NovelToon NovelToon

Rival SMA

1. Absen Baru Kelas XI IPS 1

Seperti pagi biasa di hari Jumat, Elina selalu datang lebih awal. Lari kecilnya cukup cepat, hanya beberapa langkah, hanya hitungan menit, dia sudah sampai di lobby sekolah.

Semua dilakukan Elina bukan tak beralasan. Dia berharap lebih dulu datang, lebih dulu masuk, dan tidak mau Arkana mendahului.

Arkana adalah murid tampan. Bintang sekolah, serta atlet olahraga yang diperhitungkan. Banyak mata di sulap terkesima, semua bibir berdecak, melihat aksi Arkana bermain basket.

Sayang, Arkana justru menjadi rival Elina. Sejak duduk di bangku SMA, keduanya saling menjadi lawan, tak mau kalah satu sama lain.

"Cepat cepat.. nanti keduluan si kupret itu datang," tutur Elina pelan memasuki ruangan.

Rambut Elina nampak belum sepenuhnya kering, dari keramas nya di pagi hari. Sedikit terurai dan menembus baju seragam nya.

Kulit Elina putih, terlihat sangat kontras dengan jam tangan biru tua. Kaos kaki putih yang menyamai warna kulit, serta tas selempang motif monokrom.

Kaki mengajak Elina masuk kedalam.

"Eh, loe dateng pagi pagi lagi??," kata Arkana.

Kata Arkana "Udahlah Li, selamanya gue juga tetap bakalan piket, ngehapus papan tulis".

Arkana terlihat menghapus papan tulis, tangan nya menyapu sisa tulisan tangan, contoh kolom yang dibuat Pak Firman, juga di bersihkan tak tersisa.

Elina melirik sinis ke Arkana, telinga nya tidak memperdulikan, kaki nya tetap berjalan, membiarkan ucapan laki-laki berhidung mancung tersebut.

Di ambil nya sapu, salah satu barang inventaris kelas. Dipojok ruangan, dekat dengan tempat duduk Arkana. Elina mulai menyapu ruangan, bangku demi bangku.

Perempuan cantik berambut panjang itu, begitu membenci Arkana. Dirinya merasa, karena sikap Arkana yang dirasa Elina begitu seenaknya sendiri.

"Pagi pagi habis keramas, emang loe habis sunah rosul?," tanya Arkana "sama siapa tadi malem??, " lanjutnya.

Pertanyaan Arkana, sama sekali tidak mendapati jawaban.

"Wahh iya ya.. tadi malem kan hari kamis malem jumat, aseek.. aseek..!!," ucap Arkana meledek.

"Sunah rosul ya akak?," kata Arkana. mengangguk- anggukkan kepala mengulangi ucapannya lagi.

Mendengar itu, Elina sebetulnya sudah lama gemas, sudah ingin membungkam mulut Arkana.

Julukan mulut neraka, yang diberikan Elina, sebab setiap hari, mengeluarkan kata panas penuh dosa, sangat ingin sekali di robek.

Sudah setahun lebih satu kelas, tapi selalu bermusuhan. Elina kesal, Elina benci, karena Arkana piketnya hanya menghapus papan tulis seumur hidup.

Kekesalannya semakin menjadi, rasa benci Elina bertambah mengakar dua kali, ketika dua teman perempuan Elina tidak ada yang menasehati Arkana.

Di jadwal piket, terdiri dari 3 perempuan dan 4 laki-laki. 2 perempuan itu, Naswa serta Dinda, begitu sangat menyukai Arkana. Sehingga hal apa saja, yang dilakukan Arkana seolah sah-sah saja.

Sudah bukan rahasia lagi, anak-anak disekolah mengelu-elukan murid tampan didalam kelas tersebut. Termasuk kelas IPS, dimana Arkana memilih jurusan.

Terlebih laki-laki blasteran Prancis Indonesia itu, paling famous se angkatan Elina. Lain dengan anak laki-laki, tidak menasehati, hanya berani dibelakang membicarakan Arkana.

"Piket loe tiap hari itu hapus papan tulis terus, kasihan sedikit napa sama anak-anak yang lain, bantuin bersihin atap kelas atau pel nih ruangan kan harusnya bisa, "  gerutu Elina.

Elina menyapu ruang kelas, mengembalikan posisi kursi, membanting keras ke lantai.

"Braak... Braaakkk..." (suara kursi kelas yang dikembalikan Elina)

"Banting banting kursi, bakat jadi tukang pande loe," jawab Arkana. sebelum mengambil tas, lalu meninggalkan Elina.

"Dasaaarr... kupret neraka yang lolos kedunia, mulut lemes kayak cewek," Elina meremas tangan kiri kanan.

Arkana bodo amat, siswa laki-laki berprestasi dibidang olahraga itu, memasang wajah cuek. Pergi ke kantin, dengan rangkulan tangan teman jurusan lain.

Perempuan cantik kelas XI IPS, Elina begitu membenci Arkana. Semua tau, mereka bermusuhan. Semua tau, mereka tidak pernah akur.

Yang menurut Arkana benar, dimata Elina dirinya selalu salah.

Dicap memiliki kebiasaan seenaknya sendiri, di tuduh kurang bijaksana sebagai ketua kelas, semua di alami Arkana.

Opini dari anak-anak yang kurang suka Arkana.

Arkana di bilang memanfaatkan, di bilang suka tebar pesona, jadi bintang sekolah cuma modal tampang, semua memupuk subur kebencian Elina.

**************************

Bel masuk jam pertama, sudah terdengar. gerombolan murid berebut pintu, semua anak-anak mendorong tak sabar, berlomba tidak mau ada dibarisan terakhir.

Anak-anak tadinya begitu asyik, menjadikan pelataran depan kelas sebagai tempat nongkrong. Mengibas sayap, kembali ke jurusan, amburadul hilang satu persatu.

Udara dingin dari pepohonan rindang, berusia puluhan tahun di lapangan, membuat suasana semakin sejuk.

Sekolah yang berkali-kali, mendapatkan penghargaan Adiwiyata. Mendominan warna hijau dedaunan, dimana-mana.

