"Saya terima nikah dan kawinnya Lamiah Pradipta binti Sarbani dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai." Dengan satu tarikan nafas ucapan qobul itu terdengar lantang dari mulut seorang Irsam Haedar.
"Sah?" ucap wali hakim.
"Sah!!" Sambut semua saksi yang berada dalam rumah mewah kediaman keluarga Irsam Haedar pada siang Sabtu itu.
Ada tatapan nyalang dari sepasang mata elang yang Irsam lesatkan pada sorot mata wanita yang kini telah sah menjadi istrinya. Penuh tanda tanya.
Selanjutnya penandatanganan buku nikah, dan pemasangan cincin pada jari manis keduanya. Salim takzim dari mempelai wanita dan kecupan singkat di keningnya dari mempelai pengantin pria di sana.
Tidak ada senyum sedikitpun dari bibir keduanya, raut wajah tegang terpancar pada mimik keduanya, bahkan saat tatapan keduanya saling bersirobok. Seolah menyimpan berjuta gundah gulana, penuh tanda tanya akan seperti apa rumah tangga yang akan mereka jalani di depan nantinya.
Ada sebongah hati yang bergemuruh saat satu per satu acara itu berlangsung, memandang nanar akan prosesi akad nikah yang ia saksikan secara langsung.
Pemilik hati dan mata nanar itu adalah seorang wanita yang ikut duduk berbaur dengan para saksi dan para tamu undangan yang ikut menjadi saksi. Lilis Listiana adalah istri sah dari Irsam Haedar. Istri pertama tepatnya, sebab kini Irsam dan Lamiah pun telah sah menjadi suami istri, sesuai seperti yang Lilis inginkan dan ia pinta.
Akad nikah telah terlaksana dengan khikmad dan lancar.a Berlanjut dengan resepsi ala kadarnya yang juga di lakukan dalam rumah keluarga Irsam Haedar. Dengan hiasan sederhana, memberi kesan sendu pada pernikahan yang terjadi di hari itu.
Tidak banyak tamu yang hadir dalam resepsi tersebut. Sebab, pernikahan ini termasuk private party. Yang di undang hanya beberapa warga komplek dan beberapa tokoh agama. Hanya untuk di ketahui orang tertentu. Agar di kemudian hari tidak bertanya-tanya akan hadirnya wanita asing di rumah itu. Sebab, rumah itu kini snagat layak di sebut dengan rumah satu atap dua cinta.
Lamiah Pradipta kini sah menjadi istri kedua dari seorang pria keturunan Turkie. Ia merupakan pengusaha batu bara yang kaya.
Memiliki istri dua, bukanlah keinginanya semata. Bukan pula karena ia telah bermain mata atau pun melakukan sebuah perselingkuhan seperti kebanyakan kasus lainnya di luar sana.
Namun ini di lakukan hanya demi memenuhi permintaan istri pertamanya Lilis Listiana. Wanita yang ia kenal lewat udara saat Lilis masih bekerja sebagai TKW di Hongkong. Jodoh tidak bisa diduga, cinta tidak dapat di paksa. Apalah daya bagi seorang Irsam yang saat itu begitu tergila-gila pada Lilis, hingga dua tahun masa pacaran mereka terjalin secar jarak jauh, akhirnya berakhir di pelaminan mewah tanpa cacat cela.
Sedangkan Lilis dan Lamiah adalah sepasang sahabat yang telah menghabiskan waktu lebih dari sewindu saling berbagi suka dan duka di negeri orang.
Lamiah Pradipta lebih muda setahun dari Lilis, secara paras wajah keduaya memiliki kecantikannya masing masing. Lamiah berbadan agak mungil dari Lilis, berkulit putih, bibir merah bak buah delima.
Tutur katanya halus sangat penuh sopan santun, sifatnya sangat lembut dan sangat penyayang. Juga memiliki berbakai bakat terpendam dalam dirinya.
Pernah bekerja di sebuah panti pijat, membuatnya tau teknik dasar memijat dengan nyaman, enak dan benar. Pernah bekerja di sebuah butik dan jasa jahit, pun menggali potensinya menjadi mahir dalam bidang mendesain sekaligus membuat pakaian.
