NovelToon NovelToon

Limerence

Prolog dan Chapter 1 - Satu Kelompok?

Rasa cinta itu berawal dari terbiasa, dan itu yang dirasakan oleh Adista.

Adista, cewek pecinta Oppa itu sudah terbiasa dekat dengan Harris dan tanpa dia ketahui, dia merasa jatuh cinta dengan Harris.

Tapi, Adista harus dipertemukan dengan Langit, cowok bad boy sekolah yang terpaksa harus jadi pemeran utama untuk drama tugas Bahasa Indonesia.

Drama tentang cinta anak SMA membuat Adista dan Langit harus membuat chemistry agar drama mereka terlihat bagus.

“Kamu kenapa meluk aku? Di naskah gak ada acara peluk-pelukan!”

- Adista

“Sorry, aku reflek, By.”

- Langit

 

CHAPTER 1 - SATU KELOMPOK?

Adista menatap Harris yang tengah duduk berdua dengan Sasa sambil tertawa. Pedih. Itu yang dirasakan oleh Adista, cowok yang menjadi teman curhatnya itu tengah berbahagia, bukan dengan Adista tetapi dengan Sasa.

Adista menghela napasnya, Sasa adalah temannya saat baru pertama kali masuk kelas XI. Adista dan Sasa sangat dekat, tetapi saat mendengar Harris dekat dengan Sasa, Adista menjadi agak menjauh dari Harris dan Sasa.

Masuknya Bu Fitri membuat semua siswa dan siswi di dalam kelas itu menjadi diam. Guru Bahasa Indonesia yang kelewat killer itu telah duduk di kursinya.

“Saya gak mau ada suara sedikitpun terdengar di telinga saya,” ucapnya setelah duduk di kursinya. Otomatis semua murid menjadi diam karena ucapan Bu Fitri. “Saya akan sebutkan nama-nama berdasarkan kelompok.”

Adista berdecak kesal dengan guru yang ada di depannya ini. Belum juga dijelaskan materi tentang teater, tetapi sudah membuat kelompok.

“Kelompok satu, Adista, Langit, Dinda, Harris ....”

Menatap Harris yang juga tengah menatap Adista, tersenyum kecil, Adista kembali memusatkan penglihatannya ke depan dan mendengarkan nama-nama anggota kelompok yang lainnya.

Setelah selesai, Adista kembali menatap nama-nama teman sekelasnya yang sudah dia tulis di bukunya. Tamat sudah, semua anggota kelompoknya sangat berantakan, sangat susah diatur. Kecuali Harris dan Dinda.

“Untuk kelompok Adista,” Adista mengangkat kepalanya saat merasa namanya di panggil. “Saya harap Langit yang menjadi pemeran utama cowok.”

Adista mengernyitkan keningnya. Langit? Adista melirik bangku Langit yang kosong, entah kemana cowok itu sekarang.

“Kenapa harus Langit, Bu?” tanya Adista.

“Saya harus lihat perkembangan Langit, saat di hukum kemarin, dia bilang akan berubah.”

Adista hanya menganggukkan kepalanya lemah. Memang dari awal sudah hancur kelompoknya.

* * *

Terkutuklah wahai orang yang  bernama Dinda itu. Cewek itu sudah menghabiskan paket internet yang sangat Adista sayangi itu. Adista berlari kecil sambil melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Lima menit lagi.

“Mikko, ruang OSIS buka, gak?” tanya Adista terburu-buru.

“Buka. Disana ada Lang ....”

Adista langsung saja bergegas menuju ruang OSIS saat Mikko mengatakan buka. Lima menit lagi atau Adista akan tertinggal live streaming Oppa-nya.

Duduk di salah satu kursi disana, Adista langsung membuka aplikasi untuk melihat Oppa-nya yang sedang live straming.

“Yah ... telat,” desah Adista saat melihat live streaming Oppanya yang tertinggal. “Semua gara-gara Dinda, padahal gue udah nyisain kuota gue buat ngeliat Oppa Ong gue,” gerutu Adista sambil tertawa-tawa saat melihat ponselnya.

Adista tidak tahu kalau di ruangan itu dia tidak sendiri. Ada Langit yang tengah tertidur di dekat komputer yang memang agak di ujung ruangan itu.

