Di sebuah kamar hotel, terlihat dua orang berbeda gender sedang saling beradu desah*an dan erang*n untuk sama-sama mencapai sebuah puncak kenikmatan. Lelaki itu terus memompa tubuh sang wanita, sedangkan si wanita terus saja mendes*h di bawah sana.
Ketika lelaki itu merasakan hendak mencapai puncak, gerakannya semakin menghentak-hentak. Namun, belum juga adik kecilnya muntah, terdengar pintu kamar yang dibuka dengan sangat kencang. Menghentikan gerakan lelaki itu secara mendadak.
"Maaf, saya tidak tahu kalau kalian sedang anu." Rasya terlihat begitu gugup, melihat pemandangan yang baru saja dia lihat secara langsung karena selama ini dia hanya melihatnya di video ponsel.
Rasya menatap pintu kamar hotel dengan tulisan 212. Kemudian, dia menepuk kening karena telah salah kamar. Sementara lelaki yang gagal sampai puncak, akhirnya terpaksa mencabut adik kecilnya karena sudah tidak lagi berselera.
"Kurang ajar sekali!" hardik lelaki itu. Rasya menutup wajah saat lelaki tersebut menghadap ke arahnya dengan tanpa berbusana.
"Bisakah kamu menutup tubuhmu dulu, Om? Kamu menodai mata suciku," cebik Rasya. Dia mengintip dari sela jari dan melihat lelaki itu sedang menutup tubuhnya dengan selimut.
"Ada perlu apa kamu ke sini? Kamu mengganggu kegiatanku!" murka Pandu, sedangkan Cecilia, teman duet Pandu di atas ranjang, menatap Rasya dengan tajam.
"Maaf, Om. Aku udah salah kamar. Harusnya kamar 211 kok malah masuk kamar Wiro Sableng 212. Aku juga melihat pemandangan yang membuat mata suciku sebagai gadis dua puluh tahun menjadi ternoda." Rasya berceloteh. Pandu yang mendengarnya hanya mengembuskan napas kasar.
"Kamu berisik sekali!" omel Pandu. Dia berjalan mendekati pintu tempat Rasya berdiri. Melihat jarak Pandu yang semakin dekat, Rasya terlihat begitu gugup. Dengan gerakan perlahan, Rasya melangkah mundur.
"Kamu mau ngapain, Om?" Rasya semakin terlihat gugup, apalagi saat melihat bibir Pandu yang menyeringai dan tatapan mata lelaki itu terlihat tajam seolah hendak melahapnya hidup-hidup.
"Tentu saja memberi pelajaran untuk perusuh kecil sepertimu!" Rasya menelan salivanya dengan susah payah.
"Kalau begitu aku mau kabur dulu. Sampai jumpa, Om Tampan!" teriak Rasya. Namun, sebelum menutup pintu kamar itu, Rasya menjulurkan lidah ke arah Pandu untuk mengejeknya. "Jangan lupa cukur bulu ketek, Om! Badan sixpack, tapi bulu ketek kaya hutan belantara!" ledek Rasya.
"Berani sekali ka—"
Brak!
Sebelum teriakan Pandu selesai, Rasya sudah menutup pintu itu dengan sangat kencang, bahkan sampai membuat Pandu terlonjak.
"Dasar gadis sialan!" umpat Pandu sambil menendang pintu itu dengan kencang. Rasanya, amarah Pandu sudah naik ke ubun-ubun. Dia berbalik dan melihat Cecilia sedang duduk di tepi ranjang masih tanpa berpakaian.
"Pakai bajumu!" titah Pandu.
"Sayang, kita 'kan belum selesai," kata Cecilia dengan suara yang dibuat sangat sensual.
"Kamu pikir aku masih tetap bernaf*u setelah ada perusuh kecil?" tanya Pandu penuh penekanan. Tubuh Cecilia sedikit meringsut karena dia tahu bagaimana seorang Pandu Nugraha Andaksa ketika sedang marah.
"Pakai bajumu dan segera pergi dari sini atau aku akan membuat hidupmu hancur!" Pandu mengulangi dengan sangat tegas.