Terakhir ini, ia bekerja di sebuah salon dan spa. Lagi-lagi seolah menantangnya menjadi seorang yang handal di bidang kecantikan. Sunguh multitasking.
Pertemuan mereka di Hongkong, saat mereka sama-sama menjadi TKW yang membuat keduanya menjadi akrab, setia dan saling menyanyangi satu sama lain layaknya kakak dan adik sekandung.
Tidak ada rahasia antara keduanya, bahkan lebih dari rasa sebagai sahabat. Keduanya telah mengklaim jika mereka adalah belahan jiwa yang saling melengkapi antara satu da yang lain.
Karena itu hubungan keduanya tak pernah putus sejak dulu, bahkan hingga Lilis pulang ke Indonesia untuk memutuskan menikah dengan Irsam lelaki pujaannya.
Pernikahan kedua ini terjadi bukan pula karena adanya cacat dalam rumah tangga Irsam dan Lilis. Rumah tangga mereka bahkan dapat di katakan sempurna. Sebab, rumah tangga itu pun telah di karuniai seorang anak laki-laki yang kini berusia 5 tahun.
Namun atas rengekan orang tua Irsam di Turkie, sehingga sejak usia Faizal 3 tahun, ia telah tinggl bersama oma dan opanya di luar negeri.
Rumah tangga Irsam lebih tepat di gambarkan adalah sebuah surga. Sebab, cinta keduanya sama sama kuat. Tidak pernah ada tanda-tanda jika rumah tangga itu akan di hiasi dengan madu.
Irsam adalah sosok suami, penyayang, perhatian, penyabar juga pelindung bagi seorang Lilis yang selalu ia limpahkan dengan uang dan cinta.
Tas branded, sepatu keluaran terbaru, koleksi berlian limited edition pun sudah bagai gallery di rumah mereka. Karena Irsam memang sagat memanjakan istri yang sangat amat ia cintai.
Gelimang harta tentu tidak menjamin kebahagiaan, tetapi cinta Irsam yang seolah tak mengenal waktu surut itu selalu datang, berombak bahkan menggebu. Irsam selalu jatuh cinta setiap hari pada wanita yang sama, yaitu istrinya Lilis Listiana. Sehingga syurga itu benar-benar telah dalam gengaman Lilis dan Irsam. Indah.
Jika banyak pasangan di luar sana terpaksa berubah formasi akan pernikahannya yang awalnya hanya terdiri dari suami istri yang saling mencinta dan terpaksa berubah karena hadirnya orang ketiga, akibat kawin paksa juga dengan alasan klise dan dalih ingin memiliki keturunan. Tapi tidak dengan rumah tangga ini, sungguh berbeda. Sebab keduanya telah memiliki segalanya.
Sampai suatu hari muncullah sebah ide konyol dari seorang Lilis yang entah di rasuki setan terkutuk dari mana. Sehingga dengan penuh kesadarannya, ia mengajak, mengundang bahkan memaksa Lamiah untuk menyetujui permintaannya, menjadikan Lamiah madunya.
Flashback on.
"Hallo Miah... apa kabarmu?" sambungan interlokal Indonesia -Hongkong.
"Baik mbak Lis. Bagaimana kabarmu mbak ku sayang?" sapa ramah wanita cantik berkulit putih di seberang sana.
"Jangan kau tanya tentang kabarku, tentu saja aku selalu baik. Sebab rajaku selalu memanjakanku dengan segala cinta, harta dan tahtanya. Hmm... hihihi." Cekikik Lilis dengan nada senang yang tak terperikan.
Lamiah haya terhenyak dengan perkataan sahabatnya itu.
"Kamu tau Miah, ibadah terindah adalah menikah. Tidak ada kata yang dapat di dustakan, bahwa memiliki suami sedahsyat mas Irsam mencintaiku adalah pangkal dari segala kebahagiaanku. Memilki suami seperti mas Irsam, mampu melupakan beribu pria lain di belahan dunia manapun, mas Irsam suami sempurna Miah."
