Kini dua pria dengan kepribadian berbeda itu sudah berada di dalam ruangan yang sama. Suasana di ruangan itu tampak hening tidak seperti biasanya, ada sebuah map yang sudah siap di tanda tangani, tapi sepertinya itulah yang membuat suasana itu menjadi hening.
"Kamu yakin dengan keputusanmu?"
Berkali-kali pria berkaca mata itu menanyakan hal yang sama.
"Iya tuan dokter, saya sangat yakin!"
Pria berkaca mata itu entah sudah berapa kali membetulkan ikatan rambutnya, memang sudah tidak terlalu panjang tapi ia lebih suka mengikat rambutnya. Ia tidak mau sampai rambutnya itu menggangu kenyamanan putra kecilnya.
"Ini masalah nya bukan cuma kamu, tapi istri kamu! Apa kamu yakin bisa mengatasinya? Dia terlalu manja?" lagi-lagi dia meyakinkan pada adik iparnya itu berharap dia mau menandatanganinya.
"Sangat yakin tuan dokter, saya hanya ingin keluarga yang saya bangun tidak bergantung pada apapun!"
"Baiklah terserah kamu, tapi jangan tolak lagi saat nanti kamu sudah sangat membutuhkan atau aku akan memberikan pada anak kalian nanti!"
"Tentu tuan, tentu!"
"Baiklah, sekarang kamu boleh pergi!"
"Selamat malam tuan!"
Pria itu segera meninggalkan ruangan itu, ini sudah lebih dari jam kerja. Memang baru hari ini dia masuk kerja setelah insident yang menimpanya dan juga istrinya. Pelaku penyekapan itu ternyata anak angkat kakek dari istrinya.
Langkahnya kembali terhenti saat ia berpapasan dengan ibu mertuanya yang kebetulan juga berada di situ, ini belum genap dua minggu istri dari atasannya melahirkan yang juga keponakan istrinya. Sungguh hubungan yang rumit.
"Ma ....!" sapanya pada wanita cantik yang dulu dengan tidak sengaja ia benci.
Wanita itu terlihat mengerutkan keningnya, ini sudah sangat larut tapi menantunya itu masih berkeliaran, "Kamu di sini?"
"Iya ma, tadi ada perlu sedikit dengan tuan dokter!"
"Kalau di rumah jangan panggil tuan deh, rasanya tidak enak, dia itu kakak iparmu loh!" nyonya Tania memperingatkannya.
Wilson hanya tersenyum, "Iya ma, maaf Wilson belum terbiasa!"
"Tisya nggak ikut?"
"Enggak ma, tadi katanya sedikit kurang enak badan!"
"Dia pasti maag nya kumat itu, kasih obat ini aja, biasanya dia selalu meminumnya!" ucap nyonya Tania sambil memberikan sebotol obat yang biasa di minum oleh putrinya, dia memang selalu membawanya kemana-mana karena juga memiliki riwayat maag.
"Terimakasih ma, kalau begitu Wilson pulang dulu!"
"Iya hati-hati di jalan, Salam buat Tisya ya!"
"Selamat malam ma!"
Wilson segera meninggalkan rumah itu, dia memasuki mobil miliknya yang sudah terparkir di depan rumah. Wilson terbiasa mendapatkan semuanya dari hasil kerja kerasnya. Ia tidak mau orang lain berpikir bahwa dia menikahi Tisya karena dia adalah adik dari atasannya.
Langit sedikit gelap, hujan gerimis mengguyur kota, jalanan terlihat basah walaupun hujannya tidak begitu deras. Di tengah jalan ia melihat ada kedai roti bakar yang masih buka, bibirnya tersenyum seolah menemukan sesuatu.
Ia pun meminggirkan mobilnya dan berhenti tepat di depan penjual roti bakar.
"Pak roti bakarnya satu ya, yang rasa coklat sama stroberi!" ucapnya pada penjual roti bakar.
"Baik mas, di tunggu sebentar ya mas!"
"Iya!"