Cecilia pun bergegas memakai baju lalu pergi dari kamar tanpa membenahi riasannya yang sudah berantakan. Setelah pintu kamar tertutup rapat, Pandu menghempaskan tubuhnya di ranjang secara kasar. Dia mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas lalu menghubungi Arga—asisten pribadi Pandu.
"Hallo, Ga! Kamu lihat CCTV di sekitar kamar hotel tempatku menginap sekarang dan cari perusuh kecil yang sudah berani menggangguku! Pastikan dia berada di hadapanku dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam!" titah Pandu tanpa basa-basi. Setelahnya, dia mematikan panggilan itu secara sepihak.
Lihat saja! Aku tidak akan membiarkanmu lepas!
Hai, Jumpa lagi dengan Othor Kalem nih. Jangan lupa beri dukungan ya Gaes
Semoga hari kalian menyenangkan.
Rasya berlari dengan sangat kencang karena takut Pandu akan mengejar. Tujuannya datang ke hotel adalah untuk memergoki pacar Zety—sahabatnya— pun akhirnya gagal total. Setelah sampai di depan hotel, Rasya segera menghentikan angkutan umum yang lewat untuk pulang ke rumah kontrakan.
"Kenapa lari-lari, Neng?" tanya sopir angkot. Dia kembali melajukan mobil setelah Rasya duduk tepat di belakangnya.
"Bentar, Pak. Aku ambil napas dulu." Rasya mengarahkan telapak tangan ke arah sopir angkot itu. Kemudian, dia menghirup napas dalam dan mengembuskan dengan cepat. "Ah! Lega!"
Kebetulan mereka hanya berdua di dalam angkot, membuat Rasya merasa begitu bebas. "Aku habis lihat adegan dewasa, Pak."
Citt!
Mobil itu berhenti secara mendadak sehingga tubuh Rasya terhuyung ke depan bahkan hampir saja terbentur belakang jok yang diduduki sopir.
"Bukan pemerkos*an 'kan? Kamu tidak dilecehkan 'kan?" cecar sopir tersebut. Rasya menggeleng dengan cepat.
"Bukan, Pak. Pengantin baru kayaknya." Rasya mengambil jalan aman karena dia tidak mau jika akan semakin didesak dengan banyak pertanyaan. Sopir angkot itu hanya mengangguk mengiyakan lalu kembali melajukan mobilnya.
***
"Suketi! Markonah! Zaenab! Gue pulang!" teriak Rasya saat membuka pintu kontrakan yang dihuni oleh empat gadis cantik itu.
"Apaan sih, Ra. Udah kaya tinggal di hutan aja!" protes Zety.
"Gue bawa kabar menghebohkan sejagat raya." Rasya bicara dengan sangat antusias.
"Kabar apaan sih, Ra?" tanya Zahra tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.
"Barusan gue lihat orang anu," kata Rasya. Zety dan Zahra terlonjak kaget. Bahkan Zahra sampai menaruh ponselnya secara sembarang.
"Jangan bilang elu lihat Gunawan lagi genjotan sama wanita lain?" tukas Zety. Wajahnya terlihat begitu sedih.
"Gue emang lihat orang genjotan, tapi bukan Igun! Dia lebih tampan dari si Igun. Lebih macho, lebih gagah dan body-nya uwu banget, tapi sayang ...." Rasya menghentikan ucapannya.
"Sayang apa?" tanya Zahra tak sabar.
"Sabar, Zaenab!" celetuk Rasya.
Zahra mendelik ke arah Rasya. "Gue itu Zahra bukan Zaenab!" timpal gadis itu kesal, Rasya hanya terkekeh.
"Kalian bahas apa sih? Serius banget?" tanya Margaretha yang baru selesai dari kamar mandi.
"Markonah, sini. Gue dapat cerita baru." Rasya melambaikan tangan menyuruh Margaretha untuk bergabung.
"Ra, nama gue bagus-bagus elu ubah jadi Markonah. Gue bilangin bapak baru tahu rasa elu, Ra." Margaretha dengan santai mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil.
