NovelToon NovelToon

Ketika Cinta Itu Terbagi

Maaf, Aku Tidak Pulang!

Albiru, dia adalah pengusaha sukses di usia muda, perusahaannya bergerak di industri pangan, kesehatan dan kecantikan. Albiru adalah pria tampan, siapapun yang melihatnya akan terpana. Namun, pria itu kesepian di tengah hadirnya anak pertama yang sudah dinantikan tiga tahun lamanya.

"Hah!" desah pria itu seraya menghisap rokok yang diapit dua jarinya, pria itu merasa frustasi karena kebutuhan biologisnya belakangan ini tak terpenuhi karena Maya selalu sibuk dengan Ifraz, bayi yang masih berusia satu bulan.

40 hari masa nifas bagi wanita yang baru melahirkan, membuat Biru merana, merasa tidak tahan dengan sikap Maya yang berubah menjadi mudah emosi, tidak dapat menyenangkan di atas ranjang karena selalu terganggu dengan suara tangis Ifraz.

GLEK! Pria itu menenggak minuman beralkohol yang berada di tangannya, tidak sampai mabuk karena Biru hanya meminumnya sedikit, lalu Biru melihat jam di dinding dan ternyata hari sudah malam yaitu pukul 23.00 wib, Biru bangun dari duduknya menyambar kunci mobil yang berada di meja kerjanya.

Singkat cerita, Biru sudah berada di parkiran, lelaki yang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri itu mulai memarkirkan dan meninggalkan area parkir perusahaannya.

Biru mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Siapa sangka di tengah perjalanannya Biru hampir menabrak seorang gadis muda berpenampilan seksi, bahkan buah dadanya menyembul dari pakaian mininya.

"Hei! Cari mati lo?" seru Biru seraya melongokkan kepalanya dari kaca mobil dan gadis itu pun mendekati Biru.

"Tuan, tolong saya Tuan, saya tidak mau dijual!" rengeknya seraya menggoyangkan lengan Biru.

"Bukan urusan saya!" kata Biru seraya menyingkirkan tangan gadis itu yang menangis, membuat make-up di wajahnya itu luntur, bahkan maskaranya pun sudah menghitami area matanya membuat Biru terkekeh. Di matanya, Maya lah wanita paling cantik di dunia ini.

Lalu Biru kembali menginjak pedal gas meninggalkan gadis itu yang berlari mengejarnya, Biru memperhatikan gadis itu dari spionnya dan terlihat gadis itu diseret oleh dua pria berbadan tegap dan kekar, terlihat sangar dengan kumis hitam seperti ulat bulu yang menempel di atas bibirnya.

Biru memundurkan mobilnya hampir menabrak tiga orang tersebut.

Biru turun dari mobil seraya melepaskan jas dan melemparkan masuk ke mobilnya, Biru juga menggulung lengan kemeja itu sampai siku.

"Kalian kalau berani jangan sama perempuan!" kata Biru seraya melangkahkan kakinya.

Perkelahian pun tidak dapat dihindari, Biru menjentikkan jari tengah dan telunjukknya, Biru yang pandai ilmu bela diri itu meremehkan lawannya, Biru yakin kalau orang-orang itu hanya menang besar badan saja dan benar, Biru dapat melumpuhkan lawannya dengan mudah, mereka berdua berlari tunggang langgang sebelum kakinya dibuat patah oleh Biru.

Biru menatap pada gadis itu yang berjongkok di belakangnya, memeluk kakinya.

"Cepat pergi sebelum mereka menangkapmu lagi!" perintah Biru seraya berjalan melewati gadis itu dan langkah kaki Biru terhenti ketika merasakan kakinya ditahan oleh gadis tersebut.