"Mbak... bahagia selalu ya." ucapan itu terdengar lirih. Mengiriss hati seorang Lilis yang sangat halus perasannya.
"Maaf, mbak tidak bermaksud membuatmu bersedih Miah. Sudahlah, pulang lah. Untuk apa selama ini kamu kerja banting tulang. Siapa sesungguhnya yang ingin kau bahagiakan? Carilah seorang pria yang bisa menghiburmu, di masa susah dan senangmu berbagi kasih dan sayang." Kata itu justru mampu meluruhkan air dari kedua bola mata seprang Miah.
"Miah... maaf. Mbak tidak bermaksud menyinggung perasaanmu. Jika kau bersedih, hati mbak lebih perih lagi terhiris Miah."
"Tidak ada yang menantikan kepulanganku di sana mbak." suara itu terdengar pilu bagai di iris sembilu.
"Aku Miah, aku yang selalu rindu dan ingn kamu pulang." Tegas dan jelas nada suara itu keluar dari bibir lrmbut seorang Lilis si hitam manis.
Bersambung...
Sambungan telepon terus berlanjut antara Lilis dan Lamiah.
"Jangan menangis Miah, jika kamu sedih aku lebih bersedih. Kamu adalah bagian dari kepingan hatiku. Saat kau menangis, hatiku pun merasa teriris akan dukamu."
"Maaf mbak. Aku tidak bermaksud membuat mbak bersedih. Aku hanya tidak mampu menahan rasa bahagiaku mendengar semua cerita manis rumah tangga mbak, yang entah kapan bisa ku rasakan juga." Keluh Lamiah di seberang sana.
"Miah... bagaimana jika kamu menjalin hubungan cinta dengan mas Irsam. Agar kamu juga dapat merasakan manisnya di cintai dengan sempurna dari pria yang sangat baik seperti mas Irsam." Tiba-tiba saja ide konyol itu hinggap di kepala seorang Lilis.
Entah setan apa yang lewat saat obrolan itu tersambung. Sehingga dengan mudahnya Lilis menawarkan suaminya pada seorang sahabat yang sangat di sayanginya untuk menjadi madu dalam rumah tangganya.
"Mbak Lilis gila. Istigfar mbak. Nyebut... nyebut. Apakah mbak Lis sudah tidak waras?" Hardik Lamiah dari di balik benda pipih di sana. Ia terkesiap dengan ucapan yang tak terduga keluar dari mulut seorang Lilis.
"Sadar... waras... aku dalam keadaan waspada Miah. Kamu adalah soulmate ku. Apa salahnya aku berbagi kebahagiaan denganmu. Kamu orang baik, jodohmu harus orang yang baik juga. Apa salahnya kita berbagi suami, jika sampai sekarang pun jodoh mu tak kunjung datang." Ucap Lilis semakin menggebu.
"Tidak mbak. Ini tidak benar. Aku terlahir tidak untuk menjadi duri dalam daging. Apalagi itu adalah mbak Lilis. Orang yang sangat berharga dalam hidupku. Aku tidak sanggup menjalaninya mbak. Maaf aku tidak bisa." Tolak Lamiah tegas.
"Miah... jangan kau tolak mentah - mentah tawaranku ini. Pikirkanlah dulu. Usiamu sudah berapa. Kamu akan kesulitan mendapatkan keturunan jika terus menunda waktu pernikahanmu. Mencari seseorang tidak semudah mencari pekerjaan. Ia kalau baik, terima yang pasti saja. Aku jamin mas Irsam suami yang baik, ia pasti akan adil membagi cintanya untuk kita nanti." Lilis terus saja meracau meminta persetujuan Lamiah untuk menjadi istri kedua suaminya.
"Tidak mbak... maaf. Aku tidak bisa. Aku tidak sanggup. Bagaimanapun adilnya, akan ada hati yang terluka di atas cinta segitiga kita nantinya, mbak. Jangan." Lamiah terus saja menolak permintaan Lilis.