Tong pemisah non organik serta organik berdamping rapi, ribut angin dibuat riuh, dari pohon beringin besar pojok sekolah.

Tidak heran, jika predikat sekolah Go Green sebagai jargonnya. SMA N 28, adalah sekolah yang di lirik para murid berprestasi.

Pelajaran jam pertama, hari ini bahasa indonesia mapelnya. Bu Riana adalah wali kelas XI IPS 1, guru cantik yang juga sebagai pengajarnya.

Cantiknya sudah tergerus usia, perempuan paruh baya berkacamata, mengenakan atasan batik, masuk ke dalam kelas. coba tebak? ternyata itu, Bu Riana.

Ruang kelas terdengar gaduh, volume suara bising, teriakan maut anak-anak mulai terkendali. perlahan, semua mulai menjadi senyap, menjadi hening.

Langkah kaki Bu Riana masuk ke ruangan. Suara MP3 menggema keras, merubah ruang kelas, menjadi panggung orkes musik. Tiba-tiba sudah di mode diam oleh pemiliknya.

"Selamat pagi anak anak," sapa wali kelas ramah itu.

"Pagi bu....," jawab murid-murid serempak.

"Bu Riana mau mengumumkan, hari ini duduk kalian harus sesuai absen ya," ucapnya.

"Mengingat hal ini diberlakukan 2 bulan, sebagai uji coba sebelum UTS nanti berlangsung," lanjut Bu Riana.

"Iyaaa bu..," jawab kompak anak-anak.

Mereka para murid, sudah lebih dulu tahu, perubahan urutan UTS, mengajak otak pening, karena mencari patner baru. Untuk urusan contek-mencontek.

"Tetapi anak anak, tahun ini penghitungan absen tidak mengarah ke belakang, semuanya ke samping..!! kalian bisa mengubah tempat duduk, mulai dari sekarang," tutur Bu Riana.

Bu Riana menunujuk absen angka 1, di mulai dari depan meja guru, dilanjut menyamping, sesuai urutan absen.

"Dinda di sini..,"

"Naswa pindah sini..,"

"Arya kamu sini," ucap Bu Riana.

Arahan di berikan Bu Riana, anak-anak pusing mencari urutan, telunjuk tangan Bu Riana setia, merapikan tatanan absen.

Meski keluh kesah kebingungan mulai merayap keluar. Tapi anak-anak, mulai menemukan, di mana tempat duduk nya.

Pergantian urutan, perubahan baru tatanan kelas, mengombang-ambing anak-anak, atas konspirasi untuk mensukses'kan nilai mereka.

Sama seperti yang lain, Elina jalan santai menghitung nomer, 1, 2, 3, hingga absen 8 miliknya.

Setelah Aira, se usai Imelda, namanya Alishaa Elina Zahra terpampang.

Dua kaki Elina dipercepat, tubuhnya merebut bangku semula Nadhin, dia berlari ke deretan bangku nomor 2, di sebelah pintu masuk kelas.

"Eh Anggi.. kamu disitu, hey kita deketan hihihi...," Elina sangat senang.

"Mon.. ini jaket loe," suara Arkana.

Dia hendak melempar jaket Arya yang berada dibelakang Elina.

Bola mata Elina sontak terkejut. Kepalanya pening, kakinya linu, mendapati suara Arkana didepan bangku, satu deretan dengannya.

Bak dentuman neraka, memanggil para iblis, di kepung dajjal, semua didengar jelas Elina, saat Arkana memanggil Arya.

Alisnya tiba-tiba menyatu, bibir mungilnya maju 5cm, ingin mengadu pada Tuhan, atas ketidakadilan ini. Mengetahui Arkana berada di depan bangku Elina.

Sorot mata Elina terlihat menyimpan benci, bibir mungilnya, mulai digigit kedalam secara kesal.

"Heh kasih pakai dua tangan apa nggak bisa sih?? main lempar-lempar," kata Elina.

Dirinya mengambil jaket, memberikan kearah Arya.

"Udah kayak film SHIVA aja loe..!! sok jagoan, baperan amat. cowok mah wajar," Jawab Arkana.

Arkana kesal, lalu memajukan kursi duduknya, enggan tertempel meja Elina.

"Iya wajar, tapi kalo loe yang ngelakuin, jatuhnya malah kurang ajar," gerutu Elina.

Ternyata, Elina juga menarik kesal, mejanya jauh ke belakang.

"Sudah sudah, Elina dan Arkana. kalian ini kapan akurnya?? ada aja yang dipermasalahkan," tutur Bu Riana.

Bu Riana sudah hafal kebiasaan mereka.

Elina menggerutu kesal, hatinya dongkol besar, gara-gara perubahan penghitungan absen.

Tidak urut ke belakang, tidak asyik anak-anaknya, membuat kesal harus bertemu Arkana.

Bahkan suasana sunyi, tidak ada tegur sapa, tidak ada obrolan, dideretan Arkana Elina. Semua juga tidak mengubah, keinginan mereka untuk mengobrol seperti yang lain.

Jika banyak anak kembali melakukan pdkt, menjalin kerjasama, membuat teman baru untuk berbagi contekan.

Elina dan Arkana, justru sibuk dengan ponselnya masing-masing. Karena pelajaran, tidak kondusif.

Lelah memainkan ponsel, Arkana beranjak dari tempat duduknya. Dia pergi kearah teman laki-laki, yang bergerombol di belakang pojok kelas, membuat sebagai markas mereka.

"Naswa kamu pindah sini ya..!! aku yang disitu, nanti kalau Bu Riana sudah pergi," bisik Elina.

Elina menutupi wajah sampingnya, menggunakan modul, menghindari Bu Riana.

"Iya ya, bentar sabar kamu situ aja dulu," jawab Naswa bahagia.

"Maless tau ah.. deketan duduk sama Arkana," Elina melirik kebelakang.

Setelah mengemas buku, Bu riana pergi meninggalkan kelas. Sambil menunggu guru matematika, bernama Pak Wandi masuk kedalam kelas.