“Lo kalo gak berisik bisa gak sih?” tanya Langit sambil menggeram marah saat waktu tidurnya terganggu.

“Iya, maaf,” ucap Adista tanpa melihat siapa orang itu. Kalau sudah bersama dengan Oppa, Adista tidak akan mendengarkan atau melihat apa-apa selain ponselnya. “Lanjut aja tidurnya, gue gak bakal ganggu lagi.”

Bohong kalau Adista tidak menganggu lagi. Jelas-jelas setelah beberapa menit Adista mengatakan itu, Adista kembali tertawa sambil menghentak-hentakkan kakinya.

“Kalo gue bilang gak usah ribut, ya gak usah!” tegas Langit sambil mengambil ponsel Adista membuat Adista jengah dan menatap tajam Langit.

Tetapi tidak lama, setelah menatap Langitdengan tatapan tajam—menurut Adista. Adista langsung menunduk, air matanya sudah akan tumpah saat ini juga. Adista bisa menjadi cewek cengeng saat kesenangannya terganggu.

Langit gelagapan, dirinya sudah tahu kalau Adista itu cengeng. Entah kenapa, Langit sangat suka melihat Adista yang seperti ini. Langit menatap Adista yang tengah tertunduk dan membuat garis lurus di bibirnya. Langit tersenyum!

Menyodorkan ponsel Adista kembali, Langit langsung pergi dari ruan OSIS.

* * *

Langit menghembuskan napasnya sehingga keluar asap menggebu dari mulutnya, mematikan sisa rokok yang ada di tangannya, Langit berdiri dari duduknya.

“Mau kemana, Lang? Balik ke kelas?” tanya Bayu sambil menghisap rokok yang ada di tangannya.

“Iya, gue mau ketemu Adista,” kata Langit yang langsung pergi tanpa menghiraukan panggilan dari teman-temannya.

Aneh? Iya! Langit, cowok itu sudah tergila-gila dengan Adista. Berawal dari Adista yang marah-marah gak jelas

karena Oppa yang dia cintai itu dinistakan oleh temannya. Dan Adista yang menangis karena temannya mengambil ponsel miliknya atau menghabiskan kuota miliknya.

Keanehan Adista itu menjadi daya tarik tersendiri bagi Langit.

Langit, sudah jatuh cinta sejak lama kepada Adista. Bahkan, Langit sudah tahu kalau Adista itu mengejar Harris.

“Tumben mau masuk kelas, Lang,” ucap Mikko sambil menatap jengah Ibu guru yang tengah menjelaskan pelajaran di depan kelas.

“Pengen ngeliat Adista,” jawab Langit asal.

Mikko berdecak dan melanjutkan tidurnya yang tertunda. Sedangkan Langit tengah menatap Adista yang memperhatikan penjelasan guru di depan dengan seksama membuat Langit tersenyum tipis.

“Rumus fisika ada di wajah Adista, Langit?” tanya Ibu Fany membuat Adista menoleh ke arah Langit dan Langit segera menatap Ibu gurunya itu.

Langit terkekeh dan menggeleng pelan. “Tadi mau merhatiin Ibu jelasin, tapi muter dulu kesana, baru ke papan tulis,” kata Langit asal memainkan bola matanya agar Ibu Fany percaya.

Ibu Fany menggelengkan kepalanya dan melangkah jauh dari tempat duduk Langit dan duduk di mejanya. “Ada yang bisa mengerjakan soal di depan?”

Adista memutar bola matanya untuk melihat siapa yang akan maju. Adista memang seperti itu, dia tidak berani maju padahal dia sudah memiliki jawabannya. Sehingga, dia akan kehilangan kesempatan dan menyesalinya

sendiri.

“Maju aja, Dis,” bisik Dinda saat melihat gelagat Adista yang bimbang. “Lo udah dapet jawabannya, maju aja.”

Adista berdiri dan melangkah maju ke depan kelas sambil membawa bukunya. Mengambil spidol yang ada di meja guru, Adista segera menuliskan jawaban miliknya.

Langit yang melihat Adista yang berada di depan kelas, tersenyum sambil menopang dagunya memperhatikan Adista.