"Tidak... tunggulah. Aku akan meminta mas Irsam menghubungimu. Berkenalanlah terlebih dahulu, agar rasa sayang dan cinta kalian bisa tumbuh subur. Aku tidak ingin mendengar kegagalan atas hubungan kalian. Assalamualaikum." Tutup Lilis dengan egois sambungan telepon itu.
Sesaat jantungnya berdegup kencang, menyadari bahwa ia telah menemukan solusi yang tepat untuk masalah jodoh sahabatnya itu.
Ia bergegas membersihkan dirinya. Sebab malam ini ia harus mempersiapkan diri untuk melayani suaminya dengan penuh na psu gairah yang membara, demi untuk menyampaikan keinginannya pada suami yang sangat mengilainya itu. Ia yakin Irsam akan menyetujui permintaannnya.
2 jam Lilis habiskan untuk melakukan ritual di salah satu ruangan di rumahnya untuk melakuan serangkaian pearawatan mulai dari lulur, spa sampai gurah vagi na. Dengan bantuan terapis yang siap ia panggil kapan saja untuk melayaninya di rumah.
Kulit Lilis memang tidak putih, tetapi halus, bersih dan lembut. Sebab ia selalu teratur merawat dirinya.
Begitu juga dengan makanan yang ia konsumsi, selalu sesuai dengan hitungan kalori yang seimbang sesuai arahan dari seorang ahli gizi demi untuk mendapatkan kebugaran tubuh agar selalu fit. Juga bentuk tubuh sempurna.
Demikian juga untuk minuman jamu dan semacamnya tentu ia amalkan demi untuk menjaga bagian tubuhnya agar selalu keset dan wangi.
Untuk urusan senam kegel dan yoga, pun selalu ia lakukan dengan rutin. Semua ia lakukan, untuk menjaga tubuh langsing ideal dan proporsional. Tak heran di usianya yang ke 33 dan memiliki anak satu, bok ongnya masih terlihat kencang, perutnya rata langsing terjaga, dan payu dara yang berukuran tidak kecil, kencang juga mon tok.
Kesempuraan fisik dari seorang Lilis tentu membuat Irsam suaminya semakin tergila-gila padanya, selain pintar merawat tubuhnya. Lilis juga sangat pandai memanjakan perut suaminya dengan masakannya yang selalu enak. Juga dengan servisan di atas ranjang yang telah sangat di kuasainya.
Irsam selalu bisa membedakan setiap permainan Lilis. Jika ada yang ia inginkan pasti teknik yang ia gunakan selalu plus dari permaian sebelumnya. Tidak perlu di tanya, esok hari tentu datang paketan tas edisi terbaru, sepatu merk terbaru, atau set perhiasan berlian limitied edition yang Irsam kirim kerumah, tanpa di minta sekalipun. Irsam benar-benar memanjakan Lilis dengan kelimpahan materi yang berlebihan.
Seperti malam itu, setelah Irsam dan Lilis baru saja selesai makan malam. Irsam terlihat masuk ke ruang kerjanya di lantai 2. Sepertinya ada pekerjaan yang belum ia bereskan. Sehingga terlihat masih sibuk melanjutkan pekerjaan di ruangan itu.
"Mas... jangan lama kerjanya." Bisik Lilis menemui suaminya ke ruang kerja sambil mengantarkan segelas madu hangat untuk Irsam, sambil menyenggol bahu Irsam dengan gundukan padatnya. Sengaja.
Irsam paham itu adalah sebuah maksud yang tak tersurat namun tersirat, bahwa istrinya menginginkan urat.
Dengan senyum genit, 30 menit kemudian Irsam pun masuk ke dalam kamar mereka.
Kamar yang berukuran luas, dengan remang temaram lampu yang sengaja di buat redup, dengan wangian musk menguar di seluruh ruangan itu.
Tampak siluet wanita dengan pakaian tipis tampak duduk bersandar di tepi pembaringan itu, tanpa selimut menutupi tubuh se ksinya.