"Tuan, tolong saya, saya akan melakukan apapun untukmu asal Tuan mau membantuku! Saya rela harus mencuci mobil mewah Tuan setiap hari, saya rela melakukan perintah Tuan!" tangis wanita itu yang sekarang sudah memeluk kaki Biru

Biru memijit pelipisnya, merasa direpotkan oleh gadis itu. "Maaf pembantu saya sudah banyak!" kata Biru seraya berusaha melepaskan kakinya tetapi gadis itu semakin erat memeluk kaki Biru membuat Biru dapat merasakan benda kenyal yang menempel di kakinya, membangunkan sisi kejantanan Biru yang belakangan ini menganggur.

"Sekali saja, Biru. Malam ini saja, dan kamu harus menyembunyikan rapat-rapat tentang malam ini!" kata Biru dalam hati, lelaki itu ingin mengikuti piktornya

"Baiklah, apa yang bisa saya bantu!"

"Sa-saya...," kata gadis itu terbata.

"Cepat! Saya sangat sibuk dan harus segera pulang!" bentak Biru menggertak wanita tersebut agar apapun yang Biru mau akan diberikan oleh gadis itu.

"Saya mau meminjam uang, saya akan membayarnya dengan cara dicicil, Tuan!" kata gadis itu seraya menunduk.

"Hah, sudah kuduga kalau ujung-ujungnya adalah uang!" gerutu Biru.

Terdengar suara isak tangis dari bawah kakinya, gadis itu pun melepaskan kaki Biru, terduduk lesu sudah pasrah dengan nasibnya apabila Biru tidak mau membantu.

Biru melihat ke sekelilingnya, terlihat sangat sepi dan Biru melihat jam yang ada di pergelangan tangannya waktu menunjukkan pukul 00.30 wib.

"Maya, maafkan aku sayang. Malam ini aku tidak pulang!" kata Biru dalam hati seraya membantu gadis itu untuk berdiri.

Biru membawa gadis itu masuk ke mobilnya terlebih dulu, lalu Biru melemparkan jas miliknya untuk menutupi tubuh gadis itu yang terekspos.

"Terimakasih," lirih gadis itu.

"Ini, lap matamu itu, terlihat sangat menyeramkan!" perintah Biru seraya melempar kotak tisu pada gadis itu.

Gadis itu pun menuruti perintah Biru, setelah make-upnya sudah terhapus terlihat kecantikan alami dari gadis yang berada di sebelahnya membuat Biru meliriknya.

"Berapa yang kamu butuhkan?" tanya Biru seraya memegangi setir kemudinya, matanya kembali memandang lurus ke depan.

"Seratus juta!" kata gadis itu tanpa melihat Biru.

"Apa? Kamu pikir seratus juta itu daun?" kata Biru seraya membulatkan matanya, pria itu tidak ingin membuang seratus juta itu untuk wanita yang tidak dikenalnya.

"Saya akan membayarnya dengan cara apapun, Tuan. Termasuk dengan keperawanan yang saya miliki, ini menyangkut hidup mati ayahku," kata gadis itu tanpa pikir panjang.

Mendengar kata perawan membuat Biru kembali teringat akan kebutuhan biologisnya.

"Baiklah, akan saya berikan, tetapi kamu harus ganti rugi sebanyak dua kali lipat apabila saya mendapati dirimu tidak lagi perawan!" kata Biru penuh penekanan dan gadis itu pun menganggukkan kepala.

"Dengan satu syarat, Tuan!" lirihnya seraya menatap Biru.

"Terlalu banyak syarat! Heh," jawab Biru yang tak mau menatap gadis itu, karena yang Biru mau hanya satu malam saja bersamanya.

"Kita harus menikah siri, agar hubungan yang kita lakukan tetap halal, Tuan bisa meninggalkanku kalau Tuan sudah merasa bosan. Secara tidak langsung aku menjual diriku pada Tuan," kata gadis itu seraya menitikkan air mata, bagaimana tidak. Gadis itu menjatuhkan sendiri harga dirinya.

Terdengar sangat lucu di pendengar Biru membuatnya tertawa.