Wilson pun memilih duduk di dekat penjual roti bakar agar tidak kehujanan, walaupun hanya rintik kecil tapi jika berdiam terlalu lama pasti bajunya juga akan basah.
Matanya mengamati jalanan yang tidak terlalu ramai itu, mungkin karena hujan jadi orang malas untuk bepergian jika tidak terlalu penting.
"Mas, sudah!"
Ahhh, setelah penantiannya selama sepuluh menit akhirnya pesanannya jadi juga.
"Semuanya berapa pak?" tanya Wilson sambil menerima bungkusan roti bakar itu.
"Dua puluh lima ribu mas!"
Wilson merogoh sakunya mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu ha, sambil menunggang kembalian Wilson tampak mengirimkan pesan pada seseorang.
...//Tis, aku sudah di jalan, mau pesan apa biar aku belikan sekalian pulang?//...
Wilson pun mengirimkan pesannya, tidak butuh waktu lama dan terdengar notifikasi pesan masuk, dengan cepat Wilson membuka kembali ponselnya.
...//Apa aja deh, lagi males mikir//...
Wilson tersenyum sambil membaca pesan itu, "Dasar, cuma suruh pesan aja males mikir!" gumamnya.
Akhirnya setelah mengambil kembaliannya, Wilson bergegas kembali masuk ke dalam mobil agar tidak semakin basah.
Mobil pun kembali melaju, rintik hujan semakin deras saja terlihat dari kaca mobil yang semakin buram, Wilson segera menghidupkan pembersih kaca agar jalanan dapat terlihat.
Hanya lima belas menit akhirnya sampai juga di depan rumahnya. Lampu masih terlihat menyala semua, itu tandanya istrinya belum tidur.
Setelah memasukkan mobilnya ke dalam garasi, akhirnya Wilson masuk dengan kunci cadangan yang dia bawa.
"Aku pulang ....!"
"Kenapa pulangnya malam banget?"
Wilson begitu terkejut, ia tidak menyadari jika Tisya berdiri di ruang tamu sambil melipat tangannya di depan dada.
"Maaf, tadi pembicaraan dengan tuan dokter terlalu serius, makanya malam!" ucap Wilson dengan wajah tanpa dosa.
Hehhhh
Tisya menghela nafasnya dan kembali duduk di sofa. Bukan karena ia kesal di tinggal terlalu lama tapi baginya berada di rumah sendiri itu menakutkan, ia bahkan tidak berani kemana-mana semenjak langit gelap. Apalagi di luar sedang hujan.
"Kenapa duduk?" tanya Wilson saat melihat istrinya kembali duduk.
"Memang aku harus apa?"
"Kamu tidak lihat, bajuku basah!"
"Terus?" tanya Tisya sambil mengerutkan keningnya, "Aku harus apa?"
"Benar-benar tidak romantis!" gerutu Wilson.
"Sudah lupakan!" Wilson berlalu begitu saja sambil meletakkan roti bakar di atas meja.
"Kenapa jadi dia yang marah? Bukankah seharusnya aku yang marah?" gumam Tisya sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Anehhhh ...!"
Tisya memilih membawa roti bakar itu ke dapur dan membuka ya, hidungnya terus mengembang mencium aroma roti bakar yang menggoda.
"Aku makan dulu nggak pa pa kali ya!" gumamnya perlahan tangannya mulai beralih sepotong roti bakar tapi segera di tahan oleh tangan seseorang.
Tisya segera menoleh ke sampingnya, suaminya itu sudah berdiri di sampingnya dengan baju yang berbeda. Sepertinya Wilson hanya mengganti bajunya tanpa mandi lebih dulu.
"Apaan sih Wil!?" protesnya saat tidak bisa mengambil roti yang sudah berada di depan lidahnya.
"Kalau makan tunggu aku!" protes Wilson, ia pun duduk dan menarik piringnya. Mau tidak mau Tisya kembali duduk dan menatap Wilson dengan penuh harap.
"Aku mau!" ucapnya dengan wajah di buat semanis mungkin.