"Elu kelamaan, Ra!" cibir Zety yang sudah tidak sabar mendengar kabar tentang Gunawan, kekasihnya yang selingkuh dengan anak sebelah rumah.
"Suketi, elu bisa sabar dikit enggak, sih?" Rasya menyandarkan kepala di sofa. "Gue salah kamar barusan. Bukan kamar yang dipesan Igun yang gue buka."
"Berarti elu belum ketemu Igun?" tanya Zety dengan cepat.
"Belumlah. Gue hampir aja dibunuh sama om tampan gegara ganggu dia yang hampir sampai di puncak kenikmatan," ucap Rasya. Bayangan adegan dewasa tadi secara spontan terputar dalam ingatan membuat Rasya tertawa sendiri.
"Mulai gila ini anak!" kata Margaretha. Dia memegang kening Rasya, lalu beralih memegang pantatnya. Rasya yang melihatnya langsung menggeram kesal.
"Jangan samain kening gue sama pantat elu, Markonah!" protes Rasya.
"Udahlah, Ra. Elu kebanyakan ngelawak. Cepet kasih tahu tuh om tampan kenapa?" Kesabaran Zahra mulai menipis.
"Body macho, roti sobek rasa susu, ganteng, gagah, tapi sayang ...." Rasya kembali menghentikan ucapannya membuat ketiga sahabatnya mendelik tajam. "Sayang bulu keteknya kaya hutan belantara!" imbuh Rasya diiringi gelak tawa yang begitu menggelegar.
"Dasar, Kurap!" Zahra menonyor kepala Rasya sehingga tawa Rasya langsung meredam seketika.
"Bulu ketek buat cowok tuh malah menambah kesan macho, Kurap!" Zety yang merasa begitu gemas, sampai memukul lengan Rasya, dan membuat gadis itu mengaduh.
"Nama gue tuh bukan Kurap! Tapi Kumala Rasya Putri!" bantah Rasya tak terima.
"Alah! Kepanjangan, kalau disingkat sama aja jadi Kurap!" Zety menimpali.
"Enggak papa deh, gue ini Kurap, yang penting gue Kurap paling cantik! No debat no protes! Kalian protes enggak gue beliin cilok!" ancam Rasya.
"Serah elu, deh!" kata mereka bertiga kompak. Rasya hanya menunjukkan rentetan gigi putihnya tanda puas.
Pandu melangkah tegas masuk ke rumah mewah pribadi miliknya. Beberapa pelayan di rumah itu menyambut sang tuan muda. Membungkuk hormat saat Pandu berjalan di depan mereka.
Raut wajah Pandu tampak begitu datar, bahkan tidak ada sedikit pun senyuman di wajah lelaki tampan itu. Pandu masuk ke ruang kerja, dan duduk menyilangkan kaki di kursi kebesaran. Kepalanya bersandar pada kursi dan dia melakukan pijatan-pijatan lembut di pelipis.
Selang beberapa saat, pintu ruangan diketuk. Setelah Pandu menyuruh masuk, terlihat Arga keluar dari balik pintu dan berjalan mendekat. Arga membungkuk hormat saat sudah berdiri tepat di depan Pandu.
"Bagaimana, Ga? Kamu sudah menemukan informasi tentang perusuh kecil itu?" tanya Pandu tanpa basa-basi.
"Sudah, Tuan." Arga menjawab sopan. Bibir Pandu terlihat menyeringai tipis.
"Kamu selalu bisa diandalkan, Ga. Sekarang katakan semuanya!" titah Pandu.
Arga menghirup napasnya dalam sebelum mulai berbicara.
"Namanya Kumala Rasya Putri. Tinggal di rumah kontrakan bersama tiga temannya, bekerja sebagai pelayan di Restoran Gama milik Tuan Gatra Mahardika."
"Ternyata hanya seorang pelayan restoran," ledek Pandu, terlihat senyum sinis di sudut bibirnya.
"Iya, Tuan. Dia termasuk gadis ceria yang pekerja keras, Tuan." Arga menambahkan.