"Hahaha! Lalu apa bedanya dengan preman tadi, kamu minta untuk diselamatkan karena tidak mau dijual."

"Berbeda, Tuan. Kita menikah siri dan hubungan yang kita lakukan tidak membuat dosa, kalau mereka menjual ku di tempat prostitusi maka itu akan menjadi dosa untukku," kata gadis itu yang terdengar kecewa karena Biru menyalah artikan ucapannya.

"Memang benar apa yang dikatakannya, aku bisa meminta hak ku sebagai suami kalau Maya sedang kelelahan mengurus Ifraz," batin Biru seraya mengusap dagunya, matanya menatap gadis yang berada di sampingnya.

"Tidak jelek, aku tidak akan rugi, apalagi kalau dia sudah tidak perawan aku akan mendapatkan uangku dua kali lipat!"

Bersambung.

Kejutan!

Maya terbangun dari tidurnya karena merasa haus, lalu wanita berambut ikal itu bangun untuk mengambil air minum, tersadar bahwa suaminya tidak ada di kamar, membuat Maya menghubungi Biru terlebih dulu, tetapi panggilan dari Maya tidak Biru terima, Biru mengirim pesan kalau dirinya lembur dan akan menginap di kantor.

"Jangan terlalu lelah, sayang," balas Maya tidak tertinggal emoticon kiss untuk suaminya.

Lalu Maya membuka akun sosial medianya, di sana sedang ramai membahas 'layangan putus' membuat Maya tertarik untuk membaca.

Selesai membaca yang sedang viral itu Maya kembali ke sisi Ifraz yang terbangun dan sepanjang menyusui Ifraz, Maya memikirkan layangan putus itu.

****

Ketika cinta itu harus terbagi?Apa yang akan kau lakukan sebagai wanita? Entahlah. Sudah pasti mengharapkan cinta yang sempurna dari kekasih hatimu bukan!

Tentu saja, kesetiaan yang diharapkan oleh setiap pasangan yang sudah resmi menikah, menjalani kehidupan rumah tangga tanpa adanya cinta yang lain di hati suami.

Tanpa ada yang mengusik pikiran dan ketenangan suami yang senantiasa kita doakan keselamatan dan kesehatannya juga keberkahan dalam rizkinya.

Namun, cinta tulus dari seorang istri kerap kali diuji dengan berbagai hal.

Salah satunya, ketika istri sudah tidak cantik atau menarik seperti dulu saat masih berkencan.

Tahukah suami? Itu hanya perubahan fisik saja, juga jangan pernah lupakan kalau istrimu begitu cantik dan menarik di mata lelaki di luaran sana. Walau begitu, hatinya selalu mencintaimu dengan perasaan utuh, perasaan sayang dan cinta terhadap suami, berharap suami juga akan melakukan hal yang sama yaitu mencintai tanpa membagi cinta! Tanpa syarat harus sempurna.

Suami, sayangi dan cintailah istrimu yang sudah berkorban banyak untukmu, untuk lelaki yang sudah memberikan kehidupan baru setelah ijab kabul itu terucap.

Inilah kisah cinta Maya dan Albiru yang mendapatkan cobaan dari orang ketiga.

****

Kejutan!

Dua hari berlalu.

Hari ini adalah hari ulang tahun Maya yang ke dua puluh tiga, wanita cantik itu mengenakan dress berwarna nude dengan menggendong baby Ifraz di sisi kirinya.

"Selamat ulang tahun, sayang," kata Biru seraya mencium kening istrinya di depan semua tamu undangan kemudian disusul dengan suara tepuk tangan meriah.

"Selamat sayang, semoga pernikahan kalian langgeng, doa terbaik dari Mamah buat kamu, semua doa yang terbaik!" kata Murni mama mertua Maya.

"Terimakasih, Mah," balas Maya.