“Lo segitu sukanya ngeliat Adista ya?” tanya Mikko yang entah sejak kapan sudah bangun dan memperhatikan Langit. “Citra bad boy lo, seketika hilang saat lo jatuh cinta kayak gini.”

“Iya, gue pernah bilang kan gue mau berubah? Sekarang, saatnya gue berubah.”

* * *

Chapter 2 - Pemeran Utama

“Yang kelompok Adista, jangan pulang dulu.Adista mau ngomongin tentang tugas bahasa Indonesia,” teriak Dinda saat guru yang mengajarnya telah pergi dari kelas.

Otomatis semua yang merasa kelompok Adista langsung mendekat ke arah Adista dan Dinda berada, tidak dengan Langit. Cowok itu tidak tahu apa-apa tentang tugas bahasa Indonesia itu, dia bahkan tidak tahu dia berada di kelompok berapa.

“Langit, lo kelompok Adista,” teriak Dhika saat Langit hendak keluar dari kelas. Dengan segera, Langit mundur dan mengangkat sebelah alisnya.

“Gue?” tanya Langit sambil menunjuk dirinya sendiri.

Dhika hanya mengangguk, Langit terlihat bingung tapi dia melangkah mendekati Adista dan yang lainnya.

“Gue beneran kelompok lo, Dis?” tanya Langit pura-pura cuek—padahal dia tidak bisa menahan senyumannya.

“Iya, kata Bu Fitri lo harus jadi pemeran utama,” kata Adista sambil menghitung teman-temannya dan juga menghitung naskah yang dia pegang.

Setelah lengkap, Adista berdiri dan memberikan satu per satu naskah yang dia pegang kepada anggota kelompoknya.

“Gue belum tahu siapa pemeran utama ceweknya. Ada yang mau?” tanya Adista setelah selesai memberikan naskah itu.

“Gue yang pendek aja, Dis,” kata salah satu cewek yang berambut pendek.

“Boleh gue kasih usul?” tanya Dinda saat dia selesai membaca singkat naskah. “Kenapa gak lo aja yang jadi pemeran utama cewek? Sifat Kayra di sini mirip lo, Dis,” ucap Dinda mencoba meyakinkankan Adista sambil melirik Langit.

Adista menimbang-nimbang. Kalau dia terima, pasti dia akan lebih sering bertemu dengan Langit untuk latihan drama.

Adista melirik Harris yang tengah membaca naskah miliknya tanpa menghiraukan Adista yang sangat berharap bahwa Harris akan menolak dan merasa cemburu.

Tapi sepertinya itu hanya angan-angan dan khayalan Adista saja. Buktinya, saat Harris selesai membaca naskah itu, dia langsung setuju kalau Adista memang cocok beradu dengan Langit.

“Jadi, semua setuju kan kalo Adista yang jadi pemeran utama cewek?” tanya Dinda kepada teman-temannya yang lain, sedangkan teman-temannya itu menyorakkan setuju.

Adista menghela napasnya, dan mengangguk pasrah. Mungkin, memang benar kalau Harris tidak pernah menyukainya, tidak akan pernah melirik ke arahnya.

* * *

Harris : Cie ... yang bakal jadi pemeran utama.

Adista tersenyum miris saat melihat pesan itu baru saja masuk ke ponselnya. Adista tidak ada niatan untuk membalas atau bersanda gurau bersama Harris saat ini, yang dia pusingkan adalah: Bagaimana caranya dia bisa membuat chemistry dengan Langit yang jelas-jelas tidak pernah dekat dengan dirinya.

“Dis ...,” Adista langsung mengalihkan pusat penglihatannya ke arah Dinda yang tiba-tiba saja sudah berada di dalam kamarnya. “Gue kesepian.”

Adista terkekeh dan menggelengkan kepalanya, cewek yang berada di samping Adista itu sangat tidak suka kalau

rumahnya sepi, makanya dia lebih suka menginap di rumah Adista kalau kedua orangtuanya sedang tugas di luar kota.

“Sini, sama gue aja,” ucap Adista sambil menepuk tempat kosong di sebelahnya.

Dinda langsung melepaskan tasnya secara asal dan langsung naik ke atas kasur Adista dan merebahkan tubuhnya disana.

