangan kekar Dika mencegah.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Mengganti rugi dengan uang tabungan ku." Dika terkekeh sebentar kemudian kembali menatap Ayu tajam.
"Uang tabungan mu? Kau yakin." Dika menyambar kotak yang di bawa oleh Ayu. Dia membukanya dan tersenyum ketika melihat isi di dalamnya.
"Kembalikan Mas. Itu uang yang ku kumpulkan dari sisa uang belanja."
"Siapa yang memberikan uang belanja!" Ayu menelan salivanya kasar. Dia sadar akan posisinya yang kesulitan sejak kedua orang tuanya meninggal." Ini uangku. Ganti ponsel itu dengan uangmu sendiri." Dengan tega Dika mengucapkannya. Mata hatinya sudah tertutupi hanya karena bentuk fisik yang tidak sesuai. Kalau dia berkerja. Otomatis dia akan sibuk. Itu berarti, dia tidak akan mengurusi urusanku.
"Kamu tahu aku tidak berkerja Mas. Bagaimana mungkin aku bisa menggantinya."
"Cari pekerjaan! Harga ponselnya 35 juta tapi kau perlu membayar 25 juta saja! Aku baik kan?" Dika tersenyum tipis kemudian pergi keluar kamar dengan kotak uang milik Ayu di tangannya.
"Baik?" Ayu menutup pintu lemari pelan. Tubuhnya di sandarkan dengan sorot mata ke arah pintu kamar." Bukankah seharusnya dia meminta maaf atas perbuatannya. Tapi kenapa aku yang malah di hukum?" Eluhnya berusaha menerima keputusan gila Suaminya.
🌹🌹🌹
Setelah membersihkan diri, Sam terlihat keluar dari kontrakan kecil. Dia menyewa tempat tersebut karena letaknya yang berdekatan dengan Cafe.
Selain sebagai barista, Sam juga di tugaskan untuk menjaga keamanan Cafe setelah tutup.
Bukan tanpa alasan Sam terpilih memikul tanggung jawab tersebut. Beberapa kali Sam berhasil menangani kerusuhan di dalam Cafe ketika ada seseorang yang berpura-pura tidak puas dengan pelayanan di sana.
Walaupun Sam masih terbilang pegawai baru. Tapi kinerja bagusnya membuat pemiliknya mempercayakan keamanan Cafe padanya.
Malam itu seperti biasa. Sam berjalan santai menyusuri trotoar jalan untuk mencari makan malam.
Penampilannya begitu sederhana namun masih mampu membius mata kaum hawa yang melihat. Bagaimana tidak, sebab paras Sam sangat tampan meskipun gaya rambutnya terlihat acak-acakan.
"Saya pesan seperti biasa Bu." Pinta Sam seraya duduk di salah satu kursi. Sambil menunggu pesanan, dia memperhatikan sekitar dan menddesah ketika menyadari sebuah mobil mewah terparkir.
"Loh tidak jadi." Tanya pemilik rumah makan ketika melihat Sam berdiri.
"Sebentar Bu." Sam melangkah keluar, menemui seorang lelaki yang berdiri di samping mobil." Bukankah sudah ku katakan untuk menunggu di kontrakan." Ujar Sam berbisik.
"Maaf Tuan. Ada beberapa pertemuan yang masih saya hadiri malam ini." Jawabnya seraya menyodorkan map. Secepat kilat Sam menyambar map tersebut lalu membubuhkan tanda tangan.
"Kau sudah ku berikan kuasa. Seharusnya kau tidak perlu sering mendatangiku."
"Mereka tidak menerima tanda tangan saya."
"Pergi. Untung saja tempat ini sepi." Gerutu Sam kembali berjalan masuk.
Lelaki yang merupakan kaki tangan Sam hanya mengangguk kemudian tersenyum. Dia langsung masuk ke dalam mobil tanpa perduli dengan eluhan Sam yang kerapkali terlontar.
Sedikit lelah berpura-pura. Aku sudah melakukan penyamaran ini hampir satu tahun tapi sampai sekarang aku tidak menemukan apapun. Apa ketulusan itu benar-benar ada..
Sam menghela nafas panjang. Mengingat satu persatu kejadian ketika ada seorang wanita mendekatinya.
Awalnya mereka memperlakukan Sam begitu baik bahkan cenderung terlalu manis. Namun ketika Sam mengutarakan isi hatinya dan berpura-pura ingin menjalin hubungan serius. Para wanita itu berubah over produktif. Mereka menanyakan perihal asal usul Sam. Bebet bobot nya juga silsilah keluarga.
Sebenarnya Sam tidak merasa keberatan menjawab. Tapi kegagalan rumah tangga di masa lalu, membuatnya sengaja menutupi jati dirinya.
Sam akan berubah menjadi lelaki yang menyebalkan saat si wanita sudah bertanya perihal kehidupan pribadinya. Dia berdalih memiliki banyak hutang dan harus menjadi tulang punggung keluarga sehingga uang gajinya di fokuskan untuk dirinya sendiri.
Ketika kebohongan itu di lontarkan. Para wanita yang mendekat perlahan pergi. Tentu saja mereka tidak ingin ikut merasa kesulitan dengan masalah keluarga Sam. Para wanita itu memilih jalan aman daripada harus hidup bersama lelaki tampan namun tidak berguna.
"Belum selesai juga Mas Sam hutangnya." Tanya Si Ibu pemilik warung. Dia sempat ingin menjodohkan Sam dengan anaknya tapi saat mengetahui fakta itu, mereka mengurungkan niatnya.
"Belum Bu. Saya hanya bisa membayar satu juta perbulan sementara hutang orang tua saya puluhan juta."