Irsam terlebih dahulu masuk ke toilet dalam kamar mereka, untuk membersihkan dirinya, menggosok gigi dan berkumur, agar lebih percaya diri menghadapi istrinya yang tampak telah bersemangat menggodanya malam ini.
Lingeri yang Lilis pilih malam itu adalah merah menyala, kainnya hampir menyerupai sebuah jala ikan di hiasi renda. Yang sesungguhnya percuma saja di gunakan, toh tidak membantu menutupi apapun yang ada di bagian tubuhnya. Belum lagi celana penutup bagian bawahnya, yang hanya segaris menutup liang surgawinya dengan ikatan di kedua pinggangnya, memudahkan akses untuk melepasnya nanti.
Irsam pun tidak mempersulit istrinya, ia berjalan mendekati tempat tidur dengan alas bermotif taburan bunga kecil berwarna merah jambu itu, hanya dengan kain putih berbentuk segitiga sebagai formalitas untuk menutupi bagian paling sakral pamungkasnya.
Irsam langsung menaiki tempat tidur itu dan langsung membenamkan kepalanya di bahu istrinya.
Rambut panjang hitam bervolume yang dimiliki Lilis telah ia ke sampingkan untuk memudahkan suaminya mencicipi leher jenjangnya, yang merupakan area favorit suaminya, sebab ceruk leher itu terdapat wangi tubuh Lilis yang paling khas, yang selalu di rindukannya bahkan bagai heroin yang telah membuatnya candu.
Kepala itu tidak saja terbenam di sana tetapi lidah Irsam sudah dengan lincahnya mengitari, menjelajah, mengecap dan menghisap lembut daerah itu. Menghasilkan gelenyar nikmat yang di rasakan seorang Lilis.
Lilis benar-benar menginginkan suaminya malam ini, maka tangannya tidak tinggal diam mengelus, meraba berpendar di area dada bidang kotak-kotak suaminya, agar gairah semakin membara.
Irsam yang sibuk pada leher Lilis, tentu memudahkan Lilis untuk mengigit nakal daun telinga suaminya, memutar dan menjilati setiap inchi manapun yang mudah untuk ia jangkau, demi untuk membangkitkan gairah ber cinta mereka. Sebab malam ini mereka akan kembali menembus nirwana fana.
"Apa yang ratuku inginkan? Sehingga pakaian kebesaran ini kembali terpasang." tanya Irsam di sela cumbuan yang mulai terasa memanas.
Bersambung...
Irsam sudah enam tahun hidup bersama Lilis, tentu ia tau. Jika linggerie itu di gunakan tanpa Irsam minta, pasti ada sesuatu yang ingin istrinya pinta setelah permainan mereka usai. Dan Irsam selalu mengabulkannya.
Lilis hanya terseyum sambil mengedip genit satu matanya pada Irsam. Kemudian menangkup kepala suaminya dengan kedua tangannya, mempertemukan bibir mereka.
Lilis memulai permainan. Ia yang lebih dahulu menerkam bibir suaminya, memaksa menerobos bibir yang sedikit mengganga untuk mengabsen deretan gigi dan membelitkan lidahnya hingga ke rongga mulut suaminya, ciuman itu dalam dan mulai panas.
Irsam mengikuti permaian itu dengan tangan yang telah sibuk merem mes, memer ras, memutar, memilin bahkan mencubit lembut gundukan padat berpuncak bagai mata bisul yang mengeras di dada milik istrinya.
Kegiatan tangan Irwan mampu mengudang kedutan kedutan di bagian bawah Lilis, namun ia tak perlu mengatakan pada suaminya. Sebab secara naluriah semua akan sampai pada puncak penjelajahan mereka berdua.
Lilis melepas pertautan bibir mereka, untuk menghidup oksigen yang hampir habis. Jantung keduanya mulai berdegup kencang, berpacu tak berirama di tandai dari deruan nafas keduanya yang mulai tidak beraturan.
Irwan mendapat kesampatan lepas dari bibir Lilis, maka secepat kilat ia sudah membenamkan kepalanya di gundukan padat, bahkan kini telah tampak polos sebab telah berhasil melucuti, kain jala merah membara penutup tak berarti itu, yang kini telah tidak berada pada tempatnya.