Lalu Biru menengahi percakapan Maya dan Ibunya itu, Biru mengatakan memiliki kejutan untuk istrinya yaitu mobil yang Maya inginkan.

Ya, Biru adalah CEO muda yang sukses, membuat dirinya dapat dengan mudah membahagiakan istrinya dengan materi yang berlimpah.

"Iya, jadi ke mana-mana kamu tidak harus menungguku!" kata Biru seraya memberikan kunci mobil yang dihiasi pita cantik.

Maya, Biru dan Ifraz saling berpelukan.

Tak ada yang mencurigakan malam itu, semua masih terasa sama, tatapan mata Biru kepada Maya masih penuh cinta, masih penuh gairah sampai ketika Biru harus mengatakan yang sejujurnya pada Maya setelah pesta ulang tahun itu selesai.

Di kamar, Maya sedang melepaskan aksesoris yang berada di daun telinganya.

"Ada apa, Mas?" tanya Maya yang melihat suaminya dari pantulan cermin meja rias, terlihat Biru menundukkan kepala dan memijit pangkal hidungnya.

"Begini, Maya," lirih Biru seraya bangun dari duduknya, pria berbadan kekar itu berdiri di belakang Maya seraya memijit bahu istrinya.

"Maya, apa kau akan membunuhku apabila aku menikah lagi?" tanya Biru masih dengan memijit bahu Maya.

Maya terkekeh, menganggap suaminya itu hanya bercanda atau sengaja meledeknya di hari bahagia ini, di hari bertambahnya usia Maya.

"Mas, udahlah, jangan bercanda seperti itu, udah tidak mempan lagi tau nggak, aku tau kok kamu itu setia, baik dan selalu menyayangi aku kan!" kata Maya seraya mengusap tangan suaminya yang masih berada di bahu.

"Ya, kamu benar Maya! Aku selalu mencintaimu tetapi aku sudah membagi cinta itu sekarang," ucap Biru dalam hati.

Lalu, Biru mengecup leher jenjang Maya membuat Maya merasa sedikit geli, Maya bangun dari duduknya seraya berkata, "No... no... no!"

"Kenapa? Aku menginginkan itu?" kata Biru memelas agar Maya memberikan apa yang Biru mau.

"Masih nifas," ucap Maya, "aku mandi dulu!" lanjut Maya seraya mengambil kimono di lemarinya yang besar itu.

****

Keesokan harinya masih seperti biasa, Biru sarapan bersama dengan keluarga kecilnya, selesai dengan itu Biru mengecup kening Maya yang masih duduk di kursi meja makan tidak lupa juga Biru mencium gemas putra pertamanya yang berada di stroller.

"Hati-hati, Mas!" seru Maya seraya menatap kepergian suaminya.

"Sayang, nanti kita pergi ke rumah nenek, ya. Udah lama kita enggak ke sana," kata Maya pada Ifraz dan memang betul kalau Maya sudah cukup lama tidak menjenguk orang tuanya karena Biru selalu sibuk dan sibuk ketika Maya mengajaknya.

****

Di kantor, Biru memanggil sekretarisnya menanyakan agendanya hari ini, kebetulan hari ini tidak terlalu sibuk membuat Biru pulang lebih awal, tetapi Biru tidak pulang ke rumah Maya, lalu kemana Biru?"

Biru mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi sehingga tidak membutuhkan waktu lama bagi Biru untuk sampai ke rumah sakit tujuannya.

Biru masuk ke ruang rawat seorang pria paruh baya, pria itu adalah ayah dari Hafizah.

Biru mengecup kening Hafizah yang duduk di samping brangkar.

"Bagaimana keadaan Ayahmu?" tanya Biru.

"Masih sama, seperti kemarin. Mas, terimakasih sudah membiayai pengobatan Ayah," kata Hafizah seraya bangun dari duduknya.

"Sama-sama, sudah menjadi kewajibanku untuk membantu," ucap Biru seraya menatap mesra Hafizah.