Elina berjalan mengambil arah ke tempat duduk Naswa. Sedangkan Arkana, dia hanya memandangi Elina. Dari kejauhan, berjalan pindah tanpa berkata apa-apa.

"Si Elina mau ngapain lagi sih ? Kelakuannya selalu aja ngebuat kesel," Arkana membatin.

Naswa begitu sumringah, dirinya bahagia, dengan tempat duduk yang dibagi Elina. Bisa dekat, bisa lebih intens mengobrol bersama Arkana.

Kemudian tidak berselang lama, Pak Wandi masuk kedalam kelas. Perintahnya didengar anak-anak, membuka modul, mengerjakan buku matematika halaman 32.

Hari ini suasana kelas terlihat kondusif, tidak ada bisik-bisik para siswa, semua begitu tenang, mengerjakan tugas matematika dibangku mereka masing-masing.

Arkana juga fokus mengerjakan modul, tetapi dia mulai kesal, rasanya fikiran tidak fokus, mendengar Naswa yang sedaritadi memanggil namanya.

"Arkana.. hey.. Arkana"

"Arkana...," panggil Naswa.

Tanpa henti, tanpa permisi, jemari tangan Naswa menjahili laki-laki tampan tersebut. Ditambah kaki Naswa, sering mendorong-dorong kursi Arkana dari belakang.

"Apa sih Wa..??," Arkana kesal.

kursi Arkan didorong Naswa berkali-kali.

"Nggak.. kamu nanti mau ke kantin bareng nggak?," tanya Naswa.

"Eehh.. atau kalau nggak gitu, ayo kita keluar beli makanan disebelah sekolah..!," ajak Naswa tak mendapati jawaban.

"Arkana.......," panggilnya lagi.

Arkana diam seribu bahasa, tak menjawab ajakan Naswa. Kekesalannya semakin merujuk pada Elina, kenapa memindahkan diri tidak sesuai absen.

"Ngapain sih, Elina pindah segala," batin Arkana.

Kekesalan Arkana sampai memukuli meja berkali-kali.

"Pak Wandi," panggilnya.

"Iya Arka, ada apa?," Pak Wandi berjalan ke arah Arkana.

"Saya mau tanya pak, kira-kira apakah yang dinamakan tanggung jawab?," tanya Arkana memancing perhatian anak-anak kelas.

"Memangnya kenapa Arkana?? kamu belum waktunya bertanggung jawab menghidupi anak orang lo..," jawab Pak Wandi.

Jawaban Pak Wandi justru memantik tawa anak-anak. Elina terlihat ikut tertawa dengan anak-anak.

"Hih malu malu'in.. pelajaran apa yang ditanyain apa??," batin Elina.

"Bukan gitu Pak, masalahnya Elina nggak punya tanggung jawab, harusnya dia yang tempat dibelakang saya tapi malah diganti Naswa," tutur Arkana dengan tidak senang.

Semula wajah yang tersungging senyum, berubah berganti menjadi terdiam malu.

Elina malu sekali, murid-murid memandang kearahnya. Semua tidak terkecuali, hingga Elina menutupi wajah dengan telapak tangan.

"Ouh.. kamu bilang saja ke Elina, jangan jauh-jauh dari kamu lah.. karena kamu nggak sanggup, dan ndak akan kuat," goda Pak Wandi.

Semua beruubah menjadi suasana tawa.

"Hahaha.. cieee.. ciiieeee..," anak-anak serempak menyoraki Elina dan Arkana.

Arkana sebenarnya malu, Elinapun juga begitu. Sialnya, hal tersebut mengharuskan Elina kembali kebangkunya semula lagi.

Tangan kiri dan kanan Elina memboyong tas, beberapa modul, dan kotak pensil, yang telah dikeluarkan saat pelajaran Pak Wandi.

Arkana pura-pura tidak tahu. Berdiam diri, seolah sedang tidak melakukan apa-apa.

Naswa juga nampak kesal, wajahnya ditekuk, dia memboyong malu, karena apa yang dilakukan oleh bintang SMA N 28 tersebut.

2. Bangku Baru Elina

Belum selesai, kejadian yang mengesalkan hati, pada beberapa waktu lalu. Elina harus menahan hati duduk di bangku belakang Arkana.

Mengesalkan, tidak ada canda tawa dengan Anggi, tidak ada lelucon Kia lagi. Mendiami kursi, dengan kepala yang hampir lelah, menengok kearah jendela terus menerus.

"Elina, kamu nggak capek nengok kearah jendela terus?," tanya Anggi menghampiri pelan.

"Aku lebih rela bayarin tukang pijit, daripada lihat kupret neraka satu itu," jawab Elina berbisik ke Anggi.

Didepan Elina, Arkana seolah tidak mendengar apapun. Semua perempuan berdua itu bicarakan, tak mendapat perhatian khusus. Cukup sesekali melirik saja.

Bolpoint digigitan mulut Arkana, semakin begitu kuat tergigit. Lama-lama laki-laki berhidung mancung itu, tak tahan sendiri.

"Tapi, kamu kan ndak tahan sama pijat Li, apa mending besok kamu bawa minyak angin aja biar agak mendingan," Anggi begitu polos menjawab.

"Anggi.. bukan gitu..!! maksudnya itu," ucap Elina belum selesai menjawab.

"Maksudnya itu, dia lebih cocok jadi tukang urut pakai jarit Anggiiii...," suara Arkana memenuhi ruangan.

"Ehh Ar, kemarin loe bilang tukang pande, sekarang bilang tukang urut, besok lagi bilang apa??,"

"Haduuh.. apa malaikat malik nggak tau ya? ada penghuninya yang lolos ke dunia," kata Elina mulai menggulung buku di depan mejanya.

"Ya ngaca aja, lengan berotot loe cocok jadi tukang pande waktu pagi, terus wajah loe, cocok jadi tukang urut yang bau khas minyak GPU," ejek Arkana.

Dia mengejek sembari menarik bibir keatas.

"Un faedah banget deh, nanggepin omongan loe," jawab Elina.

