Hari-hari bahagia dijalani Annelyn dengan suami yang selalu memanjakannya, meskipun ibu mertuanya selalu berwajah masam Annelyn tidak begitu peduli dengan sikap ibu suaminya itu. Sampai suatu hari.
" Anne, kenalkan ini Puspa. Istri kedua Dimas. Cantikkan?". Terang Bu Rukana, mertua Annelyn tanpa merasa berdosa.
Tangan Annelyn yang terulur siap menyalami seketika menggantung mengepal,apa-apaan ini mas, batin Annelyn saat menatap tajam Dimas yang berdiri kaku disampingnya.
Tanpa permisi wanita awal enam puluh tahun itu menerobos masuk sambil menggandeng wanita seusia Dimas, yang tentu saja Annelyn tahu siapa dia. Ayu Puspa Maharani, putri kepala desa, sarjana Akademi Kebidanan. Cinta pertama suaminya.
Demi melihat tatapan mata suaminya ia bisa mencerna keadaan, suami tercintanya telah berkhianat.
Hati wanita mana yang tidak bergemuruh, melihat wanita yang katanya istri muda suaminya dengan lancang duduk di kursi seperti nyonya rumah, bahkan tanpa ijin darinya.
Bertambah remuk hatinya melihat suaminya seperti orang lain saat memandang wanita itu. Ditengah gugup dan canggung yang dirasakan Dimas Annelyn dapat menangkap kilat bahagia yang mencoba disembunyikan mata suaminya.
" Anne, cepat ambilkan air minum, kami haus. Perjalanan Solo ke sini itu melelahkan!" Perintah ibu mertua.
Annelyn hanya berdiri kaku menatap suaminya yang justru mengangguk. Menghela nafas panjang ia berjalan ke dapur. Baru beberapa langkah berjalan, ia mendengar cibiran harian mertuanya.
" Istrimu itu, menjamu tamu saja tidak tahu. Untung sekarang ada Puspa, menantu idaman ibu."
Dimas yang biasanya membela Annelyn kini hilang bagai ditelan bumi.
" Bisa cepat mati aku ibu punya menantu bocah seperti dia!" Tambah Bu Rukana lagi.
" Bu, sudahlah, maklum saja anak kota, tidak biasa melakukan pekerjaan rumah." celetuk Puspa.
Sedangkan Dimas hanya diam saja menyimak sembari mengelus lembut rambut hitam panjang Puspa.
Di dapur Annelyn membuat es jeruk, air matanya menggenang siap membasahi pipi. Menghela nafas berkali-kali menahan air mata dan gejolak amarah, bibirnya tak henti berkomat-kamit.
" Kurang ajar kuntilanak itu. Tidak laku di dunia gaib dia malah datang pada suami munafikku."
Sambil menata beberapa camilan, lagi-lagi bibirnya mengumpat.
" Untung saja tidak ada sianida, kalau ada pasti mereka sudah ketemu setan di neraka."
Menatap langit-langit dapur, menghela nafas lagi, hmmmm huuuuhhh
" Sabar Lyn, kamu harus tunjukkan kelasmu. Annelyn Bagaskoro."
Pernah hidup di lingkungan konglomerat yang meninggikan etika dan citra nama baik, Annelyn terbiasa menahan emosi. Ia tahu betul marah hanya akan memberi kesan bodoh pada dirinya.
Ia belajar banyak dari ayah dan Om kesayangannya, bagaimana cara melampiaskan kemarahan dengan cara cantik dan elegan.
Berdiri tegak melangkah dengan anggun menuju ruang tamu, mengembangkan senyuman semanis mungkin.
" Ini ma, es jeruk dan beberapa camilan".
Pandangannya mengarah pada Puspa, menyeringai lembut
" Silahkan Tante."
Dapat dilihat mata Bu Rukana mendelik begitu juga Dimas dan Puspa.
"Siapa yang kamu panggil Tante?!" tanya Bu Rukana membentak. Sifat kasarnya begitu kontras dengan wajah keibuan yang ia miliki
Dimas? Dia sama saja seperti laki-laki brengsek di luar sana. Matanya menatap tajam Annelyn, sedangkan Puspa sudah sepantasnya ia merasa malu sejak beberapa saat lalu ia datang menginjakkan kakinya di istana Annelyn. Nantikan saja pembalasanku kuntilanak. Batin Annelyn.
*silahkan dukung author dengan like komen* *dan vote ya*. Ain
" Siapa yang kamu panggil Tante?!". Bentakan Bu Rukana benar-benar menggema. Mungkin dia juga ikut malu seperti menantu barunya. Setidaknya muka mereka tidak setebal tembok beton.