Le nguhan erotis mulai keluar dari mulut seorang Lilis, saat ia sangat menikmati isapan dan permainan lidah yang membuat basah pada puncak dadanya tersebut.
Kini tangan Lilis merayap, merambat menyelinap masuk di sela-sela kain putih pada area segitiga bermuda. Ia tau, tongkat yang bersemayam di dalam itu tentu tidak pernah tahan untuk tidur dalam kondisi seperti sekarang ini.
Dengan lihai menggunakan kakinya, Lilis menjepit kain segitiga penutup itu, dengan ibu jari dan jari telunjuk kakinya. Mengarahkan ke bawah, berhasil melorot untuk melepas penghalang yang hanya sebagai formalitas bertengger di bawah perut suaminya.
Irsam tersenyum senang, mendapatkan kini tubuhnya benar benar polos, bagai bayi yang baru lahir dari rahim sang bunda. Saat bibirnya sibuk di puncak dada. Tangan Irsam pun telah berhasil merayap dan menyintak tali yang terikat pada pinggang istrinya sehingga rawa rawa yang sangat bersih terawat serta wangi itu, kini terpampang nyata.
Lilis bangkit dari posisiniya yang tadi tertindih di bawah tubuh Irsam. Bak gaya perenang sedang menyelam, iapun menyeruduk suaminya, demi dapat mengendus area sensitif suaminya. Tak perlu di tanya bagaimana reaksi tongkat pusaka di bawah sana, sebab ada sesuatu yang telah berdiri, bagai barisan tegak para tentara yang siap berperang.
Kini leng uhan kenikmatan itu lolos dari bibir seorang Irsam, tatkala ia menikmati elusan, dan belaian lembut pada peliharaan Irsam, Sungguh, hanya mendapatkan permainan tangan dan endusan halus di area pahanya saja sudah mampu membuat jantung Irsam semakin berdetak tak karuan, sungguh ia menikmati permaian yang semakin liar di rasakannya. Membuatnya terseret dalam gelora api asmara yang kian panas ia rasakan, di sekujur tubuhnya.
"Kamu makin nakal ratuku." Ucap Irsan dengan suara serak yang sangat menikmati sensasi yang isrtinya berikan padanya.
Lama kepala Lilis terbenam di sana, sesekali memainkan lidahnya pada kepala jamur milik Irsam sampai ia tidak peduli kini salivanya telah bercampur dengan cairan yang meleleh dari batang jamur suaminya, ia terus saja memainkannya dengan ritme yang sengaja ia dramatisir membuat Irsam merem melek, menikmati sensasi seolah ia di alam surga.
Lilis nakal, membuat Irsan kalang kabut di buatnya. Sehingga kini justru area paha Lilis yang sudah sejajar kepala Irsam, untuk mendapatankan pembalasan akan perlakuannya terhadap kepala jamurnya.
Lilis bagai cacing kepanasan mendapat balasan dari suaminya, menimbulkan leng uhan, erangan rintihan kenikmatan yang spontan membuat pinggangnya bergoyang yang dengan alami. Enam sembilan, begitu orang menamakan posisi yang mereka lakukan malam itu.
Keduanya tidak peduli dengan waktu yang telah mereka habiskan untuk berkali-kali melakuakan cumbuan yang membuat mereka mabuk kepayang.
Sungguh kegiatan itu sangat mereka nikmati dan mereka lakukan atas dasar cinta dan keikhlasan antara satu dan lainnya.
Keduanya telah sama sama basah. Nafas bak kerbau membajak sawah, semakin menggebu, nyaring tidak beraturan dan bersahutan syahdu.
Lilis mengubah hadapannya, jika tadi ia menghadap kaki suaminya, yang di depannya kini, ia berputar menghadap wajah suaminya yang mulai basah bersimbah peluh. Lilis masih memimpin permainan.