Wilson yang sebenarnya hanya pura-pura marah itu tidak bisa melawan wajah manis istrinya, sepertinya itu kelemahannya saat ini,
"Buka mulutmu!" perintahnya dan Tisya tersenyum lalu membuka lebar mulutnya. Wilson menyuapkan sepotong roti untuk istrinya.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
Happy reading 🥰🥰🥰
Pagi ini Tisya terlihat sudah rapi dengan baju kerjanya, Wilson sebenarnya ingin bicara sedang istrinya itu sebelum berangkat kerja tapi melihat istrinya sudah begitu rapi ia melupakan tujuannya,
"Kamu mau ke mana?"
Bukannya menjawab, Tisya malah menunjukkan penampilan barunya, "Bagaimana? Suka nggak?"
"Memang kamu mau ke mana?"
"Aku dapat panggilan kerja!"
Wilson mengerutkan keningnya, "Pekerjaan lama kamu?"
Hehhhh, Tisya malah menghela nafasnya. Ia pun ikut duduk di samping suaminya itu. Sarapan mereka sudah habis sedari tadi, sebenarnya masih seperti hari-hari sebelumnya. Nyonya Tania mengirimkan sarapan untuk mereka, ia tidak mau putrinya yang manja itu membuat kekacauan di rumah suaminya.
"Aku kan sudah resign dari kemarin, my work is too hard there !"
"Tidak ada pekerjaan yang ringan!"
"Kamu kan cowok, tidak akan tahu bagaimana susahnya bekerja!"
Hehhh, kali ini Wilson yang menghela nafas, "Kamu yang terbiasa manja!"
Tisya begitu kesal karena di katakan manja oleh suaminya, "Sebenarnya kamu bolehin aku kerja nggak sih?"
"Nggak!"
"What's?" jelas Tisya terkejut. Suaminya itu memang susah di tebak. Ia tidak menyangka jika suaminya akan mengatakan hal itu.
"Aku mau kamu melanjutkan pendidikannya yang belum selesai!"
Kali ini Tisya bertambah terkejut, bahkan papanya saja tidak mengetahui jika dirinya tidak benar-benar lulus kuliah, ia mengelabuhi semua orang dengan ijasah palsunya. Uang bisa membeli segalanya dulu, waktunya memang hanya habis untuk bersenang-senang tanpa memikirkan masa depan, selama uang masih mengalir ia tidak memikirkan apapun kecuali hura-hura,
"Kamu tahu dari mana?"
"Memang kamu pikir kenapa kamu sulit mendapat pekerjaan?"
Hehhh, lagi-lagi Wilson menghela nafas.
Tisya baru sadar jika suaminya setengah detektif, apapun yang dia sembunyikan lama-lama juga akan ketahuan sama suaminya.
"Terus gimana dong sekarang?"
"Ikut aku ke kampus, kamu harus melanjutkan kuliahmu!"
"Tapi aku kan malu Will, masak aku kuliah sama mahasiswa yang usianya jauh di bawah aku!"
"Itu salah kamu kan, lagian aku juga nggak akan khawatir jika kamu kuliahnya sama anak-anak di bawah kamu!"
"Kenapa?"
"Nggak akan ada yang godain kamu!"
blushhhh, seketika wajahnya berubah sejuk mendengar pengakuan suaminya. Sayang suaminya terlalu kaku, tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan benar.
Tisya pun segera mendekatkan tubuhnya pada suaminya,
"Mau ngapain?" tanya Wilson yang menjauhkan tubuhnya hingga condong ke belakang.
"Mau kasih tahu bagaimana caranya bilang cemburu!"
"Jangan macam-macam ya, ini masih pagi!"
Tisya tersenyum, tangannya beradu di samping kiri dan kanan tubuh Wilson, bahkan wajahnya kini begitu dekat dengan wajah Wilson membuat pria itu seperti sedang menahan sesuatu, "Memang kenapa kalau macam-macam?" bisik Tisya.
Dia benar-benar ...., tuan dokter maafkan aku, tapi godaan ini sulit untuk aku hindari ....