Elina memukuli lengan Arkana, gulungan buku yang dibuat tadi, di buat melemahkan lengan kanan rivalnya tersebut.

Belum ada satu bulan, duduk Elina dan Arkana di satu dereta meja. Tensi darah perempuan berkulit putih tersebut, hampir setiap hari dibuat tinggi.

Ada saja hal kecil yang membuat mereka berseteru, ada saja kesalah pahaman antara mereka, semua tidak membuat jera keduanya.

Tidak jauh berbeda seperti Elina, Arkana berharap, UTS segera dilaksanakan. Posisi bangku mereka kembali normal, Arkana kembali duduk dekat Arya, Nadhine, Bima serta Devan.

****************

Setelah pertengkaran mereka, terdengar bunyi bel istirahat. Bel sederhana sekolah, alarm alami yang selalu membuat bahagia anak-anak.

Ternyata bel itu, juga menjadi angin bahagia Elina. Mengajak kedua matanya, melepas penat. Mengisi amunisi, untuk semangat berikutnya, ketimbang melihat Arkana terus-terusan.

Arkana terlihat merangkul Bima, dia pergi bersama temannya. Kemana lagi, jika bukan menuju kantin. Ahh.. semua sangat mudah ditebak.

Lain dengan Arkana, Elina dan Anggi jalan menuju perpustakaan. Elina adalah murid pandai dikelasnya, hanya beberapa nilainya selalu bersaing dengan Arkana.

Di jam istirahat, Elina menyeruput teh kotak, membuka sachet roti, melahap pelan. Roti yang dibelinya di kantin, mengenyangkan penghuni didalam perutnya.

Beberapa buku pinjaman dari perpus, terbawa rapi pada lengan kirinya. Lalu lalang para siswa, terlihat riuh dimana-mana. Apalagi di kantin sekolah, sangat ramai sekali.

Melewati Aula sekolah, papan pengumuman juga tak kalah ramai, tak kalah berdesakan, oleh kerumunan anak-anak. Membuat Elina dan Anggi ikut mencari tahu.

Ternyata, pengumuman ekskul sudah membuka pendaftaran baru. Estrakurikuler yang paling bergengsi, hingga yang kurang diminati, telah tertera tanggal awal pendaftarannya.

Mulai dari ekstrakurikuler basket, tari, teater, sepak bola, bola voli, bela diri hingga menyanyi, tertempel rapi di papan madding sekolah.

"Anggi, kamu jadi mau ikut ekskul apa?," tanya Elina memastikan.

"Aku mau pindah ke tari aja Li, udah capek ikut ekskul bola voli," jawab Anggi membaca info ekskul menari.

"Kelihatannya, aku masih tetep di teater aja deh, soalnya kata Bu Endah bakalan ada pagelaran diakhir tahun ini," Elina memberitahu.

Sementara, belum selesai Elina, Anggi, beranjak dari papan informasi. Beberapa gerombol anak kelas X (Sepuluh) berebut menyerbu, melihat papan pengumuman.

Akhirnya, suara bising tidak bisa terelakkan. Ada yang ingin mendaftar, ada yang ingin pindah ekskul, semua didengar telinga Elina.

Lucunya, sebagian mereka mengatakan, akan ikut ekskul basket. Tapi, cuma agar bisa bertemu Arkana. Pasalnya, hanya kesempatan ekstrakurikuler itulah, mereka bisa bertemu dengan Arkana.

Ikutnya Arkana, menyumbangkan beberapa medali serta piala ke sekolah. Semakin Arkana, lagi dan lagi, dikenal adik kelas serta kakak kelas.

"Kalau kita ikut ekskul basket, pasti kita bisa lihat kak Arkana dari dekat," kata adik kelas Elina heboh.

"Iya ya.. nanti kita bisa ketemu sama kak Arkana," jawab anak lain kegirangan.

"Gak perlu lagi nunggu bubaran pulang sekolah, nunggu jumat bersih, atau pas istirahat," sahut salah satu anak kelas X.

Anak-anak menyetujui, berkata, "Iya.. iya.. betul."

"Kak Arkana itu ganteng banget sih.. wajahnya mirip Sehun Exo ya Ki?," ujar adik kelas.

Semua lagi-lagi memuji Arkana.

"Hah Sehun EXO..?? yang ada bihun bakso itu ya," gerutu Elina kesal.

Ekspresi wajahnya, mengubah pandangan kesana-kemari, wajahnya sesuka hati berekspresi tidak suka.

"Hey Arkana masuk basket lagi..? gimana Fa, kita masuk basket aja sih ya..!!," kata kakak kelas Elina berunding.

"Oke ayooo..," jawab temannya menyetujui lagi.

Kakak kelasnya tidak kalah juga, berkeinginan sama seperti adik kelas.

"Haduuhh.. Arkana lagi, Arkana lagi," Elina membuang nafas.

Dirinya semakin kesal.

"Itu mata, perasaan nggak ada yang minus, kenapa juga pilih ekskul basket cuma gara gara Arkana?",

"Apa nggak bisa gitu, pilih aja gitu sesuai kemampuan dan bakat mereka semua, dasar bucin," lanjut Elina.

Kepala Elina geleng-geleng, melihati adik kelas serta kakak kelas dari atas bawah.

**************************

Kekesalannya dipapan madding, mengajak kedua kaki Elina, memasuki ruang kelas. beberapa anak, masih asyik sendiri memainkan ponsel.

Naswa dan Dinda asyik berkaraoke, Nadhin beraksi di tik tok, Mela dan Fey mengaktifkan youtube masing-masing.

Arya, Arkana dan Bima tetap mengambil pojok kelas, sebagai markas tempat mereka. Sedang Elina medudukan diri, mengelus perut kenyangnya, lalu mengambil tisu di laci meja kelas.

"Apa ini?," kata Elina.

Di tangan, dirinya justru mendapati coklat, bertulis dairy milk, ukuran 32 gram, plus kartu ucapan kecil.

"untuk Arkana, jangan lupa makan siang. Semoga harimu manis dengan coklat ini,

Tertanda GISKA"

"Kupret neraka, dia ini fansnya banyak banget," gumam Elina.