“Dis ...,” panggil Dinda.

“Apa?”

“Kenapa kita harus hidup kayak gini ya? Gue tahu kalo uang itu penting bagi kehidupan, tapi kenapa harus sering banget sih nyari uangnya?”

Adista mendesah pelan sambil menatap langit-langit kamarnya, benar. Kenapa harus sering mencari uang, padahal mereka sudah hidup berkecukupan.

“Lo masih mending ada Nyokap di rumah,” kata Dinda.

“Nyokap gue, Nyokap lo juga, Din,” ucap Adista membuat Dinda terkekeh sumbang.

“Omong-omong, Dis. Lo masih suka sama Harris?” tanya Dinda membuat Adista kembali menghela napasnya. “Kata Dandi, dia udah pacaran sama Sasa.”

“Biarin lah, Din. Gue yang suka dia, kalo dia terserah. Itu urusan dia mau suka siapa.”

Dinda mengangkat bahunya, dan selama beberapa detik keheningan menyelimuti mereka.

“Din ... lo pikir, drama kita bisa berhasil? Ini gue sama Langit, Din. Gue mana pernah dekat dengan Langit. Canggung.”

“Pasti berhasil lah, kalian harus latihan terus,” kata Dinda dan memutar posisi badannya menjadi tengkurap. “Dis, Langit itu lumayan lah.”

“Terus?”

“Gak mau coba move on dari Harris dan berpaling ke Langit?”

Adista menghela napasnya. “Gue bisa berpaling dari Harris, gue orangnya cepat suka sama cowok. Tapi, gue susah melupakan, Din.”

* **

Della : Kak, mau jalan bareng Della, gak? Della sendirian nih.

Della : Kak.

Della : Kak Langit.

Della : Kak Langit yang ganteng yang Della suka.

Della : Bales dong, Kak. Ih, Kak Langit, sombong banget sih.

Langit menghempaskan ponselnya ke atas tempat tidurnya, mengabaikan semua pesan dari Della, Adik kelasnya yang tergila-gila dengan Langit, seperti Langit yang tergila-gila dengan Adista.

Bedanya hanya, Langit tidak pernah mengirimkan pesan kepada Adista, tidak pernah berbicara kepada Adista, tidak pernah memulai sebuah pembicaraan dengan Adista, dan semuanya tidak pernah Langit lakukan untuk Adista.

Ada sih, satu hal yang Langit lakukan untuk Adista. Kecil, tapi sangat berarti bagi Langit.

“Bang, disuruh Ayah cuci mobil,” kata Lala—Adik Langit—setelah mengetuk pintu kamarnya. Langit bangun dan langsung ke luar rumah, menghampiri Alfian yang tengah mencuci motor kesayangannya.

“Kenapa Langit yang disuruh cuci mobil, Yah? Kan yang pake mobil Bunda,” gerutu Langit tapi masih tetap memulai

membersihkan mobil.

“Bunda kerja di rumah, gak mungkin kan Bunda juga harus cuci mobil,” bela Vivin sambil meletakkan minuman ke atas meja yang berada di teras rumah.

“Iya, Bunda capek beresin rumah,” Alfian juga menimpali membuat Langit berdecak.

“Sore. Om, Tante.”

Langit tidak menggubriskan suara siapa yang menyapa kedua orang tuanya itu. Jelas, siapa lagi kalau bukan Della si adik kelasnya itu.

“Ini, ada titipan Mama buat Tante,” kata Della sambil memberikan kantung plastik yang Della pegang dan memberikannya kepada Vivin.

“Wah ... bilang makasih ya sama Mama. Duduk dulu, Del. Lala ada di dalam kalo mau ketemu Lala.”

“Iya Tan,” Della tersenyum kemudian dia duduk disana sambil memperhatikan Langit yang masih mencuci mobil.

“Anak Om ganteng ya, Del,” suara Alfian membuat Della yang menatap Langit menjadi tersenyum kikuk saat Alfian sudah berada di sampingnya. “Kayak Om dulu masih muda, ganteng dan beribawa. Tapi, Om dulu gak nakal kayak Langit. Om dulu orangnya pintar.”