Tanpa ragu menancapkan tongkat sakti pada goa, liang sorgawi miliknya. Dengan terus bergerak seperti memompa, bak penunggang kuda yang handal, dengan perut yang kadang terlihat mengembang mengempis, pertanda ia melakukan penjepitan yang sempurna pada tongkat yang telah sepenuhnya masuk pada goanya.
Gerakan itu tentu saja membuat buah dadanya bergerak naik turun, memberikan pemandangan yang membuat suaminya semakin panik di buatnya, berkali kali jakun Irsam naik turun menelan salivanya, sungguh ia tak tahan melihat dan merasakan sensasi yang selalu dahsyat ia rasakan.
Irsam semakin bergairah dan semakin tidak tahan untuk segera mengakhiri permaianan panas itu.
Lilis masih dengan senyum genitnya, menyiksa suaminya dengan jepitan, goyangan dan hentakan di atas tubuh suaminya itu.
"Katakan ... ratuku apa yang kamu inginkan, dan berhenti mempermainkanku, aku sudah mau keluar." Akhirnya Irsam bersuara.
Lilis hanya tersenyum iblis, sambil terus memompa suaminya, dengan menggigit bibir bawahnya untuk tetap menggoda suaminya.
"Sayang.. mau perhiasan?" tanya Irwan.
Lilis menggeleng.
"Ganti Mobil, sayang...?" tanyanya lagi.
Lilis masih menggeleng
"Bulan madu...?" tawarnya lagi
"Tidak..., bukan semua."Jawabnya dengan suara manja semanja manjanya.
"Cepat katakan, mas sudah tidak tahan."
"Berjanjilah... untuk menyetujui permintaanku kali ini." Ucapnya yang kini merunduk untuk membuat stampel pada dada suaminya, sementara miliknya masih menjepit kuat tongkat yang semakin mengeras hampir meledak di bawah sana.
Irsam sudah tidak tahan, ia segera membalik posisi istrinya, kini ia yang menghujam tongkat yang dari tadi dengan semena-mena di tarik ulur istrinya. Ia hentak-hentakkan tubuhnya dengan tingkat kedalaman penuh.
Lilis berusaha bangit untuk duduk, menghindar agar suaminya tidak mengakiri permainan, sampai ia mendapatkan yang ia inginkan.
"Jangan bergerak... ini hampir selesai." Pinta Irsam meminta.
"Janji mas... mas akan mengabulkan permintaanku kali ini saja. Setelah ini aku tidak meminta apa-apa lagi." Pinta Lilis tak kalah memelas.
"Iya.. mas janji akan mengabulkannya." Jawabnya dengan suara yang tertahan dengan wajah yang semakin memerah bak kepiting rebus.
"Apapun permintaanku mas." pancing Lilis dengan masih menahan pinggang suaminya agar merenggangkan tongkat yang masuk tadi.
"Iya ratuku, sayang ku. Apapun yang kau minta akan mas kabulkan." Ujarnya seraya kembali menghujam dengan kekuatan penuh tongkat yang sedari tadi sudah di buat Lilis kembang kempis menahan hasrat yang telah di ubun ubun.
Lilis pun lagi, menjepit dengan kuat dan sempurna tongkat itu, bak di lahap, di telan dan di teguk dengan sekuat tenaga oleh goa di bawah sana.
Cairan hangat terasa mengalir masuk bahkan tumpah ruah melimpah sampai keluar membasahi bibir goa milik Lilis.
Irsam ambruk, sedapat mungkin merebahkan dirinya di samping istri kesayangannya.
"Kau selalu luar biasa mempermainkan ku sayang. Mas hampir kewalahan, kamu semakin nikmat saja." Ucapnya sambil mengecup lama kening Lilis penuh sayang.
"Mas puas...?" tanya Lilis manja sambil mebenamkan kepalanya di dada suaminya yang kini mulai mengatur nafasnya agar stabil dan lebih rileks.
"Selalu sayangku. Sekarang katakan apa yang harus mas kabulkan untuk imbalan pelayanan luar biasa malam ini?" tanya suaminya dengan berkali-kali mencium pucuk kepala istrinya.
"Nikahilah sahabatku Lamiah mas!" Serunya dengan lantang.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!