Elina menduga, Giska tidak mengetahui, bangku kelas XI-IPS 1 sudah berubah. Sesuai urutan absen, sesuai nama anak-anak.

Perempuan berambut panjang itu, mencoba mengaitkan, mencoba menelisik, karena semula, tempat duduk Elina ditempati oleh Nadhine.

Nadhine tidak lain adalah teman dekat Giska. kedekatan mereka mulai, saat Nadhine Giska satu organisasi.

Setelah Giska tau, Nadhin adalah perwakilan dari kelas Arkana. Kelihatannya Giska selalu meminta bantuan.

Beberapa gosip pernah didengar Elina, dia flashback, dirinya ingat, Arkana sempat menjalin hubungan dengan Giska.

Gosip beredar simpang siur, ada yang mengatakan tidak berpacaran, tetapi Kia mengatakan, Arkana Giska sudah putus lama.

sampai saat ini tidak ada, yang memastikan kebenaran berita tersebut. Apalagi Arkana, tidak pernah memperjelas hubungan. Asmara terpendam meraka, gosip percintaan Arkana, selalu menjadi trending topic.

Elina baru mengetahui. Kebiasaan kecil, perhatian kecil, mendapatkan coklat serta kartu ucapan, kelihatannya setiap hari didapat Arkana.

Sayangnya, Elina tidak tertarik. Segala hal tentang Arkana, dia tidak penasaran.

Dirinya lalu memanggil Arkana, kebetulan langkah kaki Arkana, berjalan ke arah bangkunya.

"Eh, ini buat kamu," kata Elina memberikan coklat tersebut.

"Buang aja, gue alergi sama coklat," Jawabnya.

Arkana kelihatannya, sudah tau coklat itu dari siapa.

"Iya, kalau sama neraka emang loe lebih cocok..," gerutu Elina kesal.

Coklat itu masih di tangan, mencoba diberikan, namun ditepis oleh Arkana.

"Mending, gue habis dari neraka masih ada kemungkinan masuk surga, nah loe malah yang iblisnya hiii..," Arkana menjulurkan lidah.

Tidak puas, dirinya mengangkat berat kedua bahunya, berhenti disamping Elina.

"Ya elo itu yang iblis..," jawab Elina.

Perempuan cantik, berponi samping tersebut, berdiri tidak terima, mengangkat tangan, menjitak kepala Arkana.

"Aduuh...," rintih Arkana menggosok kepala.

"Rasain..,"

Selesai menjitak kepala, Elina belum puas. Tangan kanannya mengulang lagi, secara keras menjitak kepala Arkana.

"Li, sakitt taukkk," bentak Arkana kesal.

Tiba-tiba saja, dari arah belakang. Bima berlari kencang, Bima memberi aba-aba minggir, tanpa sebab yang pasti melompati kaki Arkana.

Arkanapun tidak dapat menjaga keseimbangan. Badannya tersungkur kedepan ambruk didepan Elina.

Sedangkan Elina, yang berada didepan Arkana. Menarik seragam, laki-laki berhidung mancung tersebut.

Alih-alih berharap dapat menolong Elina, sayangnya mereka berdua, justru sama-sama  tersungkur ke lantai.

"Brruuuuuuuuuukkkk....."

Arkana menindih tubuh teman perempuannya itu, jantung Elina berdegup kencang, nadinya tak beraturan karena kaget, di tindih tubuh atletis Arkana.

Mata mereka berdua saling bertemu, seperti cerita di novel. Jemari Elina memengangi baju seragam depan Arkana.

Bukannya seperti di novel, ternyata Elina justru marah-marah.

"Arkanaa... loe nggak sadar," teriak Elina.

Dia seperti mengeluarkan bola mata.

"Banguuuuunnn.. lutut loe nindihin jempol kaki gue, setaan..,"  kata Elina memaki.

Arkana yang masih tertegun diam saja.

"Arkana.... kaki guee..," bentak Elina kesakitan.

"Eh Rasaiin loe..," ucap Arkana tersadar.

Arkana justru sengaja menindih lebih keras, menekan lututnya kearah jempol kaki Elina.

Dia lantas meninggalkan Elina, meski kepalanya sedikit sakit, akibat dijitak oleh Elina.

Belum genap satu bulan, berada dibangku yang sama. Mereka berdua, sudah mengahabiskan segala cara membalas dendam, secara masing-masing.

"Awas aja, loe Arkana tungguin pembalasan gue..," gumam Elina.

Dirinya kemudian bangkit dari lantai.

************************

Hari sudah menunjukkan pukul 13.30 siang, jam terakhir sudah di tuntaskan guru masing-masing, sesuai dengaj mata pelajaran.

Kelas sudah mulai bising, dengan persiapan pulang anak-anak. Begitupun juga dengan kelas XI-IPS 1.

Perempuan, yang menjepit rambutnya dengan jepit lidi itu, bergegas mengemasi buku pelajaran.

Tidak ada yang aneh, dalam pulang sekolah Elina kali ini. Arkana juga nampak mengemasi buku pelajaran kedalam tas.

Bel pulangpun berbunyi, Elina keluar kelas, dirinya bersama Anggi. Kejadian yang menimpa Arkana, semangat diceritakan ulang Elina. Pasalnya, Elina bahagia bisa menjitak kepala Arkana.

Ditengah ceritanya dengan Anggi, Ternyata Elina lupa mengambil ID card. ID card Elina ketinggalan di laci. Dirinya berpamitan ke Anggi, untuk bisa pulang duluan.

Diperjalanan, kembalinya Elina ke kelas. Arkana tersenyum manis, tak sengaja berpapasan. Lalu bersikap sangat ramah.

"Apa loe..," kata Elina.

Dirinya berpapasan, Arkana yang tersenyum manis.

"Anggi, aku ambil ID Card dulu ya..!! aku lupa," pamit Elina.

Kaki Elina, sudah berlari kecil masuk kelas.

"Iya udah oke," jawab Anggi meninggalkan.