Della hanya mengangguk sambil tersenyum, telinganya mendengarkan Alfian yang bercerita tetapi matanya tengah fokus kepada Langit yang sedikit basah akibat mencuci mobil.

“Selesai, Yah,” ucap Langit yang langsung masuk ke dalam rumah, menghiraukan Della yang masih setia duduk disana dan menatap Langit. “Langit mandi dulu.”

“Langit orangnya memang gitu. Tapi, sifatnya itu gak jauh beda sama Om. Kalo dia udah suka sama satu cewek, dia bakalan tetap ke cewek itu, gak perduli gimana bentuk dan sifatnya cewek itu.”

Della merasa tertarik saat Alfian membicarakan itu, matanya berkilat-kilat penuh ketertarikan lebih saat Alfian bercerita tentang Langit.

“Terus Om, kalo Langit udah benci atau gak suka sama orang gimana?”

“Ya, dia bakal gak suka terus sampe berubah menjadi benci. Dan itu sangat berbahaya, Langit tidak segan-segan

berbuat agak jahat kepada orang yang bikin dia sakit hati, tidak perduli mau cewek atau cowok.”

Della mengangguk paham, sekarang dia hanya harus menjadi cewek yang Langit sukai, bukan?

* * *

Langit mengibaskan rambut basahnya, Langit tidak tahu apa tujuan Adik kelasnya itu datang ke rumahnya, tetapi kedatangan cewek itu sangat menganggu.

Lala masuk ke dalam kamar Langit dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur Langit. Lala mendesah pelan dan menghembuskan napasnya.

“Itu si titisan devil ngapain kesini terus sih?” tanya Lala membuat Langit terkekeh. “Muak gue lama-lama ngeliat mukanya, Bang. Ganti cewek kenapa?”

Langit tertarik, dia mengambil ponselnya dan membuka galeri miliknya. Disana dia banyak menyimpan foto Adista yang dia ambil secara diam-diam, sisanya berada di dalam laptop atau tidak kamera

miliknya.

“Kalo yang ini titisan angel kan, La?” Langit menyodorkan ponselnya yang menampilkan foto Adista membuat Lala menatap Abangnya itu tak percaya.

Baru kali ini Abangnya itu mau memperlihatkan foto cewek sambil tersenyum malu-malu, seperti orang jatuh

cinta.

Lala kembali mengamati foto itu dan Langit secara bergantian, mungkin benar kata Alfian, Langit akan berubah kalau dirinya sudah merasakan jatuh cinta—seperti cerita Alfian tentang dirinya.

“Kapan-kapan ajak main kesini, Bang. Gue bosen ngeliat tuh devil disini mulu,” gerutu Lala membuat Langit tersenyum kecut.

* * *

Chapter 3 - Boncengan Pertama

“Pagi, Ma,” sapa Adista sambil mencium pipi Anita singkat kemudian dia duduk di kursi miliknya sambil melirik kursi

yang biasa Evan gunakan. Kosong. Adista menghela napasnya dan tersenyum lebar saat Anita menuangkan susu untuknya.

Dinda : Berita besar, Dis!!

Dinda : Langit tadi nanyain lo dan minta nomor lo.

Adista mengerutkan alisnya. Langit Alaric, teman satu kelas Adista yang tidak dekat dengan Adista, padahal hampir seluruh teman kelasnya Adista dekat dengan dirinya.

Adista : Terus, lo kasih?

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu balasan dari Dinda, baru saja Adista ingin meminum susu miliknya, ponselnya kembali bergetar.

Dinda : Ya-iyalah, lo pikir? Ini kesempatan bagus, Dis.

Dinda : Lupain HARRIS!! FIGHTING!! MOVE ON!!

Adista tersenyum singkat dan menggelengkan kepalanya.

“Dis, di luar ada cowok. Katanya teman kamu,” ucap Anita sambil tersenyum-senyum.

“Siapa, Ma?”

“Cowok kamu mungkin.”

“Adista gak punya cowok, Ma!” bela Adista, tetapi Anita terkekeh dan segera mendekati Adista.

“Lumayan loh, Dis. Ganteng,” bisik Anita sambil terkekeh dan segera pergi dari hadapan Adista.