"Aku harus memberinya hukuman karena sudah berani mengganggu aktivitasku, apalagi sudah berani menghinaku!" Tangan Pandu terkepal erat sampai buku-buku kukunya memutih saat teringat ucapan Rasya yang mengatakan 'hutan belantara', apalagi saat gadis itu menjulurkan lidah untuk meledeknya.
"Hukuman apa yang akan Anda berikan, Tuan?" Arga menatap Pandu lekat. Dia merasa kasihan dengan Rasya karena seorang Pandu tidak akan membiarkan siapa pun yang sudah mengganggunya bisa hidup dengan tenang.
"Lihat saja nanti. Sekarang kita ke Restoran Gama." Pandu bangkit dari duduk, lalu berjalan keluar ruangan diikuti Arga yang mengekor di belakang.
Senyum seringai semakin terlihat jelas saat Pandu sudah memiliki rencana untuk membuat hidup Rasya menderita karena sudah berani menjadi seorang perusuh untuknya.
***
Rasya sedang membersihkan meja setelah pelanggannya pergi. Menumpuk piring kotor menjadi satu tumpukan lalu membawanya ke tempat cucian piring. Rasya terlihat sangat bersemangat, bahkan senyum di bibir gadis itu terlihat mengembang.
Gatra Mahardika—pemilik restoran, duduk di meja kasir dengan senyum lebar saat melihat Rasya berjalan melewatinya. Gatra begitu kagum dengan gadis tersebut. Gadis cantik yang selalu ceria, apalagi saat mengobrol dengannya, seolah ingin terus mengobrol dan tidak rela jika harus terhenti.
"Ra!" panggil Gatra. Rasya yang baru selesai dengan tugasnya, berjalan mendekati meja Gatra.
"Ada apa, Mas?" tanya Rasya sopan. Walau hubungan mereka dekat, tetapi ketika berada di restoran, Rasya akan menghormati Gatra sebagai bosnya.
"Kamu sudah sarapan?" Gatra bertanya dengan lembut.
"Sudah, Mas. Tadi sarapan bareng si Suketi, Zaenab, sama Markonah." Gatra menutup mulut, menahan tawa saat mendengar jawaban Rasya menyebut nama teman-temannya.
"Kamu ini ada-ada saja." Gatra mendecakkan lidah, diiringi gelengan kepala.
"Memang kenapa, Mas? Mau ngajak sarapan? Aku sih ayo aja. Perut aku masih muat diisi tiga piring nasi goreng," kata Rasya. Dia mengelus perutnya yang rata. Tubuh Rasya terbilang ideal, tidak terlalu gemuk ataupun kurus. Namun, jika menyangkut soal makanan, gadis itu adalah jagonya.
"Suruh Sukma bikin nasi goreng, nanti kita sarapan di ruanganku saja," perintah Gatra. Wajah Rasya terlihat bingung. "Kenapa?" tanya Gatra saat Rasya masih berdiri di tempatnya.
"Tidak perlu deh, Mas. Nanti aku dikira tukang main pelet," tolak Rasya. Dia melirik Bella—teman satu profesi yang menyimpan perasan kepada Gatra, sedang menatap tajam ke arahnya.
"Kenapa begitu?" tanya Gatra penuh selidik.
"Ya, aku ini 'kan cuma pelayan. Masa iya, makan bareng bos di ruang pribadi saat jam kerja. Aku diperlakukan spesial seperti martabak aja," celetuk Rasya. Lagi-lagi, Gatra menutup tawanya.
"Sudah, biarin aja! Ini restoranku. Jadi, aku bebas mau melakukan apa pun." Gatra turun dari kursi, lalu hendak berjalan ke ruangannya. Namun, langkah Gatra terhenti saat melihat dua orang lelaki masuk ke restoran. Bahkan Gatra sampai mengucek mata untuk memastikan kalau penglihatannya tidaklah salah.
"Tuan Pandu." Melihat Gatra yang terkejut, Rasya segera berbalik untuk melihat siapa yang datang. Namun, tubuh Rasya seketika menegang saat melihat lelaki yang kemarin sedang main genjotan, berjalan mendekat dengan raut wajah sangat datar, bahkan Rasya melihat sorot mata lelaki itu begitu tajam.
Matilah aku!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!