Elina masuk kedalam kelas lagi, sepintas tidak ada yang terlihat aneh dikelasnya itu.

Meja kursi masih sama semua. Tetapi setelah Elina melihat, kearah bangkunya yang ada dibelakang Arkana. Dirinya melihat, ternyata telah kosong tidak ada.

Bangkunya justru tiba-tiba berpindah, ke bagian belakang, ke paling pojok kelas.

Elina menduga, ulah siapa lagi itu? semua itu adalah ulah Arkana. Perempuan tinggi 162 itu, menghela nafas jengkel, melangkah jalan mengambil ID Card yang tertinggal.

"Ini pasti ulah kupret neraka satu itu, Awas awas aja loe Arkana," gerutu Elina.

Dia sangat begitu kesal hari ini, karena Arkana.

"Pantes aja tadi senyumin gue.. Hihhh.. dasar,"

Ditarik kembali meja kursi yang berada dibelakang kelas tersebut, sedikit menguras tenaganya, pada jam pulang sekolah.

Tenaga kuatnya, sudah mulai menghilang. Yaa.. perpindahan bangku baru Elina, cukup membuat warna gelap, pada kisah di semester 3 SMA Elina.

3. Malapetaka Ekskul Teater

Semenjak bangku percobaan UTS, di berlakukan pihak sekolah. Mengharuskan Elina, berada dibangku dekat Arkana secara terus-terusan.

Bagi Elina membawa sial untuknya. Belum genap 2 minggu, kesabaran Elina sudah dibabat habis oleh Arkana.

Ruam merah yang berada ditangan Elina, karena menarik bangku dan kursi pada waktu pulang sekolah. Hari lalu belum juga hilang.

Pada hari Sabtu ini, Elina berharap, ekstrakurikuler teater yang didaftarnya. pekan lalu, sedikit membawa kebahagiaan.

Ya.. pagi ini Elina tampak sumringah, berjalan kearah perpustakaan sekolah, melajukan kaki, berada di lantai dua bersama Kia.

Entah apa yang dibicarakan mereka, tetapi yang jelas senyum Elina tak henti-henti tergambar.

Baju seragam ekstrakurikuler, warna biru tua, terpadu rok sekolah abu abu. Membuat Elina semakin terlihat cantik.

Sepatu cat putih, hadiah dari mamanya. pagi ini juga nampak dikenakan Elina.

Beberapa anak-anak, sangat ramah melambaikan tangan kearah Elina. Ya.. ekstrakurikuler yang diikutinya, selama kurang lebih satu setengah tahun ini.

Ekskul teater, sudah mengibarkan nama Elina, pada Festival Seni Indonesia. Dia, Kia, dan Yudha secara tidak sengaja, menaruh tas bersama.

Di atas tumpukan tas anak-anak, yang sudah lebih dulu datang. Kia terhenti sebentar, ditengah tumpukan tas anak-anak, pasalnya ada tas hitam yang bagi Kia tidak asing.

Apalagi pin hitam bertulis PERBASI (Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia), semakin menambah keyakinan Kia.

"Elina coba deh lihat..!!! itu seperti tas Arkana Li," kata Kia.

Dirinya menarik baju seragam Elina dari belakang.

"Apaan sih Kia, haduuh Ki, kamu kalau kebayang-bayang Arkana, nggak usah dibawa kesini sini napa..!!! jadi bikin il fill," jawab Elina kesal.

Kia sengaja menghentikan langkahnya.

"Lagian ini itu perpustakaan..!! ingatttt.. ini perpustakaan, bukan ruang olahraga yang isinya Arkana, Arkana, dan Arkana mulu huuuhhhh..," gerutu Elina.

Wajah sumringahnya, berubah meraut wajah kesal.

"Bukan gitu Li, tapi itu ada pin Arkana lo, itu ada namanya Perbasi," bantah Kia.

Dirinya kembali berlari kearah Elina.

"Sudahlah Kia, kalau loe mau bercanda pliss.. bercanda loe nggak lucu," jawab Elina.

Dirinya membuang muka kesal.

Elina tidak mempercayai, apa yang dibicarakan Kia, semua sangat mengada-ada. murid cantik berambut panjang itu, kehilangan mood sepagi ini.

Dirinya, justru nampak lebih dulu, mengambil barisan. Dengan teman-teman baru, di teater periode tahun 2019/2020.

Dari beberapa yang Elina lihat, banyak adik kelas dan kakak kelas baru, semua mengikuti esktrakurikuler teater tahun ini.

Mungkin karena setelah teater SMA NEGERI 28 Surabaya menjuarai Festival Seni Indonesia, anak-anak mulai berminat terhadap ekskul teater ini.

Walaupun, Bu Endah dikenal sebagai pembina galak dalam teater. Namun kedisiplinan Bu Endah, dapat mengantarkan SMA N 28, menjuarai beberapa ajang bergengsi disetiap tahunnya.

Perpustakaan sekolah, nampak begitu ramai. belum lagi instruksi dari Bu Endah, membuat kelompok, semakin membuat riuh ruang perpustakaan.

Kelompok yang terdiri dari dua anak, bebas memilih, cewek maupun cowok. semakin membuat suasana pagi, lebih gemuruh daripada petir.

Meski ada Bu Endah yang terkenal galak, hal itu tidak menyurutkan semangat anak-anak baru untuk mengikuti Teater disekolah.

Elina bahagia melihat adik-adik kelasnya, kebingungan mencari pasangan kelompok.

Hal tersebut, juga pernah dirasakan oleh Elina. Saat pertama kali, mengikuti Ekstrakurikuler Teater.

"Elina, kamu sudah dapat kelompok??," tanya Yudha.

Teman kelas lain itu, menghampiri Elina.

"Maaf Yud, aku sudah sama Kia," jawab Elina.

Dirinya, menolak laki-laki yang pernah satu kelas dengannya, pada saat kelas sepuluh.

"Oke, ya udah kalau gitu," jawab laki-laki berparas menawan tersebut.

Yudha kemudian meninggalkan Elina.

Elina lalu bergegas lari, kearah Kia. Memastikan, jika Kia mau menjadi kelompoknya.