Adista segera keluar dan melihat sudah ada cowok dengan baju di keluarkan dan tas yang terlihat enteng sambil tersenyum melihat Adista yang sudah berada di hadapannya.

“Alaric?”

Langit tersenyum, Alaric.

Panggilan yang bagus, pikir Langit.

“Ngapain lo disini?” tanya Adista bingung, dan ini pertama kalinya—mungkin—mereka berbicara berdua seperti ini.

“Kamu pikir?” Langit menaikkan sebelah alisnya yang membuat Adista bertambah bingung. “Aku

jemput kamu, buruan naik,” kata Langit sambil memberikan helm yang dia bawa.

Adista mengerjapkan matanya berulang-ulang. Ayolah, ini Langit. Gue sama dia gak dekat, dan tiba-tiba aja datang jemput gue, dan panggil aku-kamuan.  Apaan coba?

“Entar dulu ...,” Adista tidak jadi naik motor Langit. “Alasan kamu jemput aku apa?”

“Gak ada alasan apa-apa.”

“Gak mungkin lah. Alaric, aku sama kamu itu—”

“Kamu mau kita telat?” tanya Langit memotong ucapan Adista membuat Adista segera naik ke motor

Langit dan segera pergi menuju sekolah.

Anita tersenyum lebar sambil mengintip dari jendela, Adista—anak semata wayangnya itu sekarang

sudah tumbuh menjadi remaja yang sudah mengenal cowok dan bukannya ribut tentang Oppa-Oppa yang buat Anita pusing.

* * *

Seantreo sekolah ribut dengan kedatangan Langit yang membonceng cewek tidak dikenal. Adista yang tidak tahu kalau Langit seterkenal ini di sekolah harus menahan malu.

“Jalannya jangan buru-buru, Dis. Barengan aja,” kata Langit saat melihat Adista yang berjalan cepat-cepat. “Kita satu kelas, Dis.”

Adista mengabaikan panggilan dan teriakan Langit, yang dia inginkan sekarang adalah cepat sampai di kelas dan

menghilangkan tatapan tidak suka dari orang-orang dan tatapan penasaran dengan Adista.

“Gila,” kata Adista saat sudah berada di tempat duduknya dan melihat Dinda yang sudah senyum-senyum. “Kalo gue jalan sama Oppa gimana ya? Paling di timpuk batu gue biar lenyap dan gak gangguin Oppa.”

“Lo beneran pergi sama Langit?”

Adista mengangguk, kemudian dia melihat Langit yang masuk ke dalam kelas dengan senyum yang merekah, dan itu adalah hal yang patut diberi tepuk tangan melihat Langit sangat jarang tersenyum.

“Kayaknya Langit seneng banget,” bisik Dinda sambil melirik Langit yang berjalan menuju tempat duduknya.

Adista mengabaikan ucapan Dinda, kemudian dia melirik ke arah Langit yang tengah tertawa dengan Mikko.

“Udah ada kemajuan aja nih,” ucap Mikko membuat Langit lagi-lagi tersenyum.

“Gue ragu tadi mau jemput Adista, Lala yang nyuruh gue buat jadi cowok beneran. Ya udah, gue ngikutin apa kata Adek gue.”

“Terus gimana saat udah di depan rumah Adista?” tanya Mikko penasaran.

Langit terdiam, dia kembali mengingat kejadian tadi pagi di depan rumah Adista, dimana sudah ada Anita yang tengah menyapu halaman rumah.

“Gue ketemu Nyokapnya,” kata Langit. “Terus gue bilang mau cari Adista.”

“Emaknya gak nanya lo itu siapa?”

“Nanya. Gue jawab temen.”

Mikko berdecak sambil menggelengkan kepalanya. “Seharusnya lo jawab pacar. Biar gak ada tuh acara pedekate.”

* * *

Della mengamati ponselnya sambil menghela napas. Dia mendengar kalau tadi pagi Langit pergi dengan cewek, Della tidak tahu siapa itu. Bahkan, Della sudah mengirimkan banyak pesan kepada Langit, tapi hingga sekarang tidak ada balasan dari cowok itu.

Mungkin, memang benar, kalau Langit tidak ditakdirkan untuk bersama dengan Della.

* * *

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!