Lalu, Biru membawa Hafizah ke kamar mandi. Keduanya melakukan hubungan suami-istri di sana. Hafizah menutup mulutnya rapat agar tidak menimbulkan suara berisik sedangkan Biru masih dengan semangatnya memberi serangan demi serangan untuk Hafizah.

"Terimakasih," kata Biru seraya merapikan kembali pakaiannya. Begitu juga dengan Hafizah, gadis berusia dua puluh tahun itu merapikan dress yang tersingkap.

Selesai dengan kebutuhan biologisnya, sekarang keduanya keluar bersama dari kamar mandi dan ternyata sudah ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa ayah Hafizah.

hafizah sangat malu saat dokter dan perawat itu sempat melihat Kearahnya yang baru saja keluar dari kamar mandi bersama dengan sorang pria.

Begitu juga dengan Biru, pria ber brewok tipis itu menyisir rambutnya menggunakan jari jemarinya membuat Hafizah semakin terpana dengan ketampanan Biru yang sedang berada di sisinya.

****

Di rumah Biru, Maya meminta pada salah satu asisten rumah tangganya untuk ikut bersama dengan dirinya, Maya baru saja mendapatkan kabar kalau ibunya mengalami stroke.

Dengan kecepatan sedang Maya mengendarai mobil barunya.

Sesampainya di rumah Sakit, Maya segera mencari keberadaan adiknya yang memberi kabar.

Maya menelepon untuk menanyakan berada di kamar mana ibunya di rawat.

"Ok, ini Mbak udah sampai kok di rumah sakit," kata Maya yang kemudian memutuskan sambungan telepon tersebut.

Maya meminta baby Ifraz yang sedang di gendong Mbak Susi (ART).

"Bu, itu kaya Pak Biru," kata Susi seraya memberikan Ifraz dan Maya mengikuti kemana arah Susi menunjuk.

"Iya, sama siapa, ya?" tanya Maya pada Susi yang tak menjawab.

"Sus, kamu bawa Ifraz ke ruangan mawar nomor 3 ya, nanti di sana ada adik saya juga!" kata Maya yang kembali memberikan Ifraz pada Susi

Bersambung

Hafizah?

Maya mengejar Biru, tapi sayangnya wanita itu kehilangan jejak.

"Apa aku yang salah lihat?" tanya Maya dalam hati, "lagi pula ngapain Mas Biru ada di sini?" lanjut Maya yang kemudian kembali ke keluarganya tanpa memikirkan apapun selain kondisi Lisna.

****

"Assalamu'alaikum," ucap Maya yang baru saja masuk ruangan Bundanya, Maya berjalan menghampirinya lalu mencium punggung tangan Lisna Wati yang mengalami stroke separuh badannya.

Lalu, Maya mendengar Manggala yang biasa disapa Gala itu memanggilnya.

"Mbak, Gala mau kuliah dulu! Nanti sepulang kuliah Gala balik sini lagi!"

"Iya," jawab Maya, "pulang kuliah jangan keluyuran!" lanjut Maya dan Gala mengiyakannya.

Lalu Gala memberikan baby Ifraz pada Maya. Gala mencium punggung tangan Bundanya yang tertidur bergantian dengan mencium punggung tangan Maya, terlihat kakak beradik itu saling menyayangi satu sama lain juga saling menjaga.

****

Hari sudah malam, Maya belum juga pulang, membuat Biru bertanya-tanya dimana istrinya berada.

Biru yang sedang membaca buku di kamarnya itu menghubungi Maya tetapi nomor ponselnya tidak dapat dihubungi karena ponsel Maya kehabisan daya baterai.

"Kemana dia? Kenapa tidak izin dulu!" gerutu Biru seraya terus menelepon Maya.

Lalu, Biru bangun dari duduknya, keluar kamar dan berteriak memanggil asisten rumah tangganya.