" maaf ma, aku tidak tahu harus memanggil Tante Puspa apa, masa iya harus ku panggil dik? " kalimat Annelyn lembut namun menekankan posisi Puspa sebagai istri muda, anggaplah pelakor.
Sebelum Bu Rukana menyela, Annelyn menambah minyak pada api yang menyala di mata kedua wanita itu.
" alih-alih mencarikan suamiku istri muda yang baru melewati haid pertamanya, mama malah membawa daun tua berbuntut tiga."
Perkataan Annelyn telak membungkam mulut Bu Rukana, Apa kata dunia? Usianya sembilan belas tahun dan ia di duakan suaminya dengan janda tiga puluh lima tahun beranak tiga.
" Anne! jaga bicaramu baik-baik! hormati ibuku!"
Perkataan Dimas bagai parang menancap di hati Annelyn. Lelaki itu bahkan tidak mencoba menjelaskan apa-apa, tidak menghibur hatinya dan malah sebaliknya menjungkirbalikkan kedudukannya di rumah ini dengan membela kesalahan ibunya.
Annelyn dapat melihat tatapan tajam suaminya, walau masih dibalut keraguan, tapi api di mata itu syarat akan kemarahan. Sedikit ia juga bisa melihat senyum mengejek di bibir Puspa. Tangan rampingnya memberi kesan rapuh saat bergelayut di lengan Dimas.
Annelyn tersenyum miris, seratus delapan puluh derajat suaminya berubah secepat kilat.
" apa kurang rasa hormat ku pada mama mas?" " harusnya kalian berfikir apa ada istri yang baik-baik saja dengan keadaan ini. Aku bahkan berbaik hati tidak memberi racun di minuman kalian." annelyn berkata dengan tenang sembari tersenyum mengejek.
Bu Rukana dan Puspa refleks memegang tenggorokan mereka. Rupanya mereka masih takut dengan kematian.
" Dimas, ajari istrimu sopan santun!"
" Sudah ibu katakan anak kota ini tidak hanya tidak tahu pekerjaan rumah dia juga bodoh etikanya" Tandas Bu Rukana berapi-api.
Berbeda dengan Annelyn yang hanya memandang malas, Dimas justru diam menunduk, mungkin dia mulai merasa sakit kepala dengan keadaan yang dibuatnya.
" mas.." Puspa menepuk lembut bahu Dimas..
Suaranya yang dibuat mendayu-dayu, pandangan matanya mengisyaratkan kesedihan. Cantik. Kecantikanya khas wanita matang yang keibuan .Dia masihcantik diusianya yang tidak muda lagi, mungkin itu salah satu pelopor yang membuat suaminya berpaling.
" Anne, kita akan membahas ini nanti malam. Ibu dan Puspa baru datang, kasihan mereka pasti lelah." putus Dimas setengah merasa bersalah.
kamu memikirkan lelah fisik mereka tapi tidak memikirkan betapa lelahnya hatiku.
Tanpa banyak bicara Annelyn pamit ke dalam kamar. Tidak ada siapa-siapa jadi ia bebas menumpahkan air matanya. Menangis meratapi pernikahan yang baru berjalan satu tahun.
Ingatannya kembali pada beberapa tahun lalu.
Dimas pria matang berusia tiga puluh dua tahun, datang ke ibu kota membawa beban hati dan keuangan keluarganya di tipu tuan tanah di desanya. Ia bertemu Annelyn, gadis SMA cantik yang piawai memainkan piano di restoran tempat mereka bekerja.
Kedekatan mereka dimulai dari sana, kasihan melihat Dimas, pria matang dengan gelar S1 yang belum memiliki apa-apa. Annelyn meminta Narendra teman sekolahnya untuk membantu memasukkan Dimas di perusahaan ayahnya.
Tes
Tes
Air mata Annelyn menetes membasahi album pernikahan mereka. Mengingat pertemuan pertama cintanya Annelyn tertawa miris.
" apa kurang ku mas?"
" aku mengorbankan masa mudaku untuk menikahimu. Aku membantumu mendapatkan jabatan yang kamu impikan. Aku mendukungmu sampai di titik kamu memiliki segalanya."
Annelyn menangis sampai air matanya menolak keluar, dan itu semakin menyesakkan. Inhailer, ia butuh inhailer untuk menghilangkan sesuatu yang menghimpit dadanya.
" mama.."lirihnya tatkala ia sudah bisa bernafas normal.
" ma, aku ingin sekuat mama tapi kenapa rasanya berat sekali.. ma aku tidak bisa"..
*author menantikan vote like dan komen dari kalian. love you all*
Di ruang tamu, Dimas menasihati ibunya agar tidak memperkeruh keadaan dengan memancing Annelyn, walau sebenarnya ia juga merasa jengkel dengan kekanak-kanakan istrinya tapi Dimas bisa sedikit memaklumi semua itu.