Srekkkk
Dengan cepat Wilson menarik tengkuk Tisya hingga membuat bibir mereka bertaut, Tisya yang sebenarnya hanya ingin menggoda suaminya begitu terkejut hingga matanya terbelalak tak percaya. ia tahu biasanya suaminya paling susah di goda pas pagi hari karena takut terlambat, tapi hari ini berbeda.
Kini bibir Wilson ******* habis bibir Tisya. Tisya kini sudah duduk di atas pangkuan Wilson dengan tangan yang mengalung di leher Wilson. Tangan Wilson juga mulai melepaskan satu persatu baju yang ada di tubuh Tisya hingga menyisakan kemejanya saja.
Wilson segera berdiri dan menggendong Tisya dan membawanya kembali ke dalam kamar, olah raga pagi pun terjadi.
...🍂🍂🍂...
Kini Wilson sudah kembali keluar dari kamar mandi, ia harus mandi dua kali hari ini gara-gara istrinya.
Tisya masih duduk di atas tempat tidur dengan tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.
"Masih mau di sana atau ke kampus bersamaku?"
"Aku males ke kampus, lain kali aja ya!"
"Baiklah terserah kamu!"
Wilson sudah memakai kemeja dan celana baru yang bersih.
"Jangan lakukan apapun sebelum aku kembali, mengerti!" ucap Wilson terlihat sangat terburu-buru, ia sudah sangat telat hari ini.
"Iya, takut banget!"
"Karena kau akan membakar rumah ini!"
Cup
Wilson meninggalkan kecupan di kening istrinya lalu menyambar tasnya dan segera berlari keluar kamar, Tisya hanya tersenyum melihat kelakuan suaminya.
Setelah terdengar mobil suaminya meninggalkan halaman rumah mereka, Tisya pun segera turun dari tempat tidur dan mandi lagi.
Hari ini ia tidak akan kemana-mana dan tidak akan melakukan apapun kecuali menyapu karena menyapu adalah pekerjaan yang paling aman untuk dia lakukan.
Setelah selesai menyapu dan mengelap beberapa perabotan, tiba-tiba pintu rumahnya di ketuk, ia tidak merasa mengundang seseorang.
Tisya pun meletakkan kembali sapu dan lapnya di tempatnya semula,
"Sebentar!" teriaknya sambil melepaskan afron yang melekat di bajunya.
Tisya terlebih dulu mengintip dari balik jendela,
"Mama!"
Dengan cepat ia memutar kunci pintu, atas perintah Wilson, ia harus mengunci pintu jika hanya ada dirinya di rumah.
"Mama! Masuk ma!"
Nyonya Tania pun masuk, "Wilson kerja ya?"
"Iya ma!"
Tisya pun menutup kembali pintunya dan mengikuti mamanya, "Duduk ma!"
Setelah memastikan mamanya duduk Tisya pun menawari mamanya minuman,
"Mau minum apa ma?"
"Air putih saja!"
"Bentar ya ma!"
Tisya kembali ke dapur, mengambil segelas air putih dan membawanya kembali ke ruang tamu, ia ikut duduk bersama mamanya,
"Mama ada apa?"
"Tidak pa pa, sebenarnya mama mau ketemu suami kamu!"
"Ada masalah apa ma?"
"Kamu tidak tahu?"
"Apa ma?" Tisya semakin penasaran dengan ucapan mamanya.
"Kemarin Wilson menemui kakak kamu!"
"Iya, Tisya tahu!"
"Kamu tahu apa yang di bicarakan suamimu?"
Tisya menggelengkan kepalanya, ia memang tidak pernah menanyakan hal itu, "Ada apa ma?"
"Wilson menolak semua fasilitas yang di berikan kakak kamu, semuanya termasuk warisan dari kakek kamu!"
Benarkah? Kenapa?
Tisya terdiam, ia juga tidak mau gegabah dengan mempertanyakan hal itu pada mamanya. Ia harus tahu alasannya dari suaminya lebih dulu.
"Mungkin Wilson punya alasan tersendiri ma, mama jangan khawatir ya ma!"
"Tapi mama tidak bisa melihat ku hidup susah, sayang!"