"Ipaah!" teriak Biru memanggil Bi Ipah membuat Ipah yang sedang mencuci perabotan itu segera mencuci tangannya, mengeringkannya dengan cara mengelap ke seragamnya, dengan tergopoh Ipah menjawab.

"saya, Tuan," kata Ipah yang sekarang sudah berdiri di depan Biru.

"Di mana Maya sama Ifraz?" tanya Biru yang terlihat sangat bete.

"Tadi saya mendengar kalau Non Maya mau ke rumah sakit," jawab Ipah.

"Siapa sakit?"

"Bu Lisna, Tuan."

"Ya sudah," kata Biru yang kemudian mencoba menelepon Gala, Biru menanyakan di mana alamat rumah sakit itu.

Setelah mendengar nama rumah sakit itu, Biru sedikit gugup karena mertuanya berada di rumah sakit yang sama dengan mertua barunya.

"Kenapa nggak bilang? Kalau bilang kan tadi Mas ke rumah sakit," kata Biru sedikit menutupi kegugupannya.

"Ya sudah, tanya ke Mbak mu itu mau di jemput apa pulang sendiri?"

"Mbak Maya udah pulang, belum lama sekitar sepuluh menit yang lalu," jawab Gala.

"Baiklah kalau begitu," kata Biru, setelah itu Biru memutus sambungan telepon itu.

Biru kembali ke kamarnya menunggu anak dan istrinya pulang.

****

Di rumah lain yang tidak terlalu besar, bisa dibilang sangat kecil, rumah itu adalah milik Hafizah.

Hafizah yang biasa di sapa Afi itu sedang memikirkan nasibnya yang menjadi istri siri dari Tuan Albiru.

"Apa dia sudah punya istri? Kenapa dia mau menerima ajakan ku untuk menikah siri?" gumam Afi.

"Kalau belum memiliki istri, apakah salah kalau secepat ini aku jatuh cinta padanya? Habisnya dia sangat keren, lembut, berwibawa juga kaya raya, bahkan dia dengan mudahnya melunasi hutang-hutang keluargaku pada lintah darat itu, aduh! Kenapa aku terus memikirkannya, bukankah sudah dikatakan kalau aku tidak boleh mencarinya dan dia yang akan datang padaku untuk meminta haknya sebagai suami? Tugasku hanya menerima! Ya, itulah yang Mas Biru katakan, aku harus patuh pada suamiku," kata Afi seraya melihat cincin kawin yang sore tadi Biru berikan.

Lalu, Afi teringat kalau dirinya harus menjaga Ayahnya yang hampir lumpuh karena disiksa oleh lintah darat malam itu, di mana lintah darat itu gagal menjual dirinya, beruntung Afi bertemu dengan Albiru yang menjadi penyelamat keluarganya.

Hafizah, gadis ceria itu mengambil tas tangan miliknya di meja ruang depan, gadis tinggi semampai itu juga tidak lupa mengunci pintu rumahnya.

****

Di rumah Albiru.

Maya baru saja masuk ke kamarnya, melihat suaminya yang tertidur di sofa dengan buku yang menutupi wajahnya, kemudian Biru terbangun karena mendengar suara Ifraz yang menangis.

"Anak Papih kenapa nangis? Pasti kamu kecapean ya, Nak!" kata Biru seraya mendekati Ifraz, Biru menciumi wajah mungil putranya yang sudah tampan dari lahir itu.

"May, anak kecil kok dibawa ke rumah sakit?" tanya Biru seraya memperhatikan Maya yang melepas jaket jeansnya.

"Dari mana kamu tau?" tanya Maya menyelidik.

"Tadi aku menelepon Gala," jawab Biru.

"Ya, mau gimana lagi, Mas. Bunda nggak ada yang merawat tadi Gala harus kuliah," jawab Maya yang sekarang sedang mengikat rambutnya keatas, membuat Biru merasa tergoda dengan leher jenjang istrinya itu.