" Kamu kok malah nyalahin ibu? Bukanya kamu juga nggak betah punya istri bocah, rasa masakannya seperti comberan, ibu juga malu anak ibu punya istri mantan biduan."
" Bukan biduan Bu, tapi pemain piano di cafe." Bantah Dimas.
" Halah sama saja tetep bocah ingusan tidak punya sopan santun mau meracuni ibu."
Dimas diam tidak bisa membantah perkataan Bu Rukana, selama ini dia bermanis manja di depan Annelyn bukan tanpa alasan. Annelyn masih muda masih labil tapi dia pekerja keras, dia membantu segala kekurangan keuangan Dimas selama ini.
Hanya saja ia tidak menampik bahwa pengalaman di ranjang Annelyn begitu polos berbeda dengan Puspa, walaupun sudah janda dua kali dia tetap luar biasa.
Cinta pertama Dimas menikahi anak kepala desa dari desa sebelah tempat mereka tinggal. Dua tahun menikah melahirkan satu anak lalu suaminya meninggal.
Dimas merasa ada kesempatan sehingga mereka menjalin hubungan, tentu saja hubungan mereka lebih dari sekedar intim. Empat tahun menjalin cinta lagi-lagi Puspa berpaling, melabuhkan dirinya pada tuan tanah di desa.
Setelah mengetahui perceraian Puspa dengan tuan tanah, Dimas bergegas pulang ke Solo. Selain khawatir dia juga diam-diam tidak bisa melupakan betapa hebatnya Puspa.
" Mas .." Suara Puspa mendayu merdu membuyarkan lamunan Dimas.
" Ibu nggak salah mas, seorang istri harus bisa menghormati keluarga suaminya, terutama ibu, sindiran dan perkataan Anne memang keterlaluan. Masa iya dia mau meracuni ibu.." Tutur Puspa lembut
Lelaki mana yang tidak goyah mendengar kelemah lembutan seperti itu.
" Ah sudahlah, Dimas memang susah dikasih tahu, lebih baik kamu istirahat sana sama Dimas di kamar tamu"
Bu Rukana pergi ke kamar meninggalkan dua sejoli itu, Puspa melirik keadaan Dimas yang sedikit bimbang langsung bergelayut manja .
" Ayo mas kita istirahat, dua minggu nggak ketemu aku kangen"
Mendengar suara manis Puspa Dimas langsung tersenyum semangat membawa Puspa ke kamar tamu di sebelah kamar Annelyn.
***
Entah sudah berapa lama Annelyn tertidur, kelelahan menangis membuat kepalanya pusing saat bangun. Pukul 15:15 ternyata.
Mencubit pipinya sendiri. " Auww, ternyata bukan mimpi. Huuufhh."
Annelyn bergegas mandi, berharap air dingin bisa menyegarkan tubuh dan otaknya yang sudah berasap. Setelah berendam 15 menit, Annelyn menyudahi acara mandinya.
Menuju lemari memilih dress warna kuning selutut, ia akan tampil seanggun mungkin. Merias tipis wajah ayunya memberi sentuhan kesan wanita cantik yang rapuh.
" Akan ku kunjukkan pada dunia di mana posisimu kuntilanak." Gumam Annelyn.
Berjalan santai menuju dapur, perutnya sudah keroncongan bahkan saat sebelum kedatangan tamu tak diundang yang sekarang entah sedang apa dan dimana. Untung tadi pagi sudah masak untuk makan siang. Batin Annelyn.
" haaaaa." Bola mata Annelyn membulat sempurna melihat masakannya hilang tak bersisa. Benar-benar tidak tahu malu mereka yang makan masakannya.
Jemari lentik berkuku peach itu tidak begitu lincah memasak, tapi setidaknya ia sudah terbiasa, memasak dan mengurus rumah adalah hal baru untuknya. Kehidupan konglomerat membuat ia bahkan hampir tidak pernah menginjakkan kaki di dapur.
Telur ceplok dengan lelehan saus tiram dan sedikit bubuk rumput laut siap dinikmati. Saat tinggal beberapa suap nasi, ekor matanya menangkap siluet ramping turun dari tangga diikuti lelaki munafik yang merangkul pinggangnya.
Menyadari keberadaan Annelyn. Dimas melepas rangkulan di pinggang Puspa si penghuni alam gaib yang nyasar.
" Aduh mas akunya dirangkul dong, nanti kalau jatuh gimana kakiku kan masih kram, kamu sih ma. . ." Rengek Puspa sambil lirikan matanya mengejek Annelyn.
Annelyn tidak bodoh untuk menebak apa yang baru saja mereka lakukan. Geram, sudah pasti, istri mana yang mau berada di posisinya. Tapi lebih dari itu, perasaannya sangat terluka, hatinya bagai di goreng dalam minyak mendidih.