"Tisya nggak susah ma, lagi pula kakek juga masih hidup! Nggak pantes lah ma membicarakan soal warisan!"
"Mama nggak nyangka kamu bisa dewasa secepat ini!"
Tisya tersenyum, ia juga tidak tahu sejak kapan memiliki pemikiran seperti ini. Sepertinya kebijakan Wilson sudah nular ke dia.
...Aku dulu biasa saja tapi menjadi luar biasa karena kamu yang menjadikanku luar biasa...
Mencintaimu dengan kesederhanaan
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @ tri.ani5249
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Mama Tania pulang setelah membuatkan makan siang untuk putrinya. Ia sangat sadar jika putrinya tidak mungkin membuat makanan sendiri,
"Terimakasih ya ma, aku jadi Malu kalau setiap hari seperti ini!"
"Sejak kapan punya malu!?"
"Ihhh mama!"
Tisya dan mamanya memang begitu akrab jadi sudah biasa mereka saling mengolok, tapi kejadian beberapa bulan lalu membuat hubungan mereka sedikit dingin. Semenjak semua sudah kembali normal, hubungan mereka juga kembali membaik.
Sikap keras kepala Tisya membuat mama Tania sedikit kewalahan mendidik Tisya. Wilson seperti sebuah anugrah di hidupnya, hanya dia yang mempu membuat Tisya perlahan berubah.
"Jangan lupa ya nanti tanyakan langsung sama suami kamu!" lagi-lagi mama Tania memperingatkan putrinya, ia ingin tahu apa alasan menantunya menolak semua fasilitas yang di berikan.
"Iya ma!"
"Ya sudah, kamu hati-hati di rumah! Mama pulang dulu ya!"
"Iya ma hati-hati!"
Tisya melambaikan tangannya mengantar kepergian sang mama. yang masuk ke dalam taksi online yang sudah di pesannya tadi.
Setelah memastikan mamanya pergi, Tisya pun segera berbalik. Tapi langkahnya kembali terhenti, ia mengingat sesuatu. Ia harus membeli beberapa camilan karena camilan di rumah itu sudah habis.
Tisya pun mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam rumah, ia sudah membawa dompet di tangannya. Ia mutuskan mengunci rumahnya dan meletakkan kuncinya di bawah keset yang ada di depan pintu.
Mini market tidak terlalu jauh dari rumahnya, ia hanya butuh jalan kaki lima menit dan langsung sampai. Mini market terletak di depan gang, di pinggir jalan masuk. Ia hanya perlu menyeberangi jalan utama dan langsung sampai.
Sepertinya berjalan kaki akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan Tisya, jika awalnya jalan kaki ke kamar mandi saja malas, sekarang kemana-mana harus jalan kaki.
Hidup itu memang ubahnya seperti roda yang berputar, kebanyakan berputar biasanya menipis tuh terus ganti dengan yang baru, bukan cinta atau keyakinannya yang menipis tapi keraguannya tentang kehidupan yang hanya stak di tempat.
Jika hari ini kita menangis, meronta minta di ubah takdinya, mungkin besok tiba-tiba kita berubah nih caption nya. Aku mau tetap gini dong, mau dong waktu berhenti sejenak agar tetap seperti ini.
Matahari masih terik, jam 2 siang adalah jam-jam matahari sedang asik menyinari bumi karena bentar lagi bakal terhempas dengan dinginnya awan.
Terlihat sesekali tangan Tisya menutupi matanya yang silau, karena kebetulan jalannya menghadap barat,
Tin tin tin
Sebuah mobil tiba-tiba memperlambat lajunya, dan si pemilik menurunkan kaca mobilnya.
Tisya menghentikan langkahnya, ia menoleh pada mobil itu. Ada Maira di dalam,
"Kak!"
"Mau ke mana?"
"Mau ke depan aja kak, ke minimarket di depan! Kak Maira ngapain di sini?"
"Nggak tadi kebetulan mau lihat-lihat rumah, siapa tahu ada yang cocok, masuk yuk!"