"Mendingan Mas Sam kerja kasaran saja. Gaji di Cafe itu memang kecil." Jawabnya menyarankan.
"Sambil cari jodoh Bu. Mungkin ada anak konglomerat nyasar di Cafe terus jatuh cinta pada saya. Kan lumayan kalau nanti dia mau bayarin hutang saya." Si pemilik depot mengerutkan keningnya sambil tersenyum aneh. Dia berfikir jika Sam adalah lelaki parasit yang suka menggantungkan hidupnya pada seseorang.
"Malu dong Mas Sam. Situ kan lelaki. Harusnya menafkahi bukan di nafkahi." Sam tersenyum tipis, dia sanggup menebak apa yang ada di fikiran Ibu pemilik depot.
Ganteng tapi benalu!! Untung saja aku tidak langsung menjadikannya calon menantu..
"Ya mau bagaimana lagi Bu. Gaji saya kan sedikit."
"Mangkanya cari kerja yang lain."
"Saya tidak biasa kerja berat."
"Biar hutangnya cepat lunas." Sam tersenyum tipis. Dia tidak menjawab dan fokus pada makanan di hadapannya.
Setelah membayar, Sam kembali berjalan menyusuri trotoar menuju ke kontrakan. Langkahnya di percepat saat dia melihat pemilik Cafe menunggunya di teras.
"Ada apa ya Pak." Tanya Sam. Pak Ridwan berdiri seraya memberikan Sam selembar kertas.
"Felix keluar. Besok kamu tempel ini di depan." Sam mengangguk seraya memperhatikan kertas bertuliskan lowongan pekerjaan.
"Bukankah seharusnya di berikan pada Farel saja. Saya masih tergolong baru di sana Pak."
"Ya seharusnya seperti itu. Tapi sayangnya Bapak tidak tahu letak rumah Farel. Malam ini Bapak mau pergi ke luar kota. Itu kenapa Bapak mendatangi mu untuk meminta tolong menempelkan ini." Sam tersenyum, dia sedang menertawakan kesalafahaman yang bersarang di otak.
"Siap Pak. Tidak ada kriteria selain ulet dan rajin?"
"Tidak ada Sam. Bapak butuh tenaganya bukan penampilannya. Nanti kamu bawa data diri si pelamar. Kalau Bapak pulang, biar Bapak ambil ke kontrakan kamu."
"Oke Pak."
Setelah Pak Ridwan pergi, Sam duduk di teras kontrakan sambil menunggu kedatangan seorang wanita yang tinggal di samping kontrakannya. Dia mau memberikan sesuatu yang semalam tidak sengaja terjatuh.
Tidak berapa lama kemudian, terparkir sebuah mobil mewah. Wanita yang di tunggu Sam keluar dari dalam bersama seorang lelaki berjas rapi.
"Terimakasih ya sayang." Ujar si wanita yang di ketahui bernama Ines. Dia berkerja sebagai SPG di outlet ponsel mewah.
Sambil memperlihatkan belanjaan banyaknya, matanya melirik ke arah Sam sebentar.
"Sudah seharusnya seperti itu."
"Ini banyak sekali."
"Baik oke. Sampai jumpa besok pagi."
"Ingat pada janjimu. Kamu akan membelikan apartemen mewah kan." Sam menddesah lembut. Melihat sandiwara memuakkan yang terjadi di hadapannya.
Dia pernah berada di posisi si lelaki. Di buta kan oleh cinta, di kuras hartanya lalu di khianati.
"Tentu saja. Sampai jumpa besok." Si lelaki mencium dahi Ines sebentar kemudian masuk mobil dan pergi.
Ines melenggang masuk pekarangan. Matanya melihat malas ke arah Sam yang seakan berdiri menyambutnya.
"Tunggu." Cegah Sam saat Ines akan masuk.
"Apa!" Jawab Ines ketus. Dulu dia sempat menaruh hati pada Sam. Tapi ketika dia mengetahui fakta soal Sam yang memiliki banyak hutang. Ines menghinanya habis-habisan.
"Och nada bicaramu bagus sekali."
"Sudah ku katakan jangan menganggu ku!!" Sam tersenyum tipis. Sekalipun dia tidak pernah melakukan hal seperti itu pada wanita semacam Ines.
"Kapan aku melakukan itu?"
"Kau fikir aku tidak tahu! Setiap hari kau duduk di sana dan memperhatikanku ketika aku pulang kerja! Kau tidak ayal seperti penguntit! Sudah ku katakan kalau pernyataan perasaaan ku dulu adalah kesalahan! Percuma saja tampan tapi kau tidak berguna!!"
Penghinaan seperti sekarang kerapkali terlontar dan sudah menjadi makanan sehari-hari semenjak Sam meninggalkan kehidupan mewahnya.
"Aku juga tidak menyukaimu. Sama sekali tidak." Sam menyodorkan sebuah lipstik pada Ines." Aku hanya ingin mengembalikan ini." Saat Ines akan mengambil lipstik miliknya, Sam sengaja menjatuhkannya." Ups... Aku menyesal sudah memungut benda itu. Selamat malam." Sam berjalan menuju kontrakan miliknya sementara Ines cepat-cepat memungut lipstik mahal miliknya.
"Lelaki sialan!! Gaji mu tiga bulan tidak akan cukup membeli lipstik ini!!" Teriak Ines geram. Dia melanjutkan langkahnya lalu menutup pintu kontrakan keras.
Braaaakkkkk!!!
Wanita siluman yang sejenis dengan mantan Istriku. Sekarang dia tengah bersenang-senang bersama harta curian yang di ambil dariku hahaha. Dasar sampah!
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!