Saat ia meratapi suaminya, sebaliknya pria tidak tahu diri itu malah bermesraan bersama istri barunya.
Puspa duduk di depannya, sedangkan Dimas mengambil air putih untuk wanita itu. Annelyn dengan hati panas memandang perlakuan Dimas.
Lagi-lagi Puspa tersenyum mengejek melihat ekspresi Annelyn, tangannya dengan sengaja mengusap tulang selangka di bawah lehernya, membuat fokus Annelyn tertuju pada beberapa tanda merah yang tersebar.
Hatinya bertambah sakit, tapi sekuat tenaga ia menahan semua luka.
" Mas aku mau keluar sebentar, ke taman komplek. Siapa tahu pemandangan yang indah bisa menjernihkan mataku dari polusi". Annelyn meminta ijin saat Dimas masih sibuk mencari camilan di kulkas.
" Terserah kamu saja, asal jangan.."
Belum sampai Dimas selesai bicara Annelyn segera menyela.
" It's ok mas, aku nggak b*doh dengan memberi tahu orang kalau suamiku poligami. Tapi aku nggak tol*l dengan membiarkan kamu menyakitiku". Tentu saja seterusnya Annelyn hanya mengucapkan dalam hati.
Meninggalkan ruang makan, Annelyn keluar rumah. Jarak rumah ke taman komplek tidak jauh. Komplek perumahan yang ia tinggali termasuk private orang-orang kaya, tapi dibandingkan rumah orang tuanya tentu tidak ada apa-apanya.
Rumah orang tua Annelyn terletak dikawasan komplek perumahan crazy rich dengan view rumah dekat pantai.
Sampai di taman, mata Annelyn disuguhi pemandangan manis para tetangga yang sedang melepas penat bersama keluarga mereka.
Beberapa ada yang bergerombol merumpi sambil mengawasi anak-anak bermain. Ada juga beberapa ibu muda yang sedang melatih batita mereka berjalan, atau sekedar menyuapi makan anaknya.
Annelyn duduk di salah satu bangku kosong, seketika ingatannya melayang.
Dimas, pria matang yang mampu menggoyahkan pertahanan hatinya.
Dimas, pria baik hati tanpa apa-apa yang membuat rasa ibanya muncul.
Dimas, pria yang membuatnya tergila-gila sampai rela nikah muda.
Dan pria itu juga yang menghancurkan perasaannya.
Tes
Tes
Air matanya menetes tanpa bisa dikendalikan, semua begitu menyakitkan dan nyata.
" Anne" . Sapa Mbak Winny membuyarkan lamunan Annelyn, ibu muda 25 tahun itu duduk disampingnya.
" Eh Mbak Winny.." Sapa Annelyn dengan suara serak.
Bu RT dan ibu-ibu komplek lainya yang mulai penasaran mendatangi Annelyn. Mereka saling melempar pandangan bertanya-tanya.
" Su suami sa saya menikah lagi, Bu" Isak tangisnya semakin pecah,
Bu Winny yang duduk disampingnya refleks merangkul Annelyn, berbagai ucapan sabar dan pertanyaan muncul menjadi dari bibir ibu-ibu lainya. Bu RT si raja gosip mulai mengumpulkan informasi dengan ucapan yang memancing pertanyaan.
" Yang sabar ya Mbak Anne, aku nggak nyangka si, Pak Dimas padahal kelihatan baik lho, kok tega ya". Pernyataan Bu RT, sontak mengundang berbagai pertanyaan dari ibu-ibu lainya.
" Tadi pagi, i ibu mertua sa saya pulang, bersama istri ke kedua mas Dimas"
Bu Winny semakin mengeratkan pelukannya, beberapa ibu-ibu juga mulai mengelus punggung untuk menguatkanya. Kasak kusuk semakin menggaung dengan spekulasi masing-masing. Banyak yang tidak menyangka Bu Rukana juga ikut andil.
" Apa kurangnya saya Bu?".
"Saya yang menemani suami saya disaat susah, saya juga masih muda, dia bahkan tega mendua dengan janda tiga anak"
Terdengar beberapa kalimat umpatan dan geram dari ibu-ibu. Pasalnya dilihat dari manapun Annelyn seperti tidak memiliki kekurangan.
Selalu tampil cantik menarik, masih muda, lemah lembut dan rajin. Mereka tahu Annelyn tidak pernah absen memasak makanan kesukaan suaminya.
Apalagi setelah Annelyn menjelaskan asal-usul wanita itu adalah mantan cinta pertama suaminya, berikut dengan Ibu mertua yang sangat mendukung poligami.
Umpan sudah dipasang. Tidak ada yang menyadari senyum miring di bibir Annelyn.
Jangan lupa jempol, komen dan votenya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!