Kia juga berjalan menghampiri Elina, tapi dengan perempuan berkulit kuning langsat. Ternyata, tidak lain adalah Nirmala, sepupu Kia sendiri.

"Maaf ya Li, ini si Nirmala minta sama aku," ucap Kia merasa tidak enak.

"Kak Kia, sama aku ya-ya," rengek Nirmala.

Suara Nirmala, terdengar masih tak henti-henti.

"Ya udah gak papa Ki, kalau gitu aku cari gandengan lain dulu Ki," jawab Elina.

Dirinya meninggalkan Kia dan Nirmala, mencari lagi pasangan.

Elina kebingungan, menawari anak-anak disebelahnya, menjadi satu kelompok teater. Mana waktu tinggal sedikit lagi, teater sudah dimulai.

Belum selesai, Elina mencari kelompok. suara Bu Endah, sudah mengikstrusikan, memberikan aba-aba. Untuk  bisa mengambil posisi berdiri.

Bu Endah memerintah, saling berhadapan, bersama anak kelompok masing-masing.

Sedangkan bagi yang belum mendapatkan kelompok, diminta maju kearah depan, itulah kata Bu Endah.

"Bagi yang belum mendapatkan kelompok, ayoo.. segera merapat ke Bu Endah," perintahnya berkali-kali.

Kedua kaki Elina berlari kedepan, dirinya melihat, Yudha sudah berdiri disebelah Bu Endah. Dan juga 1 anak perempuan lainnya.

Yudha tersenyum, salah tingkah memandang ke Elina. Sedangkan, betapa malunya Elina membalas senyum. Tadi sempat menolak Yudha.

"Elina kamu dengan Yudha, dan ini, Dini kamu sama Arkana ya," kata Bu Endah memerintahkan.

"Arkana??," ucap Elina.

Tangannya, mengikuti tangan kanan Bu Endah. Menunjuk laki-laki berhidung mancung, didalam kerumunan anak-anak.

Dan..???? terlihat Arkana.

Arkana berjalan menuju kearah Yudha, Elina serta Dini. Hampir semua mata tertuju ke Arkana yang santai, apalagi Dini, dia bahagia mendapati Arkana bisa satu kelompok hari ini.

Tanpa berdosa, juga rasa bersalah, Elina seolah tidak kenal siapa Arkana. kepalanya sama sekali, tidak menoleh kearah belakang, menegur teman sekelasnya tersebut.

"Oke, kalian bisa mengambil baris dengan teman-teman," perintah Bu Endah pada mereka.

"Hah..!! gitu katanya ganteng..? nyatanya nyari pasangan di dalam teater aja gak bisa**,"  jawab Elina.

Dirinya membatin, berjalan membersamai Yudha.

"Sebentar Yudha," ucap Bu Endah menyuruh berhenti.

"Kamu sama Dini aja ya..!! kamu dan Elina sudah lama diteater, jadi kalian bisa berbagi ilmu, sama anak baru," tutur Bu Endah.

"Tapi kan Bu, ini baru pengenalan tokoh," bantah wanita cantik itu.

"Jadi mau baru atau lama, kalau mereka sudah punya bakat. tetap juga bakalan terlihat," lanjutnya.

Entahlah, hari ini Elina berani membantah. Mencuri nyali, entah didapatnya dari mana.

"Sejak kapan, kamu beranibantah perintah Bu Endah?? kalau kamu nggak suka peraturan Bu Endah. kamu bisa keluar dari teater ini," kata Bu endah marah.

Bu Endah langsung to the point.

Elina nampak takut, tak bergumam lagi, lalu berbalik jalan, kearah belakang mengikuti Arkana. Padahal, dia memendam kesal, tak berdaya atas perintah Bu Endah.

seragam batik dikenakan Arkana,  terlihat keluar berantakan, meski ikat pinggang masih tertempel, di celana panjangnya ada kotoran.

Bau wangi dari seragam Arkana, menjadi magnet bagi anak-anak perempuan. Indra penciuman mereka, aroma harum dari bajunya, terasa menyengat.

Hanya saja, hal itu tidak berpengaruh bagi Elina. Biasa, biasa saja dengan aroma parfum mahal Arkana.

Elina mengambil posisi berhadapan bersama Arkana, rambutnya basah, terkena keringat, wajah Arkana terlihat lelah.

Lagi dan lagi, Elina bertemu Arkana. semua sudah begitu pasrah. Diserahkan Eina, lembar teks dialog ke tangan laki-laki itu.

"Loe ada minum nggak Li?? gue haus banget," tanya Arkana.

"Itu...," Elina menunjuk aquarium besar di dalam perpustakaan.

"Minum sendiri," jawabnya.

Arkana terlihat menahan gerah dan haus.

"Loe yang jadi Tuan Burhan," suara Elina memerintah.

Keduanya mengamati dialog.

"Kok gue ?? harusnya loe dong, kan loe orangnya pelit, kikir, jahat, sama somboooong..," gerutu Arkana.

Mereka berdua malah saling ejek.

"Hihhh.... kupret neraka ini serius, gue yang jadi pelayannya, loe jadi Tuan Burhan," tunjuk Elina.

Dirinya memelototkan mata, menyuruh Arkana menuruti apa yang Elina mau.

"Gue juga serius..!! wajah loe pantes jadi pelayan tau, cuma kikir sama sombong loe, udah pantes jadi Tuan Burhan,"

Jawaban Arkana, membuat boomerang lagi, memilih tokoh seperti keinginan dirinya.

Elina hilang kesabaran, kaki kanan nya mendarat, menginjak keras kaki Arkana. Laki-laki yang berada didepannya.

"Aaaa.. sakit," teriak Arkana menarik kaki.

Hal itu membuat anak-anak, memandangi Arkana dan Elina, memperhatikan mereka. Namun Elina tidak ambil pusing, dirinya seolah sibuk membaca teks.

Matanya fokus, jemari Elina memegang serius kertas, tanpa memperdulikan Arkana. Padahal, mereka berdua tengah menjadi sorotan.