Maira membukakan pintu mobilnya, tapi Tisya terlihat ragu.
"Tapi aku cuma mau ke depan kak!"
"Nggak pa pa, di sana ada rest areanya kan?"
Tisya menganggukkan kepalanya,
"Ya udah ayo, kita ngobrol di sana! Sudah lama sekali kan kita nggak ngobrol!"
"Baiklah!"
...🍂🍂🍂...
Dua wanita itu sudah duduk di depan minimarket, duduk di bangku kecil dengan meja kecil berbentuk lingkaran, di bawah payung besar. Dua cup mie instan yang baru di sedu menjadi teman mereka mengobrol.
Dulu, mereka kerap mencuri waktu hanya untuk makan mie cup seperti ini. Sembunyi-sembunyi pergi ke minimarket terdekat dan memakan satu cup berdua.
"Memang kakak boleh ya makan ini sekarang?"
"Tenang, aku sudah nggak sakit!"
Walaupun tadi sudah makan, karena kebiasaan Wilson yang selalu memberinya makan mie instan, ia jadi terbiasa dan lama-lama jadi suka.
"Oh iya, katanya kakak tadi mau cari rumah? Buat siapa?"
"Buat aku!"
"Kakak?"
Bukankah kak Maira sudah punya apartemen bagus?
Tisya tidak begitu tahu dengan pemikiran kakaknya. Tapi cukup aneh saja, kenapa harus cari rumah baru sedangkan rumah papanya hanya dia yang punya.
"Iya Tisya, aku sengaja mau cari rumah yang sederhana! Kamu tahu sendiri kan sekarang perusahan papa nggak sebesar dulu, sebagian besar sahamnya sudah di jual ke perusahaan lain. Dan aku sekarang masih merintis karir sendiri, aku baru buka toko kosmetik kecil, sayang uangnya kalau aku buat bayar listrik atau bayar tagihan-tagihan yang lain yang begitu besar sedangkan penghasilannya tidak seberapa!"
Kasihan sekali kak Maira ...., semua gara-gara ulah papa. Mau bagaimanapun dia tidak punya masalah dengan kakaknya itu, cuma satu masalahnya. Wilson. Walaupun begitu ia tahu jika kakaknya nggak akan tega ngrebut Wilson dari dia.
"Jadi pa pa juga?"
"Enggak, papa aku suruh pindah ke apartemen aku aja, terus rumahnya di jual!"
"Nggak sayang kak?"
"Sayang sih, tapi mau bagaimana lagi!"
Tisya menoleh pada mobil mewah milik kakaknya, kalau di jual masih laku ratusan juta,
"Kamu pasti berpikir, kenapa nggak mobil saja?" Maira seperti tahu maksud tatapan Tisya.
"Hmm!"
"Nggak mungkin lah Tis, kalau mobil yang aku jual terus kemana-mana pakek apa aku!"
"Iya sih kak! Dapat nggak rumahnya tadi?"
"Dapat, tepat sekali di deket rumah kamu!"
"Beneran kak?" Tisya begitu senang dengan hal itu. "Kenapa tadi nggak mampir ke rumah?"
"Ada mama Tania!"
"Hahh, kakak lihat mama?"
Maira tersenyum, tapi terlihat sekali kalau senyumnya hambar, "Kakak masih nggak enak sama mama Tania, mungkin mama masih nggak suka sama kakak!"
"Nggak gitu kak!"
Tanpa terasa mie mereka habis tak bersisa karena obrolan mereka yang begitu asik, Maira pun segera meminum air mineralnya.
"Lusa bantu aku beres-beres rumah baru ya, sekarang aku pergi dulu!" ucap Maira sambil berdiri meninggalkan Tisya yang masih duduk di tempatnya.
Wanita cantik itu segera memasuki mobilnya dan berlalu begitu saja.
...Bumi ini bukan kotak atau segitiga, tapi bumi ini bulat. Jadi jangan ngeluh kalau pas di bawah, kasihan tahu yang lainnya kalau kita terus di atas. ...
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
Happy reading 🥰🥰🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!