"Mandi dulu sana, May!" perintah Biru yang sekarang menggendong Ifraz.

"Iya, sayang!" jawab Maya seraya mengecup bibir Biru yang dianggapnya sangat bawel.

Biru tersenyum dengan tingkah istrinya, selesai dengan mandinya, Maya melihat kalau Biru sudah tertidur bersama dengan Ifraz.

"Tumben, Mas Biru tidur cepet, biasanya merengek dulu dia," gumam Maya seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.

****

Keesokan harinya, Biru memilih untuk tidak ke rumah sakit karena takut akan kepergok Maya, Gala atau Hafizah.

"Sayang, kapan bunda pulang?" tanya Biru seraya memotong roti yang berada di piringnya.

"Entah, bantu do'a ya, Mas. Biar Bunda bisa cepat sehat bisa cepat pulang dari rumah sakit, sama aku mau minta izin. Nanti kalau Bunda udah pulang, Maya mau nginap di rumah Bunda selama beberapa hari," kata Maya yang berada di kursi sisi kanannya.

"May, aku nggak ngijinin. Kan masih ada Gala, lagi pula Gala masih sendiri ada di rumah. Aku nggak ngelarang kamu tapi kamu liat Ifraz, dia masih bayi."

Mendengar itu Maya terdiam, sudah tahu betul watak suaminya yang sama sekali tak mau dibantah. Maya merasa tertekan dengan perasaannya sendiri.

Ingin merawat Bunda yang sedang sakit tapi suami tidak mengizinkan, Maya menitikkan air mata, dengan segera Maya menghapusnya.

Seperti biasa, selesai dengan sarapan Biru mengecup kening Maya tidak lupa menciumi Ifraz yang berada di stroller.

****

Ternyata, diam-diam Maya pergi untuk mengurus Lisna tanpa sepengetahuan suaminya, sudah satu minggu Maya melakukan itu, Biru mengetahui itu karena dirinya melihat Maya yang keluar dari rumah Lisna saat Biru akan menjenguk mertuanya.

"Pantas saja Maya selalu kelelahan di malam hari!" gumam Biru yang masih berada di mobilnya, tangannya menggenggam erat kemudi.

****

Sementara itu, Hafizah mulai merasa cemas karena Biru belum kembali menemuinya setelah hari itu di rumah sakit.

"Kenapa aku harus memikirkannya, sudah dikatakan aku hanya menjual diriku, kenapa aku mengharapkan kehadirannya," gumam Hafizah yang sedang bekerja, gadis itu bekerja sebagai SPG di sebuah mall besar.

Sekarang Hafizah sedang bersiap pulang karena jam kerjanya itu sudah selesai, gadis itu memesan ojek online.

Sesampainya di rumah, Hafizah mendengar nyinyiran tetangga yang bertanya soal suaminya yang menikah malam itu.

"Nak, kemana suamimu?" tanya Bambang pada Afi yang baru saja membuka pintu.

Mendengar pertanyaan itu, Afi pun tidak bisa menjawab.

Terdiam...

"Nak!" Kembali Bambang memanggil Afi.

"Ah... iya. Mungkin dia sibuk," kata Afi yang kemudian masuk ke kamarnya.

Di kamar, Afi melihat ke ponselnya, berfikir untuk menelepon Biru dan menanyakan kabarnya.

"Telpon enggak, telpon enggak ya?" gumam Afi, akhirnya gadis itu memutuskan untuk menelepon.

****

Di kamar Maya, ia melihat ponsel Biru yang berada di atas nakas bergetar.

"Siapa malam-malam begini menelepon?" gumam Maya seraya mengambil ponsel suaminya.

"Tidak ada nama," gumam Maya, kemudian Maya terkejut karena ponsel itu di rebut oleh Biru yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Bukan siapa-siapa, mungkin orang iseng," kata Biru seraya menggeser tombol merah.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!