"Elina," Panggil Bu Endah.

Suara itu, membuat Elina gelagapan, membuat dirinya takut, dan mencari darimana suara itu.

Elina menoleh ke arah Bu Endah, guru berkacamata tersebut, memandang tidak suka ke Elina.

Jantung Elina berdesir hebat, kepalanya menunduk lagi, tak berani melawan, dengan kepalan kertas dialog yang masih dibawanya.

"Coba lihat, teman kamu bajunya berantakan, apa kamu nggak bisa ngasih tau?? bantuin dong..,"

"sebagai anak teater,yang udah lama ikut teater," lanjut Bu Endah.

Senior teater tersebut, melihat sinis ke arah Arkana.

"Iya bu maaf," jawab Elina melihat.

Elina bergegas, dia membantu Arkana merapikan bajunya. Kesal dan marah, beberapa kalimat dibisikkan ke telinga Arkana, seperti ancaman.

Ekstrakurikuler siang itu, tangan Elina masih ikut membantu Arkana. merapikan masuk, mengajak tangan simpati Elina, merapikan baju seragam temannya.

Arkana, memasukkan baju seragam bagian depan. Sementara Elina, terlihat melingkarkan tangan, ke pinggang Arkana. Membantu masuk bagian belakang seragam.

Sesekali, jarak Elina dan Arkana, sangat dekat. Hampir seperti, orang berpelukan. Sayangnya, Elina tidak menyadari hal itu.

"Mending, loe itu balik ke TK, pakai baju seragam yang bener aja, nggak bisa," Gerutu Elina.

Telinga besar Arkana, di bisik pelan.

"Ya kan, ini udah dibantuin nenek-nenek,"

"Nenek-neneknya masih SMA tapi," lanjut Arkana.

Dirinya melihat Elina, perempuan bertubuh lebih kecil, dibanding Arkana.

"Loe itu, nggak usah banyak omong, cepetan,"

"Gara gara loe, gue dimarahin Bu Endah mulu," ungkap Elina.

Selanjutnya, Elina bergerak cepat, menyilangkan tangan, memasukkan baju samping Akana, secara kasar.

"Ehh loe ini, udah operasi transgender apa Li?? jadi cewek kasar banget," gerutu Arkana.

Elina tidak menanggapi perkataan Arkana, dirinya masih gemas, geregetan dengan tingkah Arkana. Yang tidak kunjung cepat menyelesaikan pakaian.

Begitupun Arkana, teman sekelas Elina, juga kesal terhadap sikap Elina. Banyak anak memandangi mereka, menaruh iri pada Elina, yang bisa dekat dengan Arkana.

"Aduhh.. kena adek gue Li," kata Arkana.

Tubuhnya membungkuk, badan Arkana mengagetkan Elina, menaruh tangan di atas celana depan Arkana.

Ucapan Arkana, membuat mereka berdua menjadi sorotan. Anak-anak yang berada di ruangan, melihat geli, menjadi buah bibir.

Elina sangat malu, wajahnya memerah, ulah Arkana bikin malu saja. Ditariknya, tangan Elina dari baju Arkana. Wajahnya merah padam, dipermalukan.

Beberapa anak laki-laki, sudah tidak sungkan lagi, membuat riuh, berlomba-lomba untuk tertawa.

"Awas Ar, habis ini adek loe menari-nari,"

"Gara gara dipegang cewek se-cantik Elina hahaha," kata Nando menyoraki.

Arkana tidak membalas, dirinya diam. perkataan Nando, tidak di ambil pusing. Dirinya justru melirik Elina, sambil tertawa, seolah mengatakan jika sudah berhasil bohong.

"Gue tau loe boong, Awass loe," bisik Elina.

Arkana tertawa lepas, bibirnya tersenyum lebar, matanya bahkan sampai menutup.

**********************

Hari ini, menjadi hari terkesal, hari termenyebalkan bagi Elina. Sampai saat ini, dia belum tau, apa yang membuat Arkana, bisa di ekskul yang sama?? yaitu teater.

Siangnya, Kia dan Elina berjalan santai, memerintah kaki menuju, kearah kantin sekolah.

Beberapa ekskul olahraga, telihat ada yang belum selesai. Perjalanan ke kantin, Kia bergumam, tak henti -henti. Menanyakan kepada Elina, bagaimana kejelasan hal yang terjadi di ruang perpus tadi.

"Li, emang beneran, tadi kena itu'nya si Arkana?," tanya Kia.

Kia menanyai hal yang sama, ingin memperjelas, apa yang diributkan anak-anak.

"Coba lihat deh Li, anak-anak pada ngelihatin kearah loe,"

"Kelihatannya, ini gara gara kejadian tadi waktu ekskul teater deh," bisik Kia.

Elina memandang, beberapa adik kelas. kakak kelas, yang berpapasan, dan gerombolan anak, melihat sinis kearah Elina.

Sialnya, berita itu dengan cepat meluas ke seluruh sekolah. Elina hanya mengawasi, adik-adik kelasnya yang berani, memandang.

"Loe tau nggak Ki,itu cuma akal- akalan'nya si Arkana,"

"Orang gue, tadi bantuin dia benahin seragamnya, cuma bagian belakang, sama samping aja Ki," jelasnya.

Di kantin, Elina mengambil duduk, mengistirahatkan diri, pada satu kursi kantin.

"Awas aja, gue bakal kasih hukuman buat tuh kupret neraka," katanya.

Dia merengek, kesal hati, memukuli kepalanya berkali-kali.

"Ya udah sih Li, lagian kalian berdua itu, nggak ada akur-akur'nya sih," ucap Kia.

Kia mencoba, menenangkan sahabatnya.

Tangan kanan Elina, menikmati roti selai, di beli baru saja, dan teh kotak. semua berada, di depan kursi duduk kantin.

Alunan musik, genre pop yang keluar, berasal dari ponsel HP Kia. Sedikit membuat Elina, melupakan hal memalukan tadi.

Malapetaka pada Ekskul teater tahun ini, harus Elina hadapi, lagi dan lagi karena Arkana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!